Rabu, 31 Desember 2008

Menciptakan Jembatan Kecerdasan

Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Bahwa kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan baik formal maupun nonformal adalah untuk melakukan prubahan signifikan pada tingkat kecerdasan yang dimiliki oleh anak bangsa. Hal ini terkait pada kenyataan bahwa anak bangsa ini masih memiliki tingkat kecerdasan yang rendah disbanding anak bangsa lainnya, negara tetangga atau negara lainnya, sehingga perlu dilakukan peningkatan melalui kegiatan belajar, pendidikan dan pembelajaran.
Setiap generasi mempunyai tingkat kemampuan intelektual yang berbeda. Hal terkait dengan konsumsi asupan yang tentunya sangat berbeda antara generasi dahulu dengan generasi sekarang. Generasi dahulu keter-sediaan asupan sangatlah kurang sehingga anak-anak selalu kekurangan untuk kebutuhan makanannya. Bahkan tidak sedikit yang mengalami kekurangan gizi sehingga secara langsung menyebabkan kelambatan pola berpikir ataupun responsibiltas terhadap setiap kondisi di dalam kehidupan-nya.
Anak sekarang mempunyai tingkat kemampuan untuk merespon kondisi kehidupan secara baik, lebih baik dari generasi terdahulu. Setiap perubahan pola kehidupan, maka mereka secara cepat melakukan adaptasi dan segera dapat melaksanakan apa yang dituntut dalam pola kehidupan yang baru tersebut. Pola makan dan kondisi perkembangan dalam kehidupan benar-benar telah memberikan fasilitasi yang utuh bagi anak-anak sehingga mempunyai kesempatan luas dalam peningkatan kemampuan dirinya.
Seharusnya kondisi anak-anak sekarang merupakan generasi yang serba bisa dan mempunyai kemampuan yang ideal sebab segala kebutuhan hidup terpenuhi dan tidak pernah mengalami kesulitan berarti dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Dengan kondisi seperti ini, maka seharusnya perkembangan kejiwaan anak lebih stabil dan konsisten dengan tingkat penguasaan konsep hidupnya. Maka, jika kita memperhatikan kondisi yang ada di kehidupan, maka kita perlu bertanya di dalam hati, siapa sebenarnya yang telah salah terap dalam proses pendidikan dan pembelajaran di negeri ini?!
Segala sarana penunjang proses pendidikan dan pembelajaran sudah tersedia secara lengkap dan anak didik hanya perlu berkonsentrasi pada kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Anak tidak perlu memikirkan masalah makanan, uang saku, atau buku keperluan belajar sebab semua itu sudah tersedia. Orangtua sudah menyediakan semua kebutuhan anak secara lengkap, dan anak tinggal menjalankan tugas dan kewajibannya dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Kalau pada jaman yang dialami oleh penulis, maka sungguh sangat berlainan. Saat itu, bersekolah dengan sarapan sambal jelantah bawang merah dengan lauk tunonan (bakaran) ikan asin atau kelothok. Wah nikmat dan selama seharian sudah cukup, sehingga tidak memerlukan uang saku lagi. Kalau tetap mengalami lapar saat berada di sekolah, maka beramai-ramai dengan teman-teman ke sawah yang ada di seberang lapangan sepakbola. Di sana kami mencari somban, tunas ubi rambat yang tersisa saat dipanen pemilik-nya. Atau mencari buah-buahan di makam desa. Wah, pokoknya serba alami.
Dan, repotnya, yang sering terjadi adalah kami jarang sarapan pagi sehingga setiap puul sembilan, perut kami sudah kemerucuk dan berkoar-koar minta diisi dengan segera. Kalau sudah seperti itu, maka sasaran kami ya ubi di sawah atau buah-buahan di makam desa. Kadang, kami meng-katapel burung dan membakarnya serta memakannya saat sudah masak. Begitulah yang kami lakukan pada saat tersebut sehingga secara jelas hal tersebut sangat mengurangi tingkat konsentrasi belajar kami. Kondisi tersebut secara signifikan menyebabkan rendahnya kemampuan kami. Tetapi, kami sangat serius melaksanakan tugas dan kewajiban belajar sehing-ga dengan keuletan dan keseriusan kami tersebut, maka semua materi pelajaran dapat kami terima dan pahami, walau agak lambat juga.
Keuletan kami dan keseriusan kami tersebut didasari oleh sikap untuk memperbaiki kondisi kehidupan yang selama ini terasa begitu berat. Kami merasa benar-benar membutuhkan perubahan pola kehidupan yang selama ini sangat menyiksa diri kami. Kehidupan yang serba kekurangan dan kemampuan diri yang tidak juga meningkat sehingga banyak saudara kami yang terpaksa harus ikut terjun ke sawah membantu orangtua atau preman pada tetangga yang sawahnya luas. Tidak jarang, teman kami yang mrothol, tidak melanjutkan sekolah karena biaya yang sudah tidak ada atau tenaganya sangat dibutuhkan untuk ikut menopang tiang kebutuhan hidup keluarga-nya. Jika mereka tetap bersekolah, maka kebutuhan makan bakal tidak terpenuhi. Mereka dapat kelaparan karenanya.
Kondisi kehidupan di saat tersebut memang sangat sulit dan memaksa kita untuk ikut serta memikirkan langkah agar dapat keluar dari masalah keluarga. Jadi, kami tidak hanya memikirkan masalah sekolah, materi pelajaran yang terasa sangat sulit, belum lagi guru-gurunya yang sangat galak, killer! Kesalahan sedikit dalam menjawab pertanyaan, maka penggaris atau telapak tangan pasti mampir ke pipi atau punggung. Tetapi semua itu menjadikan kami disiplin, walau pertama-tama membuat kami ketakutan. Mungkin, memang untuk mendisiplinkan, maka kita perlu menciptakan rasa ketakutan terlebih dahulu!
Dan, jika hasil proses pendidikan dengan metode seperti itu kita telaah, maka kita mengetahui bahwa banyak sekali anak yang berhasildalam kehidupanya. Mereka rata-rata mempunyai tingkat kecerdasan tinggi sehing-ga selalu mampu menghadapi setiap kondisi yang tersaji dalam kehidupan-nya. Anak-anak dahulu lebih siap menghadapi setiap kondisi kehidupan jika dibandingkan anak-anak sekarang.
Pada sisi lainya, anak-anak dahulu mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak sekarang. Mereka menghadapi hidup dengan memanfaatkan kecerdasan yang ada di dalam dirinya. Maka tidak heran jika anak-anak dahulu banyak yang berhasil dalam hidupnya. Mereka tidak gampang menyerah saat menghadapi masalah kehidupan. Tiap masalah dihadapi dengan kecerdasan yang berbeda dan berhasil.
Kenyataan adanya perbedaan tingkat kecerdasan menjadikan guru harus mampu menciptakan penghubung yang efektif antar generasi sehingga terjadi sharing atau bahkan transfer kecerdasan di antara kedua generasi. Konsep take and give menjadi harapan untuk dapat diterapkan maksimal agar interaksi antar generasi tidak hanya secara sosial melainkan juga secara intelektual. Hal ini terkonsep berdasarkan asumsi bahwa dimana dan dengan siapa kita bergaul, akan mencerminkan siapa kita. Untuk mengetahui sikap dan sifat seseorang secara mudah dapat kita ketahui berdasarkan siapa teman-temannya dan dimana mereka berinteraksi.
Perbedaan tingkat kecerdasan inilah yang selanjutnya dijadikan sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembimbingan dan pendampingan proses pendidikan dan pembelajaran sebab dengan adanya perbedaan tersebut, maka pengaliran pengetahuan dan keterampilan secara alami dapat terciptakan. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa aliran dapat tercipta jika terdapat perbedaan tingkat satu terhadap yang satunya. Demikian juga yang terjadi dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Guru sebagai perwakilan generasi tua mempunyai kemampuan atau tingkat kecerdasaan lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kecerdasan generasi sekarang, anak didik, sehingga mempunyai kewajiban untuk men-jembatani kondisi sehingga anak-anakpun mempunyai tingkat kecerdasan maksimal. Jembatan penghubung inilah yang secara aktif menciptakan ber-bagai kesempatan kepada anak untuk memanfaatkan kondisi, sarana pra-sarana dan kesempatan yang terbuka sehingga mampu meningkatkan ke-cerdasannya.
Bagaimanapun, kecerdasan itu suatu kondisi dan dapat kita kondisi-kan. Proses pengkondisian dapat kita lakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Dengan mengikuti proses ini, maka terjadi perubahan kondisi secara keseluruhan, termasuk dalam hal ini adalah tingkat kecerdasan. Kecerdasan itu berpusat pada otak dan otak itu bagaikan pisau. Semakin sering diasah, maka semakin tajam. Pisau setumpul apapun, jika setiap saat kita asah secara benar dan telaten, maka akhirnya menjadi pisau yang tajam. Tetapi, setajam apapun pisau yang kita miliki tetapi jika tidak pernah kita asah, maka pada akhirnya menjadi tumpul, majal. Tidak berguna sama sekali.
Begitu juga halnya dengan otak kita, meskipun tumpul, jika setiap saat kita asah dengan belajar, maka semakin lama semakin tajam dan mampu menyelesaikan setiap masalah dengan baik dan cepat. Untuk itu, maka peranan guru sebagai penghubung sangat penting sehingga proses peng-asahan kecerdasan dapat dilaksanakan secara efektif.
Guru harus benar-benar dapat memosisikan diri sebagai penghubung antar generasi ini sehingga perbedaan yang ada dapat dijadikan sebagai sumber tenaga untuk melakukan transfer pengetahuan, pola hidup dan keterampilan. Bagaimanapun guru tetap menjadi bagian terpenting di dalam proses transfer dan interaksi antar generasi sehingga di dalam pola kehidup-an tercipta sebuah jembatan emas yang menghubungkan generasi tua dengan generasi muda, yang selanjutnya menciptakan generasi cerdas.
Jembatan emas yang dimaksudkan di dalam hal ini merupakan wujud kepedulian generasi tua kepada generasi muda sehingga tidak terjadi gap. Gap yang timbul di dalam interaksi antar generasi selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi terhadap kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Hal ini sangat berbahaya terhadap eksistensi dan follow up dari proses pertumbuhan dan penumbuhan generasi bangsa yang siap menghadapi kondisi kehidupan.
Generasi emas didapatkan dari sebuah jembatan emas antara generasi berkualitas dengan generasi biasa, apalagi jika memang antar generasi emas. Tetapi, semua memang membutuhkan kerja keras dari semua pihak sehingga segala program dapat diwujudkan secara nyata. Kita harus saling membantu dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap persoalan yang tumbuh di dalam dunia pendidikan.
Guru sebagai wakil dari generasi tua yang mempunyai kualitas diri melebihi orang lain mempunyai kewajiban untuk membangun jembatan emas yang menghubungkannya dengan anak didik. Hubungan inilah yang diharapkan sebagai sarana untuk memperbaiki kualitas generasi secara berkesinambungan. Artinya, setiap mereka yang mempunyai kemampuan atau kualitas lebih sudah seharusnya memberikan atau membimbing generasi yang kurang.
Sharing pengetahuan dan keterampilan menjadi salah satu cara meng-alirkan kemampuan diri. Guru sebagai narasumber dan anak didik sebagai pemanfaatnya. Dengan cara seperti ini, maka proses pendidikan dan pembel-ajaran merupakan sebuah jalur jalan tol, bebas hambatan. Guru mempunyai keleluasaan dalam mengalirkan ilmunya dan anak didik dengan segala kele-luasaan tersebut dapat menampung menjadi kecerdasan dirinya.
Memang, tugas dan kewajiban guru di dalam proses pendidikan dan pembelajaran sangatlah kompleks. Berbagai tugas dan kewajiban harus di-selesaikan dalam waktu yang sudah diprogramkan. Jika ternyata belum selesai, maka secara sistematis harus melakukan terobosan sehingga penyebab kegagalan dapat dianulir. Dan, jembatan penghubung merupakan satu-satunya langkah konkrit untuk menghubungkan tugas dan kewajiban yang diembannya terhadap anak didik. Jembatan penghubung ini sekaligus untuk memberikan gambaran dan dorongan kepada anak didik untuk menyadari bahwa belajar dan menempuh pendidikan merupakan jembatan menuju kesuksesan hidup di masa mendatang.
Ya. Guru menciptakan jembatan penghubung yang dapat menyadar-kan anak didik tentang tugas dan tanggungjawabnya dalam pen-didikan dan pembelajaran. itulah hal terpenting yangharus dibangkitkan dari dalam diri anak didik sehingga proses pendidikan dan pembelajaran sebenarnya merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditunda apalagi diabaikan begitu saja. Bahwa proses pendidikan dan pembelajaran embutuhkan keseriusan tinggi agar dapat berhasil di akhir proses.

Kamis, 04 Desember 2008

Kita Membutuhkan SMK Pelatihan

Salah satu permasalahan yang dialami oleh anak didik pasca masa pendidikan adalah sulitnya mendapatkan pekerjaan. Setelah mereka menyelesaikan masa belajarnya, ternyata sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Angka persaingan sedemikian ketatnya sehingga tidak semua lulusan lembaga pendidikan terserap di lapangan pekerjaan. Khususnya anak-anak yang lulus dari sekolah umum atau SMA.
Kita perlu memaklumi bahwa pada awalnya, anak-anak yang bersekolah di sekolah umum, SMA mengorientasikan proses belajarnya pada upaya melan-jutkan belajar di tingkat lebih tinggi. Mereka menempuh proses belajar di sekolah umum sebab mereka berkeinginan untuk bersekolah lagi di tingkat yang lebih tinggi. Materi pelajaran yang diterima di SMA diharapkan dapat menjadi bekal mengikuti materi pelajaran selanjutnya di perguruan tinggi.
Tetapi, seringkali harapan tidak sama dengan kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan. Setiap harapan yang kita tanam di dalam hati tidak semuanya dapat dicapai menjadi kenyataan. Maka tidak heran jika banyak anak yang me-rasa gagal dan patah arang saat menyadari bahwa mereka tidak dapat melanjut-nya pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Entah karena gagal saat mengikuti ujian seleksi atau karena kondisi perekonomian keluarga yang tidak mendukung keinginan mereka. Mereka dihadapkan pada dilema yang sangat berat, yaitu sebagai penganggur ataukah melanjutkan pendidikan secara sembarangan?
Tentunya, jika mereka diminta untuk memilih, maka pilihan mereka adalah bekerja! Kegagalan yang mereka alami saat mendaftar menjadi maha-siswa atau kesadaran atas kondisi yang tidak memungkinkan bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan di jenjang lebih tinggi menjadi mereka patah arang! Mereka merasa percuma saja bersaing memperebutkan bangku kuliah. Oleh karena itulah, maka kebanyakan dari mereka banting stir untuk bekerja. Mereka memutuskan untuk terjun bekerja dengan dalih mencari dana untuk persiapan kuliah di waktu mendatang. Dan kenyataan tersebut sama sekali tidak terjadi!
Setelah mereka memasuki dunia kerja, maka selanjutnya mereka lupa atas niatan yang telah mereka ucapkan saat pertama memutuskan bekerja. Bahwa mereka bekerja sebagai batu loncatan untuk melanjutkan proses belajar di jen-jang lebih tinggi lagi. Tetapi, begitu sudah bekerja, maka mereka merasa nyaman dan tidak perlu lagi memikirkan belajar lebih lanjut. Lantas, apa hubungannya dengan SMK Pelatihan?
Selama ini, kita menemui kenyataan bahwa anak-anak lulusan SMA yang langsung terjun ke dunia kerja tidak mempunyai bekal yang memadai untuk bekerja sehingga harus ada kegiatan ekstra yang dilakukan oleh perusahaan atau secara pribadi. Tentunya hal tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar dan juga waktu tersendiri sehingga menyita waktu kerja. Disinilah pentingnya SMK Pelatihan bagi para lulusan SMA yang tidak berkesempatan melanjutkan belajar dan langsung terjun ke lapangan pekerjaan.

SMK Pelatihan Sebagai Sarana Peningkat Kualitas Kompetensi

Pelatihan merupakan satu program khusus yang diberikan dan diberlakukan kepada anak-anak yang kurang terampil dan bertujuan agar kualitas dan kuan-titas kompetensi anak meningkat. Dengan program ini, maka diharapkan dapat memberikan bekal yang aplikatif pada anak-anak sehingga dapat melaksanakan tanggungjawab dan kewajiban kerjanya.
Setiap orang berkeinginan agar mempunyai kemampuan yang memadai agar tidak kesulitan saat melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dengan kemampuan yang ada, maka setiap tugas dapat terlaksana sesuai program dan selanjutnya hal tersebut dapat meningkatkan kualitas kinerja serta mampu meningkatkan kualitas hasil kerja.
Khususnya bagi para lulusan SMA yang secara praktis tidak pernah dibekali dengan keterampilan praktis untuk bekerja. Anak-anak SMA hanya diberi berbagai teori pengetahuan yang dapat dijadikan bekal belajar selanjutnya dan bukan untuk bekerja. Program pembelajaran di SMA memang tidak diarah-kan pada persiapan anak untuk bekerja, melainkan agar anak siap menghadapi proses belajar lebih lanjut.
Untuk mengkondisikan hal tersebut, maka perlu adanya upaya memberi bekal khusus pada anak-anak lulusan SMA yang tidka berkesempatan melanjut-kan proses belajarnya. Para lulusan ini harus menempuh beberapa waktu untuk meningkatkan bekal keterampilan dirinya sebelum terjun ke lapangan pekerjaan. Mereka harus benar-benar siap sebelum terjun ke dunia kerja, siap pakai dengan keterampilan yang memadai untuk pekerjaan yang dipilihnya, kualitas standar kerja.
Dan, SMK Pelatihan merupakan solusi paling tepat untuk menjawab kondisi seperti ini. Dengan SMK Pelatihan, maka para lulusan SMA dapat mem-perdalam keterampilan khusus terkait dengan bidang kerja yang hendak digelutinya. Di SMK Pelatihan, secara khusus anak-anak diberikan program pelatihan yang lebih terarah pada kesiapan anak untuk bekerja. Tentunya dalam hal ini, program pembelajaran yang diberikan lebih banyak ditekankan pada pembekalan keterampilan, misalnya 85% : 15%. 85% untuk materi keterampilan dan 15% untuk materi teori terkait dengan ketarmpilan tersebut. Antara ketrampilan dan teori ini adalah materi yang sinergis dan simultan. Kita tidak perlu teori materi yang lain, selain teori keterampilan. Jadi dengan demikian, maka anak didik dapat menguasai kompetensi secara teoritis maupun secara praktisnya.
Pada proses pembelejaran yang dilaksnakaan di SMK Pelatihan, anak-anak secara intens menerima transfer of skill dan transfer of knowledge about skill secara maksimal. Setiap kali pertemuan pembelajaran, maka yang lebih banyak dilakukan adalah learning by doing. Anak-anak langsung melaksanakan pekerjaan sesuai dengan program yang dipilihnya. Sedikit bicara, banyak bekerja. Secara umum, orang teknik adalah orang-orang yang sedikit bicara tetapi banyak bekerja. Sebab, jika kita memerintah seorang teknisi, maka tidak usah kita beri gambaran begini dan begini, cukup berikan pada mereka gambar kerja, maka mereka segera bekerja. Begitulah slogan yang diterapkan di dalam SMK Pelatihan. Tentunya dengan komposisi program seperti ini, maka hasil proses pembelajaran lebih efektif sebab ada pembekalan keterampilan dan anak-anak peserta proses pelatihan sudah siap saat menyelesaikan proses pelatihannya.

Memberdayakan SMK yang Ada

Untuk melatih anak-anak lulusan SMA, maka sebenarnya dapat dilakukan dengan pemberdayakan SMK yang ada sesuai dengan program keahliannya. Anak-anak lulusan SMA yang ingin terjun ke dunia kerja harus mengikuti semacam program kesetaraan yang dilaksanakan di SMK terdekat dan sudah mempunyai kelayakan sarana untuk suatu proses pelatihan. Dengan demikian, maka eksistensi SMK menjadi semakin eksis.
Program pemberdayaan SMK sebagai tempat pelatihan diharapkan dapat menjadi ajang bagi para lulusan SMA yang ingin terjun ke dunia kerja. Dengan program ini, maka mereka dapat melaksanakan tugas dengan standar kerja yang diinginkan atau dilaksanakan di dunia kerja. Mereka sudah siap bekerja dengan bekal dari program kesetaraan ini.
Kita menyadari bahwa cukup banyak SMK yang layak dijadikan sebagai institusi penyelenggara kegiatan pelatihan bagi para lulusan SMA yang butuh peningkatan kualitas kompetensi dirinya. Sekolah-sekolah inilah yang ditunjuk secara dinas oleh institusi terkait, dalam hal ini Dinas Pendidikan untuk menangani program secara sinergis dan simultan di bawah koordinasi dan peng-awasan Dinas Pendidikan.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat luas yang mem-butuhkan peningkatan kualitas kompetensi dirinya. Tidak terbatas hanya para lulusan SMA yang fresh graduate, melainkan mereka yang memang membutuh-kan peningkatan kompetensi diri. Masyarakat yang butuh menambah keteram-pilan, sesuai dengan pekerjaan masing-masing. Sekolah melalui program bersama ini, memberikan pelayanan kepada masyarakat secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada anak-anak yang lulusann SMA, fresh graduate, melainkan masyarakat secara umum. Bahkan jika memunginkan, maka institusi sekolah dapat dijadikan sebagai tempat pelatihan bagi para karyawan pabrik atau dunia usaha lainnya untuk menambah keterampilan dan pengetahuan teori terkait dengan keterampilan yang dimilikinya.
Pemberdayaan SMK sebagai tempat pelatihan memungkinkan terjadinya peningkatan kualitas sekolah dan eksisitensi yang jelas atas tugas dan kewajiban dalam mempersiapkan SDM yang benar-benar mumpuni dalam dunia kerja. Hal ini dapat meringankan dan menguntungkan perusahaan. Dan, tentunya, jika hal ini terjadi, maka banyak perusahaan yang responsip terhadap program dan men-dukung sebagai program bersama.
Jika kita menganalisa dan mengevaluasi secara bebas, memang selama ini kita mengalami kerugian atas eksistensi SMK. Hal ini karena pengelolaan yang terlalu sempit, kurang luas. Artinya, yang kita lakukan selama ini sangatlah terbatas atas eksistensi SMK. SMK hanya kita manfaatkan sebagai pembelajaran reguler, sementara di masyarakat sangat banyak yang membutuhkan tambahan keterampilan terkait dengan tuntutan kompetensi pada pekerjaan.
SMK yang selama ini eksis hanyalah pada proses reguler, yaitu pembel-ajaran umumnya, sehingga sarana yang ada tidak dimanfaat secara maksimal. Artinya setelah jam-jam pembelajaran, maka sarana pembelajaran tidak diguna-kan lagi. Misalnya, proses pembelajaran dilaksanakan pagi hari, maka siang harinya mereka menganggur, tidak dipergunakan. Mengapa tidak dimanfaatkan secara maksimal sebagai pusat pengembangan keterampilan terpadu bagi masyarakat?
Dalam hal ini bukan berarti kita mengejar faktor finansial melainkan semata-mata untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mendapat-kan peningkatan kualitas kompetensi diri. Bagaimanapun kita harus meng-efektifkan segala yang kita miliki agar dapat berperan aktif dalam memper-siapkan anak-anak sebagai sumber daya manusia yang efektif. Hal ini terkait pada kenyataan bahwa aspek keterampilan merupakan aspek utama di dalam penentuan keberhasilan mendapatkan pekerjaan atau bekerja. Terutama pada era globalisasi dengan tuntutan orang yang selalau siap menghadapi setiap kondisi hidup dan persaingan tenaga kerja yang kian ketat dan tanpa kompromi.
SMK sebagai institusi dengan kesempatan dan kemampuan memadai untuk suatu proses pelatihan bagi masyarakat diharapkan dapat mengambil bagian pada upaya peningkatan kualitas kompetensi SDM sehingga tidak tersisih dari persaingan global. Bahkan dengan segala hal menjadi pemenang pada setiap persaingan yang ada.

Pembelajaran Kolaboratif

Jika kita berbuka hati dan mengevaluasi berbagai hal yang telah kita lakukan di dalam dunia pendidikan, proses pendidikan, maka setidaknya kita mengetahui bahwa di dalam hal ini, kita ada dua proses pendidikan, yaitu sekolah umum dan sekolah khusus, misalnya kejuruan.
Anak-anak yang belajar di sekolah umum mendapatkan proses yang berbeda dengan yang bersekolah di sekolah khusus, kejuruan. Hal ini merupa-kan hal khas yang membedakan antara pembelajaran umum dengan pembel-ajaran khusus, kejuruan. Akibatnya adalah anak-anak di sekolah kejuruan lebih siap dengan keterampilan dan anak-anak di sekolah umum lebih siap dengan pengetahuan. Dengan kondisi ini, maka orientasi setelah selesai masa belajarpun berbeda.
Untuk hal tersebut, maka perlu dilakukan kolaborasi proses pembelajaran antara SMU dan SMK. Kolaborasi ini sangat penting agar terjadi penyebaran kompetensi bagi anak didik. Walau sebenarnya hal ini tidak seharusnya dilaku-kan sebab tujuan masing-masing program pendidikan sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan antara SMU dan SMK. Program tersebut adalah SMU dipersiapkan untuk melanjutkan belajar dan SMK untuk bekerja. Jadi, sebenarnya program pendidikan di SMA dan SMK dipersiapkan untuk tujuan yang berbeda. Jika kemudian dibuka program kesempatan berkolaborasi, tentunya hal tersebut dapat mengaburkan, bahkan mementahan program yang sudah dibuat oleh para petinggi bidang pendidikan dan juga program yang sudah dibuat oleh orangtua. Tetapi ini adalah langkah pelayanan prima dari dunia pendidikan untuk masyarakat.
Sebenarnya program ini sudah dicanangkan sejak lebih kurang empat tahun yang lalu, dimana ada kerjasama antara SMU dengan SMK dalam hal proses belajarnya. Program ini memberikan kesempatan pada anak-anak untuk mengikuti proses pembelajaran secara silang. Artinya anak-anak SMA dapat saja mengikuti proses pembelajaran di SMK, khususnya pembelajaran praktik. Demikian juga halnya anak-anak SMK dapat mengikuti proses pembelajaran di SMA, khususnya mata pelajaran yang dirasakan kurang, misalnya matematika, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Dengan kolaborasi diharapkan anak-anak mendapatkan proses pembelajaran yang utuh.
Program pembelajaran kolaborasi dilakukan secara sistematis sehingga terjadi interaksi aktif dan simbiosis mutualisme antara SMA dan SMK. Dengan program ini, maka kedua pihak mendapatkan kesempatan yang sama untuk anak didiknya. Tentunya di dalam hal ini tidak seluruh siswa, melainkan dalam program ini jumlah anak didiknya tertentu atau hanya untuk mereka yang benar-benar mempunyai keinginan dan kebutuhan peningkatan keterampilan.
Hal lain yang didapatkan dalam program kolaborasi proses pembelajaran adalah terhapusnya persepsi yang selama ini menjadikan sekolah kejuruan sebagai sekolah kelas dua. Dengan program ini, maka tercipta kesetaraan antara SMK dengan SMA. Tidak ada lagi anggapan yang mengecilkan atau meng-anggap kecil eksistensi sekolah kejuruan. Maka terangkatlah pamor sekolah kejuruan sebagai sekolah yang benar-benar efektif di dalam mempersiapkan anak-anak yang siap bekerja sebab terjadi peningkatan kualitas kompetensi pada masing-masing anak yang mengikuti program pembelajaran di SMK.
Pada akhirnya, proses pembelajaran kolaboratif merupakan jembatan penghubung antara SMK dengan SMA yang memungkinkan terciptanya suatu link dengan tingkat kepedulian dan kebutuhan yang seimbang. Maka, anak SMA mendapatkan keterampilan dan anak SMK mendapatkan bekal pengetahuan yang memungkinkan dan memudahkan anak-anak untuk meraih program jangka panjang pasca pendidikan dan pembelajarannya. Proses pendidikan sudah seharusnya memberikan banyak aspek yang dapat mempermudah anak didik menghadapi kehidupannya, yaitu dengan keterampilan dan pengetahuan.

SMK Pelatihan sebagai Pusat Pengembangan Keterampilan Masyarakat

Dibentuknya program SMK Pelatihan merupakan upaya untuk memberikan pelayanan utuh pada masyarakat. Dengan SMK Pelatihan, maka setidaknya kita dapat memberikan pembekalan keterampilan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat berbasis sekolah. Program ini merupakan perwujudan dari manajemen berbasis sekolah (MBS) yang memberikan kesempatan pada sekolah berkreasi untuk mengelola proses pembelajaran yang dilaksanakannya.
Dengan upaya ini, maka sekolah mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan diri sesuai dengan visi dan misi yang sudah disusun bersama dengan komite sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian sekolah kepada masyarakat atau sebaliknya merupakan kondisi yang sudah seharusnya tercipta sebagai sebuah kondisi yang kondusif. Khususnya di dalam hal ini adalah pembelajaran keterampilan.
SMK adalah sekolah yang mengedepankan penanganan pada aspek kejuruan, entah tekonologi, bisnis manajemen atau kejuruan lainnya. Dengan aspek penanganan seperti ini, maka diharapkan lulusannya benar-benar mampu menghadapi hidup tanpa kesulitan. SMK adalah sekolah khusus sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakan juga mempunyai kekhususan juga. Dan, selan-jutnya kondisi ini sebenarnya tidak hanya terbatas pada pembelajaran reguler, yaitu pembelajaran untuk anak-anak didik semata, melainkan dapat juga diper-untukkan bagi masyarakat yang membutuhkan peningkatan kualitas kompeten-si diri.
Salah satu penerapan SMK sebagai pusat pengembangan keterampilan terpusat bagi masyarakat. Dengan posisi seperti ini, maka sekolah bagi masya-rakat menjadi pusat kegiatan kreatif dan produktif sehingga benar-benar dapat memfasilitasi kegiatan tersebut. Dengan sarana yang sudah dimiliki oleh sekolah, maka dapat menjadi pendukung kegiatan masyarakat ini.
Kondisi ini merupakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk meningkatkan kualitas kompetensi dirinya. Peningkatan kualitas diri ini dapat dicapai oleh masyarakat sebab dengan mengikuti program pelatihan yang dilakukan di SMK, maka masyarakat dapat memperoleh keterampilan. Bebe-rapa kegiatan keterampilan dapat dilaksanakan di sekolah dengan masyarakat sebagai pelakunya.
Sekolah bekerjasama dengan institusi terkait, misalnya dinas tenaga kerja dengan memberi kesempatan kepada sekolah untuk dijadikan sebagai tempat kegiatan persiapan keterampilan bagi masyarakat. Dinas tenaga kerja dapat bekerjasama dengan sekolah untuk melakukan program pelatihan bagi masya-rakat. Dengan demikian, maka masyarakat secara terbuka dapat mengembang-kan keterampilan. Jika memungkinkan, maka masyarakat dapat menggunakan sekolah sebagai sarana untuk mengembangkan produksi barang dengan me-manfaatkan sarana sekolah secara proporsional.
Dalam program ini, sekolah dijadikan pusat pengembangan keterampilan bagi masyarakat sehingga kesempatan masyarakat untuk ikut mengembangkan keterampilan diri berbasis sekolah benar-benar terlaksana dan mampu memberi-kan nilai tambah bagi masyarakatnya. Dengan program ini, maka community learning benar-benar menjadi sesuatu yang nyata.

SMK Pelatihan sebagai Embrio Pendidikan Kesetaraan SMK, Program Paket C

Sebagaimana yang selama ini kita alami dan telah kita pahami bersama bahwa ada kesenjangan antara sekolah dengan masyarakat. Kesenjangan ini terutama pada program-program pendidikan dan pembelajaran untuk anak-anak atau masyarakat dengan program pembelajaran di sekolah, khususnya mereka yang mengalami kegagalan di dalam proses pembelajaran secara formal. Anak-anak ataupun masyarakat yang gagal menempuh proses pembelajaran tetap mem-punyai semangat
Secara teknis pembentukan SMK pelatihan merupakan salah satu cara untuk dapat memberikan bekal keterampilan bagi masyarakat secara umum. Hal ini adalah bentuk kepedulian dari institusi sekolah kepada masyarakat sebagai induk kegiatan. Dan, jika program ini benar-benar dapat terlaksana, maka selan-jutnya kita dapat mengembangkannya sebagai program resmi bagi pengembang-an pendidikan.
Program pendidikan resmi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kesetaraan SMK. Dengan program ini, maka terbuka kesempatan bagi masya-rakat, khususnya mereka yang tidak mempunyai bekal keterampilan memadai bagi kebutuhan pekerjaan atau kehidupannya. Anak-anak yang mengalami kegagalan di dalam proses pembelajarannya, maka dapat mengambil program penyetaraan SMK, khususnya terkait dengan pengembangan tingkat keterampil-an aplikatif bagi pekerjaannya.
Program seperti ini seharusnya dapat menjadi satu gerakan bersama yang menjadi program strategis bagi institusi terkait. Jika hal ini dapat diwujudkan secara maksimal, sudah barang tentu anak-anak yang selama ini tenggelam dalam ketidakmampuan dalam keterampilan atau anak-anak drop out (DO) dapat memperoleh tambahan bekal bagi kehidupannya. Dengan demikian, maka masalah rendahnya taraf pendidikan anak-anak atau masyarakat dapat diatasi sebagai solusi rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Diakui atau tidak, selama ini masalah yang sering kita hadapi adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ada di lapangan pekerjaan di masyarakat. Maka tidak heran jika kemudian negeri besar ini lebih dikenal sebagai negeri pengekspor tenaga kerja kelas rendahan. Mereka berangkat dengan kualitas kompetensi yang pas-pasan bahkan di bawah standar kerja secara internasional, jangankan taraf internasional, taraf nasional saja masih rendah.
Oleh karena itulah, maka kita sangat membutuhkan SMK pelatihan yang secara luas dapat berposisi sebagai sarana untuk memprogram kesetaraan bagi masyarakat luas. Bagaimanapun hal ini sangat penting sebab pada kenyataannya masih banyak tenaga kerja atau kelompok usia tenaga kerja di negeri ini masih rendah kompetensinya. Apalagi mereka yang mengalami DO (dropout) dari pendidikannya.
Dengan mencanangkan program SMK Pelatihan sebagai sarana untuk penyetaraan pendidikan, khususnya yang berbasis SMK setingkat SLTA, Sekolah lanjutan tingkat atas, agar mereka mempunyai kelayakan didalam bersaing ketat saat melamar pekerjaan atau bekerja di bidangnya. Hal ini adalah untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan terhadap posisi tenaga kerja, me-ningkatkan nilai tawar bagi pekerja.
Seperti yang selama ini kita ketahui, anak-anak SMK yang mengalami kegagalan di dalam mengikuti ujian nasional ternyata harus mengikuti program kesetaraan untuk anak-anak SMA. Tentunya kondisi ini tidak sesuai dengan yang mereka harapkan sehingga yang mereka dapati adalah ijazah Paket C untuk kelompok SMA. Latar belakang pendidikan mereka SMK tetapi ijazah mereka Paket C untuk kelompok SMA. Sungguh sangat tidak sinkron sehingga bekal keterampilan selama tiga tahun yang mereka tempuh menjadi sia-sia. Artinya, jika mereka melamar pekerjaan berdasarkan kebutuhan perusahaan, tentunya yang mereka sodorkan ijazah Paket C kelompok SMA, dan tidak berbunyi SMK sebagaimana kebutuhan perusahaan.
Program SMK Pelatihan yang diarahkan sebagai embrio Penyetaraan SMK untuk Program Paket C memungkinkan pemegang ijazah dapat memper-saingkan ijazahnya dalam pekerjaan. Mereka dapat bersaing secara bebas ber-dasarkan latar belakang pendidikan, walaupun ijazah Paket C tetapi tetap kelompok SMK.

Dengan memperhatikan uraian yang ada, maka kita dapat memahami bahwa kita memang benar-benar membutuhkan SMK pelatihan agar terjadi peningkat-an kualitas sumber daya manusia. Masalah kualitas sumber daya manusia memang menjadi pekerjaan rumah yang belum juga terselesaikan. Berbagai cara ditempuh oleh pemerintah dan institusi terkait, tetapi belum juga menunjukkan keberhasilan. Dan, setelah kita memahami isi tulisan ini, maka setidaknya tumbuh di hati kita untuk ikut memperhatikan hal terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia di negeri ini.