Proses pembelajaran dilakukan untuk memberikan kesempatan perkembangan 3 (tiga) aspek dasar yang dimiliki oleh anak didik, yaitu normatif, adaptif dan produktivitas. Ketiga aspek dasar ini selanjutnya menjadi nilai diri dan merk diri (brandingself) anak didik dalam tata pergaulan di masyarakatnya. Di dalam proses pembelajaran, anak didik diarahkan agar setiap aspek dasar tersebut dapat dikuasai agar di dalam dirinya terdapat satu keatuan utuh kompetensi diri. Bahwa ketiga apek dasar tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu terhadap lainnya. Sebenarnya di dalam diri anak didik ketiga aspek tersebut sudah mempunyai dasarnya, dan proses pembelajaran adalah langkah atau kegiatan untuk mengelola dan mengembangkan yang ada sehingga menjadi lebih berdaya.
Didalam konsep pembelajaran tradisional, anak didik menerima materi pelajaran dari guru sehingga timbul satu kesan yang sangat tidak bagus yaitu anak didik sebagai obyek pendidikan dan pembelajaran. Anak didik seakan-akan suatu obyek yang harus dikelola oleh guru, dunia pendidikan dan pembelajaran sebagai institusi formal pendidikan dan pembelajaran. Setiap hari anak didik harus mengikuti proses sejak pukul tujuh pagi hingga pukul satu siang. Duduk tertib di jajaran bangku di dalam ruangan berukuran tujuh kali sembilan meter. Anak-anak harus bersikap tenang dan mendengarkan semua penjelasan guru dan mencatat apa yang diperintahkan guru untuk mencatat. Kemudian, secara bergantian, anak didik harus menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Anak didik harus didik teratur, tenang dan penuh disiplin di bangku masing-masing sambil mendengarkan penjelasan guru yang ‘berakting’ aktif di depan kelas, duduk di kursinya, kadang berjalan berkeliling kelas. Guru begitu aktif dan menguasai kelas pembelajarannya sehingga anak didik hanya mengambil posisi sebagai penonton semua kegiatan yang dilakukan oleh sang guru. Anak didik hanya mendengarkan dan selanjutnya mencatat, seperti petugas pencatat perolehan angka di pertandingan bola volley atau bulutangkis. Mereka harus penuh konsentrasi dan segera mencatat materi yang diberikan kepadanya.
Tentunya kondisi ini sangat tidak sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran yang sebenarnya. Bahwa, didalam proses pendidikan dan pembelajaran, anak didik adalah sang pelaku kegiatan. Dan, sebagai pelaku kegiatan, tentunya mereka harus mengambil peran secara aktif. Mereka harusnya secara intens melakukan kegiatan-kegiatan terkait dengan proses pendidikan dan pembelajaran. Mereka haruslah belajar secara maksimal. Setiap materi yang diberikan oleh guru harus segera dipelajari dan selanjutnya dipahami sehingga dapat menjadi bagian integral dari dirinya. Dengan demikian, maka tujuan perubahan pada diri anak didik benar-benar dapat dicapai secara maksimal. Dan, kita sangat menyakini bahwa segala hal yang dilakukan atas dasar kesadaran atas tugas dan kewajiban merupakan hal yang paling efektif.
Dan, untuk mengkondisikan hal tersebut, maka kehadiran guru adalah sebagai fasilitator agar anak didik dapat melakukan proses pembelajaran secara maksimal. Setiap kali ada kesulitan, maka anak didik dapat menanyakan kepada guru sehingga terpecahkan. Setiap kali anak didik ingin dan membutuhkan proses pembelajaran, maka guru memfasilitasi kebutuhan tersebut sedemikian rupa sehingga anak didik dapat belajar sebagaimana kebutuhannya. Dalam hal ini eksistensi guru adalah sebagai pendamping dan fasilitator untuk kelancaran proses. Guru bukanlah penguasa kelas dan proses sebab guru hanya pendamping belajar anak didik. bahkan boleh dikatakan bahwa guru adalah pelayan bagi anak didik untuk dapat melakukan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya.
Anak Didik sebagai Subyek Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah proses perubahan kondisi kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik, dalam hal ini anak didik sedemikian rupa untuk dapat mengimbangi kondisi di luar dirinya. Kondisi di luar dirinya ini selanjutnya kita namakan sebagai kebutuhan hidup di masyarakat. Tentunya, dalam hal ini sangat diperlukan suatu sikap yang mengedepankan kesadaran belajar. Bukankah setiap perubahan hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan berupaya untuk mengubahnya?
Sebagai pribadi, tentunya anak didik membutuhkan proses yang berbeda satu terhadap yang lainnya. Mereka memang sama-sama mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran, tetapi untuk mencapai hasil maksimal, setiap anak mempunyai pola masing-masing. Oleh karena itulah, maka perlu kiranya kita menyadari bahwa agar proses dapat berlangsung maksimal, maka anak didik harus terlibat aktif dalam setiap kegiatan dengan pola seperti ini, maka model pembelajaran learning by doing benar-benar dapat diterapkan maksikaml. Model pembelajaran ini diyakini mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk mendukung dan membawa anak pada tingkat keberhasilan belajar yang maksimal juga.
Jika kita memposisikan anak didik sebagai subyek pembelajaran, berarti kita telah memberikan sebuah reward yang sangat besar nilainya bagi anak didik. Anak didik menjadi sosok-sosok yang berharga sehingga mereka merasa teragungkan dan bersemangat untuk belajar. Bukankah jika seseorang diberikan reward dan dipentingkan dlaam kehidupan ini, maka orang tersebut menjadi sangat senang, bahagia dan bersemangat untuk melakukan segala hal yang dibutuhkannya. Hal ini sangat penting sebab saat seseorang diposisikan sebagai subyek, mereka mempunyai kebanggaan tersendiri, terutama dihadapan teman-temannya. Kita benar-benar memanfaatkan kondisi tersebut untuk kepentingan anak didik. kita bombong anak didik dengan reward sehingga tanpa sadar mereka melakukan apa yang memang seharusnya mereka lakukan.
Selama ini kesulitan terbesar yang kita hadapi dalam proses pendidikan dan pembelajaran adalah membangkitkan semangat belajar anak didik. Pada jaman sekarang ini, dimana pengaruh kehidupan sangat besar dan mengepung setiap sisi kehidupan anak didik, sangat banyak anak didik yang telah kehilangan semangat belajar dan tenggelam dalam pelukan pengaruh kehidupan. Sangat banyak hasil teknologi yang sekarang ini telah memikat anak didik sehingga melupakan tugas dan kewajibannya untuk mempersiapkan masa depan lebih baik. Mereka menghabiskan banyak waktu berharga hanya dengan melakukan kegiatan yang sebenarnya sangat tidak signifikan dengan tujuan mempersiapkan masa depan yang lebih baik.
Oleh karena itulah, maka hal pertama dan utama yang harus dilakukan oleh guru sebagai fasilitator dan pendamping belajar anak didik adalah membangkitkan kesadaran anak didik sebagai subyek belajar. Kita harus mampu menanamkan konsep dasar bahwa dalam proses pendidikan dan pembelajaran, anak didik adalah subyek belajar, yaitu sosok yang sedang berusaha melakukan perubahan pada dirinya sehingga menjadi lebih baik. Dan, belajar merupakan upaya perubahan tersebut. Seseorang yang sedang belajar berarti sedang mngubah diri menjadi lebih baik.
Jika kita dapat menanamkan konsep bahwa anak didik adalah subyek belajar, maka mereka harus menyadari posisinya. Hal ini memungkinkan ketercapaian tujuan belajar secara maksimal, sebab anak didik menjalani proses belajarnya dengan penuh semangat. Dan, semangat inilah yang sebenarnya menjadi sumber potensi untuk mencapai keberhasilan belajar. Dan, kita harus berhasil membangkitkan semangat ini jika inginkan keberhasilan proses belajar anak-anak kita.
Pembelajaran Asistensi
Pembelajaran asistensi merupakan proses pembelajaran yang secara langsung melibatkan anak didik dalam proses secara aktif. Konsep pembelajaran diterapkan dengan memberikan kepercayaan kepada anak didik untuk membantu teman-temannya dalam proses belajar. Pada konsep ini, anak didik diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan dan keterangan tentang materi pelajaran yang belum dipahami teman-temannya.
Anak didik secara aktif memberikan bantuan penjelasan dan keterangan mengenai materi pelajaran yang sedang dipelajari sebagaimana guru. Tentunya hal ini sangat penting sebab anak didik langsung menerapkan kompetensi dirinya dengan mengajari teman-temannya. Ini merupakan proses yang sangat penting bagi anak didik sebab dapat meningkatkan rasa percaya dirinya.
Pembelajaran asistensi merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan memberdayakan anak didik yang pandai untuk membantu teman-temannya yang kurang pandai. Hal ini tentunya merupakan penghargaan tersendiri bagi anak-anak pandai. Pembelajaran asistensi ini merupakan model pembelajaran yang melibatkan secara langsung anak didik dalam proses.
Setidaknya dengan menerapkan model pembelajaran asistensi ini, maka dapat tercipta kondisi yang kondusif bagi proses pembelajaran sebab mereka belajar dengan teman sebaya. Kndisi kondusif yang kita maksudkan dalam hal ini adalah adanya kebebasan di hati mereka untuk belajar secara maksimal. Anak didik tidak perlu takut, enggan atau bingung saat harus menanyakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Anak didik juga tidak perlu malu untuk berinterkasi dalam pendidikannya. Hal ini karena di dalam hati masing-masing anak didik sudah tertanam pola pikir bahwa mereka harus saling membantu agar proses berjalan lancar tanpa hambatan apapun. Tidak ada lagi tekanan batin sebab yang mereka hadapi adalah temannya sendiri.
Pembelajaran asistensi adalah metode pembelajaran sebaya, hal ini mendasarkan pada pemikiran bahwa proses pembelajaran lebih efektif jika antara nara sumber dan anak didik ada kesamaan persepsi dan mental. Dengan pembelajaran asistensi, anak didik tidak terbebani oleh banyak hal sebab yang mereka hadapi ada teman yang setiap hari bersama mereka. Kondisi pembelajaran asistensi tidak berbeda jauh dengan sebuah diskusi di dalam kelas. Anak-anak harus berdiskusi di kelas dengan teman yang mampu memberikan pencerahan untuk materi yang dirasakan sulit. Dengan demikian, maka mereka tidak enggan untuk bertanya dan sebagainya. Proses pembelajaran menjadi enjoy sebab mereka sudah terbiasa berdiskusi sesamanya.
Selama proses pembelajaran, anak didik yang memegang peran aktif. Mereka berdiskusi mengenai materi pelajaran dan ketika mereka mentok, tidak mampu memecahkan masalah, pada saat itulah guru tampil sebagai pelayan untuk membantu menyelesaikan masalah. Hal ini karena fungsi guru hanyalah sebagai pendamping dan fasilitator pembelajaran. Guru mendampingi anak-anak yang sedang belajar dan selalu siap sedia membantu dan memfasilitasi anak-anak yang mengalami kesulitan saat belajar. Peranan guru sedemikian rupa sehingga seacara teknis hanya berperan pada awal proses, pada saat ada permasalahan dan diakhir proses untuk memberikan apresiasi atas hasil prosesnya.
Peningkatan Kompetensi Siswa
Bahwa kompetensi anak didik di dalam proses pebelajaran sangatlah variatif dan berbeda. Hal ini mengakibatkan penanganan yang berbeda-beda untuk setiap anak didik. ada anak didik yang begitu mudah mengikuti proses pembelajaran, tetapi pada sisi lainnya ada anak didik yang begitu sulitnya sehingga tidak pernah berhasil dalam proses belajarnya. Tentunya hal seperti ini merupakan hambatan tersendiri pada proses pembelajaran.
Bagai anak-anak yang mempunyai kompetensi tinggi, hal ini tentunya sangat menjemukan dan menumbuhkan sikap negative pada proses pembelajaran. Kejenuhan yang mereka alami dapat menurunkan semangat sehingga mereka tidak konsen pada proses dan justru menumbuhkan keisengan semata. Mereka yang merasa sudah menguasai materi pelajaran akhirnya bersikap seenaknya di dalam proses pembelajaran. Mereka berkeliaran di dalam kelas, bahkan seringkali bersikap merendahkan teman-temannya yang belum menguasai materi pelajaran. Mereka menjadi kelompok anak yang sok dan mengganggu teman-temannya.
Dengan memperhatikan kondisi tersebut, tentunya kita harus memberdayakan potensi dan kompetensi yang dimiliki anak didik sekaligus mengembangkan dan meningkatkan kemampuan tersebut. Anak didik dilatih untuk memberikan penjelasan dan penerangan kepada teman-temannya sehingga kompetensi yang dimilikinya menjadi semakin bertambah. Kita menerapkan konsep bahwa ilmu itu tidak pernah habis, walaupun kita berikan kepada orang lain. Justru ilmu akan semakin bertambah pada saat kita memberikan kepada orang lain.
Pembelajaran asistensi diharapkan dapat meningkatkan kompetensi siswa sebagai bentuk peningkatan kompetensi secara langsung. Anak-anak yang mendapat tugas asistensi secara langsung mengembangkan kemamuan yang dimilikinya sebagaimana sebuah pisau yang setiap saat diasah agar mempunyai ketajaman maksimal. Ketika anak didik memberikan asistensi kepada temannya, maka pada saat itu mereka sebenarnya sedang mengasah kemampuan yang dimilikinya. Hal ini karena mereka ikut memberikan penjelasan dan pemecahan masalah yang dihadapi teman-temannya. Pada saat inilah mereka mengasah kemampuan secara efektif.
Dengan demikian, seharusnya metode pembelajaran asistensi dapat dijadikan sebagai langkah efektif untuk meningkatkan kemampuan anak didik secara signifikan. Disamping itu dengan program asistensi ini, maka setidaknya anak didik mempunyai kesadaran atas kemampuannya dan kewajibannya untuk memberikan bantuan kepada temannya. Ini merupakan kompetensi sosial anak didk.
Sebenarnya metode pembelajaran asistensi merupakan program pembelajaran lama yang dahulu pernah diterapkan oleh para guru. Pada saat itu, para guru menugaskan anak-anak yang pandai untuk mendampingi teman-temannya atau secara langsung anak yang pandai memberikan penjelasan di depan kelasnya. Saat ada anak didik yang kesulitan mengikuti dan memahami materi pelajaran, maka pada saat itulah, guru memberikan tugas pada anak yang pandai untuk menjelaskan kesulitan tersebut.
Pada saat-saat tertentu guru menugaskan anak-anak yang pandai untuk membentuk kelompok dengan anak-anak yang kurang pandai agar dapat menjadi tutor. Anak-anak yang kurang pandai belajar berkelompok dengan anak-anak yang pandai sehingga pada saat mengalami kesulitan, maka mereka segera dapat mendiskusikannya dan menemukan pemecahannya. Dan, umumnya anak-anak yang memberikan pendampingan, bimbingan kepada teman-temannya semakin pandai dan mampu membantu teman-teman yang kesulitan. Hal ini merupakan wujud dari upaya memberikan bekal seutuhnya bagi anak didik, tidak hanya teori melainkan juga aplikasi dalam kehidupannya.
Tentunya kita perlu memberikan apresiasi positif pada program penerapan metode pembelajaran asistensi sehingga tujuan peningkatan kompetensi anak didik benar-benar dapat dicapai secara maksimal. Anak didik tidak hanya menguasai materi belajar melainkan dapat memberikan materi tersebut kepada teman-temannya yang belum mampu sehingga proses pembelajaran lebih efektif. Dan, anak didik dapat mengikuti proses belajar secara nyaman sebab mereka berdiskusi dengan teman sebaya dalam kegiatan diskusi kelas mengenai materi pelajaran.
Pada sisi lainnya, metode pembeljaaran asistensi memberikan kesempatan bagi guru untuk mengembangkan banyak metode dalam proses pembelajarannya. Guru tidak diributkan dengan berbagai kegiatan yang sebenarnya dapat dialihkan pada kegiatan yang lebih efektif. Misalnya guru tidak lagi diributkan memberikan materi secara lesan dan menyeluruh dengan system monolog, melainkan dapat berinteraksi secara langsung saat asistensi menghadapi masalah. Hal ini lebih efektif sebab apa yangd ijelaskan oleh guru merupakan materi yang benar-benar tidak dipahami oleh anak didik dan membutuhkan penjelasan yang lebih fokus pada pokok bahasan.
Dengan pola seperti ini, maka tidak ada pembuangan energy yang sebenarnya dapat diefektifkan pada kegiatan lainnya. Anak-anak-pun tidak perlu kebingungan mengikuti proses belajar sebab pada saat mereka belajar bersama dengan teman yang pandai, maka pada saat itulah mereka berkembang tanpa mereka sadari. Kemampuan anak didik berkembang sebab pada saat menyelesaikan masalah yang dihadapi temannya, saat itulah mereka mengasah kemampuan sehingga lebih tajam.
Ada banyak orang pandai yang selanjutnya menjadi bebal sebab kepandaian yan mereka miliki hanya diperuntukkan bagi dirinya sendiri. Mereka enggan membagi dengan orang lain, sehingga ilmu tersebut berdiam saja di dalam dirinya. Akibatnya ilmu tersebut menggumpal dan mengeras sehingga tidak dapat lagi diterapkan dalam kehidupan. Seperti bubuk semen yang terlalu lama dibiarkan di udara bebas, maka pada saatnya mengeras dan semakin mengeras sehingga tidak dapat lagi dipergunakan untuk kebutuhan hidup. Begitulah halnya dengan ilmu, jika dibiarkan pasti mengeras dan membeku. Sementara kita sama sekali tidak ingin ilmu membeku hanya karena tidak pernah dimanfaatkan atau diasah dalam sebuah kegiatan signifikan dalam kehidupan.