Rabu, 31 Desember 2008

Menciptakan Jembatan Kecerdasan

Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Bahwa kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan baik formal maupun nonformal adalah untuk melakukan prubahan signifikan pada tingkat kecerdasan yang dimiliki oleh anak bangsa. Hal ini terkait pada kenyataan bahwa anak bangsa ini masih memiliki tingkat kecerdasan yang rendah disbanding anak bangsa lainnya, negara tetangga atau negara lainnya, sehingga perlu dilakukan peningkatan melalui kegiatan belajar, pendidikan dan pembelajaran.
Setiap generasi mempunyai tingkat kemampuan intelektual yang berbeda. Hal terkait dengan konsumsi asupan yang tentunya sangat berbeda antara generasi dahulu dengan generasi sekarang. Generasi dahulu keter-sediaan asupan sangatlah kurang sehingga anak-anak selalu kekurangan untuk kebutuhan makanannya. Bahkan tidak sedikit yang mengalami kekurangan gizi sehingga secara langsung menyebabkan kelambatan pola berpikir ataupun responsibiltas terhadap setiap kondisi di dalam kehidupan-nya.
Anak sekarang mempunyai tingkat kemampuan untuk merespon kondisi kehidupan secara baik, lebih baik dari generasi terdahulu. Setiap perubahan pola kehidupan, maka mereka secara cepat melakukan adaptasi dan segera dapat melaksanakan apa yang dituntut dalam pola kehidupan yang baru tersebut. Pola makan dan kondisi perkembangan dalam kehidupan benar-benar telah memberikan fasilitasi yang utuh bagi anak-anak sehingga mempunyai kesempatan luas dalam peningkatan kemampuan dirinya.
Seharusnya kondisi anak-anak sekarang merupakan generasi yang serba bisa dan mempunyai kemampuan yang ideal sebab segala kebutuhan hidup terpenuhi dan tidak pernah mengalami kesulitan berarti dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Dengan kondisi seperti ini, maka seharusnya perkembangan kejiwaan anak lebih stabil dan konsisten dengan tingkat penguasaan konsep hidupnya. Maka, jika kita memperhatikan kondisi yang ada di kehidupan, maka kita perlu bertanya di dalam hati, siapa sebenarnya yang telah salah terap dalam proses pendidikan dan pembelajaran di negeri ini?!
Segala sarana penunjang proses pendidikan dan pembelajaran sudah tersedia secara lengkap dan anak didik hanya perlu berkonsentrasi pada kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Anak tidak perlu memikirkan masalah makanan, uang saku, atau buku keperluan belajar sebab semua itu sudah tersedia. Orangtua sudah menyediakan semua kebutuhan anak secara lengkap, dan anak tinggal menjalankan tugas dan kewajibannya dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Kalau pada jaman yang dialami oleh penulis, maka sungguh sangat berlainan. Saat itu, bersekolah dengan sarapan sambal jelantah bawang merah dengan lauk tunonan (bakaran) ikan asin atau kelothok. Wah nikmat dan selama seharian sudah cukup, sehingga tidak memerlukan uang saku lagi. Kalau tetap mengalami lapar saat berada di sekolah, maka beramai-ramai dengan teman-teman ke sawah yang ada di seberang lapangan sepakbola. Di sana kami mencari somban, tunas ubi rambat yang tersisa saat dipanen pemilik-nya. Atau mencari buah-buahan di makam desa. Wah, pokoknya serba alami.
Dan, repotnya, yang sering terjadi adalah kami jarang sarapan pagi sehingga setiap puul sembilan, perut kami sudah kemerucuk dan berkoar-koar minta diisi dengan segera. Kalau sudah seperti itu, maka sasaran kami ya ubi di sawah atau buah-buahan di makam desa. Kadang, kami meng-katapel burung dan membakarnya serta memakannya saat sudah masak. Begitulah yang kami lakukan pada saat tersebut sehingga secara jelas hal tersebut sangat mengurangi tingkat konsentrasi belajar kami. Kondisi tersebut secara signifikan menyebabkan rendahnya kemampuan kami. Tetapi, kami sangat serius melaksanakan tugas dan kewajiban belajar sehing-ga dengan keuletan dan keseriusan kami tersebut, maka semua materi pelajaran dapat kami terima dan pahami, walau agak lambat juga.
Keuletan kami dan keseriusan kami tersebut didasari oleh sikap untuk memperbaiki kondisi kehidupan yang selama ini terasa begitu berat. Kami merasa benar-benar membutuhkan perubahan pola kehidupan yang selama ini sangat menyiksa diri kami. Kehidupan yang serba kekurangan dan kemampuan diri yang tidak juga meningkat sehingga banyak saudara kami yang terpaksa harus ikut terjun ke sawah membantu orangtua atau preman pada tetangga yang sawahnya luas. Tidak jarang, teman kami yang mrothol, tidak melanjutkan sekolah karena biaya yang sudah tidak ada atau tenaganya sangat dibutuhkan untuk ikut menopang tiang kebutuhan hidup keluarga-nya. Jika mereka tetap bersekolah, maka kebutuhan makan bakal tidak terpenuhi. Mereka dapat kelaparan karenanya.
Kondisi kehidupan di saat tersebut memang sangat sulit dan memaksa kita untuk ikut serta memikirkan langkah agar dapat keluar dari masalah keluarga. Jadi, kami tidak hanya memikirkan masalah sekolah, materi pelajaran yang terasa sangat sulit, belum lagi guru-gurunya yang sangat galak, killer! Kesalahan sedikit dalam menjawab pertanyaan, maka penggaris atau telapak tangan pasti mampir ke pipi atau punggung. Tetapi semua itu menjadikan kami disiplin, walau pertama-tama membuat kami ketakutan. Mungkin, memang untuk mendisiplinkan, maka kita perlu menciptakan rasa ketakutan terlebih dahulu!
Dan, jika hasil proses pendidikan dengan metode seperti itu kita telaah, maka kita mengetahui bahwa banyak sekali anak yang berhasildalam kehidupanya. Mereka rata-rata mempunyai tingkat kecerdasan tinggi sehing-ga selalu mampu menghadapi setiap kondisi yang tersaji dalam kehidupan-nya. Anak-anak dahulu lebih siap menghadapi setiap kondisi kehidupan jika dibandingkan anak-anak sekarang.
Pada sisi lainya, anak-anak dahulu mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak sekarang. Mereka menghadapi hidup dengan memanfaatkan kecerdasan yang ada di dalam dirinya. Maka tidak heran jika anak-anak dahulu banyak yang berhasil dalam hidupnya. Mereka tidak gampang menyerah saat menghadapi masalah kehidupan. Tiap masalah dihadapi dengan kecerdasan yang berbeda dan berhasil.
Kenyataan adanya perbedaan tingkat kecerdasan menjadikan guru harus mampu menciptakan penghubung yang efektif antar generasi sehingga terjadi sharing atau bahkan transfer kecerdasan di antara kedua generasi. Konsep take and give menjadi harapan untuk dapat diterapkan maksimal agar interaksi antar generasi tidak hanya secara sosial melainkan juga secara intelektual. Hal ini terkonsep berdasarkan asumsi bahwa dimana dan dengan siapa kita bergaul, akan mencerminkan siapa kita. Untuk mengetahui sikap dan sifat seseorang secara mudah dapat kita ketahui berdasarkan siapa teman-temannya dan dimana mereka berinteraksi.
Perbedaan tingkat kecerdasan inilah yang selanjutnya dijadikan sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembimbingan dan pendampingan proses pendidikan dan pembelajaran sebab dengan adanya perbedaan tersebut, maka pengaliran pengetahuan dan keterampilan secara alami dapat terciptakan. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa aliran dapat tercipta jika terdapat perbedaan tingkat satu terhadap yang satunya. Demikian juga yang terjadi dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Guru sebagai perwakilan generasi tua mempunyai kemampuan atau tingkat kecerdasaan lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kecerdasan generasi sekarang, anak didik, sehingga mempunyai kewajiban untuk men-jembatani kondisi sehingga anak-anakpun mempunyai tingkat kecerdasan maksimal. Jembatan penghubung inilah yang secara aktif menciptakan ber-bagai kesempatan kepada anak untuk memanfaatkan kondisi, sarana pra-sarana dan kesempatan yang terbuka sehingga mampu meningkatkan ke-cerdasannya.
Bagaimanapun, kecerdasan itu suatu kondisi dan dapat kita kondisi-kan. Proses pengkondisian dapat kita lakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Dengan mengikuti proses ini, maka terjadi perubahan kondisi secara keseluruhan, termasuk dalam hal ini adalah tingkat kecerdasan. Kecerdasan itu berpusat pada otak dan otak itu bagaikan pisau. Semakin sering diasah, maka semakin tajam. Pisau setumpul apapun, jika setiap saat kita asah secara benar dan telaten, maka akhirnya menjadi pisau yang tajam. Tetapi, setajam apapun pisau yang kita miliki tetapi jika tidak pernah kita asah, maka pada akhirnya menjadi tumpul, majal. Tidak berguna sama sekali.
Begitu juga halnya dengan otak kita, meskipun tumpul, jika setiap saat kita asah dengan belajar, maka semakin lama semakin tajam dan mampu menyelesaikan setiap masalah dengan baik dan cepat. Untuk itu, maka peranan guru sebagai penghubung sangat penting sehingga proses peng-asahan kecerdasan dapat dilaksanakan secara efektif.
Guru harus benar-benar dapat memosisikan diri sebagai penghubung antar generasi ini sehingga perbedaan yang ada dapat dijadikan sebagai sumber tenaga untuk melakukan transfer pengetahuan, pola hidup dan keterampilan. Bagaimanapun guru tetap menjadi bagian terpenting di dalam proses transfer dan interaksi antar generasi sehingga di dalam pola kehidup-an tercipta sebuah jembatan emas yang menghubungkan generasi tua dengan generasi muda, yang selanjutnya menciptakan generasi cerdas.
Jembatan emas yang dimaksudkan di dalam hal ini merupakan wujud kepedulian generasi tua kepada generasi muda sehingga tidak terjadi gap. Gap yang timbul di dalam interaksi antar generasi selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi terhadap kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Hal ini sangat berbahaya terhadap eksistensi dan follow up dari proses pertumbuhan dan penumbuhan generasi bangsa yang siap menghadapi kondisi kehidupan.
Generasi emas didapatkan dari sebuah jembatan emas antara generasi berkualitas dengan generasi biasa, apalagi jika memang antar generasi emas. Tetapi, semua memang membutuhkan kerja keras dari semua pihak sehingga segala program dapat diwujudkan secara nyata. Kita harus saling membantu dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap persoalan yang tumbuh di dalam dunia pendidikan.
Guru sebagai wakil dari generasi tua yang mempunyai kualitas diri melebihi orang lain mempunyai kewajiban untuk membangun jembatan emas yang menghubungkannya dengan anak didik. Hubungan inilah yang diharapkan sebagai sarana untuk memperbaiki kualitas generasi secara berkesinambungan. Artinya, setiap mereka yang mempunyai kemampuan atau kualitas lebih sudah seharusnya memberikan atau membimbing generasi yang kurang.
Sharing pengetahuan dan keterampilan menjadi salah satu cara meng-alirkan kemampuan diri. Guru sebagai narasumber dan anak didik sebagai pemanfaatnya. Dengan cara seperti ini, maka proses pendidikan dan pembel-ajaran merupakan sebuah jalur jalan tol, bebas hambatan. Guru mempunyai keleluasaan dalam mengalirkan ilmunya dan anak didik dengan segala kele-luasaan tersebut dapat menampung menjadi kecerdasan dirinya.
Memang, tugas dan kewajiban guru di dalam proses pendidikan dan pembelajaran sangatlah kompleks. Berbagai tugas dan kewajiban harus di-selesaikan dalam waktu yang sudah diprogramkan. Jika ternyata belum selesai, maka secara sistematis harus melakukan terobosan sehingga penyebab kegagalan dapat dianulir. Dan, jembatan penghubung merupakan satu-satunya langkah konkrit untuk menghubungkan tugas dan kewajiban yang diembannya terhadap anak didik. Jembatan penghubung ini sekaligus untuk memberikan gambaran dan dorongan kepada anak didik untuk menyadari bahwa belajar dan menempuh pendidikan merupakan jembatan menuju kesuksesan hidup di masa mendatang.
Ya. Guru menciptakan jembatan penghubung yang dapat menyadar-kan anak didik tentang tugas dan tanggungjawabnya dalam pen-didikan dan pembelajaran. itulah hal terpenting yangharus dibangkitkan dari dalam diri anak didik sehingga proses pendidikan dan pembelajaran sebenarnya merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditunda apalagi diabaikan begitu saja. Bahwa proses pendidikan dan pembelajaran embutuhkan keseriusan tinggi agar dapat berhasil di akhir proses.

Tidak ada komentar: