Selasa, 29 Desember 2009

Peranan Masyarakat dalam proses pendidikan

JIka kita telaah secara mendetail, sebenarnya, selama ini masyarakat di dalam proses pendidikan dan pembelajaran anak-anaknya hanya mengambil posisi sebagai donatur dan evaluator, bahkan kritikus terhadap proses pendidikan. Padahal, jika kita kembalikan pada konsep pembeljaaran, masyarakat adalah stakeholder untuk pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran.
Oleh karena itulah, ketika permasalahan muncul di sekolah dan kemudian masyarakat menghakimi sekolah sedemikian rupa, seharusnya ita perlu menanyakan kebenaran masyarakat sebagai stakeholder pendidikan dan berarti kita harus membenarkan konsep bahwa amsyarakat adalah sekedar donatur dan evaluator bahkan kritikus untuk proses pendidikan, tanpa memberikan solusi terbaik bagi perkembangan ke depan yang lebih baik.
Masyarakat menghujat pendidikan sebenarnya menunjukkan bahwa tingkat pendidkan yang rendah. Jika mereka merasa kurang cocok dengan kegiatan yang ada di sekolah atau kejadian yan ada di sekolah, seharusnya mereka menyelesaikannya sebaik-baiknya, dengan mendatangi sekolah dan melakukan proses mediasi sehingga masalah tersebut kelar. Bukan malah mengompori sehingga masalah menajdi tambah panas.
Peranan masyarakat sangat penting bagi proses pendidikan dan bukan hanya sekolah yang bertangungjawab selanjutnya menjadi kambing hitam untuk setiap permasalahan yang timbul pada anak-anak dan proses pendidikannya.
Jika mengingat peranan masyarkat di dalam proses pendidikan,seharusnya sejak awal dan di dalam proses perjalanan pendidikan anak, masyarakat harus mengambil peran aktif. Tetapi yang selama ini adalah sikap masyarakat yang begitu acuh terhadap pola laku anak sekolah di dalam lingkungan masyarakat. Bagaimanapun, dampak yang ditimbulkan oleh lingkungan masyarakat terhadap anak didik adalah jauh lebih besar dibandingkan pengaruh di sekolah. Waktu yang dimiliki anak didik maish banyak di lingkungan masyarakat daripada di sekolah. Tetapi yang kita dapati adalah masyarakat yang acuh terhadap tugas dan perannya, tetapi pada saat ada masalah mereka yang berteriak paling lantang.
Coba kita telusuri, pada saat anak harus mengikuti proses pendidikan dan ternyata mereka berada di lingkungan amsyarakat, ternyata masyarakat sama sekali tidak melakukan tindakan yang proporsional untuk mengkondisikan anak didik agar belajar lebih baik.
Ketika anak-anak banyak yang mangkir di lingkungan masyarakat saat jam-jam belajar, masyarakat diam saja, bahkan sebagian amsyarakat melengkapinyay dengan memberikan fasilitas seperti play station ataupun game online... Begitulah... masyarakat hanya menghakimi pihak sekolah...

Jumat, 25 Desember 2009

Introspeksi Diri

Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang senantiasa membutuhkan eksistensi makhluk yang lainnya, khususnya sesama manusia. Sementara setiap manusia mempunyai sikap dan sifat dasar yang berbeda. Padahal mereka harus berinteraksi antar sesama sehingga kehidupan berjalan lancar.Akibatnya, setiap kali mereka berinteraksi terbuka peluang untuk terjadinya friksi antar personal. Friksi ini jika tidak segera diselesaikan secara bijak, tentunya membuahkan benturan yang dapat merusak pondamen interaksi tersebut.
Disamping hal tersebut diatas, interaksi antar personal menjadikan setiap person harus dapat menahan diri dan dapat segera melakukan introspeksi terhadap setiap hal yang sudah, sedang dan akan dilakukan dalama kehidupannya. menahan diri dan introspeksi diri merupakan satu sikap positif yang harus dikembangkan oleh setiap personal sehingga berhasil dalam membina hubungan antar pribadi dalam masyarakat.
Terkait dengan dunia pendidikan,menahan diri dan introspeksi menjadi bagian penting dan kegiatan penting sebab segala yang diajarkan dalam proses pendidikan dan pembelajaran adalah hal-hal positif yang menuntut setiap orang untuk berlapang hati dan berbesar jiwa setiap kali menghadapi kondisi yang terjadi dalam kehidupan. Kegiatan pendidikan dan pembelajaran adalah kegiatan positif, artinya mengarahkan seluruh aktivitas pelakunya dalam koridor nilai positif kehidupan.
Untuk hal tersebut, maka dunia pendidikan membutuhkan sikap tegas dan tegar agar dapat menumbuh kembangkan kedisiplinan kepada anak didik. Kedisiplinan dipercaya merupakan satu-satunya jalan agar kehidupan kita dapat mengalir pada jalur positif.Sementara, salah satu metode yang efektif untuk proses pendisiplinan adalah pemaksaan agar terbiasa bersikap sebagaimana yang diharapkan. Untuk dapat disiplin, pada awalnya memang harus dipaksakan, setelah hal tersebut terjadi, maka dapat menajdi satu kebiasaan dan pola hidup.
Disiplin adalah pola hidup dan semua itu harus dikondisikan.
Sebagai institusi penyelenggara pendidikan, yang salah satunya mendisiplinkan anak didik, maka setidaknya ada dua hal yang dapat dilakukan yaitu memberi reward dan punnishment terhadap segala hal yang dilakukan oleh anak didik. Reward dan punnishment merupakan metode efektif untuk dapat mendisiplinkan anak didik.Hal ini untuk mengimbangi kebiasaan yang diberlakukan di lingkungan keluarga dan masyarakat. dan, memang reward dan punnishment harus diberikan sebagai konsekuensi tindakan setiap orang. Reward adalah hadiah yang diberikan kepada seseorang yang dianggap telah melakukan sesuatu yang berarti bagi komunitasnya, sedangkan punnishment merupakan hukuman yang diberikan karena seseorang telah melakukan kesalahan atau pelanggaran terhadap tata aturan yang berlaku. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar.
Oleh karena itulah, maka seharusnya kita selalu melakukan introspeksi terhadap diri sendiri jika menghadapi permasalahan terkait dengan upaya pendisiplinan diri. Jadi disiplin tidak dapat tercipta tanpa adanya pemaksaan, pada awalnya dan menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan. Dan reward dan punnishment adalah hal biasa dalam proses pendisiplinan. Yang terpenting adalah kita harus memahami situasi yang sesungguhnya sedang terjadi. Setidaknya, jika kita ingin menciptakan suatu kondisi penuh kedisiplinan, maka kita perlu mendukung segala langkah untuk itu. Sangatlah tidak bijak jika kita memojokkan seseorang yang berupaya mendisiplinkan karena memberi punnishment kepada orang dekatnya,justru membombong orang dekatnya sebagai sosok positif jika di lingkungannya, di rumah. Ini hanyalah sebuah aroganisme,harusnya jika kita sudah mempercayai seseorang untuk membimbing anak kita menjadi disiplin dan bersikap positif dalam hidupnya, maka kita dukung semua langkah yang diambil untuk mewujudkan hal tersebut.
Mari kita introspeksi terhadap segala hal......Jangan termakan oleh gembosan yang tidak bertanggungjawab...

Senin, 21 Desember 2009

Perlu Peranan Aktif dan POsitif Orangtua

Dalam proses pendidikan dan pembelajaran, ada 3 (tiga) elemen utama yang bertanggungjawab atas kesuksesan program dan pelaksanaan kegiatan. Ketiga elemen utama ini harus bersinergi jika mengingnikan hasil maksimal dari proses pendidikan dan pembelajaran. Tanpa kemauan dan kemampuan bersinergi, tentunya akan terjadi silang pendapat, bahkan perbedaan pesrepsi yang memungkinkan terjadinya friksi dan benturan yang seharusnya tidak perlu terjadi. ketiga elemen tersebut adalah pemerintah (sekolah), Orangtua, dan masyarakat. Ketiga elemen ini harus menjadi satu bagian yang integral agar tujuan pendidikan dan pembelajaran tercapai.
Bahwa, ketiga elemen tersebut bertanggungjawab atas proses, tetapi terbatas oleh kapasitas dan waktu yang dimilikinya. Proses pendidikan secara formal memang diselenggarakan di sekolah, selanjutnya harus ditopang secara aktif dan positif oleh orangtua dan masyarakat. Artinya, kita tidak boleh hanya mengandalkan proses yang dilaksankaan di sekolah sebab proses tersebut hanya berlangsung selama 5 (lima) jam saja setiap harinya, sementara sisanya, yaitu sekitar 19 jam anak ada di lingkungan keluarga dan masyarakat. Tentunya hal ini perlu mendapatkan perhatian dari ketiga elemen terkait proses pendidikan.
Walaupun sekolah sebagai institusi formal pendidikan, tetapi kenyataan waktu yang tersedia sangatlah terbatas dan terkalahkan oleh lingkungan keluarga dan masyarakat. Boleh jadi sekolah sudah mengarahkan, membimbing anak agar berlaku positif dan mempunyai pengetahuan serta keterampilan, tetapi jika tidak didukung oleh orangtua dan masyarakat tentunya semua yang dilakukan oleh sekolah sama sekali tidak bermanfaat. Percuma saja semua hal positif yang sudah diberikan oleh sekolah jika ternyata anak didik tidak mendapatkan hal yang sama saat berada di lingkungan keluarga, apalagi dimasyarakat.
Sementara kita sangat menyadari bahwa peranan lingkungan keluarga dan masyarakat sangatlah menentukan keberhasilan dalam membimbing anak untuk menjadi sosok-sosok yang berkepribadian positif serta mampu survive dalam hidupnya.
Selanjutnya yang menjadi permasalahan, dan seringkali hal ini terjadi sehingga sangat menyudutkan eksistensi sekolah sebagai lembaga menyelenggara pendidikan, nilai-nilai positif untuk kehidupan adalah peranan orangtua yang tidak mendukung program dan proses pendidikan anak-anaknya, justru menyudutkan sekolah sebagai institusi yang negatif.
Seringkali kita mendengar berita bahwa ada guru yang memberikan penanganan kepada anak didiknya karena telah melakukan sebuah kesalahan atau beberapa kesalahan, tetapi selanjutnya ornagtua tidak melihat hal ini sebagai upaya positif untuk mengarahkan anaknya menjadi sosok positif, mala memojokkan sekolah sebagai institusi negatif sebab melakukan hal yang salah.
Pada saat sekarang eksistensi guru dalam proses pendidikan memang sangat riskan, bahwa apa yang dilakukan oleh guru tidak pernah keluar dari program pendidikan anak-anak, termasuk dalam hal ini ketika guru menangani anak-anak bermasalah. Mereka melihat hal tersebut sebagai penganiayaan, bahkan mereka tega memberitakan secara besar-besaran di media massa, yang lucu lagi media massa tidak menanggapi secara imbang, malah membuat kejadian kecil menjadi sangat besar, bombamtis!
Peranan orangtua di dalam proses pendidikan anak memang sangat diharapkan sebagai sebuah kerjasama mutualisme sehingga anak merasa benar-benar mendapatkan proses yang benar. Oleh karena itulah, maka bentuk kerja sama atau peran aktif dan positif orangtua adalah mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh sekolah dan bukan mementahkannya, apalagi sampai menyerang sekolah hanya karena sekolah atau oknum guru memberikan penanganan atas pelanggaran yangd ilakukan oleh anak-anak.
Bagaimanapun, setiap yang dilakukan oleh sekolah adalah amsih berada di dalam koridor pendidikan dan pembelajaran, oleh karena itulah, setidaknya perlu konfirmasi dan hati dingin saat menghadapi persoalan seperti ini. Kita tidak boleh mengedepankan emosi.
Oleh karean itulah, perlu peran aktif dan positif orangtua saat menghadapi permasalahan anak di sekolah. TUjuan kita adalah mengarahkan agar anak kita emnajdi sosok-sosok yang mengerti tanggungjawab dan kewajiban hidupnya, kita tidak perlu membombong anak sebagai sosok yang mengerti dans ebagainya. Ketika kita mendapati anak kita bermasalah, maka dalam hal ini kita tetapkan tujuan agar anak dapat lebih baik. Kita tdiak perlu membesar-besarkan masalah melainkan memahami masalah dengan bijak dan kebijakan yang tinggi.
Guru di sekolah adalah sebagaimana ibu dan bapak di rumah, tidak ada yang berlaku diluar kendali saat menangani anak bermasalah. Yang dilakukan oleh guru adalah standar perlakuan terhadap anak-anak.
Di masa ke depan, peran aktif dan positif orangtua sangat menentukan keberhasilan anak-anak kita,dukung kegiatan sekolah selama semua itu sesuai dengan koridor pendidikan yang diselenggarakan olehs ekolah.
semoga semua ebrjalan lancar. Amin

Kamis, 10 Desember 2009

Meningkatkan Brandingself dengan Keterampilan Aplikatif

Sekolah kejuruan merupakan sekolah yang diharapkan dapat memberikan bekal kepada anak didik sehingga setelah menyelesikan masa belajarnya, mereka dapat bekerja. Tentunya hal ini merupakan sesuatu yang ideal sebab sekolah kejuruan itu sekolah lanjutan, setingkat SMA yang dalam hal ini lulusannya masih belum cukup dewasa untuk langsung bekerja. Kita harus mengakui bahwa anak-anak lulusan SLTA sebenarnya belum layak terjun ke dunia kerja. Mereka memang masuk dalam masa transisi,diam sudah gak pantas tetapi bekerja juga masih kecil. Tetapi, bagaimanapun mereka harus siap untuk melakukan hal tersebut.Hal ini karena tujuan bersekolah di sekolah kejuruan memang agar siap bekerja setelah selesai masa belajar.
Sementara kita mengetahui bahwa tingkat persaingan di dunia kerja sangatlah ketat. Setiap orang yang memutuskan untuk memasuki dunia kerja harus siap berhadapan, bersaing dengan sekian banyak pesaing dengan kemampuan yang mungkin sama, bahkan lebih dari mereka. Oleh karena itulah, agar anak didik dapat memenuhi kebutuhannya, yaitu memasuki dunia kerja setelah menyelesaikan masa pendidikan, belajarnya, maka sekolah harus benar-benar dapat menyelenggarakan pembelajaran yang benar-benar mamapu mengkontribusi kebutuhan anak didik.
Sekolah harus dapat menyelenggarakan proses pendidikan yang memungkinkan anak didik mendapatkan bekal yang langsung dapat diterapkan dalam kehidupannya. Dan, proses yang memungkinkan untuk kondisi tersebut adalah pada sisi keterampilan, artinya anak didik harus diberikan keterampilan yang benar-benar merupakan refleksi atas kebutuhan masyarakat atas tenaga-tenaga kerja yang mempunyai kompetensi pada bidang kerjanya. Dan, kebutuhan masyarakat sangatlah banyak. Setiap saat selalu ada bertambah atau mengalami perubahan tingkat kualiats dan kuantitasnya.
Proses pembelajaran yang dibutuhkan adalah pembelajaran aplikatif terhadap dunia kehidupan, masyarakat. Sekolah yang mampu menyelenggarakan proses pendidikan yang aplikatif sehingga anak didiknya mempunyai keterampilan aplikatif pada akhirnya menjadi rebutan amsyarakat dan hal ini tentunya sangat menguntungkan sebab brandingself sekolah naik dan hal tersebut membuat masyarakat banyak menyekolahkan anak-anaknya di sekolah tersebut.
JIka, anak-anak dapat diserap maksimal oleh kehidupan masyarakat, berarti outcome sekolah sangat bagus. Dan, tanpa promosi apapun,masyarakat datang mempercayakan anak-anaknya dididik di sekolah tersebut. Tentunya,jika sebuah sekolah sudah pada taraf seperti itu, maka keberlanjutan sekolah tersebut tetap eksis.
Memang, sudah saatnya sekolah meningkatkan kualitas proses pembelajaran, pelayanan kepada masyarakat sehingga mampu meningkatkan brandingself sekolah dan sekaligus meningkatkan kualitas lulusannya.
Ayo, kita mulai sejak sekarang, jangan sampai ketinggalan sebab kereta tidak kembali untuk menjemput lagi, sekali kita tertinggal, maka kita hancur. Sekolah yang tidak mampu meningkatkan brandingselfnya pasti ditinggalkan amsyarakat dan pada akhirnya hancur....

Rabu, 09 Desember 2009

Ujian Nasional atau tidak, tetap saja!

Fenomena ujian nasional beserta segala tetek bengeknya selalu menjadi topik paling hangat dan menggemaskan setiap mendekati akhir tahun pelajaran bagi kelas tiga. Hal paling banyak dirasakan oleh anak didik dan tentu saja para gurunya dan pengelola sekolah, yaitu ketegangan yang sangat!
Apalagi jika mempelajari segala hal teknis yang harus diantisipasi agar tidak gagal dalam menghadapi ujian. Apalagi ketika mencuat kabar dan ketentuan bahwa ujian dimajukan sebulan ke depan. Wah... semakin tegang pikiran dan hati. Beberapa program terpaksa harus dimajukan dari jadwal yang sudah disusun rapi.bahkan, dengan terpaksa program baru harus bertabrakan dengan kalender pendidikan.
Beberapa sekolah memajukan jadwal pelajaran tambahan, efektifitas pembelajaran hingga maksimalitas pembelajaran pada mata pelajaran ujian nasional.beberapa pelajaran yang tidak diujinasionalkan terpaksa harus dimarginalkan, artinya dikurangi porsinya digantikan dengan pemampatan materi pelajaran ujian nasional, bahkan beberapa guru dibentuk menjadi tim sukses untuk menyongsong ujian nasional. Sungguh begitu sakral dan menakutkan eksistensi ujian nasional sehingga apapun dilakukan untuk dapat menyukseskan kegiatan tersebut.
Dan, sekarang tumbuh subur wacana bahwa ujian nasional tidak lagi dijadikan sebagai satu-satunya menentukan bagi kelulusan anak didik.Artinya ada faktor lain yang juga menentukan kelulusan anak didik, tidak seperti kelulusan tahun-tahun kemarin. Tahun -tahun kemarin, hasil pengumuman yang didapatkan dari ujian nasional langsung ditetapkan sebagaipenentu kelulusan sehingga yang terjadi adalah begitu hasil ujian didapatkan, maka guru-guru dikumpulkan untuk 'mengamini' hasil tersebut, tanpa memeprtimbangkan aspek lain yang terjadi selama proses pendidikan dan pembelajaran terjadi. Segala apa yang terjadi selama tiga tahun menjalani proses belajar tidak berpengaruh sama sekali terhadap kelulusan, bahkan anak yang sering tidak masuk, atau bahkan yang sama sekali tidak masuk dapat saja lulus, tetapi yang rajin dan pintar dan pandai juga dapat saja tidak lulus.
Semoga selanjutnya dengan wacana ini, maka selanjutnya guru dapat ikut berperan dalam menentukan kelulusan anak didiknya, hak prerogatif guru dalam menilai dan menggawangi nilai-nilai positif kehidupan dapat ditegakkan.Tentunya fenomena yang selama ini terjadi, yaitu sikap anak-anak dan pengelola sekolah yang lebih mengutamakan mata pelajaran ujian nasional akan berubah dan sadar bahwa semua mata pelajaran adalah penting!
Oleh karena itulah,sebenarnya dan seharusnya tidak ada beda antara ada ujian nasional ataupun tidak, sebab p[ada awalnya ujian nasional memang hanya sebagai alat untuk menganalisa dan mengetahui tingkat kualitas hasil proses pendidikan di setiap daerah di negeri ini. Hal ini mengingat bahwa di setiap daerah di negeri ini mendapatkan pelayanan pendidikan yang tidak sama. Oleh karena itulah, sebenarnya Ujian NAsional hanya cocok untuk dijadikans ebagai sarana untuk mengetahui tingkat kualitas hasil proses pendidikan di negeri ini dan selanjutnya dijadikan sebagai patokan untuk menentukan kesimpulan bahwa proses pendidikan dan berhasil ataukah tidak berhasil. begitu saja kan...

Selasa, 08 Desember 2009

Jika Anak Melakukan Pelanggaran Sekolah

Latar belakang
Diakui atau tidak, dalam dunia pendidikan formal, cukup banyak anak didik yang kehilangan semangat belajarnya. Mereka tidak bersemangat untuk menjalani tugas dan kewajibannya sebagai pelajar. Justru, mereka banyak yang meninggalkan ruang belajar untuk melakukan kegiatan lain, misalnya kongkow di taman sekolah atau di kantin sekolah. Walau seringkali diobrak, tetapi kegiatan tersebut tetap terjadi dan dilakukan. Bahkan tidak jarang mereka yang sengaja meninggalkan ruang belajar, tentunya dengan pamit pada guru untuk ke ‘belakang’. Tentu saja itu hanya alasan semata. Mereka tidak betul-betul ke ‘belakang’, melainkan hanya duduk-duduk di kantin atau di tempat lain yang tersembunyi dari pemantauan guru.
Jika kita selidiki, maka ada banyak alasan yang sesungguhnya membuat mereka bersikap seperti itu. Mereka memang melakukan hal tersebut secara sengaja sebab semangat belajar yang runtuh. Mereka kehilangan semangat belajar pada saat proses belajar sedang berlangsung, bahkan sebelum proses belajar berlangsung. Oleh karena itulah, maka mereka meninggalkan kelas belajarnya. Mereka merasa enggan untuk belajar dan pergi ke belakang adalah untuk mengalihkan pikiran dan kejenuhan yang dihadapi. Hal ini sebenarnya merupakan fenomena yang terjadi di hampir seluruh sekolah yang ada. Tidak hanya di sekolah swasta, melainkan terjadi juga di sekolah negeri, yang notabene sering dijadikan sebagai acuan atas kedisplinan belajar.
Kita memang tidak dapat memberikan cap kondisi ini kepada sekolah begitu saja. Sebagai sebuah fenomena, maka kita menyadari bahwa semua ini merupakan kejadian umum. Semua sekolah dapat saja mengalami hal seperti ini. Oleh karena itulah, maka kita harus mampu mengantisipasi agar sekolah kita tidak mengalami hal yang sama, setidaknya mengurangi kuantitas pelanggaran jenis tersebut. Hal ini karena kita menyadari bahwa sebenarnya ada banyak aspek yang menyebabkan anak didik bersikap seperti itu. Dan, semua itu bukan semata-mata kesalahan anak didik.
Semua bukan kesalahan anak didik
Selama ini yang terjadi setiap kali ada anak didik yang melakukan pelanggaran adalah mayoritas kesalahan ditimpahkan pada anak didik. vonis salah selalu jatuh ke anak didik sebagai pesakitan ataupun kambing hitam atas segala hal yang terjadi. Ini merupakan hal yang lazim dilakukan, bhakan oleh para orangtua saat menyadari bahwa anaknya melakukan pelanggaran kedisiplinan sekolah.
Kita memang harus mau mengakui bahwa sebenarnya, pada saat terjadi pelanggaran kedisiplinan oleh anak dididik, semua itu bukan secara otomatis menunjukkan bahwa anak didik melakukan suatu kesalahan. Tidak semua kejadian yang melibatkan anak didik merupakan akibat kesalahan anak didik. hal tersebut harus kita pahami betul sehingga kita dapat bertindak proporsional dan tidak salah langkah. Apa jadinya jika apa yang kita lakukan ternyata salah?
Anak didik adalah sosok manusia yang sedang mencari jati diri. Mereka sedang membangun sebuah gedung untuk kehidupan masa depannya. Mereka mengikuti proses belajar di sekolah adalah untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Mereka adalah sosok pribadi sehingga pada saatnya mereka harus bertanggungjawab atas kehidupan pribadinya. Untuk hal tersebut, maka mereka harus mepunyia kemampuan. Oleh karena itulah, maka mereka harus bersekolah, menempuh pendidikan dan belajar banyak hal agar kehidupan di masa depan menjadi lebih baik dari yang selama ini mereka alami bersama keluarganya.
Sebagai pribadi yang sedang mencari jati diri, tentunya kondisi kejiwaan mereka masih labil. Artinya, mereka masih gampang mengalami perubahan sikap dan pola kehidupan. Bahkan karena kelabilannya, maka mereka gampang sekali terpengaruh oleh lingkungannya. Dan, umumnya pengaruh yang gampang sekali dicerna dan dimiliki adalah pengaruh negative. Oleh karena itulah, maka tidak salah jika setiap kali ada permasalahan yang terjadi dalam kehidupan anak didik, maka yang muncul adalah penghakiman terhadap anak didik.
Sungguh, hal ini merupakan satu sikap yang kurang proporsional. Dalam dunia hukum kita mengenal istilah praduga tidak bersalah sehingga anak didik juga berhak mndapatkan kondisi tersebut. Jika ada kejadian dan hal tersebut melibatkan anak didik, seharusnya anak didik tidak begitu saja mendapatkan perlakuan sebagai pesakitan. Anak didik seharusnya diperlakukan secara proporsional dan didasari oleh rasa kasih sayang serta langkah-langkah edukatif.
Semua kejadian bukan semata kesalahan anak didik. sikap dan pola pikir ini harus kita tanamkan dalam hati kita sebagai upaya positif thinking terhadap segala hal yang terjadi. Di samping itu, kita juga harus meyakini bahwa pada dasarnya anak didik adalah pribadi yang baik. Oleh karena itulah, mereka dikirim ke sekolah untuk meningkatkan nilai-nilai positif dalam dirinya pada tingkat perkembangan yang signifikan dengan kebutuhan hidupnya.
Persepsi positif terhadap setiap kondisi memungkinkan terciptanya satu interaksi positif diantara guru dan anak didik. Anak didik akan merasa sangat diperhatikan oleh guru dan selanjutnya guru akan mendapatkan sikap terbaik dari anak didik. Dengan demikian, maka anak didik dapat menjadi sosok-sosok yang penurut pada setiap ucapan yang kita tujukan untuk mereka. Begitulah, kita sebagai guru tidak seharusnya menjatuhkan vonis bersalah begitu saja kepada anak didik sebelum mengetahui secara pasti pokok permasalahannya. Kita harus meyakini bahwa tidak semua masalah merupakan kesalahan anak didik.
Beberapa hal penyebab anak didik melakukan pelanggaran.
Pada saat kita menghadapi anak didik yang bermasalah, maka seharusnya pada saat itu kita menganalisa segala kemungkinan yang dapat menyebabkan kejadian tersebut. Guru harus secara arif melakukan analisa terhadap permasalahan dan tidak secara langsung membuat keputusan bahwa anak didik bersalah telah melakukan pelanggaran. Dan, selanjutnya pelanggaran tersebut Jika kita telaah disebabkan oleh banyak hal, misalnya pola pembelajaran yang kurang tepat, pendidik yang kurang memahami kondisi dan pola pendidikan, atau proses pendidikan dan pembelajaran yang menjemukan.
Proses pendidikan dan pembelajaran merupakan proses panjang yang dilakukan secara sistematis. Proses secara sistematis ini seringkali menghadirkan situasi yang berbeda pada para pelaku kegiatan. Dengan pola yang tersistematis tersebut, maka ada satu kondisi yang harus dilakukan dan tidak boleh diabaikan atau ditinggalkan oleh para pelakunya jika ingin mencapai keberhasilan. Di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, anak didik memang harus mengikuti proses yang sudah tersistem dan berlangsung secara terus menerus, berkesinambungan dalam sebuah interaksi edukatif dengan seorang guru sebagai fasilitatornya.
Sebagai kegiatan yang dilakukan secara berkesinambungan, tentunya dapat menyebabkan situasi negative di hati anak didik. situasi yang terus menerus terjadi secara berkesinambungan, apalagi monoton, tentunya menyebabkan pesertanya disergap kejenuhan. Mereka dapat kehilangan sense untuk mengikuti proses belajar dan menumbuhkan kebosanan dan keengganan untuk mengikuti proses yang dilakukan atas dirinya. Kehilangan sense inilah yang selanjutnya ditengarai menjadi salah satu penyebab anak didik melakukan pelanggaran kedisiplinan di sekolah. Anak didik kehilangan rasa terhadap proses yang seharusnya mereka jalani secara maksimal.
Sense terhadap proses belajar menjadi sangat penting sebab dengan sense tersebut, maka anak didik merasakan bahwa proses belajar begitu menarik dan harus diikuti. Tetapi, ketika sense tersebut hilang, maka yang tertinggal hanyalah sebuah proses yang sangat menjemukan dan memancing mereka untuk melakukan sesuatu diluar pakemnya sebagai pelajar. Mereka merasa enggan mengikuti proses belajar dan justru lebih suka dan enjoy saat meninggalkan proses belajar tersebut. Jika anak didik lebih suka meninggalkan proses pendidikan, maka sebenarnya pada saat tersebut proses belajar dalam posisi diujung tanduk.
Oleh karena itulah, maka seorang guru harus memahami eksistensi sense belajar ini sehingga terus terjaga kualitas dan seangat belajar anak didik. guru hartus dapat menjaga agar sense belajar yang dimiliki anak didik tetap berkobar. Guru harus dapat melakukan hal tersebut agar proses belajar yang dibimbingnya dapat berjalan lancar. Hal ini karena jika sense belajar anak didik bagus, maka tingkat kualitas konsentrasi dan keterlibatan anak dalam proses pendidikan dan pembelajaran dapat maksimal. Tentunya jika kondisi seperti ini, maka tingkat keberhasilan proses sangat tinggi.
Terkait dengan berbagai pelanggaran yang sering kita jumpai di sekolah-sekolah, maka dapat kita jelaskan satu persatu agar dapat kita hadapi setiap masalah secara proporsional. Hal ini sangat penting agar kita tidak lagi menjadi hakim yang begitu saja memvonis anakdidik hanya karena telah melakukan satu pelanggaran disiplin sekolah, tanpa mau mengorek latar belakang anak didik melakukan hal tersebut.
a. Pola pembelajaran yang kurang tepat
Bahwa proses pembelajaran dilaksanakan mengikuti pola-pola tertentu sehingga memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Pola-pola ini merupakan langkah taktis yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan ketertarikan anak didik terhadap materi pelajaran. Proses pembelajaran memberikan kesempatan bagi anak didik untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk bekal kehidupannya. Pengetahuan dan keterampilan inilah yang diharapkan dapat memposisikan anak didik secara proporsional di masyarakat.
Dan, setiap materi pelajaran mempunyai cirri khas di dalam proses transferring ke anak didik. Setiap materi membutuhkan cara-cara yang berbeda pada saat menyampaikan kepada anak didik. Kita tidak dapat menerapkan cara secara sembarangan sebab hal tersebut justru dapat menjadi penghalang tersampaikannya materi pelajaran ke anak didik. Seharusnya, setiap materi tersampaikan kepada anak didik secara baik, jelas dan mudah diterima oleh anak didik. Bahkan, didalam satu mata pelajaran, setiap materinya disampaikan dengan cara yang berbeda agar dapat diterima anak didik secara maksimal. Misalnya, ada materi yang dapat disampaikan dengan cara ceramah, tetapi materi yang lain menuntut kegiatan berupa praktek. Tentunya, jika kedua materi ini disampaikan dengan cara yang sama, maka hasilnya tidak dapat maksimal.
Tentunya, jika proses pembelajaran yang diterapkan tidak tepat, maka hal tersebut berdampak pada hilangnya semangat anak didik untuk mengikuti proses tersebut. Anak didik merasa sulit saat harus beradaptasi dengan proses pembelajaran yang diikutinya. Mereka tidak dapat mengikuti, apalagi dituntut untuk memahami setiap aspek yang diajarkan oleh guru. Akibatnya, mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Akhirnya, mereka menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan diluar proses pembelajaran. mereka kehilangan konsentrasi dan sibuk dengan kegiatannya masing-masing atau berkelompok.
Jika kondisi ini tidak disadari oleh guru, maka anak menjadi semakin jauh dari kegiatan belajar dan tenggelam dalam kegiatan yang diciptakannya sendiri. Ada anak didik yang tenggelam dalam pikirannya sendiri sehingga tidak memperhatikan semua penjelasan guru. Ada juga anak didik yang sibuk bergurau dengan teman-temannya sehingga suasana kelas menjadi ramai dan rebut. Dan, yang lebih tragis lagi adalah anak-anak yang tidak betah berada di dalam ruangan kelas, mereka akhirnya pamitan ke belakang pada sang guru.
Anak-anak memang pamitan ke belakang, artinya mereka mau kekamar kecil untuk buang hajat kecil ataupun hajat besar. Tetapi, jika kita telusuri yang mereka lakukan di belakang, kita pasti mengurut dada sebab mereka ternyata kongkow di kantin atau taman sekolah. Mereka memang sengaja neinggalkan ruang kelas untuk menghindari proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh sang guru. Mereka merasa tersiksa dengan pola pembelajaran yang dilaksanakan oleh sang guru. Mereka merasa bahwa guru tidak dapat melaksanakan proses pembelajaran sebab proses tersebut ternyata justru membuat mereka bingung dan sulit menerimanya.
Oleh karena itulah, maka pada saat melaksanakan proses pembelajaran, guru harus mampu menentukan pola pembelajaran yang diterapkan untuk anak didiknya, disesuaikan dengan tipe materi pelajaran yang saat itu harus diberikan kepada anak didik. guru harus dapat memilah dan memilih pola belajar yang sesuai dengan materi pelajarannya. Jika tidak, maka hal tersebut menyebabkan anak didik melakukan pelanggaran kedisiplinan yang sebenarnya dipicu oleh pola pembelajaran yang dilaksanakan oleh sang guru. Lantas jika hal seperti ini terjadi, siapa yang patut disalahkan? Salahkah anak didik jika mengalami kejemuan saat belajar dan mencari solusi dengan bermain atau berbincang dengan temannya atau pergi ke kantin sekolah?
b. Pendidik yang kurang memahami kondisi dan pola pendidikan
Di dalam proses pembelajaran, posisi guru sebagai fasilitator memungkinkan guru memberikan pelayanan dan bimbingan serta pendampingan anak didik saat mengikuti proses pembelajaran. Dengan pelayanan guru, maka anak didik dapat memeproleh aspek pendidikan dan pembelajaran yang diharapkannya. Dalam konteks ini, guru menjadi sosok yang selalu siap memberikan bantuan kepada anak didik pada saat mengalami kesulitan. Dalam hal ini, kita berasumsi bahwa anak didik masih dalam tahap mengembangkan diri sehingga seringkali menghadapi kesulitan dan berhak mendapatkan bantuan edukasi.
Guru memang bertugas melayani masyarakat, anak didik dalam upaya peningkatan kualitas diri. Guru melayani anak didik dalam hal melakukan perubahan kemampuan yang dimilikinya. Kita menyadari bahwa pada awalnya anak didik adalah sosok yang belum dapat melakukan sesuatu atau belum mempunyai sesuatu dan ingin mendapatkannya dari proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itulah, guru bertugas membantu melayani anak didik agar mereka dapat menggapai keinginan tersebut. Memang, untuk dapat memiliki suatu kemampuan dapat dilakukan secara autodidak, tetapi eksistensi guru tetap menjadi acuan untuk dapat mencapai kesuksesan tersebut.
Terkait dengan tugas dan kewajiban tersebut, maka hal penting yang harus dimiliki oleh guru adalah pemahaman atas segala kondisi yang terjadi di lingkungannya. Guru harus memahami kondisi kelasnya, kondisi anak didiknya dan berbagai kondisi lain yang terkait dengan peningkatan kualitas dirinya. Hal ini karena kondisi lingkungan mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap proses pengembangan dan peningkatan kualitas diri tersebut. Tidak heran jika pada saat melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran guru dituntut untuk dapat memahami kondisi dan pola pendidikan terkait dengan kondisi tersebut.
Bahwa kondisi seseorang ataupun lingkungan pada saat melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran ikut menentukan keberhasilan proses, merupakan sesuatu yang sudah kita pahami. Jika kondisi tidak mendukung, maka proses pendidikan dan pembelajaran tidak dapat terlaksana sebaik-baiknya. Walau kita menyadari bahwa proses belajar dapat dilakukan kapan saja, dimana saja dan dengan siapa saja, tetapi pemahaman terhadap kondisi pada saat proses berlangsung merupakan hal penting bagi semua guru. Jika tidak, maka anak didik sangat mungkin melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan kriteria hasil proses pendidikan dan pembelajaran yang kita lakukan.
Pelanggaran anak terhadap kedisiplinan yang diterapkan di sekolah sebenarnya merupakan satu kondisi yang tercipta sebagai dampak. Sesungguhnya tidak ada anak yang ingin melanggar aturan kedisiplinan yang sudah diterapkan, apalagi aturan tersebut sudah disosialisasikan secara luas di seluruh civitas akademika. Ketika mengetahui tata aturan yang diberlakukan, biasanya setiap sekolah menerbitkan buku yang berisi tata tertib, tata aturan yang harus diterapkan dalam pola interaksi, maka sejak itulah mereka sudah bertekad untuk mengikuti dan mematuhi semua aturan itu. Masalahnya, kenapa tetap saja ada, banyak anak didik yang melanggar kedisiplinan sekolah?
Dalam hal ini, kita memang harus melihat masalah secara prporsional. Kita harus membuang jauh-jauh subyektivitas kita dan mengedepankan obyektivitas agar hasil penilaian proporsional. Jika kita masih menyertakan subyektivitas dikawatirkan apa yang kita lakukan masih penuh dengan tendensi pribadi atau tuntutan yang bersifat pribadi. Melihat masalah secara proporsional berarti kita harus melakukan segala hal sesuai dengan haknya dan tidak menyertakan keperluan pribadi di dalamnya. Begitu juga pada saat melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran.
Pemahaman guru terhadap kondisi dan pola pendidikan ditengarai menjadi salah satu aspek yang dapat meningkatkan keberhasilan proses. Hal ini juga dapat mengikat anak didik untuk tetap berada di tempat, ruang kelas pada saat proses dilaksanakan. Guru yang tanggap terhadap kondisi lingkungan memungkinkan untuk tetap mengkondisikan anak-anak pada situasi belajar dan mengarahkan anak-anak yang menimpang pada proses belajar.
Pemahaman guru terhadap kondisi dan pola pendidikan merupakan wujud dari kemampuan respon, kemampuan menanggapi guru terhadap kondisi lingkungan belajar. Semakin bagus kemampuan respon guru, tentunya kondisi pembelajaran semakin bagus juga. Guru segera mengetahui setiap kejadian atau indikasi akan terjadinya sesuatu di dalam ruang pembelajarannya. Dengan kemampuan ini, maka guru dapat melakukan langkah-langkah preventif terhadap kondisi yang dapat mengancam proses.
Kemampuan guru untuk merespon atau mengantisipasi kondisi seperti ini memungkinkan bagi guru untuk mencegah terjadinya hal-hal negative dalam interaksi personal. Guru dapat segera menyelesaikan permasalahan sebelum masalah itu sendiri muncul ke permukaan. Dengan demikian, maka kondisi pembelajaran yang diampuhnya tetap terjaga dan terkontrol sepanjang waktu serta mampu mengarahkan anak didik ada jalur yang seharusnya mereka lalui. Eksistensi dan kemampuan guru menjadi kendaraan yang bakal membawa anak didik dalam kondisi yang kondusif untuk belajar dan menghindarkan anak didik melakukan hal-hal yang menyimpang dari seharusnya.
Seharusnya, pelanggaran kedisiplinan yang dilakukan oleh anak didik dapat dicegah oleh para guru. Mereka seharusnya sudah mengetahui adanya indikasi pelanggaran jauh sebelum pelanggaran terjadi sehingga tidak menimbulkan kesulitan. Tentunya dengan demikian, kondisi interaksi terjaga bahkan dapat dikembangkan sebagai proses pembelajaran inovatif dengan peran aktif anak didik. pola pendidikan dan pembelajaran seperti ini sudah saatnya diterapkan sebagai upaya peningkatan kualitas hasil pembelajaran. Oleh karena itulah, guru harus mempunyai pemahaman terhadap kondisi lingkungannya. Guru tidak boleh acuh apalagi tidak respon pada lingkungannya.
c. Proses pendidikan dan pembelajaran yang menjemukan
Kegiatan pembelajaran menuntut tersedianya kondisi yang kondusif. Kondisi kondusif yang kita maksudkan dalam hal ini adalah kondisi yang benar-benar mampu menumbuh kembangkan kesadaran anak didik dalam mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Bahwa setiap peserta didik harus terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran sebab mereka yang seharusnya melakukan proses belajar. Anak didik mengikuti proses pembelajaran sebab ingin melakukan perubahan atas kompetensi yang ada pada dirinya. Oleh karena itulah, maka mereka harus menyadari tugas dan kewajibannya dalam proses pembelajaran.
Sementara untuk kelancaran proses pembelajaran, maka ada seseorang yang bertugas untuk memfasilitasi dan membimbing serta mendampingi agar proses berlangsung maksimal. Dengan fasilitasi, bimbingan dan pendampingan ini, maka apa yang seharusnya dipelajari anak didik akan dimiliki secara maksimal. Anak didik tidak melakukan pembelajaran secara acak melainkan sudah disistematis. Hal ini sangat penting sehingga pengalaman anak didik sesuai dengan tingkatannya.
Dalam hal pendampingan dan pembimbingan, anak didik berharap mendapatkan sosok yang benar-benar mampu memberikan segala yang diharapkannya. Anak didik berharap agar guru pembimbingnya benar-benar sosok yang mengerti kebutuhan anak didiknya. Guru haruslah sosok yang mempunyai kemampuan untuk membimbing, memfasilitasi dan mendampingi anak didik pada saat proses pembelajaran. Oleh karena itulah, maka guru harus mempunyai kemampuan untuk mengelola dan melaksanakan proses pembelajaran.
Guru yang mampu mengelola dan melaksanakan proses pembelajaran secara baik adalah guru yang mampu menciptakan kondis terbaik bagi proses pembelajarannya. Guru harus menerapkan konsep PAIKEM agar proses pembelajarannya menjadi sesuatu yang berarti bagi anak didik. Penerapan konsep ini sangat berarti agar tidak meumbuhkan kejemuan di hati anak didik. Selama ini yang terjadi adalah kebosanan anak didik terhadap situasi pembelajaran yang dilaksanakan oleh para guru. Anak didik menganggap bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan guru begitu menjemukan sehingga mengurangi atensi mereka pada kegiatan belajar. Dan, secara keseluruhan, anak didik beranggapapan bahwa proses pendidikan menjadi sebuah penjara bagi kehidupannya.
Kita perlu mengakui bhawa pada saat sekarang, sekolah dan proses belajar telah dianggap sebagai penjara bagi anak didik. Mereka merasa bahwa proses pembelajaran telah membatasi aktivitasnya. Anak merasa terkungkung di dalam ruang ukuran enam puluh tiga meter persegi, tujuh meter kali sembilan meter. Selama empat jam atau 4 kali empat puluh lima menit mereka harus berada di ruangan kelas dan mendengarkan atau menyaksikan segala hal yang dilakukan oleh guru. Alasan klasik yang mereka dapatkan adalah untuk kepentingan amsa depan. Bahwa mereka mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran adalah untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Dan, hal tersebut harus mereka lakukan sejak sekolah dasar hingga sekolah lanjutan. Mereka harus mengikuti berbagai tata aturan yang kadangkala sangat bertentangan dengan keinginannya, bahkan kebutuhannya. Anak didik dikondisikan agar melakukan sesuatu tidak sesuai dengan konsep hdupnya, tanpa dapat melawan atau memberontak untuk melepaskan diri.
Jika kemudian mereka memberontak, maka pada saat itu dianggap sebagai pelanggaran kedisiplinan. Tentunya, anak didik tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka telah dikondisikan untuk mengikuti segala aturan yang dusah disusun. Mereka juga harus mengikuti berbagai kegiatan yang diprogramkan untuk proses belajar, mereka tidak dapat menolak atau dianggap telah melanggar kedisiplinan. Tentunya kondisi ini menciptakan persepsi negative di hati anak didik. Apalagi jika proses pembelajaran dilaksanakan dalam kondisi yang tidak menarik, tidak memikat hati. Anak didik gampang mengalami kejenuhan dan akhirnya jemu dengan proses belajar, yang akhirnya membuat mereka ingin keluar kelas.
Guru yang tidak kreatif pada umumnya melaksanakan proses pembelajaran secara konvensional. Mereka mempertahankan pola pembelajaran tersebut dengan asumsi bahwa pola tersebut telah terbukti efektif dalam upaya peningkatan kompetensi anak didik. Sementara kita menyadari bahwa kondisi setiap tahun mengalami perubahan. Pola pemikrian anak didik terus mengalami perubahan, bahkan apresiasi terhadap proses pembelajaran-pun mengalami perubahan. Anak didik jaman sekarang mempunyai penilaian berbeda terhadap proses pembelajaran.
Anak didik jaman sekarang adalah generasi instan, artinya mereka ingin segala hal yang diikutinya sudah siap dan memang terposisikan untuk mereka. Mereka ingin proses pembelajaran sudah dalam bentuk jadi, tidak menuntut mereka terlalu banyak menerima. Mereka sangat perlu berpikir dan juga menganalisa materi pelajaran. Tentu saja hal ini dalam konsep pendidikan dan pembelajaran merupakan tujuan proses belajar, tetapi kenyataan yang ada di lapangan seperti itu. Anak didik tidak siap belajar tetapi siap digerojok dengan pengetahuan dan keterampilan. Setidaknya, mereka berharap mengikuti proses pembelajaran yang menuntut secara aktif peran serta mereka dan tidak memposisikan mereka sebagai obyek semata.
Oleh karena itulah, tidak aneh jika guru menguasai kelas, maka anak didik merasa sebagai sosok yang tidak aktif. Mereka menjadi sosok pendengar atau penyalin materi yang dicatatkan oleh guru di papan tulis atau didiktekan di lembaran kertas tulis. Dalam konteks kita sekarang ini, penguasaan guru di dalam pengelolaan kelas bukanlah diartikan sebagai penguasaan tunggal atas kelas tersebut. Konteks ini memberikan informasi pada kita bahwa penguasaan guru dalam pengelolaan kelas adalah pada bagaimana guru mengorganisir kelasnya sehingga anak didik yang aktif melaksanakan proses pembelajaran, guru hanyalah fasilitator dalam proses tersebut. Guru bukan penguasa tunggal dalam kelas belajar, justru guru adalah pelayan bagi anak didik agar proses belajarnya dapat maksimal.
Anak didik harus berperan dalam proses pembelajaran sehingga mereka menyadari bahwa proses tersebut adalah tugas dan kewajiban. Dengan demikian, maka mereka terbebaskan dari kondisi jemu sebab harus ikut terlibat aktif dalam proses belajar, bukan sekedar memperhatikan atau mendengarkan segala penjelasan guru. Justru pada saat-saat tertentu, mereka harus menjelaskan kepada teman-temannya tentang materi pelajaran yang sedang mereka pelajari bersama. Berarti, tidak ada waktu bagi mereka untuk bersikap seenaknya atau mengabaikan proses pembelajaran. Artinya, anak didik dapat berperan sebagai pembimbing temannya sebagai asisten guru dalam proses pembelajaran.
Memang, jika anak melakukan pelanggaran disiplin sekolah, kita tidak dapat langsung menjatuhkan vonis kesalahan kepada anak didik. Kita perlu menganalisa dan mengambil kesimpulan atas analisa tersebut. Kita harus mengembalikan pokok permasalahan pada setiap aspek penting dalam proses pembelajaran. Pelanggaran disiplin anak didik pada kenyataannya bukan semata-mata karena kesalahan anak didik. Ada banyak hal yang dapat menjadi penyebab anak didik melakukan kesalahan, yang selanjutnya kita katakan sebagai pelanggaran disiplin sekolah.
Untuk itulah, maka seharusnya kita segera melakukan langkah evaluasi ataupun introspeksi atas segala yang kita lakukan pada saat melakukan proses pembelajaran. Kita harus mengevaluasi pola pembelajaran yang kita terapkan dalam proses dan segera melakukan langkah antisipasif ataupun rehabilitasi dan kuratif jika ternyata ada langkah yang tidak signifikan terhadap proses belajar anak didik. Guru harus menyadari bahwa di dalam proses belajar, yang melakukan proses adalah anak didik sehingga guru perlu memberi kesempatan seluas-luasnya kepada anak didik untuk melakukan proses pembelajaran dibawah pembimbingannya.
Oleh karena itu, jika kita mendapati anak didik melakukan pelanggaran disiplin sekolah, kita setidaknya menerapkan konsep praduga tak bersalah kepada anak didik. Kita harus yakin bahwa jika anak didik melanggar disiplin sekolah bukan berarti anak didik melakukan suatu kesalahan. Sebab pelanggaran yang dilakukan oleh anak diidk tersebut dapat saja merupakan satu bentuk protes terhadap kondisi yang dihadapi saat belajar. Anak diidk merasa tidak nyaman dengan kondisi pembelajaran yang dijalaninya, maka mereka berharap ada perubahan dengan melakukan hal-hal yang melawan kenyamanan guru. Dan, guru seharusnya segera tanggap terhadap setiap perubahan sikap anak didik pada saat mengikuti proses pembelajaran dan selanjutnya dapat memikat atensi belajar.
Pemahaman atas kondisi, kebutuhan dan pola pembelajaran yang sesuai dengan tingkatan apresiasi dan persepsi anak didik atas materi pelajaran sangat mendukung atensi anak didik. Guru harus mempunyai kemampuan tersebut jika menginginkan anak didiknya tetap bertahan tinggal di dalam kelas pembelajarannya. Jika tidak, maka sampai kapanpun anak didik tetap berlaku seperti itu karena mereka merasa kecewa dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru tetapi guru tidak memahaminya sehingga tidak dapat segera melakukan langkah konkrit penyelesaiannya. Bagi anak didik, sikap guru yang tidak merespon sikap mereka merupakan satu sikap negative dan harus dihilangkan dari seorang guru. Guru harus responsib terhadap setiap kondisi di kelasnya atau anak didiknya. Guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran melainkan membimbing dan memfasilitasi anak didik untuk belajar lebih baik.
Jika kita ingin mencegah anak didik dari tindakan pelanggaran kedisiplinan sekolah, maka guru harus responsib dan segera melakukan langkah-langkah antisipasi atas kondisi negative yang dapat tercipta dalam proses pembelajaran yang dilaksanakannya. Hal ini karena anak didik sangat mungkin terpengaruh hal-hal negative dalam kehidupan dan guru bertugas membimbing anak didik.

Senin, 07 Desember 2009

Membawa Anak didik ke Dunia Usaha

Perkembangan pola kehidupan menuntut setiap orang untuk selalu siap menghadapi kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Salah satu aspek yang harus disiapkan dalah kemampuan menghadapi persaingan global. Untuk itulah, maka setiap orang harus mempunyai kemampuan khusus yang mampu menjawab permasalahan dalam kehidupannya.
Dan, proses belajar adalah proses mengalami, yaitu kegiatan yang harus dilakukan secara intens dan terstruktur untuk dapat menguasai dan memiliki satu atau banyak kompetensi (multicompetency) sehingga setiap permasalahan yang tumbh dalam kehdupan dapat segera diatasi dan diselesaikan sebaik-baiknya.
Untuk hal tersebut, maka proses belajar yang terbaik adalah langsung terjun ke tempat dimana kegiatan hidup harus dilaksanakan, yaitu tempat kerja atau dunia usaha dan dunia industri. Oleh karena itulah, maka untuk dapat memberikan bekal kemamuan menghadapi persaingan global bagi anak didik, sekolah sudahsaatnya melakukan terobosan kegiatan belajar dengan menggandeng secara intens perusahaan yang bergerak pada bidang yang sama dengan bidang keahlian yang diajarkan kepada anak didik. Anak didik harus dikirim ke perusahaan, dunia usaha dna dunia industri agar mereka mengalami secara langsung segala hal yang dikerjakan saat mereka menyelesaikan masa pendidikan dan terjun ke dunia masyarakat.
Sekolah harus membawa anak didik ke dunia usaha agar mereka mengetahui bahwa sinergisitas antara proses pembelaqjaran dan dunia usaha adalah keniscayaan dan tidak dapat dianggap sepele. Dan, salah satu aspek penting yang sangat berperan adalah pengalaman langsung yang dialami anak didik saat belajar menjadi bekal terbaik.
Maka,sebaiknya setiap sekolah membuat kesepakatan dengan dunia usaha untuk proses pembelajaran anak-anak didiknya, khususnya sekolah kejuruan yang memang mengemban program persiapan anak didik menjadi sosok-sosok yang siap bekerja, baik bekerja dengan orang lain, sebagai pekerja atau bekerja mandiri,s ebagai enterpreneur untuk kehidupan masyarakatnya.
Sekarang, masalahnya, sudah siapkah dunia usaha bergendeng tangan secara maksimal dengan dunia pendidikan dan tidak memandang sebelah mata terhadap program yan disusun sekolah atau dunia pendidikan...

Sabtu, 05 Desember 2009

Pembelajaran Praktik Berbasis Proposal

Pembelajaran praktik menjadi satu aspek penting untuk peningkatan kompetensi keahlian anak didik, khususnya untuk sekolah kejuruan. Pembelajaran praktik menjadi sarana untuk memberikan bekal life skill bagi anak didik. hal ini karena di saat mengikuti proses pembelajaran praktik, pada saat itu anak dilatih untuk melakukan satu kegiatan keterampilan yang dapat diterapkan dalam kehidupannya kelak.
Selama ini, kegiatan praktik dilaksanakan berdasarkan kreativitas guru yang didapat dengan berpandu pada isi kurikulum yang bersifat nasional. Tetapi, sejak diberlakukan kurikulum tingkat satuan pendidikan, maka setiap sekolah mempunyai hak untuk menentukan isi proses pembelajaran untuk anak didiknya, yang penting masih mengacu pada SK-KD yang digariskan oleh pemerintah sebagai pedoman kondisi yang diharapkan dapat dimiliki oleh anak didik.
Akibatnya, anak didik hanya menjadi pelaku kegiatan yang sudah disusun oleh guru.Anak didik hanya sebagai obyek yang melakukan kegiatan terstruktur dari guru. Padahal anak didik adalah subyek pendidikan dan pembelajaran yang artinya merekalah yang seharusnya melakukan kegiatan secara aktif. Mereka yang seharusnya memberi warna bagi kondisi proses yang dijalaninya.
Terkait dengan hal tersebut, maka sejak awal, seharusnya anak didik sudah dilibatkan secara aktif dalam proses penyusunan program pembelajaran. Dalam hal kegiatan pembelajaran praktik, maka salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan menekankan peran serta anak didik dalam membuat desain materi pembelajaran praktiknya. Artinya, anak didik diharapkan dapat memberikan masukan kepada sekolah, guru untuk jenis pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam proses pembelajaran praktik.
Untuk hal tersebut, maka anak didik diharapkan menyusun proposal kegiatan praktik sebagai daasrnya. Anak didik harus menyusun proposal kepada sekolah untuk dapat melakukan kegiatan praktik di bengkel sekolah. Sebelum melakukan atau mengikuti proses pembelajaran praktik di bengkel sekolah, maka anak didik harus menyusun proposal yang berisi pekerjaan yang harus dikerjakan.
Proposal ini sangat penting untuk memberikan kesempatan pada anak didik melakukan kegiatan yang benar-benar didapatkan dari masyarakat dan mereka inginkan. Sementara bagi sekolah, proposal yang disusun anak didik merupakan masukan untuk menyusun proses pembelajaran praktik dan mempersiapkan segala kebutuhan terkait dengan bahan dan alat-alat pembelajaran praktik. Tentunya hal ini mempermudah penyusunan program kerja pembelajaran praktik.
Jika anak didik tidak menyusun proposal, maka konsekuensinya mereka tidak dapat mengikuti proses pembelajaran praktik. Dengan demikian, maka yang mengikuti proses pembelajaran hanyalah yang sudha menyusun proposal dan diajukan ke sekolah serta disetujui oleh guru pembimbing. Hal ini karena sekolah hanya menyiapkan materi pembelajaran sesuai dengan proposal yang sudah masuk.
Artinya jika anak didik tidak menyusun proposal, mereka tidak mengharapkan pekerjaan, mereka tidak mempunyai pekerjaan, maka sekolah tidak mungkin memfasilitasinya. Sekolah hanya memfasilitasi mereka yang sudah menyusun proposal.
Dengan pola seperti ini, maka anak didik mendapatkan dua bekal, yaitu keterampilan menyusun proposal dan melakukan pekerjaan yang diajuhkannya. Sebab proposal kerja adalah permintaan pekerjaan, jika mereka tidak mengajuhkan proposal berarti tidak meminta pekerjaan dan berarti tidak mengikuti proses pembelajaran praktik. Secara jelas, hal ini sangat merugikan anak didik. Oleh karena itulah, mereka terpacu untuk menyusun proposal.
Semoga dengan demikian keterampilan anak didik lebih bermanfaat.

Minggu, 08 November 2009

Bawa Perusahaan ke Sekolah

Pendidikan kejuruan diarahkan untuk menghasilkan tenaga kerja dengan tingkat kompetensi sesuai kebutuhan masyarakat industri.Berbagai cara dilakukan oleh sekolah untuk dapat mewujudkan tujuan pendidikan dan pembelajaran tersebut.
Pendidikan kejuruan yang dilaksanakan di sekolah memberikan dan melakukan proses pembelajaran praktek yang didalamnya diisi dengan keterampilan aplikatif. Ketrampilan inilah yang sesungguhnya menjadi harapan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia di masyarakat.
Salah satu langkah konkrit yang dapat menjadi acuan untuk perbaikan upaya peningkatan kualitas adalah dengan menghadirkan perusahaan di sekolah. Dalam hal ini yang kita hadirkan ke sekolah dapat berupa pekerjaan, personil atau kondisi perusahaan.KOndisi kerja yang ada di perusahaan kita bawa ke sekolah sehingga anak-anak terbiasa dengan kondisi tersebut.
Atau perusahaan memberikan beberapa pekerjaan kepada sekolah untuk dikerjakan oleh anak-anak pada saat melakukan pembelajaran praktek di bengkel sekolah. Dengan demikian, maka anak-anak terbiasa melakukan kegiatan dengan kualitas perusahaan. Hal ini sangat penting agar pada saat anak didik menyelesaikan pendidikan, mereka sudah mempunyai kualifikasi kompetensi sebagaimana yang dibutuhkan perusahaan.
Masalahnya sekarang adalah, kapankah perusahaan mau memasuki sekolah-sekolah kejuruan untuk berbagi kompetensi pendidikan dan persiapan anak didik menjadi sumber daya manusia indonesia yang benar-benar dapat meningkatkan kualitas bangsa di pergaulan masyarakat dunia....

Minggu, 01 November 2009

Bawa Anak didik ke perusahaan

Pembelajaran keterampilan merupakan satu aspek penting agar anak didik benar-benar mampu menguasai kompetensi keahliannya secara maksimal. Dengan pembelajaran keterampilan, maka anak didik mendapatkan bekal keterampilan terkait dengan keahliannya. Hal ini sangat penting dalam kehidupan anak setelah menyelesaikan masa belajar di sekolah.
Proses ini, jika hanya mengandalkan sarana yang ada di sekolah, tentunya terpaut jauh dengan kebutuhan di masyarakat industri. Oleh karena itulah, maka sekolah harus mengambil inisiatif untuk membawa anak didik ke perusahaan, ke masyarakat industri sehingga mereka mengetahui secara pasti apa dan bagaimana sesungguhnya yang dibutuhkan oleh masyarakat atas keahlian yang mereka pelajari.
Secara periodek, sekolah harus menyusun program sehingga ada jembatan penghubung efektif sekolah dengan masyarakat, apalagi jika ternyata mampu menjadi jembatan untuk mewujudkan tujuan belajar, yaitu generasi pencipta kerja dan bukan sekedar mencari pekerjaan..

Jumat, 23 Oktober 2009

Kerjasama Kewirausahaan

Sekolah Menengah kejuruan sebagai institusi penyelenggara pendidikan dan sekaligus pelatihan anak didik mempunyai kewajiban untuk memberikan bekal life skill pada anak didiknya. hal ini meurpakan jawaban atas kondisi lulusan sekolah, dunia pendidikan yang selama ini dianggap masih jauh dari tuntutan jaman.
Selama masyarakat menganggap dan dapat kita lihat dari kenyataan di lapangan bahwa anak-anak lulusan sekolah menengah, mungkin termasuk sekolah kejuruan, belum dapat menjawab masalah yang timbul dan tumbuh dalam masyarakat. Padahal seperti yang kita ketahui, proses pembelajaran merupakan proses penguasaan atas beberapa kompetensi yang aplikatif untuk kehidupan.Dan hal inilah yang menjadi alasan utama para orang tua mengirimkan anak-anaknya untuk mengikuti proses pendidikan di sekolah.
Untuk menciptakan kondisi tersebut, maka secara nyata sekolah tidak dapat mengatasinya sendirian. Terlalu luas bidang yang harus ditangani dan diselesaikan jika sekolah juga harus memikirkan kelanjutan dari proses pendidikan anak didik. Artinya, sekolah mempersiapkan anak-anak untuk penguasaan kompetensi aplikatif, sementara bagaimana anak mendapatkan tempat untuk menerapkan kompetensi tersebut adalah di masyarakat. Sekolah mempersiapkan anak didik sehingga mempunyai kompetensi yang layak dan di masyarakat kompetensi tersebut diterapkan oleh anak didik.
Sebagai sekolah kejuruan, maka SMK selain menangani masalah pembelajaran teknis, praktik di sekolah, juga berkewajiban untuk membuka link sekolah dengan masyarakat sebagai jembatan mengantarkan anak-anak ke tempat seharusnya. Oleh karena itulah, maka sekolah harus membuat kerjasama dengan masyarakat terkait dengan kompetensi anak didik. Bentuk kerjasama ini adalah kerjasama kewirausahaan. Kerjasama kewirausahaan diharapkan dapat memberikan kesempatan luas kepada anak didik dan sekolah untuk mendapatkan berbagai pekerjaan yang dapat meningkatkan kompetensi dirinya.
Misalnya dalam hal ini, sekolah bekerjasama dengan perusahaan untuk menjadi sub kerja, rekanan dalam mengerjakan sebagian dari pekerjaan pabrik untuk dikerjakan di sekolah. Pabrik memberikan beberapa pekerjaan kepada sekolah dan selanjutnya sekolah emmebrikan pekerjaan tersebut kepada anak didik untuk dikerjakan pada saat pembelajaran praktik atau pada saat proses pembelajaran selesai.
Kerjasama kewirausahaan memang sangat perlu diwujudkan oleh sekolah sehingga konasep bahwa sekolah kejuruan menerapkan dual sistem pendidikan dan pembelajaran benar-ebnar terpenuhi.
Tentunya dalam hal ini dibutuhkan situasi dan kondisi yang kondusif atas kerjasama yang dibentuk sehingga benar-benar menjadi kerjasama yang mutualisme. Masing-amsing pihak mendapatkan manfaat sebenar-besarnya dari kerjasama tersebut dan bukan memperbudak yang satu atas satunya.
Siapkah para pemilik modal memasuki dunia pendidikan dan memberikan sedikit pekerjaan untuk sekolah dan dikerjakan oleh anak didik?

Kamis, 15 Oktober 2009

Program Magang di Perusahaan

Sebenarnya, ada banyak cara untuk dapat memberikan bekal keterampilan aplikatif bagi anak didik sehingga mereka benar-benar siap menghadapi kehidupan ini.Jika di sekolah anak didik mendapatkan proses pembelajaran yang berisi keterampilan sesuai dengan program keahlian yang diikuti, maka hal tersebut seharusnya ditindaklanjuti dengan penerapan keterampilan dalam masyarakat.
Tentunya, program sekolah sudah jelas bahwa selain harus mengerjakan barang-barang di bengkel sekolah, anak didik juga harus melakukan kegiatan nyata di masyarakat. Hal ini untuk memberikan kondisi pada anak didik sehingga pada saatnya mereka tidak 'kaget' menghadapi kehidupan masyarakat yang tidak sama dengan angan-angan mereka.
Dalam angan anak-anak, ketika bersekolah, maka sekolah merupakan lingkungan yangs angat menyebalkan dan mereka tidak suka sehingga mereka lebih banyak menghabiskan waktu di masyarakat, dengan 'ngelimbung' tidak masuk kelas belajar saat jam belajar. Mereka tidak suka belajar saat di rumah sehingga banyak waktu dihabiskan untuk dolan dan rea reo kesana-kemari.
KOndisi ini sangat merugikan bagi anak didik dan masa depannya. Mereka bersekolah tetapi sama sekali tidak mendapatkan kemampuan, kompetensi yang diharapkan sebab memang tidak pernah masuk atau mengikuti proses belajar.Mereka lebih banyak berkeliaran di lingkungan masyarakat. Repotnya lagi, masyarakat sama sekali tidak melakukan tindakan saat melihat banyak anak yang berkeliaran di luar saat jam-jam belajar.Padahal mereka melihat secara langsung anak-anak yang berkeliaran di tempat-tempat umum pada saat jam pelajaran berlangsung di sekolah, dengan seragam sekolah!
Pada akhirnya, saat mereka lulus, dinyatakan lulus, maka yang terjadi adalah mereka kesulitan untuk berkiprah dalam masyarakat. Mereka tidak dapat mengambil peranan sebab mereka tidak mempunyai kemampuan seperti itu.
Oleh karena itulah, maka pada saat anak masih belajar, sekolah seharusnya memberikan kesempatan pada anak didik untuk ikut berperan dalam masyarakat dengan membuat program magang anak didik di masyarakat.Anak didik diberi kesempatan untuk mengikuti proses kerja tetapi dalam pengelolaan sekolah.
Sekolah membuat perjanjian dengan beberapa perusahaan untuk dapat menerima anak didiknya magang kerja sebagai langkah mempertajam pengalaman anak didik di lingkungan kerja dan kemampuan keahlian anak didik. Dalam hal ini, selanjutnya yang terpenting adalah bagaimana respon perusahaan dalam menghadapi program sekolah untuk magang kerja anak didiknya.... Maukah perusahaan secara besar hati menerima anak-anak yang, notabene masih jauh dari kemampuan yang diharapkan...

Rabu, 14 Oktober 2009

Kebiasaan Bekerja

Dalam program pembelajaran di sekolah, khususnya sekolah kejuruan, anak didik dibiasakan untuk melakukan pekerjaan. jadi, anak didik diberikan tugas untuk menyelesaikan pekerjaan yang didapatkan dari amsyarakat atau diberikan oleh guru pembimbing kegiatan pembelajaran.
Kegiatan bekerja ini dilakukan secara utuh, yaitu mulai dari perencanaan kerja, pelaksanaan kerja sampai pada promosi dan penjualan benda kerja ke masyarakat. DEngan demikian, maka kemampuan anak didik tuntas dalam segala aspek.
Selama ini yang terjadi adalah anak didik mempunyai kemampuan untuk bekerja, sebab sudah mendapatkan pembelajaran praktik atau pembelajaran produktif, tetapi sama sekali tidak mampu untuk menjual kemampuan yang dimiliki tersebut.
Oleh karena itulah, untuk memupuk kebiasaan anak dalam bekerja, maka sekolah menciptakan suatu lingkungan yang membiasakan anak didik untuk bekerja. Setiap saat anak didik diberikan proses kerja pada barang-barang kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian, maka setidaknya terbentuk satu kondisi di dalam diri anak didik bahwa mereka harus bekerja agar dapat bertahan dalam kehidupan. dan, keterampilan yang didapat selama melakukan kerja di sekolah inilah yang selanjutnya menjadi life skill dan brandingself di masyarakatnya.
Jika hal ini dapat kita lakukan, maka setidaknya kita mempunyai kontribusi terhadap kehidupan dengan keterampilan kita.
Oleh karena itulah, maka mulailah kita membiasakan anak didik untuk bekerja sesuai dengan keahlian masing-amsing.

Senin, 12 Oktober 2009

Pekerjaan untuk Anak didik

Pada program dan proses pendidikan di sekolah kejuruan, anak didik dikondisikan untuk selalu melaksanakan kegiatan efektif, yaitu mengerjakan barang-barang untuk kebutuhan masyarakat. Barang-barang ini dikerjakan di bengkel sekolah sebagai bentuk pembelajaran kompetensi bagi anak didik.
Seperti kita ketahui, sejak tingkat satu, anak-anak sudah diberikan berbagai konsep dan pengetahuan tentang ketrampilan yang memungkinkan anak menguasai berbagai hal. Salah satunya adalah mengerjakan barang kebutuhan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas anak sebagai sumber daya manusia untuk perkembangan pola hidup yang lebih baik, maka pekerjaan untuk anak didik adalah hal terbaik dan harus diperhatikan oleh sekolah kejuruan.
Pada program pembelajaran di sekolah kejuruan, kita mengenal banyak program keahlian yang memberikan keterampilan bagi anak didik. Misalnya untuk program keahlian Teknik Pemesinan, maka anak didik diberikan keterampilan yang terkait dengan berbagai pekerjaan yang menggunakan mesin dan mesin-mesin yang dipergunakan untuk melakukan pekerjaan.Dengan mesin-mesin ini, maka anak didik dibimbing untuk dapat membuat benda kerja kebutuhan hidup. Bahkan, yang sangat signifikan dengan kehidupan adalah keterampilan mengelas. Anak-anak yang megnikuti program pembelajaran dan pelatihan pengelasan mempunyai kesempatan yang luas dalam pengembangan keterampilan atau kompetensi dirinya. Untuk keterampilan ini, anak didik diberikan pekerjaan yang berasal dari masyarakat. Anak didik diberikan tugas untuk mengerjakan pekerjaan dengan kualifikasi selayaknya pekerjaan profesional.
SEbenarnya dengan memberi pekerjaan kepada anak didik, kita telah membuka link dengan masyarakat terkait dengan kualitas anak didik kita. Anak didik yang menerima pekerjaan dari sekolah harus melakukan pekerjan secara menyeleuruh, yaitu mulai dari perencanaan pekerjaan, perhitungan kebutuhan dan nilai jual, membuat gambar benda, dan mengerjakan barang hingga selesai dan siap dikirim ke masyarakat. Jika hasil pekerjaan ini bagus, maka untuk selanjutnya masyarakat dapat menyerahkan kebutuhannya ke sekolah, ini merupakan hasil dari pelayanan terbaik pada masyarakat.
Pada sisi lainnya, untuk dapat bekerja, maka anak didik dapat ditugaskan untuk mencari pekerjaan dari masyarakat dan dikerjakan di sekolah. Artinya, anak didik harus mencari pelanggan dari pekerjaannya yaitu berupa barang yagn dapat dikerjakan disekolah. Tentunya dalam hal ini, anak didik dapat memperhitungkan nilai dana yang dibutuhkan untuk proses pembuatan barang dan nilai jual yang ditawarkan ke masyarakat. Dalam hal inilah, anak didik dapat mengambil masukan yaitu dari selisih nilai bahan dan nilai barangnya. SEmakin banyak barang yang dikerjakan, berati semakin banyak langganan yang dilayani oleh anak didik. Semakin banyak langganan berarti semakin luas wilayah kerja anak didik. Hal ini juga semakin memperkenalkan anak didik di masyarakat. Dengan demikian, anak didik sduah mempunyai pangsa pasar sebelum mereka lulus atau menyelesaikan masa belajarnya di sekolah.
Ya. kita harus memberikan pekerjaan kepada anak didik agar mereka terbiasa dalam kondisi bekerja dan sekaligus memperluas jaringan kerja anak didik di masyarakat. KIta memperkenalkan anak didik dan kemampuannya kepada masyarakat sehingga selanjutnya masyarakat dapat melihat tingkat kemampuan anak didik. JIka hal tersebut sangat memuaskan, tentunya masyarakat akan kembali memberikan pekerjaan kepada anak didik.Demikian seterusnya hingga saat anak didik lulus, mereka sudah mempunyai langganan yang harus dilayani terkait dengan kemampuan teknisnya. Itulah pekerjaan untuk anak didik di sekolah...

Berikan Pekerjaan Untuk Anak Didik

Satu hal yang perlu kita pahami bahwa untuk mengarahkan anak didk agar siap menjadi orang-orang produktif setelah menyelesaikan masa pendidikannya adalah memberi mereka pekerjaan.Setiap saat kita harus mengkondisikan anak didik agar melaksanakan proses pengerjaan barang dengan kualitas layak pakai untuk masyarakat.
Selama ini yang menjadi permasalahan adalah persepsi yang keliru dari anak didik, bahkan mungkin juga para instruktur di bengkel sekolah.Seperti kita ketahui,program dan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, khususnya sekolah kejuruan salah satu aspek yang dikedepankan adalah pembelajaran keterampilan yang teranagkum dalam kelompok pelajaran produktif. Dengan demikian, maka jelas bahwa arah proses adalah untuk menciptakan orang-orang yang produktif, yaitu orang-orang yang mempunyai kemampuan memproduksi barang-barang untuk kebutuhan hidup masyarakat.
Sementara yang terjadi di lapangan adalah apresiasi yang menyimpang, yaitu terpatoknya anggapan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh anak didk di sekolah adalah kegiatan praktik! Anak didik beranggapan bahwa yang dilakuakn di bengkel sekeolah adalah kegiatan praktik sehingga hal tersebut sangat mengurangi kualitas kerja yang harus diberikan.Dan, kondisi tersebut didukung oleh persepsi instruktur yang menekankan bahwa anak harus melakukan praktik kerja.
Padahal, seharusnya sejak proses pembelajaran di bengkel anak didik sudah diberikan program pembelajaran secara bertahap, yaitu dari tingkat satu hingga tingkat tiga. SEcara teknis, anak-anak di tingkat dua sudah dapat dikondisikan untuk melaksanakan kegiatan produktif. Tetapi ternyata mereka masih dalam taraf praktik kerja.
JIka anak didik diberikan proses secara sistematis dan terstruktur sesuai tingkatannya, maka saat tingkat dua mereka sudah mulai belajar melakukan pekerjaan yang dibutuhkan masyarakat.
Oleh karena itulah, maka yang terpenting dalam upaya meningkatkan kemampuan anak didik sebeluim mereka mneinggalkan bnagku sekolah adalah memberi mereka pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan keahlian mereka. Berikan pekerjaan untuk anak didik agar mereka terbiasa dalam situasi kerja, bukan praktik kerja!

Minggu, 11 Oktober 2009

Kewirausahaan adalah Kompetensi KHusus Anak Didik

Sebagai bagian dari kehidupan yang terus bergerak, berubah, maka setiap orang harus selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas dirinya sesuai dengan yang dituntut oleh kehidupan. JIka tidak, maka pasti terdepak dari jalur. Oleh akrena itulah, maka setiap orang berusaha mengembangkan diri dengan melakukan proses perubahan secara sistematis kompetensi dirinya.
Terkait dengan kondisi tersebut, maka sudah seharusnya sekolah mengikuti kondisi tersebut dan memberikan proses pembelajaran yang didalamnya terdapat kegiatan aplikatif untuk kehidupan.Salah satu kegiatan aplikatif yang dirasakan mampu menjawab setiap tantangan hidup adalah berwirausaha
Berwirausaha berarti melakukan kegiatan yang didasari oleh kemampuan diri sendiri untuk dapat tetap eksis dalam kehidupan. Kegiatan ini merupakan aplikasi dari kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap orang dan dilaksanakan sebagai upaya life skill dan survival of life.
Untuk kondisi tersebut, maka sekolah seharusnya memberikan kesempatan seluas-luas kepada anak didik untuk mengembangkan diri dengan kemampuan yang dapat diterapkan dalam kehidupannya. Kemampuan ini bukan berarti kemampuan teknologi tinggi semata, melainkan pengetahuan teknologi tepat guna, yaitu teknologi sederhana yang gampang diterapkan dalam kehidupan, misalnya cara pembuatan tempe atau tape dan sebagainya.
kemampuan ini sangat penting sebab barang yang dihasilkan merupakan barang kebutuhan masyarakat. Setiap saat masyarakat membutuhkan barang tersebut sehingga tentunya produksi dapat lancar sepanjang waktu.
Jika kemampuan seperti ini diberikan di sekolah, tentunya anak-anak menjadi sosok-sosok yang berjiwa enterpreneur sehingga begitu lulus mereka sudah mempunyai pekerjaan.
Atau, jika sekolah itu sekolah kejuruan, maka anak diidk dapat diberikan keterampilan terkait dengan program keahliannya masing-masing,misalnya keterampilan mengelas. Ketarmpilan mengelas menjadi sangat penting sebab banyak barang-barang kebutuhan hidup yang dibuat dengan sistem pengelasan.
Jika anak didik dibiasakan menjalani pekerjaan berwirausaha sejak mereka sekolah, maka selama itu mereka sudah mempunyai langganan bagi pekerjaannya dan pada saat yang bersamaan, mereka dapat membeli alat-alat kebutuhan kerja sebab dari hasil penjualan barang, mereka mendapat keuntungan, dan keuntungan tersebut dapat dibelikan alat alat terkait.
Kendala yagn selama ini dirasakan adalah anak-anak yagn sduah lulus tidak mempunyai keterampilan khusus yang membedakan mereka dengan yang lainnya sehingga saat mencari pekerjaan, maka mereka harus bersaing dengan yang lainnya. Tetapi jika anak mempunyai keterampilan khusus, tentunya hal tersebut merupakan nilai plus bagi dirinya dan kemungkinan besar dia dapat menciptakan lapangan pekerjaan dari keterampilannya tersebut.
Kewirausahaan memang merupakan keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh anak didik sehingga mereka sudah mempunyai lapangan pekerjaan sebelum mereka lulus sekolah. Dan, ini merupakan pekerjaan rumah sekolah kejuruan yangs elama ini belum terjawab.
KIranya, ada yang mempunyai tips atau langkah-langkah efektif untuk mengkondisikan anak didik lebih efektif setelah menyelesaikan proses pendidikan dan pembelajarannya?

Minggu, 13 September 2009

Membimbing Anak Didik memahami Proposal Kewirausahaan

Setelah memperkenalkan proposal kewirausahaan kepada anak didik sebagai prasyarat untuk dapat mengikuti proses pembelajaran keterampilan di bengkel sekolah, maka selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah mensosialisasikan pentingnya proposal dalam kegiatan kewirausahaan.Hal ini sangat penting agar anak-anak benar-benar memahami segala hal yang harus dilakukan dan menjadi tangungjawabnya terhadap proposal kerja yang diajaukan.
Bahwa proposal kewirausahaan merupakan pengajuan permintaan kerja yang disampaikan oleh anak didik ke sekolah dan sekolah akan menilai selanjutnya menentukan persetujuan ataukah penolakan setelah mempertimbangkan banyak hal terkait dengan jenis pekerjaan yang diajukan anak didik. Tim kewirausahaan harus memberikan bimbingan secara intens kepada anak didik terkait dengan proposal ini.
SEbagai konsep permintaan kerja kepada sekolah, maka konsekuensi yang harus ditanggung oleh anak didik adalah pekerjaan harus selesai dan layak pakai sehingga laku jual agar dapat memberikan income bagi tim kewirausahaan sekolah. Dengan demikian,kesinambungan program dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan lebih lanjut.
Terkait dengan proposal kewirausahaan, maka dalam hal ini anak didik harus benar-benar memahami segala hal yang diajukan ke sekolah sebelum mendapatkan persetujuan kerja. Jangan sampai terjadi, anak mengajukan proposal kerja tetapi ternyata dia sama sekali tidak menguasai pekerjaan tersebut sehingga pekerjaan tidak selesai atau tidak layak pakai.
Guru pembimbing kewirausahaan harus benar-benar melakukan tugasnya sebaik-baiknya. tidak hanya itu, guru- guru lain yang termasuk dalam tim bimbingan penyusunan proposal harus secara intens memberikan bimbingan kepada anak didiknya.
Semoga tujuan membangkitkan jiwa kewirausahaan pada diri anak didik dapat terwujudkan...

Rabu, 02 September 2009

Pentingnya Proposal Kewirausahaan

Sebagai bentuk program yang berkesinambungan, maka agar pola kewirausahaan benar-ebnar dapat tertanam dalam jiwa anak didik, maka kepada mereka perlu diberikan berbagai bekal yang diharapkan dapat mendukung keberhasilan program kewirausahaan itu sendiri.
Bekal yang dimaksudkan tidak lain adalah bekal yang secara langsung menjadi bagian utama proses, bahkan sebelum proses sebenarnya dilaksanakan, yaitu kemampuan menyusun proposal kewirausahaan.
SElama ini anak-anak sebenarnya sudah mendapatkan materi pelajaran penyusunan proposal di mata diklat Bahasa Indonesia, tetapi selama ini pula bekal tersebut hanya sebuah teori. Mereka belum pernah dituntut untuk menerapkan bekal tersebut dalam satu kegiatan nyata.
Oleh karena itulah, maka sudah seharusnya dipikirkan dan diselanjutnya diterapkan bahwa untuk dapat mengikuti proses pembelajaran keterampilan atau mata diklat praktek di bengkel, maka setiap anak harus menyusun proposal.Sebelum anak didik menyusun dan menyerahkan proposal kerja, maka yang bersangkutan ditunda keikutsertaannya dalam proses pembelajaran praktek.
Penyusunan proposal sangat penting sebagai acuan bagi semua pihak dalam kelancaran proases pembelajaran. dalam hal ini selain program pembelajaran, yang tidak kalah pentingnya adalah alokasi kebutuhan material untuk praktek, yaitu mesin, alat-alat dan bahan kebutuhannya serta penjadwalan peserta kegiatan praktek tersebut.
Tidak dapat tidak, kita harus memulai langkah untuk lancarnya program secara keseluruhan.

Minggu, 30 Agustus 2009

SMK sebagai Pusat Pelatihan Keterampilan Terpadu

Pada era sekarang, keterampilan telah menjadi satu poin khusus bagi setiap orang agar dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik. Setiap orang harus mempunyai keterampilan khusus jika menginginkan pola hidup yang lebih baik daripada yang lainnya. Keterampilan inilah yang selanjutnya menjadi brandingself setiap orang. Brandingself ini merupakan satu upaya untuk pencitraan diri sehingga menjadi satu pengakuan resmi bagi eksistensi dalam kehidupan. Dan selanjutnya, brandingself menjadi perhitungan atau pertimbangan khusus terkait dengan pemanfaatan sumber daya manusia, yaitu di lapangan pekerjaan.
Dengan brandingself yang dimiliki, maka anak mempunyai bekal sesuai dengan bidang keahliannya. Hal ini sangat penting mengingat pada jaman sekarang ini keterampilan atau brandingself menjadi nilai jual seseorang dalam dunia kerja. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang membutuhkan keterampilan sehingga setiap orang harus mampu menjawab, artinya seseorang harus mempunyai bekal yang mampu menyelesaikan setiap masalah hidup, khususnya terkait dengan pekerjaan. Setidaknya, seseorang harus berketerampilan agar dapat melakukan kegiatan terkait dengan pekerjaan. Keterampilan diartikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul dalam kehidupan.
Pekerjaan menjadi salah satu acuan yang dijadikan landasan seseorang untuk hidup lebih baik. Bahkan untuk sekedar survival, maka seseorang harus mempunyai pekerjaan. Dengan pekerjaan, maka seseorang memperoleh income yang selanjutnya dapat dipergunakan sebagai modal untuk ‘menjalankan’ roda kehidupan. Kita membutuhkan banyak hal untuk hidup, berarti kita membutuhkan dana agar kebutuhan dapat terpenuhi. Dan, dana tersebut hanya dapat diperoleh jika kita bekerja.
Oleh karena itulah, maka pada saat sekarang ini orangtua cenderung mengirimkan anak-anaknya ke sekolah kejuruan atau ke tempat-tempat pelatihan yang diharapkan dapat menambah bekal keterampilan. Orangtua menyadari bahwa kebutuhan tenaga kerja pada saat ini hanyalah bagi mereka yang terampil, bahkan sejak dulu keterampilan ini merupakan bekal utama seseorang untuk dapat melakukan pekerjaan. Oleh karena itulah, maka sejak kecil, anak-anak selalu diarahkan untuk melakukan berbagai kegiatan hidup sehingga terampil dan mampu menyelesaikan setiap permasalahan hidup. Dengan keterampilan tersebut, maka tumbuh kemampuan untuk survival dalam kehidupannya.
Dalam menghadapi konsep dan persepsi orangtua yang cenderung pada konsep praktis, dimana kebutuhan keterampilan merupakan harapan utama, maka sekolah kejuruan sebagai penyelenggara pendidikan dan sekaligus keterampilan, perlu meningkatkan proses sehingga terjadi perimbangan proses dan kebutuhan masyarakat. Sekolah tidak dapat mengabaikan kebutuhan masyarakat sebab masyarakat adalah konsumen utama hasil proses pendidikan dan pembelajaran. Kebutuhan masyarakat adalah hal utama dari orientasi proses yang dilaksanakan oleh sekolah. Tanpa masyarakat, orangtua anak didik, tentunya eksistensi sekolah hanyalah sebuah foto yang dipajang didinding yang hanya enak dipandang dan sama sekali tidak memberi manfaat praktisnya.

SMK adalah Sekolah Kejuruan, Keterampilan Khusus

Pada dasarnya sekolah sebagai penyelenggara proses pendidikan dan pembelajaran mencoba untuk memberikan hal terbaik bagi anak-anak didiknya. Berbagai cara dilakukan agar anak didik benar-benar mempunyai bekal hidup yang dapat membuat mereka survival. Selama ini yang terjadi adalah anak-anak yang tidak mampu berkiprah untuk kehidupannya karena mereka tidak mempunyai kemampuan untuk hal tersebut. Anak-anak lulus dan menamatkan proses belajarnya tetapi ternyata secara teknis tidak mempunyai keterampilan yang memadai.
Dan, kita sangat menyadari bahwa selama ini yang terjadi justru kebalikan dari keinginan bersama. Anak-anak yang sudah menyelesaikan masa pembelajarannya ternyata tidak mempunyai kemampuan untuk menghadapi hidup. Mereka justru menjadi kelompok orang yang terpinggirkan sebab mereka tergolong orang berpendidikan tetapi tidak mampu hidup dengan pendidikannya tersebut. Mereka menjadi pengangguran intelek, pengangguran terdidik dan hal tersebut sangat merendahkan nilai diri di pandangan masyarakat.
Masyarakat sekarang ini sudah mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi setiap program dan kegiatan yang mereka lakukan sehingga setiap keputusan yang dibuatnya pasti sudah melalui pertimbangan matang. Termasuk dalam hal ini pendidikan anak-anaknya. Mereka tidak hanya mengharapkan pemelajaraan sebatas perubahan pengetahuan dan tingkah laku, melainkan secara utuh pada tiga aspek dasar pendidikan, yaitu afektif, kognitif dan psikomotor. Dan, dari ketiga aspek tersebut, psikomotor diharapkan memperoleh jatah pembelajaran lebih dibandingkan aspek yang lainnya. Hidup sangat butuh keterampilan sebab setiap saat kita pasti menghadapi permasalahan dan untuk menyelesaikannya, maka kita harus mempunyai keterampilan khusus. Tanpa keterampilan, tentunya kita akan terpuruk dalam ketidakberdayaan. Kita bakal menjadi kelompok orang-orang yang pandai tetapi sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk hidup.
Dan, sekolah kejuruan menjadi pilihan hampir semua orangtua yang mengharapkan anak anaknya setelah mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran dapat langsung bekerja. Para orangtua berharap anak-anaknya mendapatkan bekal keterampilan yang dapat dijadikan sebagai bekal hidupnya. Begitu sederhana pola pemikiran para orangtua. Asal anak-anaknya mempunyai keterampilan yang dapat digunakan untuk bekerja, maka orangtua sudah sangat bahagia.
Oleh karena itulah, maka SMK sebagai sekolah kejuruan memberikan pelayanan pendidikan khas, dimana pendidikan dan pembelajaran kejuruan menajdi skala prioritas dalam proses pembelajarannya. Anak didik diberikan proses pendidikan yang lebih menekankan pada pembekalan keterampilan aplikatif bagi kehidupan. Sekolah kejuruan memberikan pembelajaran kejuruan, keterampilan sesuai dengan program keahliannya. Dengan demikian, maka bekal anak didik benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
SMK adalah sekolah kejuruan, maka tentunya aspek kejuruan menjadi pertimbangan utama pada setiap penentuan kebijakan sehingga sekolah tidak menjadi institusi yang mengumbar program tanpa kenyataan. Aspek kejuruan menjadi citra utama bagi sekolah kejuruan dan kejuruan yang kita maksudkan dalam hal ini adalah program keahlian yang secara jelas memberi satu bentuk kegiatan terkait dengan kejuruan tersebut.
Di dalam proses pendidikan dan pembelajaran yang dilaksanakan secara formal ini, SMK memberikan pembelajaran secara sistematis dan terstruktur sehingga peningkatan kemampuan anak didik adalah sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilikinya. Dengan penyampaian materi pelajaran sesuai dengan kemampuan anak didik, maka penguasaan atas materi pelajaran, baik teori maupun praktik terjadi sedemikian rupa sehingga secara utuh dimiliki oleh anak didik.
Khususnya pada pembelajaran kejuruan atau keterampilan, sekolah memberikan-nya secara tersistem dan terpogram secara berurutan dari yang bersifat dasar, menengah dan lanjut serta pada akhirnya materi pembelajaran kejuruan yang diberikan adalah mahir. Pada tahun pertama anak didik diberikan pembelajaran dasar untuk kejuruan sehingga anak didik lebih mengenal segala hal terkait dengan materi kejuruan tersebut. Mulai dari konsep dasar hingga praktek dasarnya.
Pembelajaran di SMK memang berbeda dengan pembelajaran yang diterapkan di SMU atau sekolah umum. Di sekolah umum, anak didik diarahkan untuk mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya sebagai bekal untuk pendidikan lebih lanjut, sementara di sekolah kejuruan, anak didik diarahkan pada dua jalan, yaitu pendidikan lebih lanjut atau menuju pada lapangan pekerjaan. Menempuh pendidikan di sekolah kejuruan sebenarnya sangatlah menguntungkan sebab ada dua kesempatan yang kita peroleh ketika kita menyelesaikan masa belajar, yaitu meneruskan pendidikan lebih lanjut atau langsung bekerja dengan berbekal keterampilan yang didapat dari proses pendidikan dan pembelajaran.
Terkait dengan hal tersebut, maka selanjutnya SMK menjadi satu acuan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu menjadi manusia pembangun bagi negeri yang besar ini. Kita menyadari bahwa hanya orang-orang yang mempunyai keterampilan yang dapat menjadi pembangun bagi negerinya. Khusunya negeri seperti Indonesia yang masih terus berjuang untuk membangun peradaban yang mendasarkan pada kemampuan anak bangsanya sendiri.
Sekolah kejuruan telah menjadi satu icon yang diharapkan dapat menjadi pensuplai tenaga kerja terbesar untuk pembangunan di negeri ini dan juga untuk kebutuhan tenaga kerja diluar negeri. Berbagai keterampilan harus dimiliki, dikuasai oleh para tenaga kerja jika ingin diterima dalam jajaran tenaga kerja di sebuah pabrik atau kantor. Tentunya dalam hal ini terkait dengan jenis pekerjaan yang harus ditangani oleh tenaga kerja bersangkutan. Semakin sulit pekerjaan, tentunya diperlukan tenaga kerja yang terampil dalam bidang keahlian tersebut.
Dan, SMK adalah sekolah kejuruan, maka merupakan satu konsekuensi logis jika di dalam proses pendidikan dan pembelajarannya harus memberikan pembelajaran kejuruan lebih banyak daripada materi pelajaran lainnya. Dan, pembelajaran kejuruan ini terutama ditekankan pada materi kejuruan atau keterampilan keahlian. Itulah brandingself dari sekolah kejuruan!

Perlu Kemitraan Sekolah Dengan Masyarakat.

Kemitraan didalam kehidupan merupakan satu keharusan yang tidak dapat diabaikan oleh semua orang. Hal ini mengacu pada konsep bahwa manusia bukanlah makhluk individu, melainkan makhluk sosial yang tentunya membutuhkan orang lain agar dapat hidup dengan sebaik-baiknya. Dan sebagai makhluk sosial, maka manusia tidak dapat terpisahkan dari manusia lainnya.
Hubungan antar manusia ini sedemikian pentingnya sehingga tumbuhlah satu bentuk interaksi yang saling menguntungkan di antara mereka yang berinteraksi, yaitu kemitraan. Kemitraan merupakan satu bentuk interaksi yang dalam hal ini kedua belah pihak berperan aktif untuk menumbuhkan dan meningkatkan kualitas hasil dari interaksi tersebut.
Sekolah sebagai institusi pendidikan dan pembelajaran yang mempunyai tugas dan kewajiban untuk melakukan perubahan signifikan pada diri anak didik sehingga mempunyai kompetensi diri. Sementara, masyarakat adalah pihak yang secara langsung memanfaatkan hasil proses pendidikan dan pembelajaran untuk kebutuhan kehidupan manusia secara umum. Dengan demikian, maka terdapat link yang kuat antara keduanya. Link inilah yang selanjutnya menjadi satu pengikat untuk setiap kegiatan yang dilakukan bersama.
Selama ini link sekolah dengan masyarakat, khususnya dalam hal ini orangtua anak didik hanya bersifat antara produsen dengan konsumen. Sekolah sebagai produsen dan orangtua anak didik sebagai konsumen. Mereka belum terikat secara emosional terhadap proses pendidikan dan pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah. Tidak heran jika ternyata ada permasalahan, maka yang menjadi kambing hitam adalah sekolah, khususnya guru. Guru selalu menjadi pihak yang disalahkan jika ternyata ada kegagalan di dalam proses pembelajaran dan justru hal tersebut datang dari orangtua anak didik. Padahal sebenarnya, orangtua juga mempunyai tugas dan kewajiban yang sama terhadap proses pendidikan dan pembelajaran anak-anak.
Tentunya jika hal seperti ini terus terjadi, maka proses pendidikan dan pembelajaran akan timpang. Proses pendidikan dan pembelajaran hanya berjalan dengan satu kakinya saja. Bahwa ada banyak pihak yang sebenarnya bertanggungjawab atas keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran, guru dan sekolah adalah salah satunya. Hal ini karena yang bergerak menangani secara langsung proses pendidikan dan pembelajaran adalah guru dan sekolah sehingga jika ada kegagalan atau hal negatif dalam proses pendidikan dan pembelajaran, tentunya dua pihak inilah yang paling bertanggungjawab. Tetapi, kesalahan memang selalu jatuh pada mereka yang melakukan kegiatan secara langsung, apalagi masyarakat adalah konsumen dan konsumen adalah raja, sehingga mareka bebas menilai dan tidak perlu instrospekdi pada kebeperanannya dalam kegiatan pembelajaran anak-anak. To mereka sudah membayar ke sekolah.
Hal seperti ini jelas tidak berimbang dan menyebabkan tidak stabilnya pola pemikiran guru, artinya guru yang sebenarnya sudah melaksanakan tugas secara ikhlas dan sepenuh hati bakal, tetapi menjadi tidak berimbang sebab tidak adanya rewward dari masyarakat atas segala usahanya. Para guru merasa tidak ada penghargaan yang sesuai dengan segala upaya yang sudah dilakukannya, bahkan yang ada justru punnishment yang memojokkannya sebagai pesakitan. Sungguh sangat mengecewakan. Tentunya mereka merasa tidak dianggap dalam segala pekerjaannya.
Jika hal seperti ini dibiarkan, tentunya institusi pendidikan dan pembelajaran bakal menjadi institusi yang berisi orang-orang yang penuh kecewa. Dan, orang-orang yang kecewa cenderung untuk tidak maksimal dalam bekerjanya. Jika para guru tidak bekerja secara maksimal, karena rasa kecewa yang menumpuk di dalam hati, tentunya hal tersebut secara signifikan menyebabkan penurunan kualitas hasil proses pembelajaran yang dijalankannya. Dan, selanjutnya berdampak pada mindset masyarakat terhadap instiusi sekolah secara umum.
Untuk mencegah hal tersebut jangan sampai terjadi, maka tidak dapat tidak harus ada interaksi intens antara sekolah dan masyarakat dalam bentuk kemitraan aktif. Secara aktif orangtua juga ikut mengawasi dan membimbing anak-anak di dalam proses pembelajarannya. Bukan berarti orangtua masuk kelingkungan sekolah untuk ikut secara aktif memberikan pembelajaran kepada anak-anak melainkan cukup secara aktif memantau perkembangan dan mendampingi anak-anaknya saat belajar di lingkungan keluarga atau di lingkungan masyarakat. Bagaimanapun waktu pendampingan dan pembimbingan belajar oleh guru hanyalah sebatas jam tujuh pagi hingga jam satu siang. Sangat terbatas dan diharapkan memberikan hasil maksimal. Walau sebenarnya para guru menyadari bahwa dilingkungan sekolah, anak-anak adalah tanggungjawab mereka untuk proses pendidikan dan pembelajarannya, bahkan tidak jarang saat di lingkungan masyarakat-pun jika mereka menemukan anak-anak yang melakukan tindakan salah, para guru masih memberikan bimbingan, memberikan nasihat agar anak didik tidak melakukan kesalahan tersebut. Hal ini secara otomatis muncul pada setiap guru karena sekali guru mendampingi anak didik, maka secara emosional bahkan psikis, mereka sudah terikat perjanjian hati untuk terus membimbing anak-anak sehingga anak-anak tidak melakukan kesalahan dalam hidupnya.
Pada sisi lainnya, sekolah kejuruan adalah sekolah keterampilan khusus yang didalam proses pendidikan dan pembelajarannya selain memberikan bekal pengetahuan dan nilai-nilai positif kehidupan, juga memberikan bekal keterampilan bagi anak didiknya. Oleh karena itulah, maka bentuk kemitraan yang dibangun sekolah dengan masyarakat tidak hanya terbatas pada proses donatur dana penyelenggaraan pendidiakn dan pembelajaran. Tetapi, lebih dari itu adalah perlu dibentuk kemitraan yang memungkinkan terjadinya simbiosis mutualisme antara sekolah dengan masyarakat. Simbiosis mutualisme terutama ditekankan pada pemanfaatan keterampilan khusus yang didapatkan anak didik dari proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Bentuk kemitraan yang kita maksudkan dalam hal ini adalah kemitraan kerja. Sebagai institusi yang melaksanakan proses pembelajaran kejuruan, keterampilan, sudah pasti materi yang diberikan kepada anak didik adalah materi aplikatif. Materi aplikatif adalah materi yang diterapkan secara langsung di dalam kehidupan bermasyarakat. Materi aplikatif ini diberikan pada proses pembelajaran di bengkel sekolah dan isinya tidak lain adalah materi yang pada umumnya diterapkan di bengkel-bengkel masyarakat industri.
Dengan program dan proses pembelajaran seperti ini, sebenarnya anak didik adalah sumber daya manusia yang telah siap memasuki pangsa kerja dan beraktivitas secara ekonomis. Dalam konteks ini, maka perlu kemitraan kerja bagi anak didik dengan dunia industri. Setidaknya, dunia industri mengambil kesempatan dan juga memberi kesempatan kepada sekolah, khususnya anak didik untuk berperan aktif dalam pengerjaan barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan.
Dalam kemitraan ini diharapkan perusahaan, masyarakat mempercaya kan pekerjaan tekniknya ke sekolah, anak didik. Dengan cara seperti ini, maka sekolah, dalam hal ini anak didik memperoleh pekerjaan yang harus dikerjakan di bengkel sekolah. Anak-anak dapat mengerjakan pekerjaan pada saat proses pembelajaran teknik atau praktek. Job mereka adalah pekerjaan yang didapatkan dari masyarakat. Sekolah, guru hanya memberi dasar pekerjaan tetapi secara keseluruhan pekerjaan adalah dikerjakan oleh anak didik tersebut.

SMK sebagai Bengkel Masyarakat atau PPKT

Pada dasarnya proses pembelajaran di SMK ditekankan pada transfer of skill sehingga anak didik dapat berubah menjadi SDM yang mumpuni di bidang keahliannya. Khususnya di SMK kelompok teknologi dan industri, Skill merupakan trade mark, pencitraan yang harus diberikan pada anak didik agar benar-benar menguasai teknologi dan menerapkannya dalam kehidupan sebagai bekal survivsl of life nya.
Survival of life merupakan satu konsep penting untuk mempertahan -kan eksistensi diri, baik sebagai individual maupun sosial. Hal ini mengingat tingkat persaingan hidup semakin ketat sehingga setiap orang sebagai individu maupun sebagai makhluk social harus dapat menjaga kelangsungan hidupnya. Dan, salah satu aspek yang dianggap dapat menjadi sarana untuk survival adalah skill, keterampilan. Manusia tanpa keterampilan adalah seperti boneka yang dijadikan permainan oleh siapapun dan riskan stiap saat. Oleh karena itulah, maka setiap orang harus membekali diri dengan keterampilan khusus, special skill atau spesific skill. Dengan keterampilan khusus ini, maka tingkat persaingan yang dihadapi menjadi lebih rendah, apalagi jika keterampilan tersebut tidak dikuasai sama sekali olah orang lain!
Bahwa setiap kegiatan hidup memang membutuhkan satu keterampilan sehingga dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuannya. Tanpa keterampilan tentunya seseorang akan kesulitan dan tersisihkan dari kompetisi. Setiap kesempatan terbuang sebab spesifikasi keahlian yang dibutuhkan untuk setiap kesempatan tidak dapat dipenuhi secara teknis. Mereka terbuang sebelum berkompetisi. Kalaupun sempat berkompetisi, mereka terlempar dan jatuh saat bersaing keterampilan teknis terkait dengan keahlian yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut. Kondisi ini tentunya sangat merugikan.
Dan, proses pembekalan keterampilan khusus seharusnya tidak hanya terbatas untuk mereka yang masih mengikuti proses pembelajaran di SMK. Justru, SMK seharusnya menjadi wahana bagi upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kegiatan peningkatan kompetensi keahlian sumber daya manusia yang dalam masa tunggu pekerjaan. SMK harus membuka kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pembekalan keterampilan aplikatif dengan nilai cost yang tidak terlalu membebani, jika perlu ditanggung oleh institusi-institusi pengembangan sumber daya manusia.
Pada umumnya, sarana pembelajaran di SMK, khususnya untuk pembelajaran pelatihan teknik sudah cukup memadai untuk kegiatan pelatihan sumber daya manusia (SDM). Dengan sarana tersebut, maka masyarakat dapat diberikan kesematan untuk mengikuti pelatihan khusus keahlian yang ada. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu adanya kerjasama secara intens antara sekolah dengan masyarakat. Kerjasama ini diwujudkan dalam suatu kemitraan program kegiatan. Sekolah menyediakan sarana prasarana serta instrukturnya dan masyarakat mendukung pembiayaannya. Masyarakat memikirkan dan mencarikan biaya kegiatan, walaupun diputuskan minimal. Atau jika memungkinkan institusi yang terkait dengan sumber daya manusia merencanakan program pelatihan yang sasarannya adalah anak-anak usia kerja tetapi belum mempunyai keterampilan khusus untuk bekerja.
Program kemitraan antara sekolah dengan masyarakat dalam hal ini adalah berbentuk pelatihan khusus program keahlian aplikatif. Peserta pelatihan yan berasal dari anak-anak usia kerja diberikan pelatihan dengan materi keahlian yang diperlukan. Dalam interval waktu yang disepakati, pelatihan keterampilan dilaksanakan secara intens dengan system learning by doing peserta pelatihan tidak terlalu banyak diberikan bekal teoritis, melainkan langsung mengerjakan barang-barang kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini pihak pelatih atau instruktur, penyelenggara harus secara aktif mencari dan mendapatkan pekerjaan bagi peserta pelatihan.
Program kemitraan ini menjadikan sekolah sebagai pusat pelatihan keterampilan terpadu sebab dalam hal ini ada kolaborasi aktif dari beberapa institusi terkait. Kolaborasi inilah yang selanjutnya diharapkan dapat menjadikan keberhasilan peserta pelatihan. Peserta pelatihan tidak hanya mendapatkan pengalaman, keterampilan tetapi juga follow up dari program. Hal ini karena selama proses pelatihan, pihak-pihak terkait membuka link dengan pihak terkait, terutama Dunia Usaha/ Dunia Industri (DU/DI).
Secara terbuka, SMK membuka kesempatan pada masyarakat untuk memanfaatkan segala fasilitas di sekolah untuk peningkatan keterampilan. Dengan cara seperti ini, maka eksistensi sekolah bukanlah sebagai ‘dunia tersendiri’ bagi masyarakat. Akan tumbuh dan berkembang suatu keterikatan dari masyarakat terhadap sekolah, begitu juga sebaliknya. Sekolah dan masyarakat menjadi satu kesatuan institusi yang integral dan sinergis serta mutualisme dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya.
Pada akhirnya, kita hanya berharap agar segala program, konsep yang dicanangkan adalah satu kesatuan visi untuk menjalankan misi pendidikan yang tidak hanya memberikan bekal pengetahuan dan nilai-nilai positif kehidupan, tetapi juga mampu memberi bekal keterampilan aplikatif untuk bekerja. Keterampilan aplikatif inilah yang selanjutnya diharapkan dapat menjadi satu brand individu dan selajutnya mengangkat brand sekolah di mata masyarakat. Bagaimana-pun eksistensi sekolah kejuruan sebagai institusi yang mengelola pendidikan kejuruan harus dipertahankan bahkan ditingkatkan sehingga sumber daya manusia yang selama ini selalu menjadi permasalahan akibat rendahya kualitas. Kita harus mengakui bahwa kualitas sumber daya manusia kita masih di bawah standar sehingga di dalam persaingan tenaga kerja sering kali kita tersisih.
Perbaikan kualitas sumber daya manusia secara intens dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang ditempuh adalah peningkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran yang bersentuhan langsung dengan pengelolaan tenaga kerja atau penggarapan sumber daya manusia. Dan, SMK adalah salah satu institusi pendidikan yang harus memanggul tugas peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut. SMK menjadi wahana bagi upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan penerapan berbagai program yang secara langsung bersentuhan dengan kehidupan.
Dan, untuk kebutuhan tersebut, sekolah kejuruan harus memberikan kontribusi positif pada pengelolaan calon-calon sumber daya manusia yang benar-benar mempunyai kualifikasi keahlian yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri, baik lokal, regional maupun internasional. Selanjutnya hal tersebut merupakan pendorong pada penyediaan sumber daya manusia yang siap bersaing dalam dunia kerja.
Secara teknis, sekolah menyediakan sarana yang ada di dalam bengkel pembelajaranya untuk kebutuhan masyarakat. Begitu juga proses pembelajarannya yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan pelatihan keahlian. Masyarakat diberikan kesempatan untuk melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan peningkatan kualitas kompetensi dirinya. Masyarakat memanfaatkan segala alat dan bahan yang ada bengkel untuk melakukan pekerjaan yang diharapkan mampu meningkatkan kompetensi dirinya tersebut.
Bahkan, masyarakat diberikan kesempatan untuk mencari barang-barang yang perlu dikerjakan di bengkel dengan kompetensi keahlian yang dilatihkan kepada mereka. Mereka melatih keterampilan, kompetensi dirinya dengan mengerjakan barang-barang yang rusak atau mungkin membuat barang-barang baru kebutuhan masyarakat lainnya. Barang-barang ini dapat dikategorikan pada barang-barang sederhana hingga barang-barang yang membutuhkan tingkat pengerjaan yang sulit. Mereka harus menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan tingkat standar barang konsumsi dan bukan barang latihan bekerja.
Dengan memasang target sebagai barang konsumsi, maka terbangun sikap kerja, kinerja yang bagus di hati peserta pelatihan. Peserta pelatihan akan terangsang untuk melakukan kegiatan dengan standar kerja yang berlaku di dunia industri. Mereka melakukan pekerjaan dengan sepenuh hati dan sesuai dengan tingkat kompetensi yang dimilikinya sehingga diharapkan hasilnya adalah maksimal. Jika peserta pelatihan di bengkel sekolah melaksanakan kegiatan dengan penuh semangat dan mengeksplorasi kompetensinya secara penuh, tentunya hasil yang diperoleh adalah maksimal. Hasilnya adalah yang terbaik dari kemampuan yang dapat dikerjakannya.


Demikianlah, peranan SMK di dalam kehidupan bermasyarakat, dimana dalam hal ini SMK dijadikan sebagai pusat pelatihan keterampilan terpadu (PPKT). Dengan demikian, maka sumber daya manusia (SDM) yang, mungkin belum terasah keterampilannya dapat meningkat dan selanjutnya mampu menjadi sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dalam bidang keahliannya. Dan, semua itu tidak lepas dari kesadaran sekolah kejuruan untuk secara aktif ikut memikirkan solusi dari tertumpuknya tenaga kerja produktif tanpa pekerjaan. Bagaimanapun para pengangguran terdidik merupakan potensi terbesar bagi pembangunan negeri ini pada saat mendatang. Yang kita perlu lakukan hanyalah memoles mereka sedenikian rupa sehingga keterdidikan mereka tidak hanya pada pengetahuan dan pola nilai positif kehidupan, melainkan juga pada sisi keterampilannya.
Begitulah peranan SMK di dalam kehidupan bermasyarakat yang sebenarnya merupakan satu bentuk kesadaran seutuhnya untuk menjaga keutuhan bangsa dan secara langsung adalah ikut berperan dalam pemberian bekal aplikatif bagi warga masyarakat sebagai sumber daya manusia (SDM) yang terpenting dalam kehidupan. Semoga harapan ini bukan sekedar fatamorgana di gurun yang tandus.
Mojokerto, Agustus 2009