Guru adalah sosok panutan yang dijadikan sebagai suri tauladan bagi masyarakat, khususnya anak didiknya, tentunya diharapkan mempunyai kompetensi khusus. Kompetensi khusus inilah yang menjadi bekal utama guru sebagai panutan anak didiknya. Oleh karena itulah, maka perlu adanya kesadaran semua pihak, khususnya para guru untuk memperhatikan dan meningkatkan kompetensi tersebut secara sistematis. Peningkatan kualitas kompetensi guru diperlukan sebab di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, guru masih memegang peranan sebagai sentral kegiatan.
Sebagai sentral kegiatan, tentunya diperlukan kemampuan unguru harus dapat menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran yang efektif. Setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh guru harus dapat mengkontribusi kebutuhan pendidikan anak-anak. Oleh karena itulah, maka seorang guru harus mempunyai kualifikasi dan kelayakan untuk melakukan proses pendidikan dan pembelajaran. Kualifikasi dan kelayakan guru ini sangat terkait dengan kemampuannya melakukan pembimbingan dan pendampingan proses. Disamping itu, kualifikasi dan kelayakan guru dapat menunjukkan eksistensinya sebagai tenaga professional kependidikan.
Guru harus mempunyai kemampuan menjalankan tugas dan kewajibannya secara maksimal. Pemerintah sangat menyadari tuntutan tersebut sehingga secara sistematis para guru harus mengikuti proses sertifikasi untuk mengetahui tingkat kelayakannya. Sertifikasi ini dilakukan dengan berbagai cara, yaitu portofolio dan pendidikan dan pelatihan (diklat). Dengan cara ini, maka setidaknya dapat diketahui guru-guru yang layak dan belum layak menjadi tenaga professional pendidikan. Proses sertifikasi ini dilakukan untuk seluruh guru pada setiap tingkatan satuan pendidikan.
Sebenarnya, selain untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru, proses sertifikasi juga diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup guru secara ekonomi. Hal ini karena dengan proses sertifikasi, maka guru dapat menerima kompensasi kelayakan sebesar gaji bulannya. Guru yang sudah dinyatakan lulus proses sertifikasi, mereka menerima gaji tambahan yang besarnya sangat menggiurkan. Oleh karena itulah banyak guru yang berusaha untuk dapat mengikuti proses sertifikasi. Berbagai upaya dilakukan agar proses sertifikasi yang diikutinya dapat lulus, terutama lulus secara portofolio. Portofolio artinya berkas-berkas yang disusun dan dibuat sebagai wujud kegiatan yang sudah dilakukan selama menjalan-kan tugas profesinya. Berkas ini mulai dari kelengkapan pembelajaran, berbagai sertifikat kegiatan ilmiah, berbagai karya tulis pengembangan profesi, kemampuan sosial, berbagai penghargaan yang didapat dari kegiatan ilmiah selama kurun waktu pelaksanaan kegiatan pendidikan.
Dan, pada saat proses penyusunan portofolio inilah yang selanjutnya seringkali terjadi penyimpangan dan perbuatan-perbuatan tidak terpuji oleh oknum guru. Tentunya hal seperti ini tidak boleh terjadi sebab proses sertifikassi dilakukan untuk melakukan seleksi ketat terhadap guru-guru yang memang berkualitas. Jika ternyata guru yang dinyatakan lulus dan pada akhirnya menerima kompensasi, tunjangan ternyata telah melakukan hal tidak terpuji, tentunya tujuan sertifikasi tidak tercapai, justru hal tersebut menjadi pencorengan muka dunia pendidikan. Ketidakjujuran dalam proses penyusunan berkas portofolio mencerminkan sifat guru secara keseluruhan.
Oleh karena itulah, maka perlu kesadaran bersama, terutama pada guru yang mengikuti proses sertifikasi dan berharap lulus sehingga mendapatkan tambahan penghasilan dari dana kompensasi kelayakan profesi ini. Bahwa kompensasi yang diterima oleh guru bukanlah tujuan utama program sertifikasi, sebab tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas dan mengetahui kelayakan guru pada tugas profesinya. Tetapi, yang terjadi adalah pembiasan, bahkan penyimpangan tujuan yang lebih ditekankan pada upaya mendapatkan tunjangan sertifikasi, sementara kualitas diri sama sekali tidak ada peningkatan yang signifikan.
Penyimpangan pada saat awal proses sertifikasi memang, diakui atau tidak sangat banyak terjadi di dkalangan guru. Ada banyak oknum guru yang ternyata rela melakukan berbagai hal agar berkasnya sesuai dengan kebutuhan lulus proses sertifikasi jalur portofolio. Berbagai sertifikat yang sebenarnya tidak pernah diikuti kegiatannya, dimasukkan ke dalam berkas. Beberapa karya tulis diakui sebagai karya tulisnya, walaupun jelas-jelas bukan hasil tulisnya. Dan, masih banyak lagi hal lain yang dilakukan oleh beberapa oknum guru hanya agar mereka lulus sertifikasi jalur portofolio. Dan, dengan cara-cara seperti ini, ternyata hasilnya sangat menggembirakan. Berkas portofolio sertifikasinya dinyatakan lulus dan tidak perlu mengikuti proses pendidikan dan latihan. Bagi mereka mengikuti proses pendidikan dan latihan (diklat) adalah sesuatu yang memalukan. Dan, lulus sertifikasi jalur portofolio sangatlah membanggakan, walaupun semua berkas yang disusun dalam portofolio tersebut adalah rekayasa semata.
Apalah jadinya dunia pendidikan di negeri ini jika ternyata untuk mengikuti proses sertifikasi ternyata banyak oknum guru yang merekayasa data portofolio agar lulus penilaian portofolio? Dimanakah rasa tanggungjawab terhadap profesi guru yang terhormat? Dan, satu lagi, apa gunanya sertifikasi jika ternyata para guru yang sudah lulus selanjutnya merasa nyaman dan tidak berupaya meningkatkan kemampuan dirinya lagi. Mereka merasa nyaman sebab telah mendapatkan tunjangan sertifikasi dan mengabaikan konsekuensi logis dari tunjangan tersebut. Sangat banyak teman guru yang justru melempem setelah dinyatakan lulus sertifikasi dan menerima tunjangan yang sangat besar itu! Berarti program pemerintah sia-sia, tidak mencapai tujuan utamanya, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan. Atau memang tujuan sertifikasi hanya untuk meningkatkan kesejahteraan guru semata. Tapi kalau seperti itu, mengapa harus repot-repot proses pemberkasan atau pendidikan dan pelatihan yang jelas-jelas membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.
Jika hal seperti ini dibiarkan terus, maka kualitas proses dan hasil pendidikan di negeri ini tidak bakalan mampu mencapai efektivitas tinggi menuju kualitas terbaik. Bahkan dunia pendidikan semakin terpuruk sebab sumber daya manusianya yang tidak jujur, melakukan kecurangan hanya untuk memenuhi hasrat diri pribadi. Sertifikasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru melalui ujia kelayakan profesi ternyata dimanipulasi dengan data yang aspal (asli tapi palsu) sehingga mereka yang lulus proses sertifikasi sebenarnya tidak mempunyai kompetensi yang layak sebagai pendidik, guru. Bagaimana layak jika ternyata beras portofolio saja harus merekayasa sekedar untuk memenuhi tuntutan nilai minimal untuk lulus.
Oleh karena itulah, kita perlu mengembalikan persepsi dan jalur pemikiran kita atas program sertifikasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Sertifikasi bukan sekedar agar mendapatkan tunjangan profesi melainkan merupakan tambahan tanggungjawab yang harus dilakukan untuk peningkatan kualitas pendidikan di negeri ini. Dan, sebagai guru, sudah seharusnya kita mempunyai kelayakan profesi dengan menyesuaikan kualifikasi pendidikan, melakukan segala kegiatan sendiri secara sistematis dan terekam dalam berkas-berkasnya. Kejujuran adalah satu aspek penting bagi seorang guru.
Sudah cukup banyak kecurangan yang terjadi selama proses sertifikasi dilaksanakan di negeri ini. Walau baru empat tahun, yaitu sejak 2006, proses sertifikasi dilakukan di seluruh negeri dengan alokasi peserta yang sedemikian banyak, mulai dari guru tingkatan Taman kanak kanak hingga guru sekolah lanjutan atas. Sudah sangat banyak guru yang dinyatakan lulus proses sertifikasi, penilaian kelayakan menyandang guru sebagai profesi. Mereka dinyatakan layak sebagai guru, baik yang dinyatakan lulus melalui jalur portofolio maupun dari pendidikan dan pelatihan (diklat). Mereka mendapatkan sertifikat sebagai tenaga professional, pendidikan dengan kompensasi mendapatkan tunjangan pendapatan satu bulan gaji pokok untuk pegawai setingkat pendidikan dan masa jabatan, pengabdiannya. Dan, hal tersebut menyebabkan penghasilan guru berlipat ganda.
Dan, selanjutnya mereka yang dinyatakan lulus proses sertifikasi dengan sangat berbunga hati, wajah sumringah menyampaikan kepada teman-temannya bahwa mereka sudah tidak perlu lagi ngoyo dalam bekerja. Mereka sudah tidak perlu bersusah payah dalam bekerja sebab gaji mereka sudah berlipat ganda karena tunjangan sertifikat professional yang mereka dapatkan. Mereka menjadi guru guru yang bersikap santai dalam melaksanakan pekerjaan. Kinerja mereka tetap sebagaimana sebelum dinyatakan lulus proses sertifikasi, bahkan tidak jarang yang justru bertambah rendah kinerjanya sebab merasa sudah mendapatkan gaji yang tinggi bagi kehidupannya.
Cukup banyak guru yang merasa nyaman saat dinyatakan lulus proses sertifikasi dan mendapatkan tunjangan sebagai kompensasinya. Mereka merasa nyaman sebab gaji yang mereka terima setiap bulannya sudah meningkat sekian kali lipat. Mereka tidak lagi kesulitan masalah ekonomi sebab gaji yang mereka dapatkan sudah mampu memberikan kemudahan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Padahal, seharusnya saat seorang guru dinyatakan lulus proses sertifikasinya, maka tugas selanjutnya harus diselesaikan untuk peningkatan kualitas hasil proses pendidikan di negeri ini. Jika ternyata mereka merasa nyaman dan tidak melakukan proses peningkatan kualitas dirinya untuk mendukung proses kerjanya, maka program sertifikasi ini hanya menjadiapi bagi para laron semata.
Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian naskah buku sehingga menjadi buku yang anda baca ini. Bahwa semua yang penulis sampaikan merupakan upaya untuk meluruskan kembali program kegiatan dunia pendidikan untuk peningkatan kualitas proses dan hasil proses. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada penerbit yang telah memberikan kesempatan terbitnya konsep buku menjadi buku ini. Semoga semuanya bermanfaat bagi kita. Amin.