Selama ini fenomena yang berkembang di masyarakat adalah semakin beratnya biaya pendidikan yang harus ditanggung orangtua. Walaupun sudah banyak program yang dicanangkan pemerintah untuk menangulangi kondisi tersebut. Program program tersebut memang diarahkan untuk memberikan kesempatan kepada semua lapisan masyarakat agar semakin ringan dalam mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran.
terkait dengan semua program yang sudah dicanangkan oleh pemerintah, maka setidaknya satu hal yang perlu kita garisbawahi dalam hal ini, yaitu:
a. Pemerintah mengalokasikan dana pendidikan untuk seluruh lapisan masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.
b. Pemerintah berharap semua anak usia sekolah memperoleh kesempatan mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan tingkatannya
c. Masyarakat menyadari bahwa pendidikan itu sangat penting dan harus diikuti semua anak usia sekolah
d. Anak didik harus menyadari bahwa mereka diberi keleluasaan dalam mengikuti proses pendidikan sehingga harus mengkondisikan dirinya agar tidak tertinggal dalam penguasaan pengetahuan maupun keterampilan aplikatif
Dengan program pendidikan dan pembelajaran yang dicanangkan pemerintah ini, maka setidaknya jelas bahwa pendidikan diharapkan dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat dengan ringan.
Semoga kondisi ini benar-benar dapat terbukti dan peningkatan kualitas sumber daya manusia benar benar merata untuk setiap lapisan masyarakat
Pendidikan manusia seutuhnya memungkinkan terciptanya manusia-manusia berimbang. Obor pendidikan berusaha menjembatani dan memberikan penerangan dan penghangatan dunia pendidikan
Jumat, 17 Desember 2010
Kamis, 04 November 2010
Perjalanan Masih Panjang
Rasanya hidup ini masihlah sangat panjang. Ujung dunia masih belum terlihat puncaknya, apalagi dasarnya. Maka, teruslah belajar sebab belajar dilakukan sepanjang hayat. Jangan pernah takut dalam belajar sebab rasa takut itu adalah racun.
Jangan pernah sertakan racun dalam proses belajar kita.
perjalanan masih panjang
jangan berhenti hanya karena adanya sebuah tembok
berupayalah terus
sebab dibalik tembok tersebut
ada sebuah kehidupan yang nyaman untuk masa depan kita
Jangan pernah sertakan racun dalam proses belajar kita.
perjalanan masih panjang
jangan berhenti hanya karena adanya sebuah tembok
berupayalah terus
sebab dibalik tembok tersebut
ada sebuah kehidupan yang nyaman untuk masa depan kita
Kamis, 15 Juli 2010
Persiapan Tahun Pelajaran Baru 2010 - 2011
Tahun pelajaran baru telah datang. Semua personil mulai mempersiapkan diri untuk melaksanakan tugas profesi masing-maisng. Sebagai Guru memang harus mempersiapkan segala hal terkait dengan proses pembelajaran agar berhasil dan anak anak mendapatkan jatah pelajaran yang proporsional.
Semoga tahun pelajaran ini dapat berlangsung sebaik-baiknya dan berhaisl membawa keberhasilan bagi dunia pendidikan. Amin
Semoga tahun pelajaran ini dapat berlangsung sebaik-baiknya dan berhaisl membawa keberhasilan bagi dunia pendidikan. Amin
Senin, 12 Juli 2010
Persiapan Tahun Pelajaran Baru 2010 / 2011
Syukur alhamdulillah,
Mulai minggu ini, pekerjaan sudah mulai mendatangi dan siap dilaksanakan. Semoga semua rencana dapat terlaksana sebaik-baiknya dan mendatangkan keberhasilan. Amin..
Mulai minggu ini, pekerjaan sudah mulai mendatangi dan siap dilaksanakan. Semoga semua rencana dapat terlaksana sebaik-baiknya dan mendatangkan keberhasilan. Amin..
Minggu, 11 Juli 2010
Buku Orang Miskin Harus Sekolah
Setelah menunggu sekian waktu, kemarin penulis sempat menjenguk toko BUku Salemba di Kota Mojokerto, dan ternyata Buku Orang Miskin Harus Sekolah sudah ada di toko tersebut dan dibandrol Rp. 33.000,00. Teman-teman yang membutuhkan dapat menuju ke toko tersebut.
Kamis, 10 Juni 2010
Orang Miskin Harus Sekolah
adalah sebuah kenyataan bahwa semua orang berhak dan wajib mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran di negeri ini.JIka ada salahs atu anak usia sekolah ternyata terganjal dan tidak dapat mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran, seharusnya kita semua memberikan perhatian kepada mereka. Oleh karena itulah Buku Orang Miskin Harus Sekolah ditulis untuk mengingatkan kita....
Minggu, 23 Mei 2010
Pendidikan adalah transformasi
Pendidikan diarahkan untuk melakukan perubahan pada peserta didik. Oleh karena itulah maka setiap yang terlibat dalam proses tersebut harus benar-benar dapat menjalankan tugasnya sebaik-baiknya.
Pendidikan itu transformatif. Jadi bersiaplah untuk mengalami perubahan jika kita mengikuti proses pendidikan. Tentunya dalam hal ini yang kita maksudkan adalah perubahan positif!!
Pendidikan itu transformatif. Jadi bersiaplah untuk mengalami perubahan jika kita mengikuti proses pendidikan. Tentunya dalam hal ini yang kita maksudkan adalah perubahan positif!!
Senin, 26 April 2010
Guru dan Sertifikasi Guru
Guru adalah sosok panutan yang dijadikan sebagai suri tauladan bagi masyarakat, khususnya anak didiknya, tentunya diharapkan mempunyai kompetensi khusus. Kompetensi khusus inilah yang menjadi bekal utama guru sebagai panutan anak didiknya. Oleh karena itulah, maka perlu adanya kesadaran semua pihak, khususnya para guru untuk memperhatikan dan meningkatkan kompetensi tersebut secara sistematis. Peningkatan kualitas kompetensi guru diperlukan sebab di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, guru masih memegang peranan sebagai sentral kegiatan.
Sebagai sentral kegiatan, tentunya diperlukan kemampuan unguru harus dapat menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran yang efektif. Setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh guru harus dapat mengkontribusi kebutuhan pendidikan anak-anak. Oleh karena itulah, maka seorang guru harus mempunyai kualifikasi dan kelayakan untuk melakukan proses pendidikan dan pembelajaran. Kualifikasi dan kelayakan guru ini sangat terkait dengan kemampuannya melakukan pembimbingan dan pendampingan proses. Disamping itu, kualifikasi dan kelayakan guru dapat menunjukkan eksistensinya sebagai tenaga professional kependidikan.
Guru harus mempunyai kemampuan menjalankan tugas dan kewajibannya secara maksimal. Pemerintah sangat menyadari tuntutan tersebut sehingga secara sistematis para guru harus mengikuti proses sertifikasi untuk mengetahui tingkat kelayakannya. Sertifikasi ini dilakukan dengan berbagai cara, yaitu portofolio dan pendidikan dan pelatihan (diklat). Dengan cara ini, maka setidaknya dapat diketahui guru-guru yang layak dan belum layak menjadi tenaga professional pendidikan. Proses sertifikasi ini dilakukan untuk seluruh guru pada setiap tingkatan satuan pendidikan.
Sebenarnya, selain untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru, proses sertifikasi juga diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup guru secara ekonomi. Hal ini karena dengan proses sertifikasi, maka guru dapat menerima kompensasi kelayakan sebesar gaji bulannya. Guru yang sudah dinyatakan lulus proses sertifikasi, mereka menerima gaji tambahan yang besarnya sangat menggiurkan. Oleh karena itulah banyak guru yang berusaha untuk dapat mengikuti proses sertifikasi. Berbagai upaya dilakukan agar proses sertifikasi yang diikutinya dapat lulus, terutama lulus secara portofolio. Portofolio artinya berkas-berkas yang disusun dan dibuat sebagai wujud kegiatan yang sudah dilakukan selama menjalan-kan tugas profesinya. Berkas ini mulai dari kelengkapan pembelajaran, berbagai sertifikat kegiatan ilmiah, berbagai karya tulis pengembangan profesi, kemampuan sosial, berbagai penghargaan yang didapat dari kegiatan ilmiah selama kurun waktu pelaksanaan kegiatan pendidikan.
Dan, pada saat proses penyusunan portofolio inilah yang selanjutnya seringkali terjadi penyimpangan dan perbuatan-perbuatan tidak terpuji oleh oknum guru. Tentunya hal seperti ini tidak boleh terjadi sebab proses sertifikassi dilakukan untuk melakukan seleksi ketat terhadap guru-guru yang memang berkualitas. Jika ternyata guru yang dinyatakan lulus dan pada akhirnya menerima kompensasi, tunjangan ternyata telah melakukan hal tidak terpuji, tentunya tujuan sertifikasi tidak tercapai, justru hal tersebut menjadi pencorengan muka dunia pendidikan. Ketidakjujuran dalam proses penyusunan berkas portofolio mencerminkan sifat guru secara keseluruhan.
Oleh karena itulah, maka perlu kesadaran bersama, terutama pada guru yang mengikuti proses sertifikasi dan berharap lulus sehingga mendapatkan tambahan penghasilan dari dana kompensasi kelayakan profesi ini. Bahwa kompensasi yang diterima oleh guru bukanlah tujuan utama program sertifikasi, sebab tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas dan mengetahui kelayakan guru pada tugas profesinya. Tetapi, yang terjadi adalah pembiasan, bahkan penyimpangan tujuan yang lebih ditekankan pada upaya mendapatkan tunjangan sertifikasi, sementara kualitas diri sama sekali tidak ada peningkatan yang signifikan.
Penyimpangan pada saat awal proses sertifikasi memang, diakui atau tidak sangat banyak terjadi di dkalangan guru. Ada banyak oknum guru yang ternyata rela melakukan berbagai hal agar berkasnya sesuai dengan kebutuhan lulus proses sertifikasi jalur portofolio. Berbagai sertifikat yang sebenarnya tidak pernah diikuti kegiatannya, dimasukkan ke dalam berkas. Beberapa karya tulis diakui sebagai karya tulisnya, walaupun jelas-jelas bukan hasil tulisnya. Dan, masih banyak lagi hal lain yang dilakukan oleh beberapa oknum guru hanya agar mereka lulus sertifikasi jalur portofolio. Dan, dengan cara-cara seperti ini, ternyata hasilnya sangat menggembirakan. Berkas portofolio sertifikasinya dinyatakan lulus dan tidak perlu mengikuti proses pendidikan dan latihan. Bagi mereka mengikuti proses pendidikan dan latihan (diklat) adalah sesuatu yang memalukan. Dan, lulus sertifikasi jalur portofolio sangatlah membanggakan, walaupun semua berkas yang disusun dalam portofolio tersebut adalah rekayasa semata.
Apalah jadinya dunia pendidikan di negeri ini jika ternyata untuk mengikuti proses sertifikasi ternyata banyak oknum guru yang merekayasa data portofolio agar lulus penilaian portofolio? Dimanakah rasa tanggungjawab terhadap profesi guru yang terhormat? Dan, satu lagi, apa gunanya sertifikasi jika ternyata para guru yang sudah lulus selanjutnya merasa nyaman dan tidak berupaya meningkatkan kemampuan dirinya lagi. Mereka merasa nyaman sebab telah mendapatkan tunjangan sertifikasi dan mengabaikan konsekuensi logis dari tunjangan tersebut. Sangat banyak teman guru yang justru melempem setelah dinyatakan lulus sertifikasi dan menerima tunjangan yang sangat besar itu! Berarti program pemerintah sia-sia, tidak mencapai tujuan utamanya, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan. Atau memang tujuan sertifikasi hanya untuk meningkatkan kesejahteraan guru semata. Tapi kalau seperti itu, mengapa harus repot-repot proses pemberkasan atau pendidikan dan pelatihan yang jelas-jelas membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.
Jika hal seperti ini dibiarkan terus, maka kualitas proses dan hasil pendidikan di negeri ini tidak bakalan mampu mencapai efektivitas tinggi menuju kualitas terbaik. Bahkan dunia pendidikan semakin terpuruk sebab sumber daya manusianya yang tidak jujur, melakukan kecurangan hanya untuk memenuhi hasrat diri pribadi. Sertifikasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru melalui ujia kelayakan profesi ternyata dimanipulasi dengan data yang aspal (asli tapi palsu) sehingga mereka yang lulus proses sertifikasi sebenarnya tidak mempunyai kompetensi yang layak sebagai pendidik, guru. Bagaimana layak jika ternyata beras portofolio saja harus merekayasa sekedar untuk memenuhi tuntutan nilai minimal untuk lulus.
Oleh karena itulah, kita perlu mengembalikan persepsi dan jalur pemikiran kita atas program sertifikasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Sertifikasi bukan sekedar agar mendapatkan tunjangan profesi melainkan merupakan tambahan tanggungjawab yang harus dilakukan untuk peningkatan kualitas pendidikan di negeri ini. Dan, sebagai guru, sudah seharusnya kita mempunyai kelayakan profesi dengan menyesuaikan kualifikasi pendidikan, melakukan segala kegiatan sendiri secara sistematis dan terekam dalam berkas-berkasnya. Kejujuran adalah satu aspek penting bagi seorang guru.
Sudah cukup banyak kecurangan yang terjadi selama proses sertifikasi dilaksanakan di negeri ini. Walau baru empat tahun, yaitu sejak 2006, proses sertifikasi dilakukan di seluruh negeri dengan alokasi peserta yang sedemikian banyak, mulai dari guru tingkatan Taman kanak kanak hingga guru sekolah lanjutan atas. Sudah sangat banyak guru yang dinyatakan lulus proses sertifikasi, penilaian kelayakan menyandang guru sebagai profesi. Mereka dinyatakan layak sebagai guru, baik yang dinyatakan lulus melalui jalur portofolio maupun dari pendidikan dan pelatihan (diklat). Mereka mendapatkan sertifikat sebagai tenaga professional, pendidikan dengan kompensasi mendapatkan tunjangan pendapatan satu bulan gaji pokok untuk pegawai setingkat pendidikan dan masa jabatan, pengabdiannya. Dan, hal tersebut menyebabkan penghasilan guru berlipat ganda.
Dan, selanjutnya mereka yang dinyatakan lulus proses sertifikasi dengan sangat berbunga hati, wajah sumringah menyampaikan kepada teman-temannya bahwa mereka sudah tidak perlu lagi ngoyo dalam bekerja. Mereka sudah tidak perlu bersusah payah dalam bekerja sebab gaji mereka sudah berlipat ganda karena tunjangan sertifikat professional yang mereka dapatkan. Mereka menjadi guru guru yang bersikap santai dalam melaksanakan pekerjaan. Kinerja mereka tetap sebagaimana sebelum dinyatakan lulus proses sertifikasi, bahkan tidak jarang yang justru bertambah rendah kinerjanya sebab merasa sudah mendapatkan gaji yang tinggi bagi kehidupannya.
Cukup banyak guru yang merasa nyaman saat dinyatakan lulus proses sertifikasi dan mendapatkan tunjangan sebagai kompensasinya. Mereka merasa nyaman sebab gaji yang mereka terima setiap bulannya sudah meningkat sekian kali lipat. Mereka tidak lagi kesulitan masalah ekonomi sebab gaji yang mereka dapatkan sudah mampu memberikan kemudahan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Padahal, seharusnya saat seorang guru dinyatakan lulus proses sertifikasinya, maka tugas selanjutnya harus diselesaikan untuk peningkatan kualitas hasil proses pendidikan di negeri ini. Jika ternyata mereka merasa nyaman dan tidak melakukan proses peningkatan kualitas dirinya untuk mendukung proses kerjanya, maka program sertifikasi ini hanya menjadiapi bagi para laron semata.
Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian naskah buku sehingga menjadi buku yang anda baca ini. Bahwa semua yang penulis sampaikan merupakan upaya untuk meluruskan kembali program kegiatan dunia pendidikan untuk peningkatan kualitas proses dan hasil proses. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada penerbit yang telah memberikan kesempatan terbitnya konsep buku menjadi buku ini. Semoga semuanya bermanfaat bagi kita. Amin.
Sebagai sentral kegiatan, tentunya diperlukan kemampuan unguru harus dapat menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran yang efektif. Setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh guru harus dapat mengkontribusi kebutuhan pendidikan anak-anak. Oleh karena itulah, maka seorang guru harus mempunyai kualifikasi dan kelayakan untuk melakukan proses pendidikan dan pembelajaran. Kualifikasi dan kelayakan guru ini sangat terkait dengan kemampuannya melakukan pembimbingan dan pendampingan proses. Disamping itu, kualifikasi dan kelayakan guru dapat menunjukkan eksistensinya sebagai tenaga professional kependidikan.
Guru harus mempunyai kemampuan menjalankan tugas dan kewajibannya secara maksimal. Pemerintah sangat menyadari tuntutan tersebut sehingga secara sistematis para guru harus mengikuti proses sertifikasi untuk mengetahui tingkat kelayakannya. Sertifikasi ini dilakukan dengan berbagai cara, yaitu portofolio dan pendidikan dan pelatihan (diklat). Dengan cara ini, maka setidaknya dapat diketahui guru-guru yang layak dan belum layak menjadi tenaga professional pendidikan. Proses sertifikasi ini dilakukan untuk seluruh guru pada setiap tingkatan satuan pendidikan.
Sebenarnya, selain untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru, proses sertifikasi juga diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup guru secara ekonomi. Hal ini karena dengan proses sertifikasi, maka guru dapat menerima kompensasi kelayakan sebesar gaji bulannya. Guru yang sudah dinyatakan lulus proses sertifikasi, mereka menerima gaji tambahan yang besarnya sangat menggiurkan. Oleh karena itulah banyak guru yang berusaha untuk dapat mengikuti proses sertifikasi. Berbagai upaya dilakukan agar proses sertifikasi yang diikutinya dapat lulus, terutama lulus secara portofolio. Portofolio artinya berkas-berkas yang disusun dan dibuat sebagai wujud kegiatan yang sudah dilakukan selama menjalan-kan tugas profesinya. Berkas ini mulai dari kelengkapan pembelajaran, berbagai sertifikat kegiatan ilmiah, berbagai karya tulis pengembangan profesi, kemampuan sosial, berbagai penghargaan yang didapat dari kegiatan ilmiah selama kurun waktu pelaksanaan kegiatan pendidikan.
Dan, pada saat proses penyusunan portofolio inilah yang selanjutnya seringkali terjadi penyimpangan dan perbuatan-perbuatan tidak terpuji oleh oknum guru. Tentunya hal seperti ini tidak boleh terjadi sebab proses sertifikassi dilakukan untuk melakukan seleksi ketat terhadap guru-guru yang memang berkualitas. Jika ternyata guru yang dinyatakan lulus dan pada akhirnya menerima kompensasi, tunjangan ternyata telah melakukan hal tidak terpuji, tentunya tujuan sertifikasi tidak tercapai, justru hal tersebut menjadi pencorengan muka dunia pendidikan. Ketidakjujuran dalam proses penyusunan berkas portofolio mencerminkan sifat guru secara keseluruhan.
Oleh karena itulah, maka perlu kesadaran bersama, terutama pada guru yang mengikuti proses sertifikasi dan berharap lulus sehingga mendapatkan tambahan penghasilan dari dana kompensasi kelayakan profesi ini. Bahwa kompensasi yang diterima oleh guru bukanlah tujuan utama program sertifikasi, sebab tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas dan mengetahui kelayakan guru pada tugas profesinya. Tetapi, yang terjadi adalah pembiasan, bahkan penyimpangan tujuan yang lebih ditekankan pada upaya mendapatkan tunjangan sertifikasi, sementara kualitas diri sama sekali tidak ada peningkatan yang signifikan.
Penyimpangan pada saat awal proses sertifikasi memang, diakui atau tidak sangat banyak terjadi di dkalangan guru. Ada banyak oknum guru yang ternyata rela melakukan berbagai hal agar berkasnya sesuai dengan kebutuhan lulus proses sertifikasi jalur portofolio. Berbagai sertifikat yang sebenarnya tidak pernah diikuti kegiatannya, dimasukkan ke dalam berkas. Beberapa karya tulis diakui sebagai karya tulisnya, walaupun jelas-jelas bukan hasil tulisnya. Dan, masih banyak lagi hal lain yang dilakukan oleh beberapa oknum guru hanya agar mereka lulus sertifikasi jalur portofolio. Dan, dengan cara-cara seperti ini, ternyata hasilnya sangat menggembirakan. Berkas portofolio sertifikasinya dinyatakan lulus dan tidak perlu mengikuti proses pendidikan dan latihan. Bagi mereka mengikuti proses pendidikan dan latihan (diklat) adalah sesuatu yang memalukan. Dan, lulus sertifikasi jalur portofolio sangatlah membanggakan, walaupun semua berkas yang disusun dalam portofolio tersebut adalah rekayasa semata.
Apalah jadinya dunia pendidikan di negeri ini jika ternyata untuk mengikuti proses sertifikasi ternyata banyak oknum guru yang merekayasa data portofolio agar lulus penilaian portofolio? Dimanakah rasa tanggungjawab terhadap profesi guru yang terhormat? Dan, satu lagi, apa gunanya sertifikasi jika ternyata para guru yang sudah lulus selanjutnya merasa nyaman dan tidak berupaya meningkatkan kemampuan dirinya lagi. Mereka merasa nyaman sebab telah mendapatkan tunjangan sertifikasi dan mengabaikan konsekuensi logis dari tunjangan tersebut. Sangat banyak teman guru yang justru melempem setelah dinyatakan lulus sertifikasi dan menerima tunjangan yang sangat besar itu! Berarti program pemerintah sia-sia, tidak mencapai tujuan utamanya, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan. Atau memang tujuan sertifikasi hanya untuk meningkatkan kesejahteraan guru semata. Tapi kalau seperti itu, mengapa harus repot-repot proses pemberkasan atau pendidikan dan pelatihan yang jelas-jelas membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.
Jika hal seperti ini dibiarkan terus, maka kualitas proses dan hasil pendidikan di negeri ini tidak bakalan mampu mencapai efektivitas tinggi menuju kualitas terbaik. Bahkan dunia pendidikan semakin terpuruk sebab sumber daya manusianya yang tidak jujur, melakukan kecurangan hanya untuk memenuhi hasrat diri pribadi. Sertifikasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru melalui ujia kelayakan profesi ternyata dimanipulasi dengan data yang aspal (asli tapi palsu) sehingga mereka yang lulus proses sertifikasi sebenarnya tidak mempunyai kompetensi yang layak sebagai pendidik, guru. Bagaimana layak jika ternyata beras portofolio saja harus merekayasa sekedar untuk memenuhi tuntutan nilai minimal untuk lulus.
Oleh karena itulah, kita perlu mengembalikan persepsi dan jalur pemikiran kita atas program sertifikasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Sertifikasi bukan sekedar agar mendapatkan tunjangan profesi melainkan merupakan tambahan tanggungjawab yang harus dilakukan untuk peningkatan kualitas pendidikan di negeri ini. Dan, sebagai guru, sudah seharusnya kita mempunyai kelayakan profesi dengan menyesuaikan kualifikasi pendidikan, melakukan segala kegiatan sendiri secara sistematis dan terekam dalam berkas-berkasnya. Kejujuran adalah satu aspek penting bagi seorang guru.
Sudah cukup banyak kecurangan yang terjadi selama proses sertifikasi dilaksanakan di negeri ini. Walau baru empat tahun, yaitu sejak 2006, proses sertifikasi dilakukan di seluruh negeri dengan alokasi peserta yang sedemikian banyak, mulai dari guru tingkatan Taman kanak kanak hingga guru sekolah lanjutan atas. Sudah sangat banyak guru yang dinyatakan lulus proses sertifikasi, penilaian kelayakan menyandang guru sebagai profesi. Mereka dinyatakan layak sebagai guru, baik yang dinyatakan lulus melalui jalur portofolio maupun dari pendidikan dan pelatihan (diklat). Mereka mendapatkan sertifikat sebagai tenaga professional, pendidikan dengan kompensasi mendapatkan tunjangan pendapatan satu bulan gaji pokok untuk pegawai setingkat pendidikan dan masa jabatan, pengabdiannya. Dan, hal tersebut menyebabkan penghasilan guru berlipat ganda.
Dan, selanjutnya mereka yang dinyatakan lulus proses sertifikasi dengan sangat berbunga hati, wajah sumringah menyampaikan kepada teman-temannya bahwa mereka sudah tidak perlu lagi ngoyo dalam bekerja. Mereka sudah tidak perlu bersusah payah dalam bekerja sebab gaji mereka sudah berlipat ganda karena tunjangan sertifikat professional yang mereka dapatkan. Mereka menjadi guru guru yang bersikap santai dalam melaksanakan pekerjaan. Kinerja mereka tetap sebagaimana sebelum dinyatakan lulus proses sertifikasi, bahkan tidak jarang yang justru bertambah rendah kinerjanya sebab merasa sudah mendapatkan gaji yang tinggi bagi kehidupannya.
Cukup banyak guru yang merasa nyaman saat dinyatakan lulus proses sertifikasi dan mendapatkan tunjangan sebagai kompensasinya. Mereka merasa nyaman sebab gaji yang mereka terima setiap bulannya sudah meningkat sekian kali lipat. Mereka tidak lagi kesulitan masalah ekonomi sebab gaji yang mereka dapatkan sudah mampu memberikan kemudahan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Padahal, seharusnya saat seorang guru dinyatakan lulus proses sertifikasinya, maka tugas selanjutnya harus diselesaikan untuk peningkatan kualitas hasil proses pendidikan di negeri ini. Jika ternyata mereka merasa nyaman dan tidak melakukan proses peningkatan kualitas dirinya untuk mendukung proses kerjanya, maka program sertifikasi ini hanya menjadiapi bagi para laron semata.
Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian naskah buku sehingga menjadi buku yang anda baca ini. Bahwa semua yang penulis sampaikan merupakan upaya untuk meluruskan kembali program kegiatan dunia pendidikan untuk peningkatan kualitas proses dan hasil proses. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada penerbit yang telah memberikan kesempatan terbitnya konsep buku menjadi buku ini. Semoga semuanya bermanfaat bagi kita. Amin.
Jumat, 12 Maret 2010
Pembelajaran Asistensi untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa
Proses pembelajaran dilakukan untuk memberikan kesempatan perkembangan 3 (tiga) aspek dasar yang dimiliki oleh anak didik, yaitu normatif, adaptif dan produktivitas. Ketiga aspek dasar ini selanjutnya menjadi nilai diri dan merk diri (brandingself) anak didik dalam tata pergaulan di masyarakatnya. Di dalam proses pembelajaran, anak didik diarahkan agar setiap aspek dasar tersebut dapat dikuasai agar di dalam dirinya terdapat satu keatuan utuh kompetensi diri. Bahwa ketiga apek dasar tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu terhadap lainnya. Sebenarnya di dalam diri anak didik ketiga aspek tersebut sudah mempunyai dasarnya, dan proses pembelajaran adalah langkah atau kegiatan untuk mengelola dan mengembangkan yang ada sehingga menjadi lebih berdaya.
Didalam konsep pembelajaran tradisional, anak didik menerima materi pelajaran dari guru sehingga timbul satu kesan yang sangat tidak bagus yaitu anak didik sebagai obyek pendidikan dan pembelajaran. Anak didik seakan-akan suatu obyek yang harus dikelola oleh guru, dunia pendidikan dan pembelajaran sebagai institusi formal pendidikan dan pembelajaran. Setiap hari anak didik harus mengikuti proses sejak pukul tujuh pagi hingga pukul satu siang. Duduk tertib di jajaran bangku di dalam ruangan berukuran tujuh kali sembilan meter. Anak-anak harus bersikap tenang dan mendengarkan semua penjelasan guru dan mencatat apa yang diperintahkan guru untuk mencatat. Kemudian, secara bergantian, anak didik harus menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Anak didik harus didik teratur, tenang dan penuh disiplin di bangku masing-masing sambil mendengarkan penjelasan guru yang ‘berakting’ aktif di depan kelas, duduk di kursinya, kadang berjalan berkeliling kelas. Guru begitu aktif dan menguasai kelas pembelajarannya sehingga anak didik hanya mengambil posisi sebagai penonton semua kegiatan yang dilakukan oleh sang guru. Anak didik hanya mendengarkan dan selanjutnya mencatat, seperti petugas pencatat perolehan angka di pertandingan bola volley atau bulutangkis. Mereka harus penuh konsentrasi dan segera mencatat materi yang diberikan kepadanya.
Tentunya kondisi ini sangat tidak sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran yang sebenarnya. Bahwa, didalam proses pendidikan dan pembelajaran, anak didik adalah sang pelaku kegiatan. Dan, sebagai pelaku kegiatan, tentunya mereka harus mengambil peran secara aktif. Mereka harusnya secara intens melakukan kegiatan-kegiatan terkait dengan proses pendidikan dan pembelajaran. Mereka haruslah belajar secara maksimal. Setiap materi yang diberikan oleh guru harus segera dipelajari dan selanjutnya dipahami sehingga dapat menjadi bagian integral dari dirinya. Dengan demikian, maka tujuan perubahan pada diri anak didik benar-benar dapat dicapai secara maksimal. Dan, kita sangat menyakini bahwa segala hal yang dilakukan atas dasar kesadaran atas tugas dan kewajiban merupakan hal yang paling efektif.
Dan, untuk mengkondisikan hal tersebut, maka kehadiran guru adalah sebagai fasilitator agar anak didik dapat melakukan proses pembelajaran secara maksimal. Setiap kali ada kesulitan, maka anak didik dapat menanyakan kepada guru sehingga terpecahkan. Setiap kali anak didik ingin dan membutuhkan proses pembelajaran, maka guru memfasilitasi kebutuhan tersebut sedemikian rupa sehingga anak didik dapat belajar sebagaimana kebutuhannya. Dalam hal ini eksistensi guru adalah sebagai pendamping dan fasilitator untuk kelancaran proses. Guru bukanlah penguasa kelas dan proses sebab guru hanya pendamping belajar anak didik. bahkan boleh dikatakan bahwa guru adalah pelayan bagi anak didik untuk dapat melakukan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya.
Anak Didik sebagai Subyek Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah proses perubahan kondisi kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik, dalam hal ini anak didik sedemikian rupa untuk dapat mengimbangi kondisi di luar dirinya. Kondisi di luar dirinya ini selanjutnya kita namakan sebagai kebutuhan hidup di masyarakat. Tentunya, dalam hal ini sangat diperlukan suatu sikap yang mengedepankan kesadaran belajar. Bukankah setiap perubahan hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan berupaya untuk mengubahnya?
Sebagai pribadi, tentunya anak didik membutuhkan proses yang berbeda satu terhadap yang lainnya. Mereka memang sama-sama mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran, tetapi untuk mencapai hasil maksimal, setiap anak mempunyai pola masing-masing. Oleh karena itulah, maka perlu kiranya kita menyadari bahwa agar proses dapat berlangsung maksimal, maka anak didik harus terlibat aktif dalam setiap kegiatan dengan pola seperti ini, maka model pembelajaran learning by doing benar-benar dapat diterapkan maksikaml. Model pembelajaran ini diyakini mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk mendukung dan membawa anak pada tingkat keberhasilan belajar yang maksimal juga.
Jika kita memposisikan anak didik sebagai subyek pembelajaran, berarti kita telah memberikan sebuah reward yang sangat besar nilainya bagi anak didik. Anak didik menjadi sosok-sosok yang berharga sehingga mereka merasa teragungkan dan bersemangat untuk belajar. Bukankah jika seseorang diberikan reward dan dipentingkan dlaam kehidupan ini, maka orang tersebut menjadi sangat senang, bahagia dan bersemangat untuk melakukan segala hal yang dibutuhkannya. Hal ini sangat penting sebab saat seseorang diposisikan sebagai subyek, mereka mempunyai kebanggaan tersendiri, terutama dihadapan teman-temannya. Kita benar-benar memanfaatkan kondisi tersebut untuk kepentingan anak didik. kita bombong anak didik dengan reward sehingga tanpa sadar mereka melakukan apa yang memang seharusnya mereka lakukan.
Selama ini kesulitan terbesar yang kita hadapi dalam proses pendidikan dan pembelajaran adalah membangkitkan semangat belajar anak didik. Pada jaman sekarang ini, dimana pengaruh kehidupan sangat besar dan mengepung setiap sisi kehidupan anak didik, sangat banyak anak didik yang telah kehilangan semangat belajar dan tenggelam dalam pelukan pengaruh kehidupan. Sangat banyak hasil teknologi yang sekarang ini telah memikat anak didik sehingga melupakan tugas dan kewajibannya untuk mempersiapkan masa depan lebih baik. Mereka menghabiskan banyak waktu berharga hanya dengan melakukan kegiatan yang sebenarnya sangat tidak signifikan dengan tujuan mempersiapkan masa depan yang lebih baik.
Oleh karena itulah, maka hal pertama dan utama yang harus dilakukan oleh guru sebagai fasilitator dan pendamping belajar anak didik adalah membangkitkan kesadaran anak didik sebagai subyek belajar. Kita harus mampu menanamkan konsep dasar bahwa dalam proses pendidikan dan pembelajaran, anak didik adalah subyek belajar, yaitu sosok yang sedang berusaha melakukan perubahan pada dirinya sehingga menjadi lebih baik. Dan, belajar merupakan upaya perubahan tersebut. Seseorang yang sedang belajar berarti sedang mngubah diri menjadi lebih baik.
Jika kita dapat menanamkan konsep bahwa anak didik adalah subyek belajar, maka mereka harus menyadari posisinya. Hal ini memungkinkan ketercapaian tujuan belajar secara maksimal, sebab anak didik menjalani proses belajarnya dengan penuh semangat. Dan, semangat inilah yang sebenarnya menjadi sumber potensi untuk mencapai keberhasilan belajar. Dan, kita harus berhasil membangkitkan semangat ini jika inginkan keberhasilan proses belajar anak-anak kita.
Pembelajaran Asistensi
Pembelajaran asistensi merupakan proses pembelajaran yang secara langsung melibatkan anak didik dalam proses secara aktif. Konsep pembelajaran diterapkan dengan memberikan kepercayaan kepada anak didik untuk membantu teman-temannya dalam proses belajar. Pada konsep ini, anak didik diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan dan keterangan tentang materi pelajaran yang belum dipahami teman-temannya.
Anak didik secara aktif memberikan bantuan penjelasan dan keterangan mengenai materi pelajaran yang sedang dipelajari sebagaimana guru. Tentunya hal ini sangat penting sebab anak didik langsung menerapkan kompetensi dirinya dengan mengajari teman-temannya. Ini merupakan proses yang sangat penting bagi anak didik sebab dapat meningkatkan rasa percaya dirinya.
Pembelajaran asistensi merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan memberdayakan anak didik yang pandai untuk membantu teman-temannya yang kurang pandai. Hal ini tentunya merupakan penghargaan tersendiri bagi anak-anak pandai. Pembelajaran asistensi ini merupakan model pembelajaran yang melibatkan secara langsung anak didik dalam proses.
Setidaknya dengan menerapkan model pembelajaran asistensi ini, maka dapat tercipta kondisi yang kondusif bagi proses pembelajaran sebab mereka belajar dengan teman sebaya. Kndisi kondusif yang kita maksudkan dalam hal ini adalah adanya kebebasan di hati mereka untuk belajar secara maksimal. Anak didik tidak perlu takut, enggan atau bingung saat harus menanyakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Anak didik juga tidak perlu malu untuk berinterkasi dalam pendidikannya. Hal ini karena di dalam hati masing-masing anak didik sudah tertanam pola pikir bahwa mereka harus saling membantu agar proses berjalan lancar tanpa hambatan apapun. Tidak ada lagi tekanan batin sebab yang mereka hadapi adalah temannya sendiri.
Pembelajaran asistensi adalah metode pembelajaran sebaya, hal ini mendasarkan pada pemikiran bahwa proses pembelajaran lebih efektif jika antara nara sumber dan anak didik ada kesamaan persepsi dan mental. Dengan pembelajaran asistensi, anak didik tidak terbebani oleh banyak hal sebab yang mereka hadapi ada teman yang setiap hari bersama mereka. Kondisi pembelajaran asistensi tidak berbeda jauh dengan sebuah diskusi di dalam kelas. Anak-anak harus berdiskusi di kelas dengan teman yang mampu memberikan pencerahan untuk materi yang dirasakan sulit. Dengan demikian, maka mereka tidak enggan untuk bertanya dan sebagainya. Proses pembelajaran menjadi enjoy sebab mereka sudah terbiasa berdiskusi sesamanya.
Selama proses pembelajaran, anak didik yang memegang peran aktif. Mereka berdiskusi mengenai materi pelajaran dan ketika mereka mentok, tidak mampu memecahkan masalah, pada saat itulah guru tampil sebagai pelayan untuk membantu menyelesaikan masalah. Hal ini karena fungsi guru hanyalah sebagai pendamping dan fasilitator pembelajaran. Guru mendampingi anak-anak yang sedang belajar dan selalu siap sedia membantu dan memfasilitasi anak-anak yang mengalami kesulitan saat belajar. Peranan guru sedemikian rupa sehingga seacara teknis hanya berperan pada awal proses, pada saat ada permasalahan dan diakhir proses untuk memberikan apresiasi atas hasil prosesnya.
Peningkatan Kompetensi Siswa
Bahwa kompetensi anak didik di dalam proses pebelajaran sangatlah variatif dan berbeda. Hal ini mengakibatkan penanganan yang berbeda-beda untuk setiap anak didik. ada anak didik yang begitu mudah mengikuti proses pembelajaran, tetapi pada sisi lainnya ada anak didik yang begitu sulitnya sehingga tidak pernah berhasil dalam proses belajarnya. Tentunya hal seperti ini merupakan hambatan tersendiri pada proses pembelajaran.
Bagai anak-anak yang mempunyai kompetensi tinggi, hal ini tentunya sangat menjemukan dan menumbuhkan sikap negative pada proses pembelajaran. Kejenuhan yang mereka alami dapat menurunkan semangat sehingga mereka tidak konsen pada proses dan justru menumbuhkan keisengan semata. Mereka yang merasa sudah menguasai materi pelajaran akhirnya bersikap seenaknya di dalam proses pembelajaran. Mereka berkeliaran di dalam kelas, bahkan seringkali bersikap merendahkan teman-temannya yang belum menguasai materi pelajaran. Mereka menjadi kelompok anak yang sok dan mengganggu teman-temannya.
Dengan memperhatikan kondisi tersebut, tentunya kita harus memberdayakan potensi dan kompetensi yang dimiliki anak didik sekaligus mengembangkan dan meningkatkan kemampuan tersebut. Anak didik dilatih untuk memberikan penjelasan dan penerangan kepada teman-temannya sehingga kompetensi yang dimilikinya menjadi semakin bertambah. Kita menerapkan konsep bahwa ilmu itu tidak pernah habis, walaupun kita berikan kepada orang lain. Justru ilmu akan semakin bertambah pada saat kita memberikan kepada orang lain.
Pembelajaran asistensi diharapkan dapat meningkatkan kompetensi siswa sebagai bentuk peningkatan kompetensi secara langsung. Anak-anak yang mendapat tugas asistensi secara langsung mengembangkan kemamuan yang dimilikinya sebagaimana sebuah pisau yang setiap saat diasah agar mempunyai ketajaman maksimal. Ketika anak didik memberikan asistensi kepada temannya, maka pada saat itu mereka sebenarnya sedang mengasah kemampuan yang dimilikinya. Hal ini karena mereka ikut memberikan penjelasan dan pemecahan masalah yang dihadapi teman-temannya. Pada saat inilah mereka mengasah kemampuan secara efektif.
Dengan demikian, seharusnya metode pembelajaran asistensi dapat dijadikan sebagai langkah efektif untuk meningkatkan kemampuan anak didik secara signifikan. Disamping itu dengan program asistensi ini, maka setidaknya anak didik mempunyai kesadaran atas kemampuannya dan kewajibannya untuk memberikan bantuan kepada temannya. Ini merupakan kompetensi sosial anak didk.
Sebenarnya metode pembelajaran asistensi merupakan program pembelajaran lama yang dahulu pernah diterapkan oleh para guru. Pada saat itu, para guru menugaskan anak-anak yang pandai untuk mendampingi teman-temannya atau secara langsung anak yang pandai memberikan penjelasan di depan kelasnya. Saat ada anak didik yang kesulitan mengikuti dan memahami materi pelajaran, maka pada saat itulah, guru memberikan tugas pada anak yang pandai untuk menjelaskan kesulitan tersebut.
Pada saat-saat tertentu guru menugaskan anak-anak yang pandai untuk membentuk kelompok dengan anak-anak yang kurang pandai agar dapat menjadi tutor. Anak-anak yang kurang pandai belajar berkelompok dengan anak-anak yang pandai sehingga pada saat mengalami kesulitan, maka mereka segera dapat mendiskusikannya dan menemukan pemecahannya. Dan, umumnya anak-anak yang memberikan pendampingan, bimbingan kepada teman-temannya semakin pandai dan mampu membantu teman-teman yang kesulitan. Hal ini merupakan wujud dari upaya memberikan bekal seutuhnya bagi anak didik, tidak hanya teori melainkan juga aplikasi dalam kehidupannya.
Tentunya kita perlu memberikan apresiasi positif pada program penerapan metode pembelajaran asistensi sehingga tujuan peningkatan kompetensi anak didik benar-benar dapat dicapai secara maksimal. Anak didik tidak hanya menguasai materi belajar melainkan dapat memberikan materi tersebut kepada teman-temannya yang belum mampu sehingga proses pembelajaran lebih efektif. Dan, anak didik dapat mengikuti proses belajar secara nyaman sebab mereka berdiskusi dengan teman sebaya dalam kegiatan diskusi kelas mengenai materi pelajaran.
Pada sisi lainnya, metode pembeljaaran asistensi memberikan kesempatan bagi guru untuk mengembangkan banyak metode dalam proses pembelajarannya. Guru tidak diributkan dengan berbagai kegiatan yang sebenarnya dapat dialihkan pada kegiatan yang lebih efektif. Misalnya guru tidak lagi diributkan memberikan materi secara lesan dan menyeluruh dengan system monolog, melainkan dapat berinteraksi secara langsung saat asistensi menghadapi masalah. Hal ini lebih efektif sebab apa yangd ijelaskan oleh guru merupakan materi yang benar-benar tidak dipahami oleh anak didik dan membutuhkan penjelasan yang lebih fokus pada pokok bahasan.
Dengan pola seperti ini, maka tidak ada pembuangan energy yang sebenarnya dapat diefektifkan pada kegiatan lainnya. Anak-anak-pun tidak perlu kebingungan mengikuti proses belajar sebab pada saat mereka belajar bersama dengan teman yang pandai, maka pada saat itulah mereka berkembang tanpa mereka sadari. Kemampuan anak didik berkembang sebab pada saat menyelesaikan masalah yang dihadapi temannya, saat itulah mereka mengasah kemampuan sehingga lebih tajam.
Ada banyak orang pandai yang selanjutnya menjadi bebal sebab kepandaian yan mereka miliki hanya diperuntukkan bagi dirinya sendiri. Mereka enggan membagi dengan orang lain, sehingga ilmu tersebut berdiam saja di dalam dirinya. Akibatnya ilmu tersebut menggumpal dan mengeras sehingga tidak dapat lagi diterapkan dalam kehidupan. Seperti bubuk semen yang terlalu lama dibiarkan di udara bebas, maka pada saatnya mengeras dan semakin mengeras sehingga tidak dapat lagi dipergunakan untuk kebutuhan hidup. Begitulah halnya dengan ilmu, jika dibiarkan pasti mengeras dan membeku. Sementara kita sama sekali tidak ingin ilmu membeku hanya karena tidak pernah dimanfaatkan atau diasah dalam sebuah kegiatan signifikan dalam kehidupan.
Didalam konsep pembelajaran tradisional, anak didik menerima materi pelajaran dari guru sehingga timbul satu kesan yang sangat tidak bagus yaitu anak didik sebagai obyek pendidikan dan pembelajaran. Anak didik seakan-akan suatu obyek yang harus dikelola oleh guru, dunia pendidikan dan pembelajaran sebagai institusi formal pendidikan dan pembelajaran. Setiap hari anak didik harus mengikuti proses sejak pukul tujuh pagi hingga pukul satu siang. Duduk tertib di jajaran bangku di dalam ruangan berukuran tujuh kali sembilan meter. Anak-anak harus bersikap tenang dan mendengarkan semua penjelasan guru dan mencatat apa yang diperintahkan guru untuk mencatat. Kemudian, secara bergantian, anak didik harus menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Anak didik harus didik teratur, tenang dan penuh disiplin di bangku masing-masing sambil mendengarkan penjelasan guru yang ‘berakting’ aktif di depan kelas, duduk di kursinya, kadang berjalan berkeliling kelas. Guru begitu aktif dan menguasai kelas pembelajarannya sehingga anak didik hanya mengambil posisi sebagai penonton semua kegiatan yang dilakukan oleh sang guru. Anak didik hanya mendengarkan dan selanjutnya mencatat, seperti petugas pencatat perolehan angka di pertandingan bola volley atau bulutangkis. Mereka harus penuh konsentrasi dan segera mencatat materi yang diberikan kepadanya.
Tentunya kondisi ini sangat tidak sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran yang sebenarnya. Bahwa, didalam proses pendidikan dan pembelajaran, anak didik adalah sang pelaku kegiatan. Dan, sebagai pelaku kegiatan, tentunya mereka harus mengambil peran secara aktif. Mereka harusnya secara intens melakukan kegiatan-kegiatan terkait dengan proses pendidikan dan pembelajaran. Mereka haruslah belajar secara maksimal. Setiap materi yang diberikan oleh guru harus segera dipelajari dan selanjutnya dipahami sehingga dapat menjadi bagian integral dari dirinya. Dengan demikian, maka tujuan perubahan pada diri anak didik benar-benar dapat dicapai secara maksimal. Dan, kita sangat menyakini bahwa segala hal yang dilakukan atas dasar kesadaran atas tugas dan kewajiban merupakan hal yang paling efektif.
Dan, untuk mengkondisikan hal tersebut, maka kehadiran guru adalah sebagai fasilitator agar anak didik dapat melakukan proses pembelajaran secara maksimal. Setiap kali ada kesulitan, maka anak didik dapat menanyakan kepada guru sehingga terpecahkan. Setiap kali anak didik ingin dan membutuhkan proses pembelajaran, maka guru memfasilitasi kebutuhan tersebut sedemikian rupa sehingga anak didik dapat belajar sebagaimana kebutuhannya. Dalam hal ini eksistensi guru adalah sebagai pendamping dan fasilitator untuk kelancaran proses. Guru bukanlah penguasa kelas dan proses sebab guru hanya pendamping belajar anak didik. bahkan boleh dikatakan bahwa guru adalah pelayan bagi anak didik untuk dapat melakukan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya.
Anak Didik sebagai Subyek Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah proses perubahan kondisi kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik, dalam hal ini anak didik sedemikian rupa untuk dapat mengimbangi kondisi di luar dirinya. Kondisi di luar dirinya ini selanjutnya kita namakan sebagai kebutuhan hidup di masyarakat. Tentunya, dalam hal ini sangat diperlukan suatu sikap yang mengedepankan kesadaran belajar. Bukankah setiap perubahan hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan berupaya untuk mengubahnya?
Sebagai pribadi, tentunya anak didik membutuhkan proses yang berbeda satu terhadap yang lainnya. Mereka memang sama-sama mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran, tetapi untuk mencapai hasil maksimal, setiap anak mempunyai pola masing-masing. Oleh karena itulah, maka perlu kiranya kita menyadari bahwa agar proses dapat berlangsung maksimal, maka anak didik harus terlibat aktif dalam setiap kegiatan dengan pola seperti ini, maka model pembelajaran learning by doing benar-benar dapat diterapkan maksikaml. Model pembelajaran ini diyakini mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk mendukung dan membawa anak pada tingkat keberhasilan belajar yang maksimal juga.
Jika kita memposisikan anak didik sebagai subyek pembelajaran, berarti kita telah memberikan sebuah reward yang sangat besar nilainya bagi anak didik. Anak didik menjadi sosok-sosok yang berharga sehingga mereka merasa teragungkan dan bersemangat untuk belajar. Bukankah jika seseorang diberikan reward dan dipentingkan dlaam kehidupan ini, maka orang tersebut menjadi sangat senang, bahagia dan bersemangat untuk melakukan segala hal yang dibutuhkannya. Hal ini sangat penting sebab saat seseorang diposisikan sebagai subyek, mereka mempunyai kebanggaan tersendiri, terutama dihadapan teman-temannya. Kita benar-benar memanfaatkan kondisi tersebut untuk kepentingan anak didik. kita bombong anak didik dengan reward sehingga tanpa sadar mereka melakukan apa yang memang seharusnya mereka lakukan.
Selama ini kesulitan terbesar yang kita hadapi dalam proses pendidikan dan pembelajaran adalah membangkitkan semangat belajar anak didik. Pada jaman sekarang ini, dimana pengaruh kehidupan sangat besar dan mengepung setiap sisi kehidupan anak didik, sangat banyak anak didik yang telah kehilangan semangat belajar dan tenggelam dalam pelukan pengaruh kehidupan. Sangat banyak hasil teknologi yang sekarang ini telah memikat anak didik sehingga melupakan tugas dan kewajibannya untuk mempersiapkan masa depan lebih baik. Mereka menghabiskan banyak waktu berharga hanya dengan melakukan kegiatan yang sebenarnya sangat tidak signifikan dengan tujuan mempersiapkan masa depan yang lebih baik.
Oleh karena itulah, maka hal pertama dan utama yang harus dilakukan oleh guru sebagai fasilitator dan pendamping belajar anak didik adalah membangkitkan kesadaran anak didik sebagai subyek belajar. Kita harus mampu menanamkan konsep dasar bahwa dalam proses pendidikan dan pembelajaran, anak didik adalah subyek belajar, yaitu sosok yang sedang berusaha melakukan perubahan pada dirinya sehingga menjadi lebih baik. Dan, belajar merupakan upaya perubahan tersebut. Seseorang yang sedang belajar berarti sedang mngubah diri menjadi lebih baik.
Jika kita dapat menanamkan konsep bahwa anak didik adalah subyek belajar, maka mereka harus menyadari posisinya. Hal ini memungkinkan ketercapaian tujuan belajar secara maksimal, sebab anak didik menjalani proses belajarnya dengan penuh semangat. Dan, semangat inilah yang sebenarnya menjadi sumber potensi untuk mencapai keberhasilan belajar. Dan, kita harus berhasil membangkitkan semangat ini jika inginkan keberhasilan proses belajar anak-anak kita.
Pembelajaran Asistensi
Pembelajaran asistensi merupakan proses pembelajaran yang secara langsung melibatkan anak didik dalam proses secara aktif. Konsep pembelajaran diterapkan dengan memberikan kepercayaan kepada anak didik untuk membantu teman-temannya dalam proses belajar. Pada konsep ini, anak didik diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan dan keterangan tentang materi pelajaran yang belum dipahami teman-temannya.
Anak didik secara aktif memberikan bantuan penjelasan dan keterangan mengenai materi pelajaran yang sedang dipelajari sebagaimana guru. Tentunya hal ini sangat penting sebab anak didik langsung menerapkan kompetensi dirinya dengan mengajari teman-temannya. Ini merupakan proses yang sangat penting bagi anak didik sebab dapat meningkatkan rasa percaya dirinya.
Pembelajaran asistensi merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan memberdayakan anak didik yang pandai untuk membantu teman-temannya yang kurang pandai. Hal ini tentunya merupakan penghargaan tersendiri bagi anak-anak pandai. Pembelajaran asistensi ini merupakan model pembelajaran yang melibatkan secara langsung anak didik dalam proses.
Setidaknya dengan menerapkan model pembelajaran asistensi ini, maka dapat tercipta kondisi yang kondusif bagi proses pembelajaran sebab mereka belajar dengan teman sebaya. Kndisi kondusif yang kita maksudkan dalam hal ini adalah adanya kebebasan di hati mereka untuk belajar secara maksimal. Anak didik tidak perlu takut, enggan atau bingung saat harus menanyakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Anak didik juga tidak perlu malu untuk berinterkasi dalam pendidikannya. Hal ini karena di dalam hati masing-masing anak didik sudah tertanam pola pikir bahwa mereka harus saling membantu agar proses berjalan lancar tanpa hambatan apapun. Tidak ada lagi tekanan batin sebab yang mereka hadapi adalah temannya sendiri.
Pembelajaran asistensi adalah metode pembelajaran sebaya, hal ini mendasarkan pada pemikiran bahwa proses pembelajaran lebih efektif jika antara nara sumber dan anak didik ada kesamaan persepsi dan mental. Dengan pembelajaran asistensi, anak didik tidak terbebani oleh banyak hal sebab yang mereka hadapi ada teman yang setiap hari bersama mereka. Kondisi pembelajaran asistensi tidak berbeda jauh dengan sebuah diskusi di dalam kelas. Anak-anak harus berdiskusi di kelas dengan teman yang mampu memberikan pencerahan untuk materi yang dirasakan sulit. Dengan demikian, maka mereka tidak enggan untuk bertanya dan sebagainya. Proses pembelajaran menjadi enjoy sebab mereka sudah terbiasa berdiskusi sesamanya.
Selama proses pembelajaran, anak didik yang memegang peran aktif. Mereka berdiskusi mengenai materi pelajaran dan ketika mereka mentok, tidak mampu memecahkan masalah, pada saat itulah guru tampil sebagai pelayan untuk membantu menyelesaikan masalah. Hal ini karena fungsi guru hanyalah sebagai pendamping dan fasilitator pembelajaran. Guru mendampingi anak-anak yang sedang belajar dan selalu siap sedia membantu dan memfasilitasi anak-anak yang mengalami kesulitan saat belajar. Peranan guru sedemikian rupa sehingga seacara teknis hanya berperan pada awal proses, pada saat ada permasalahan dan diakhir proses untuk memberikan apresiasi atas hasil prosesnya.
Peningkatan Kompetensi Siswa
Bahwa kompetensi anak didik di dalam proses pebelajaran sangatlah variatif dan berbeda. Hal ini mengakibatkan penanganan yang berbeda-beda untuk setiap anak didik. ada anak didik yang begitu mudah mengikuti proses pembelajaran, tetapi pada sisi lainnya ada anak didik yang begitu sulitnya sehingga tidak pernah berhasil dalam proses belajarnya. Tentunya hal seperti ini merupakan hambatan tersendiri pada proses pembelajaran.
Bagai anak-anak yang mempunyai kompetensi tinggi, hal ini tentunya sangat menjemukan dan menumbuhkan sikap negative pada proses pembelajaran. Kejenuhan yang mereka alami dapat menurunkan semangat sehingga mereka tidak konsen pada proses dan justru menumbuhkan keisengan semata. Mereka yang merasa sudah menguasai materi pelajaran akhirnya bersikap seenaknya di dalam proses pembelajaran. Mereka berkeliaran di dalam kelas, bahkan seringkali bersikap merendahkan teman-temannya yang belum menguasai materi pelajaran. Mereka menjadi kelompok anak yang sok dan mengganggu teman-temannya.
Dengan memperhatikan kondisi tersebut, tentunya kita harus memberdayakan potensi dan kompetensi yang dimiliki anak didik sekaligus mengembangkan dan meningkatkan kemampuan tersebut. Anak didik dilatih untuk memberikan penjelasan dan penerangan kepada teman-temannya sehingga kompetensi yang dimilikinya menjadi semakin bertambah. Kita menerapkan konsep bahwa ilmu itu tidak pernah habis, walaupun kita berikan kepada orang lain. Justru ilmu akan semakin bertambah pada saat kita memberikan kepada orang lain.
Pembelajaran asistensi diharapkan dapat meningkatkan kompetensi siswa sebagai bentuk peningkatan kompetensi secara langsung. Anak-anak yang mendapat tugas asistensi secara langsung mengembangkan kemamuan yang dimilikinya sebagaimana sebuah pisau yang setiap saat diasah agar mempunyai ketajaman maksimal. Ketika anak didik memberikan asistensi kepada temannya, maka pada saat itu mereka sebenarnya sedang mengasah kemampuan yang dimilikinya. Hal ini karena mereka ikut memberikan penjelasan dan pemecahan masalah yang dihadapi teman-temannya. Pada saat inilah mereka mengasah kemampuan secara efektif.
Dengan demikian, seharusnya metode pembelajaran asistensi dapat dijadikan sebagai langkah efektif untuk meningkatkan kemampuan anak didik secara signifikan. Disamping itu dengan program asistensi ini, maka setidaknya anak didik mempunyai kesadaran atas kemampuannya dan kewajibannya untuk memberikan bantuan kepada temannya. Ini merupakan kompetensi sosial anak didk.
Sebenarnya metode pembelajaran asistensi merupakan program pembelajaran lama yang dahulu pernah diterapkan oleh para guru. Pada saat itu, para guru menugaskan anak-anak yang pandai untuk mendampingi teman-temannya atau secara langsung anak yang pandai memberikan penjelasan di depan kelasnya. Saat ada anak didik yang kesulitan mengikuti dan memahami materi pelajaran, maka pada saat itulah, guru memberikan tugas pada anak yang pandai untuk menjelaskan kesulitan tersebut.
Pada saat-saat tertentu guru menugaskan anak-anak yang pandai untuk membentuk kelompok dengan anak-anak yang kurang pandai agar dapat menjadi tutor. Anak-anak yang kurang pandai belajar berkelompok dengan anak-anak yang pandai sehingga pada saat mengalami kesulitan, maka mereka segera dapat mendiskusikannya dan menemukan pemecahannya. Dan, umumnya anak-anak yang memberikan pendampingan, bimbingan kepada teman-temannya semakin pandai dan mampu membantu teman-teman yang kesulitan. Hal ini merupakan wujud dari upaya memberikan bekal seutuhnya bagi anak didik, tidak hanya teori melainkan juga aplikasi dalam kehidupannya.
Tentunya kita perlu memberikan apresiasi positif pada program penerapan metode pembelajaran asistensi sehingga tujuan peningkatan kompetensi anak didik benar-benar dapat dicapai secara maksimal. Anak didik tidak hanya menguasai materi belajar melainkan dapat memberikan materi tersebut kepada teman-temannya yang belum mampu sehingga proses pembelajaran lebih efektif. Dan, anak didik dapat mengikuti proses belajar secara nyaman sebab mereka berdiskusi dengan teman sebaya dalam kegiatan diskusi kelas mengenai materi pelajaran.
Pada sisi lainnya, metode pembeljaaran asistensi memberikan kesempatan bagi guru untuk mengembangkan banyak metode dalam proses pembelajarannya. Guru tidak diributkan dengan berbagai kegiatan yang sebenarnya dapat dialihkan pada kegiatan yang lebih efektif. Misalnya guru tidak lagi diributkan memberikan materi secara lesan dan menyeluruh dengan system monolog, melainkan dapat berinteraksi secara langsung saat asistensi menghadapi masalah. Hal ini lebih efektif sebab apa yangd ijelaskan oleh guru merupakan materi yang benar-benar tidak dipahami oleh anak didik dan membutuhkan penjelasan yang lebih fokus pada pokok bahasan.
Dengan pola seperti ini, maka tidak ada pembuangan energy yang sebenarnya dapat diefektifkan pada kegiatan lainnya. Anak-anak-pun tidak perlu kebingungan mengikuti proses belajar sebab pada saat mereka belajar bersama dengan teman yang pandai, maka pada saat itulah mereka berkembang tanpa mereka sadari. Kemampuan anak didik berkembang sebab pada saat menyelesaikan masalah yang dihadapi temannya, saat itulah mereka mengasah kemampuan sehingga lebih tajam.
Ada banyak orang pandai yang selanjutnya menjadi bebal sebab kepandaian yan mereka miliki hanya diperuntukkan bagi dirinya sendiri. Mereka enggan membagi dengan orang lain, sehingga ilmu tersebut berdiam saja di dalam dirinya. Akibatnya ilmu tersebut menggumpal dan mengeras sehingga tidak dapat lagi diterapkan dalam kehidupan. Seperti bubuk semen yang terlalu lama dibiarkan di udara bebas, maka pada saatnya mengeras dan semakin mengeras sehingga tidak dapat lagi dipergunakan untuk kebutuhan hidup. Begitulah halnya dengan ilmu, jika dibiarkan pasti mengeras dan membeku. Sementara kita sama sekali tidak ingin ilmu membeku hanya karena tidak pernah dimanfaatkan atau diasah dalam sebuah kegiatan signifikan dalam kehidupan.
Senin, 08 Februari 2010
Setiap Anak mempunyai Kemampuan dalam Dirinya
Anak didik yang mengikuti proses pendidikan, sebenarnya bukanlah sebuah gelas kosong yang harus kita isi dengan air sebanyak-banyaknya. Setiap anak didik yang datang dan bergabung dalam proses pendidikan sebenarnya sudah mempunyai bekal pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Hal ini dapat kita lihat kenyataannya, bahwa seumpana mereka adalah sebuah wadah, maka saat mereka kita isi, pada saatnya tumpah, artinya tidak dapat tertampung lagi di dalam wadah tersebut.Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya dalam diri anak didik sudah terdapat isi dan karena keterbatasan tempat, maka isinya tidak dapat terus tertampung.
Anak didik kita bukanlah wadah sekedar wadah sebagaimana yang kita maknakan di atas. Anak didik adalah wadah dengan tingkat elastisitas sangat tinggi sehingga berapapun banyak ilmu yang kita berikan, maka semua meresap ke dalam wadah tersebut. Anak didik seperti hamparan pasir kering, ketika air kita tumpahkan ke permukaan pasir tersebut, maka dengan segera air terhisap dan tersimpan di dalamnya. Anak didik adalah tanah berporus yang mampu menerima dan menyimpan setiap apa yang kita masukkan ke dalamnya. Apapaun yang kita berikan kepada anak didik, maka semua itu bakal diterima dan masuk ke dalam diri anak didik, tersimpan di memori otaknya. Dan, pada setiap anak didik mempunyai bekal terkait dengan proses pendidikan dan pembelajaran yang diikutinya. Walau kemudian bekal ini tidak aktif sebab belum diasah secara baik, setiap saat.
Bahwa anak didik berangkat ke sekolah, berasal dari lingkungan tertentu dengan pengkondisian khusus. Dengan demikian, maka sebenarnya anak didik telah mempunyai kondisi tertentu pada dirinya untuk mengikuti proses yang kita selenggarakan. Hal ini signifikan dengan kenyataan bahwa semua materi yang kita berikan kepada anak didik merupakan proses lanjutan dari proses yang sebelumnya sudah dijalani oleh anak didik. Bahwa, saat anak didik memasuki dunia pendidikan tingkat sekolah dasar, sebelumnya mereka sudah mendapatkan bekal dari lingkungan keluarganya. Begitulah seterusnya setiap kali kita membimbing anak-anak menjalani proses pendidikan dan pembelajarannya.
Pendidikan adalah Proses Berkelanjutan
Pada dasarnya pendidikan adalah upaya untuk memfasilitasi setiap kondisi yang dibutuhkan dalam kehidupannya. Dan, kondisi kehidupan terus mengalami perubahan sebab kehidupan adalah sesuatu yang sangat dinamis. Setiap saat mengalami perubahan dan setiap perubahan menuntut konsekuensi logis berupa keharusan kita untuk memenuhi dan mengikuti kondisi tersebut. Sementara kita menyadari bahwa untuk menjawab setiap perubahan tersebut kita tidak dapat secara langsung. Kita hanya dapat memenuhi konsekuensi tersebut secara bertahap.
Tahap tahap pemenuhan konsekuensi logis kehidupan tersebut selanjutnya diwujudkan dalam proses formal, yaitu pendidikan dan pembelajaran. Di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, setiap materi pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga setiap materi dibagi dalam beberapa kompetensi. Kompetensi ini selanjutnya dialokasikan secara sistematis dalam sebuah kurikulum dan diterjemahkan dalam silabus untuk setiap tingkatan.
Untuk setiap jenjang pendidikan terbagi atas beberapa tingkatan yang mempunyai pembagian materi pelajaran yang proporsional dengan tingkatan kemampuan anak didk. Hal ini merupakan apresiasi atas kemampuan anak yang tidak sama untuk setiap tingkatan usia anak didik. Setiap anak mempunyai kemampuan yang sesuai dengan usianya. Oleh karena itulah, maka guru juga perlu menyadari dan membimbing anak untuk belajar sesuai kemampuannya. Artinya, materi yang diberikan oleh guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran diberikan secara perlahan bertahap, dari yang mudah ke yang menengah dan selanjutnya ke materi yang sulit.
Pendidikan adalah proses berkelanjutnya artinya apa yang kita berikan pada saat sekarang menjadi dasar atau landasan untuk materi selanjutnya. Begitu sebaliknya, apa yang kita berikan pada saat sekarang merupakan kelanjutan dari materi sebelumnya. Dengan demikian, maka materi yang dipelajari anak didik berproses dari negatif menuju positif secara perlahan dan sistematis. Artinya anak didik tidak akan terbebani oleh proses pendidikan dan pembelajarannya. Mereka akan belajar sesuai dengan kemampuan dirinya dan tidak dipaksa pada kondisi yang dituju proses pendidikan.
Pendidikan adalah proses berkelanjutan sehingga anak-anak yang mengikuti proses pendidikan merasakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Anak merasa bahwa proses pendidikan mampu memberikan suasana yang berbeda dan mengikat perhatian serta konsentrasi tinggi. Model pembelajaran yang bertahap mmbuat anak-anak nyaman pada saat mengikuti proses. Mereka tidak terancam oleh kondisi materi pelajaran sebab setiap saat mereka memperoleh dasar untuk mempelajari materi lanjutnya.
Tentunya dengan konsep pembelajaran seperti ini, maka setiap anak sudah mempunyai bekal untuk setiap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. Mereka sebenarnya sudah mengetahui, bahkan memahami konsep dasar materi pelajaran, tetapi tentu saja yang diberikan di sekolah adalah kelanjutan dari apa yang sudah dimilikinya. Oleh karena itulah, konsep bahwa anak didik sebagai kertas putih sungguh tidak relevan sebab di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, guru hanyalah melanjutkan proses yang sedah dijalani oleh anak didik sebelumnya. Pada proses pembelajaran lanjut, guru selain melanjutkan materi pelajaran, juga mengembangkan materi yang anak didik miliki.
Anak Didik Mempunyai Kompetensi Dasar
Setiap anak mempunyai kompetensi dasar yang berbeda dan khas. Hal ini merupakan bekal alami yang diperoleh anak sebelum mengikuti proses pendidikan. Kita mengetahui bahwa sebelum memasuki lingkungan sekolah, anak didik sudah berada di lingkungan yang bagi mereka nyaman dan merupakan tempat pertama mereka mengikuti proses pendidikan. Di lingkungan keluarga, sejak kecil anak didik sudah mendapatkan pembimbingan dari kedua orangtua.
Proses pembimbingan dari orangtua adalah pendidikan pertama yang diikuti oleh anak didik dalam upaya mempersiapkan diri menghadapi kehidupan lebih baik. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan teraman dan ternyaman bagi anak didik untuk mengikuti proses awal pendidikan dan pembelajaran. Sangat tidak benar jika kita mengatakan bahwa anak didik itu bagaikan selembar kertas putih, bersih dan siap kita bimbing untuk menulisi setiap halaman putih dengan berbagai tulisan yang kita berikan. Anak didik adalah sosok istimewa yang dengan keistimewaannya dapat mengembangkan diri secara maksimal jika diberi bimbingan secara tepat.
Tugas utama guru di dalam proses pendidikan dan pembelajaran sebenarnya adalah membantu anak didik untuk mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya secara maksimal. Dengan berbagai teknik, guru mencoba untuk membangkitkan kembali potensi, kompetensi yang dimiliki oleh anak didik melalui pembelajaran berkelanjutan. Pembelajaran berkelanjutan memungkinkan anak didik mengaktif-kan kembali memori di otaknya untuk memunculkan pengalaman belajar yang sudah dialami sebelum-nya. Seharusnya proses seperti itulah yang terjadi dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Dan, berdasarkan pada bekal yang sudah tertanam di dalam memorinya, maka guru mengembangkan dengan tambahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai positif dalam hidup sebagai pengalaman belajar yang baru bagi anak didik. Kita tambahkan beberapa pengalaman baru, yang sebenarnya merupakan pengulangan dan penambahan kompetensi yang dimiliki oleh anak didik. dengan demikian, maka kompetensi anak didik selalu mengalami peningkatan setiap kali mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Dan, hal inilah yang sesungguhnya kita harapkan setiap kali kita melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran.
Dengan bekal yang sudah dimiliki, maka anak didik mempunyai kesempatan lebih banyak untuk meningkatkan kompetensi yang sebenarnya sudah mereka miliki dari pengalaman belajar sebelumnya. Muali dari lingkungan keluar, sekolah kelas bawah hingga sampai pada tingkatan belajar tinggi, materi pelajaran yang diterima oleh anak didik adalah kelanjutan dari kompetensi dasar yang sudah dimilikinya. Jika ternyata didalam proses pendidikan dan pembelajaran, pada akhirnya anak didik tidak mengalami perubahan kompetensi secara signifikan, berarti anak didik tidak melakukan kegiatan belajar. Atau guru belum mampu memberikan bimbingan dan fasilitasi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik. Hal ini yang seringkali menjadi penyebab menurunnya kualitas hasil proses pendidikan di negeri ini.
Tugas utama guru di dalam proses pendidikan dan pembelajaran memang mengembangkan potensi, kompetensi yang dimiliki oleh anak didik sehingga dapat dijadikan sebagai bekal hidup. Setiap anak memang mempunyai kemampuan spesifik mereka dan aspek ini menjadi tanggungjawab guru untuk proses pengembangannya. Sejak berangkat dari lingkungan keluarga, anak didik berharap bahwa pengalaman hidupnya bertambah secara signifikan dengan mengikuti setiap proses pembelajaran sesuai dengan tingkatan masing-masing.
Guru Harus Mampu Mengembangkan Kompetensi Anak Didik
Pendidikan dan pembelajaran merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang untuk mengubah kompetensi yang ada dalam dirinya. Perubahan yang diinginkan adalah dari kondisi negative menjadi kondisipositif, artinya dari tidak mampu menjadi mampu, dari kemampuan rendah menjadi ber-kemampuan tinggi. Semua kegiatan ini dilakukan dalam pembimbingan dan fasilitasi orang yang lebih berpengalaman dan itu adalah guru.
Di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, peranan guru memang masih sentral, walaupun sudah seringkali dikatakan bahwa guru tidak harus menguasai proses secara mutlak. Guru bukanlah penguasa ruangan, proses belajar. Guru hanyalah fasilitator pendidikan dan pembelajaran anak didik. Posisi dan tugas guru di dalam proses pendidikan dan pembelajaran sedemikian rupa sehingga setiap tindakannya adalah cerminan dari tujuan pendidikan secara umum.
Orangtua mengirimkan anak-anaknya kesekolah karena mereka yakin dan percaya bahwa kompetensi yang dimiliki anak-anaknya dapat lebih berkembang di tangan yang benar. Orangtua merasa kurang mampu membimbing anak-anaknya untuk peningkatan kompetensi karena mereka disibukkan oleh tugas dan kewajiban untuk keluarga. Ayah harus bekerja untuk mencari nafkah agar roda kehidupan keluarga terus bergerak dan tingkat perekonomian keluarga terjaga stabil. Sementara sang ibu sibuk berbenah di rumah, mempersiapkan segala hal untuk keluarga dan pada jaman sekarang tidak sedikit para ibu yang ikut bekerja di luar rumah sebagai wanita karier atau sebangsanya. Dengan demikian, praktis masalah pendidikan dan pembelajaran kurang mendukung bagi anak-anak. Bahkan, ketika mereka berada di rumah-pun urusan belajar anak-anak belum mempunyai jatah. Mereka kelelahan setelah seharian bekerja sehingga butuh refreshing dan televisi menjadi pilihan utama penghiburan diri.
Dan, guru sebagai orang yang dipercaya untuk membimbing dan mengarahkan anak-anak untuk proses pendidikan dan pembelajaran menerima amanat untuk mendidik dan mengajar anak agar menjadi sosok-sosok yang kompeten. Guru harus melakukan perubahan, pengadaptasian diri pada anak didik sehingga anak didik menjadi sosok yang berbeda dari sebelumnya. Oleh karena itulah, maka guru harus mempunyai kemampuan untuk melihat dan memahami kompetensi dasar yang dimiliki oleh anak didik. guru harus dapat mengklasifikasikan anak didik berdasarkan ragam kompetensi dirinya. Jika hal ini dapat dilakukan oleh guru, maka selanjutnya tugas guru menjadi lebih ringan sebab guru hanya mengikuti kegiatan anak.
Guru sebagai sosok yang, dianggap mempunyai pengalaman hidup lebih banyak dan beragam membimbing anak didiknya sehingga mampu menyerap pengalaman tersebut dan menduplikasikannya pada dirinya. Proses duplikasi inilah yang sebenarnya menjadi salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran. Kita belajar, menimba pengalaman hidup dari proses duplikasi ini. Selain itu kita dapat menambah pengalaman belajar dengan cara menemukan sendiri konsep-konsep terkait dengan materi pelajaran yang dipelajari, dengan learning by doing. Dan, guru adalah pembimbing utama pada saat anak didik melakukan proses di sekolah. Oleh karena itulah, maka guru harus mampu mengembangkan kompetensi anak didik secara maksimal.
Sebagai pembimbing, pengarah, fasilitator pendidikan dan pembelajaran, maka sudah seharusnya guru mempunyai kemampuan yang kontributif bagi setiap kebutuhan belajar anak didiknya. Dengan pengalaman hidup dan pengalaman belajar yang sudah dimiliki, maka guru mempunyai kemampuan untuk melakukan tugas dan kewajibannya secara maksimal. Dan, tentunya dalam hal ini anak didik mendapatkan penanganan oleh tangan yang tepat. Guru memang bertugas dan berkewajiban untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki anak didik agar dapat mengubah kondisi menjadi lebih baik.
Buka Kesempatan untuk Anak Didik
Sebagai sosok yang mempunyai bekal kompetensi dalam dirinya, maka hal paling utama yang dibutuhkan oleh anak didik adalah kesempatan. Dan, sebenarnya kesempatan merupakan sesuatu yang sangat diharapkan oleh semua orang. Dengan kesempatan yang dimiliki, maka seseorang dapat mengembangkan dan meningkatkan kompetensi dirinya secara maksimal. Dan, hasil dari proses tersebut selanjutnya diharapkan dapat menjadi nilai plus bagi kehidupannya.
Dan, proses pendidikan dan pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah mendasarkan kegiatan pada upaya perubahan kondisi. Memang anak didik datang dan mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran dengan bekal yang dimiliki sebagai pengalaman belajar sebelumnya, tetapi hal ini dapat menjadi sia-sia jika ternyata mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mengaktualisasi diri. Ini merupakan tuntutan logis dari kehidupan.
Setiap orang butuh mengaktualisasi dalam kehidupan untuk menjaga eksistensi dirinya. Dan, untuk hal tersebut, maka mereka berharap dapat berarti bagi masyarakatnya. Ada pepatah mengatahkan, sekali berarti selanjutnya mati. Bahwa, didalam kehidupan kita, agar masyarakat mengakui keberadaan kita, maka kita harus mengaaktualisasikan diri. Kita harus berperan aktif dalam kehidupan ini agar terus tertanam kenangan dan pengetahuan atas diri kita oleh masyarakat. Eksistensi kita akan tetap dikenang, berarti bagi masyarakat jika kita mengambil peran secara aktif.
Untuk dapat berperan aktif dalam kehidupan, maka satu hal paling penting adalah kesempatan. Dengan kesempatan yang kita miliki, maka kita dapat bebas mengaktualisasikan kompetensi kita dalam kehidupan agar terekam sebagai pengalaman hidup bagi semua orang. Hanya dengan kesempatan yang terbuka, maka kita dapat menunjukkan kepada masyarakat atas kompetensi yang kita miliki. Kesempatan itu bagaikan ruangan luas yang memungkinkan kita untuk melakukan berbagai kegiatan, bahkan improvisasi kegiatan tanpa takut salah menuju kondisi terbaik pada kehidupan kita.
Begitu juga halnya dengan anak didk pada saat mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Sebagai subyek belajar, tentunya anak didik harus berperan aktif pada setiap kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Apalagi jika kita berbicara mengenai learning by doing, dimana anak diidk memang harus melakukan setiap aspek pendidikan dan pembelajaran agar memperoleh pengalaman belajar maksimal, maka mereka harus mempunyai banyak kesempatan melakukan kegiatannya. Tanpa kesempatan yang terbuka, tentunya mereka tidak dapat mengaktualisasikan ataupun berusaha untuk mendapatkan pengalaman belajar yang dibutuhkannya.
Oleh karena itulah, untuk dapat membimbing, mengarahkan dan memfasilitasi kegiatan pendidikan dan pembelajaran anak didik, maka perlu kesempatan seluas-luasnya untuk beraktivitas. Guru harus memberikan kesempatan belajar dan melakukan kegiatan belajar anak didik. Kita tidak boleh mengekang anak didik agar mengikuti apa yang kita inginkan. Justru kita harus mengikuti apa yang anak didik inginkan dan harapkan dari proses pendidikan dan pembelajarannya. Kita harus memasuki dunia anak-anak pada saat proses belajar dan bukan membawa dunia mereka ke dalam dunia kita. Sangat tidak sesuai! Anak-anak mempunyai dunia tersendiri, tidak sama dengan dunia kita. Anak-anak adalah sosok yang berbeda dengan kita, ada yang mengatakan bahwa anak-anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini, kecil. Mereka mempunyai spesifikasi dan kualifikasi yang berbeda dengan kita, jadi tidak dapat kita samakan dengan kita. Kita harus memberi kesempatan anak didik untuk berperan aktif dalam proses pendidikan dan pembelajarannya.
Beri Kepercayaan Kepada Anak Didik
Selain kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, kepercayaan merupakan salah satu penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, kepercayaan merupakan satu bentuk kondisi yang harus diberikan kepada anak didik agar mereka dapat maksimal dalam menjalani tugas dan kewajiban belajarnya. Bagaimanapun kita harus meyakini bahwa seseorang yang mendapatkan kepercayaan pasti dapat all out untuk setiap kegiatan yang dilakukannya.
Kepercayaan memang sebuah reward paling efektif untuk mengarahkan dan membimbing sukses pada banyak orang. Dengan memberikan kepercayaan pada seseorang, maka sebenarnya kita telah memberikan perhatian yang begitu besar padanya. Dan, perhatian merupakan satu kondisi terbaik yang dapat diperoleh seseorang saat mereka mampu berperan aktif dan bermanfaat bagi masyarakatnya. Jika seseorang mendapatkan kepercayaan dari orang lain, berarti ada nilai plus yang dimiliki sehingga orang lain mengapresiasi bagus.
Kepercayaan menjadi salah satu tujuan yang hendak dicapai oleh setiap orang agar peranannya dalam kehidupan dapat dilaksanakan. Hal ini karena kepercayaan memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk membuktikan segala hal terkait dengan kompetensi dirinya dalam kehidupan. Dan, anak didik adalah sosok dengan tingkat kebutuhan perhatian yang sangat tinggi sehingga untuk dapat membawa anak didik pada tingkat kesuksesannya, maka kita perlu memberikan penghargaan kepada mereka.
Selama ini yang terjadi adalah ketidakseimbangan antara reward dan punishment yang diterima anak didik dalam setiap kali kegiatan. Anak-anak telah menjadi korban ketidakadilan, ketidakseimbangan tersebut sehingga yang mereka dapatkan hanya punishment saja. Di mata semua orang, apa yang dilakukan oleh anak didik adalah sebuah kesalahan. Anak telah dijadikan sebagai tumpuan kesalahan untuk setiap kejadian dalam interaksi edukasi, bahkan dalam interaksi social di masyarakatnya. Kita seringkali tidak memahami, mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Sebagai sosok yang sedang mencari jati diri, anak didik memang sangat rentan atas berbagai pengaruh kehidupan. Apalagi dengan peningkatan perkembangan teknologi yang begitu pesat, berbagai pengaruh muncul dan membelit setiap langkah kegiatan hidup anak didik. Mereka tidak dapat mengelak dari keharusan untuk menjawab tantangan perkembangan hidup tersebut. Mereka tidak dapat melarikan diri dari kondisi yang tercipta dalam kehidupannya. Dan, sebagai sosok yang sedang mencari jati diri, maka yang tejadi kemudian adalah banyaknya kesalahan selama mereka menjalani kehidupan.
Mereka membutuhkan kepercayaan untuk melakukan setiap kegiatan hidupnya. Tetapi, mereka juga perlu pembimbingan, pengarahan dan pemfasilitasian sehingga dapat meminimalisir kesalahan yang terjadi. Berikan mereka kepercayaan dan lakukan pembimbingan atau pengarahan dan fasilitasi proses, maka mereka pasti dapat memaksimalkan hasil proses pendidikan dan pembelajaran mereka. Hal inilah yang terpenting dalam proses pengembangan dan peningkatan kemampuan yang dimiliki anak didik.
Setelah kita memperhatikan uraian di atas, setidaknya kita menjadi sadar bahwa sebenarnya anak didik yang mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran di kelas kita bukanlah kertas putih kosong atau gelas kosong, melainkan sosok dengan bekal kompetensi yang siap dikembangkan dan ditingkatkan. Oleh karena itulah, sebagai seorang guru kita harus memberikan bimbingan, arahan dan fasilitasi maksimal untuk mereka.
Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, kemampuan yang dimiliki oleh anak didik, maka kita harus membantu mereka secara maksimal. Kita kondisikan mereka sehingga merasa nyaman dalam menjalankan proses pendidikan dan pembelajaran. Kita harus memberikan bimbingan, arahan dan fasilitasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan mereka. Ketetapatan bimbingan, arahan dan fasilitasi ini adalah untuk menghindarkan kesalahan langkah dan proses bagi anak didik.
Guru hanyalah sebagai fasilitator pada proses pendidikan dan pembelajaran di jaman sekarang ini. Oleh karena itulah, guru hanyalah memberikan bantuan kepada anak didik agar mampu mengembangkaan dan meningkatkan kemampuan yan dimilikinya. Dan, proses pendidikan dan pembelajaran dipercaya mempunyai kemampuan yang sangat besar dalam pengkondisian anak didik. Oleh karena itulah, maka kita perlu memaksimalkan proses tersebut.
Kita memang yakin dan percaya bahwa proses pendidikan dan pembelajaran dapat menjadi jembatan untuk mengantar anak-anak menjadi sosok-sosok yang kompeten pada bidangnya. Dengan demikian, maka pertambahan angka pengangguran terdidik dapat dikurangi sebab anak-anak dengan kemampuan di bidangnya adalah tenaga-tenaga kerja yang siap bekerja, tidak hanya memasuki lapangan pekerjaan melainkan juga menciptakan lapangan pekerjaan. Dan, konsep tersebut merupakan visi pendidikan di jaman sekarang ini. Orientasi pendidikan dan pembelajaran sekarang ini telah mengalami perubahan atau pergeseran paradigma (paradigm shift). Perubahan atau pergeseran paradigma inilah yang selanjutnya arah kebijakan pendidikan, baik dari pusat maupun guru sebagai petugas lapangan. Jika tidak, maka proses pendidikan hanya akan menciptakan robot-robot teknologi tanpa jiwa.
Paradigm shift yang terjadi dalam segala aspek kehidupan harus dihadapi dengan persiapan kondisi diri yang seimbang. Keseimbangan kondisi di dalam diri dengan kondisi di lingkungan memungkinkan sebuah interaksi maksimal, khususnya interaksi edukasi. Dan, kemampuan yang dimiliki oleh anak didik hasil pengalaman belajar pada saat sebelumnya telah menjadi jembatan penghubung terbaik untuk setiap upaya perubahan pengalaman belajar selanjutnya. Oleh karena itulah, maka guru harus benar-benar dapat memanfaatkan bekal kemampuan anak didik ini sehingga proses pembelajarannya dapat efektif. Kita bukanlah memberikan materi baru pada anak didik, melainkan menambah dan mengembangkan materi yang sebenarnya sudah anak didik miliki. Konsep inilah yang harus kita jadikan acuan setiap kali kita melaksanakan tugas pendidikan dan pembelajaran sehingga tidak menjadi beban tersendiri di hati kita.
Anak didik kita bukanlah wadah sekedar wadah sebagaimana yang kita maknakan di atas. Anak didik adalah wadah dengan tingkat elastisitas sangat tinggi sehingga berapapun banyak ilmu yang kita berikan, maka semua meresap ke dalam wadah tersebut. Anak didik seperti hamparan pasir kering, ketika air kita tumpahkan ke permukaan pasir tersebut, maka dengan segera air terhisap dan tersimpan di dalamnya. Anak didik adalah tanah berporus yang mampu menerima dan menyimpan setiap apa yang kita masukkan ke dalamnya. Apapaun yang kita berikan kepada anak didik, maka semua itu bakal diterima dan masuk ke dalam diri anak didik, tersimpan di memori otaknya. Dan, pada setiap anak didik mempunyai bekal terkait dengan proses pendidikan dan pembelajaran yang diikutinya. Walau kemudian bekal ini tidak aktif sebab belum diasah secara baik, setiap saat.
Bahwa anak didik berangkat ke sekolah, berasal dari lingkungan tertentu dengan pengkondisian khusus. Dengan demikian, maka sebenarnya anak didik telah mempunyai kondisi tertentu pada dirinya untuk mengikuti proses yang kita selenggarakan. Hal ini signifikan dengan kenyataan bahwa semua materi yang kita berikan kepada anak didik merupakan proses lanjutan dari proses yang sebelumnya sudah dijalani oleh anak didik. Bahwa, saat anak didik memasuki dunia pendidikan tingkat sekolah dasar, sebelumnya mereka sudah mendapatkan bekal dari lingkungan keluarganya. Begitulah seterusnya setiap kali kita membimbing anak-anak menjalani proses pendidikan dan pembelajarannya.
Pendidikan adalah Proses Berkelanjutan
Pada dasarnya pendidikan adalah upaya untuk memfasilitasi setiap kondisi yang dibutuhkan dalam kehidupannya. Dan, kondisi kehidupan terus mengalami perubahan sebab kehidupan adalah sesuatu yang sangat dinamis. Setiap saat mengalami perubahan dan setiap perubahan menuntut konsekuensi logis berupa keharusan kita untuk memenuhi dan mengikuti kondisi tersebut. Sementara kita menyadari bahwa untuk menjawab setiap perubahan tersebut kita tidak dapat secara langsung. Kita hanya dapat memenuhi konsekuensi tersebut secara bertahap.
Tahap tahap pemenuhan konsekuensi logis kehidupan tersebut selanjutnya diwujudkan dalam proses formal, yaitu pendidikan dan pembelajaran. Di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, setiap materi pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga setiap materi dibagi dalam beberapa kompetensi. Kompetensi ini selanjutnya dialokasikan secara sistematis dalam sebuah kurikulum dan diterjemahkan dalam silabus untuk setiap tingkatan.
Untuk setiap jenjang pendidikan terbagi atas beberapa tingkatan yang mempunyai pembagian materi pelajaran yang proporsional dengan tingkatan kemampuan anak didk. Hal ini merupakan apresiasi atas kemampuan anak yang tidak sama untuk setiap tingkatan usia anak didik. Setiap anak mempunyai kemampuan yang sesuai dengan usianya. Oleh karena itulah, maka guru juga perlu menyadari dan membimbing anak untuk belajar sesuai kemampuannya. Artinya, materi yang diberikan oleh guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran diberikan secara perlahan bertahap, dari yang mudah ke yang menengah dan selanjutnya ke materi yang sulit.
Pendidikan adalah proses berkelanjutnya artinya apa yang kita berikan pada saat sekarang menjadi dasar atau landasan untuk materi selanjutnya. Begitu sebaliknya, apa yang kita berikan pada saat sekarang merupakan kelanjutan dari materi sebelumnya. Dengan demikian, maka materi yang dipelajari anak didik berproses dari negatif menuju positif secara perlahan dan sistematis. Artinya anak didik tidak akan terbebani oleh proses pendidikan dan pembelajarannya. Mereka akan belajar sesuai dengan kemampuan dirinya dan tidak dipaksa pada kondisi yang dituju proses pendidikan.
Pendidikan adalah proses berkelanjutan sehingga anak-anak yang mengikuti proses pendidikan merasakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Anak merasa bahwa proses pendidikan mampu memberikan suasana yang berbeda dan mengikat perhatian serta konsentrasi tinggi. Model pembelajaran yang bertahap mmbuat anak-anak nyaman pada saat mengikuti proses. Mereka tidak terancam oleh kondisi materi pelajaran sebab setiap saat mereka memperoleh dasar untuk mempelajari materi lanjutnya.
Tentunya dengan konsep pembelajaran seperti ini, maka setiap anak sudah mempunyai bekal untuk setiap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. Mereka sebenarnya sudah mengetahui, bahkan memahami konsep dasar materi pelajaran, tetapi tentu saja yang diberikan di sekolah adalah kelanjutan dari apa yang sudah dimilikinya. Oleh karena itulah, konsep bahwa anak didik sebagai kertas putih sungguh tidak relevan sebab di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, guru hanyalah melanjutkan proses yang sedah dijalani oleh anak didik sebelumnya. Pada proses pembelajaran lanjut, guru selain melanjutkan materi pelajaran, juga mengembangkan materi yang anak didik miliki.
Anak Didik Mempunyai Kompetensi Dasar
Setiap anak mempunyai kompetensi dasar yang berbeda dan khas. Hal ini merupakan bekal alami yang diperoleh anak sebelum mengikuti proses pendidikan. Kita mengetahui bahwa sebelum memasuki lingkungan sekolah, anak didik sudah berada di lingkungan yang bagi mereka nyaman dan merupakan tempat pertama mereka mengikuti proses pendidikan. Di lingkungan keluarga, sejak kecil anak didik sudah mendapatkan pembimbingan dari kedua orangtua.
Proses pembimbingan dari orangtua adalah pendidikan pertama yang diikuti oleh anak didik dalam upaya mempersiapkan diri menghadapi kehidupan lebih baik. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan teraman dan ternyaman bagi anak didik untuk mengikuti proses awal pendidikan dan pembelajaran. Sangat tidak benar jika kita mengatakan bahwa anak didik itu bagaikan selembar kertas putih, bersih dan siap kita bimbing untuk menulisi setiap halaman putih dengan berbagai tulisan yang kita berikan. Anak didik adalah sosok istimewa yang dengan keistimewaannya dapat mengembangkan diri secara maksimal jika diberi bimbingan secara tepat.
Tugas utama guru di dalam proses pendidikan dan pembelajaran sebenarnya adalah membantu anak didik untuk mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya secara maksimal. Dengan berbagai teknik, guru mencoba untuk membangkitkan kembali potensi, kompetensi yang dimiliki oleh anak didik melalui pembelajaran berkelanjutan. Pembelajaran berkelanjutan memungkinkan anak didik mengaktif-kan kembali memori di otaknya untuk memunculkan pengalaman belajar yang sudah dialami sebelum-nya. Seharusnya proses seperti itulah yang terjadi dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Dan, berdasarkan pada bekal yang sudah tertanam di dalam memorinya, maka guru mengembangkan dengan tambahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai positif dalam hidup sebagai pengalaman belajar yang baru bagi anak didik. Kita tambahkan beberapa pengalaman baru, yang sebenarnya merupakan pengulangan dan penambahan kompetensi yang dimiliki oleh anak didik. dengan demikian, maka kompetensi anak didik selalu mengalami peningkatan setiap kali mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Dan, hal inilah yang sesungguhnya kita harapkan setiap kali kita melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran.
Dengan bekal yang sudah dimiliki, maka anak didik mempunyai kesempatan lebih banyak untuk meningkatkan kompetensi yang sebenarnya sudah mereka miliki dari pengalaman belajar sebelumnya. Muali dari lingkungan keluar, sekolah kelas bawah hingga sampai pada tingkatan belajar tinggi, materi pelajaran yang diterima oleh anak didik adalah kelanjutan dari kompetensi dasar yang sudah dimilikinya. Jika ternyata didalam proses pendidikan dan pembelajaran, pada akhirnya anak didik tidak mengalami perubahan kompetensi secara signifikan, berarti anak didik tidak melakukan kegiatan belajar. Atau guru belum mampu memberikan bimbingan dan fasilitasi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik. Hal ini yang seringkali menjadi penyebab menurunnya kualitas hasil proses pendidikan di negeri ini.
Tugas utama guru di dalam proses pendidikan dan pembelajaran memang mengembangkan potensi, kompetensi yang dimiliki oleh anak didik sehingga dapat dijadikan sebagai bekal hidup. Setiap anak memang mempunyai kemampuan spesifik mereka dan aspek ini menjadi tanggungjawab guru untuk proses pengembangannya. Sejak berangkat dari lingkungan keluarga, anak didik berharap bahwa pengalaman hidupnya bertambah secara signifikan dengan mengikuti setiap proses pembelajaran sesuai dengan tingkatan masing-masing.
Guru Harus Mampu Mengembangkan Kompetensi Anak Didik
Pendidikan dan pembelajaran merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang untuk mengubah kompetensi yang ada dalam dirinya. Perubahan yang diinginkan adalah dari kondisi negative menjadi kondisipositif, artinya dari tidak mampu menjadi mampu, dari kemampuan rendah menjadi ber-kemampuan tinggi. Semua kegiatan ini dilakukan dalam pembimbingan dan fasilitasi orang yang lebih berpengalaman dan itu adalah guru.
Di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, peranan guru memang masih sentral, walaupun sudah seringkali dikatakan bahwa guru tidak harus menguasai proses secara mutlak. Guru bukanlah penguasa ruangan, proses belajar. Guru hanyalah fasilitator pendidikan dan pembelajaran anak didik. Posisi dan tugas guru di dalam proses pendidikan dan pembelajaran sedemikian rupa sehingga setiap tindakannya adalah cerminan dari tujuan pendidikan secara umum.
Orangtua mengirimkan anak-anaknya kesekolah karena mereka yakin dan percaya bahwa kompetensi yang dimiliki anak-anaknya dapat lebih berkembang di tangan yang benar. Orangtua merasa kurang mampu membimbing anak-anaknya untuk peningkatan kompetensi karena mereka disibukkan oleh tugas dan kewajiban untuk keluarga. Ayah harus bekerja untuk mencari nafkah agar roda kehidupan keluarga terus bergerak dan tingkat perekonomian keluarga terjaga stabil. Sementara sang ibu sibuk berbenah di rumah, mempersiapkan segala hal untuk keluarga dan pada jaman sekarang tidak sedikit para ibu yang ikut bekerja di luar rumah sebagai wanita karier atau sebangsanya. Dengan demikian, praktis masalah pendidikan dan pembelajaran kurang mendukung bagi anak-anak. Bahkan, ketika mereka berada di rumah-pun urusan belajar anak-anak belum mempunyai jatah. Mereka kelelahan setelah seharian bekerja sehingga butuh refreshing dan televisi menjadi pilihan utama penghiburan diri.
Dan, guru sebagai orang yang dipercaya untuk membimbing dan mengarahkan anak-anak untuk proses pendidikan dan pembelajaran menerima amanat untuk mendidik dan mengajar anak agar menjadi sosok-sosok yang kompeten. Guru harus melakukan perubahan, pengadaptasian diri pada anak didik sehingga anak didik menjadi sosok yang berbeda dari sebelumnya. Oleh karena itulah, maka guru harus mempunyai kemampuan untuk melihat dan memahami kompetensi dasar yang dimiliki oleh anak didik. guru harus dapat mengklasifikasikan anak didik berdasarkan ragam kompetensi dirinya. Jika hal ini dapat dilakukan oleh guru, maka selanjutnya tugas guru menjadi lebih ringan sebab guru hanya mengikuti kegiatan anak.
Guru sebagai sosok yang, dianggap mempunyai pengalaman hidup lebih banyak dan beragam membimbing anak didiknya sehingga mampu menyerap pengalaman tersebut dan menduplikasikannya pada dirinya. Proses duplikasi inilah yang sebenarnya menjadi salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran. Kita belajar, menimba pengalaman hidup dari proses duplikasi ini. Selain itu kita dapat menambah pengalaman belajar dengan cara menemukan sendiri konsep-konsep terkait dengan materi pelajaran yang dipelajari, dengan learning by doing. Dan, guru adalah pembimbing utama pada saat anak didik melakukan proses di sekolah. Oleh karena itulah, maka guru harus mampu mengembangkan kompetensi anak didik secara maksimal.
Sebagai pembimbing, pengarah, fasilitator pendidikan dan pembelajaran, maka sudah seharusnya guru mempunyai kemampuan yang kontributif bagi setiap kebutuhan belajar anak didiknya. Dengan pengalaman hidup dan pengalaman belajar yang sudah dimiliki, maka guru mempunyai kemampuan untuk melakukan tugas dan kewajibannya secara maksimal. Dan, tentunya dalam hal ini anak didik mendapatkan penanganan oleh tangan yang tepat. Guru memang bertugas dan berkewajiban untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki anak didik agar dapat mengubah kondisi menjadi lebih baik.
Buka Kesempatan untuk Anak Didik
Sebagai sosok yang mempunyai bekal kompetensi dalam dirinya, maka hal paling utama yang dibutuhkan oleh anak didik adalah kesempatan. Dan, sebenarnya kesempatan merupakan sesuatu yang sangat diharapkan oleh semua orang. Dengan kesempatan yang dimiliki, maka seseorang dapat mengembangkan dan meningkatkan kompetensi dirinya secara maksimal. Dan, hasil dari proses tersebut selanjutnya diharapkan dapat menjadi nilai plus bagi kehidupannya.
Dan, proses pendidikan dan pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah mendasarkan kegiatan pada upaya perubahan kondisi. Memang anak didik datang dan mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran dengan bekal yang dimiliki sebagai pengalaman belajar sebelumnya, tetapi hal ini dapat menjadi sia-sia jika ternyata mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mengaktualisasi diri. Ini merupakan tuntutan logis dari kehidupan.
Setiap orang butuh mengaktualisasi dalam kehidupan untuk menjaga eksistensi dirinya. Dan, untuk hal tersebut, maka mereka berharap dapat berarti bagi masyarakatnya. Ada pepatah mengatahkan, sekali berarti selanjutnya mati. Bahwa, didalam kehidupan kita, agar masyarakat mengakui keberadaan kita, maka kita harus mengaaktualisasikan diri. Kita harus berperan aktif dalam kehidupan ini agar terus tertanam kenangan dan pengetahuan atas diri kita oleh masyarakat. Eksistensi kita akan tetap dikenang, berarti bagi masyarakat jika kita mengambil peran secara aktif.
Untuk dapat berperan aktif dalam kehidupan, maka satu hal paling penting adalah kesempatan. Dengan kesempatan yang kita miliki, maka kita dapat bebas mengaktualisasikan kompetensi kita dalam kehidupan agar terekam sebagai pengalaman hidup bagi semua orang. Hanya dengan kesempatan yang terbuka, maka kita dapat menunjukkan kepada masyarakat atas kompetensi yang kita miliki. Kesempatan itu bagaikan ruangan luas yang memungkinkan kita untuk melakukan berbagai kegiatan, bahkan improvisasi kegiatan tanpa takut salah menuju kondisi terbaik pada kehidupan kita.
Begitu juga halnya dengan anak didk pada saat mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Sebagai subyek belajar, tentunya anak didik harus berperan aktif pada setiap kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Apalagi jika kita berbicara mengenai learning by doing, dimana anak diidk memang harus melakukan setiap aspek pendidikan dan pembelajaran agar memperoleh pengalaman belajar maksimal, maka mereka harus mempunyai banyak kesempatan melakukan kegiatannya. Tanpa kesempatan yang terbuka, tentunya mereka tidak dapat mengaktualisasikan ataupun berusaha untuk mendapatkan pengalaman belajar yang dibutuhkannya.
Oleh karena itulah, untuk dapat membimbing, mengarahkan dan memfasilitasi kegiatan pendidikan dan pembelajaran anak didik, maka perlu kesempatan seluas-luasnya untuk beraktivitas. Guru harus memberikan kesempatan belajar dan melakukan kegiatan belajar anak didik. Kita tidak boleh mengekang anak didik agar mengikuti apa yang kita inginkan. Justru kita harus mengikuti apa yang anak didik inginkan dan harapkan dari proses pendidikan dan pembelajarannya. Kita harus memasuki dunia anak-anak pada saat proses belajar dan bukan membawa dunia mereka ke dalam dunia kita. Sangat tidak sesuai! Anak-anak mempunyai dunia tersendiri, tidak sama dengan dunia kita. Anak-anak adalah sosok yang berbeda dengan kita, ada yang mengatakan bahwa anak-anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini, kecil. Mereka mempunyai spesifikasi dan kualifikasi yang berbeda dengan kita, jadi tidak dapat kita samakan dengan kita. Kita harus memberi kesempatan anak didik untuk berperan aktif dalam proses pendidikan dan pembelajarannya.
Beri Kepercayaan Kepada Anak Didik
Selain kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, kepercayaan merupakan salah satu penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, kepercayaan merupakan satu bentuk kondisi yang harus diberikan kepada anak didik agar mereka dapat maksimal dalam menjalani tugas dan kewajiban belajarnya. Bagaimanapun kita harus meyakini bahwa seseorang yang mendapatkan kepercayaan pasti dapat all out untuk setiap kegiatan yang dilakukannya.
Kepercayaan memang sebuah reward paling efektif untuk mengarahkan dan membimbing sukses pada banyak orang. Dengan memberikan kepercayaan pada seseorang, maka sebenarnya kita telah memberikan perhatian yang begitu besar padanya. Dan, perhatian merupakan satu kondisi terbaik yang dapat diperoleh seseorang saat mereka mampu berperan aktif dan bermanfaat bagi masyarakatnya. Jika seseorang mendapatkan kepercayaan dari orang lain, berarti ada nilai plus yang dimiliki sehingga orang lain mengapresiasi bagus.
Kepercayaan menjadi salah satu tujuan yang hendak dicapai oleh setiap orang agar peranannya dalam kehidupan dapat dilaksanakan. Hal ini karena kepercayaan memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk membuktikan segala hal terkait dengan kompetensi dirinya dalam kehidupan. Dan, anak didik adalah sosok dengan tingkat kebutuhan perhatian yang sangat tinggi sehingga untuk dapat membawa anak didik pada tingkat kesuksesannya, maka kita perlu memberikan penghargaan kepada mereka.
Selama ini yang terjadi adalah ketidakseimbangan antara reward dan punishment yang diterima anak didik dalam setiap kali kegiatan. Anak-anak telah menjadi korban ketidakadilan, ketidakseimbangan tersebut sehingga yang mereka dapatkan hanya punishment saja. Di mata semua orang, apa yang dilakukan oleh anak didik adalah sebuah kesalahan. Anak telah dijadikan sebagai tumpuan kesalahan untuk setiap kejadian dalam interaksi edukasi, bahkan dalam interaksi social di masyarakatnya. Kita seringkali tidak memahami, mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Sebagai sosok yang sedang mencari jati diri, anak didik memang sangat rentan atas berbagai pengaruh kehidupan. Apalagi dengan peningkatan perkembangan teknologi yang begitu pesat, berbagai pengaruh muncul dan membelit setiap langkah kegiatan hidup anak didik. Mereka tidak dapat mengelak dari keharusan untuk menjawab tantangan perkembangan hidup tersebut. Mereka tidak dapat melarikan diri dari kondisi yang tercipta dalam kehidupannya. Dan, sebagai sosok yang sedang mencari jati diri, maka yang tejadi kemudian adalah banyaknya kesalahan selama mereka menjalani kehidupan.
Mereka membutuhkan kepercayaan untuk melakukan setiap kegiatan hidupnya. Tetapi, mereka juga perlu pembimbingan, pengarahan dan pemfasilitasian sehingga dapat meminimalisir kesalahan yang terjadi. Berikan mereka kepercayaan dan lakukan pembimbingan atau pengarahan dan fasilitasi proses, maka mereka pasti dapat memaksimalkan hasil proses pendidikan dan pembelajaran mereka. Hal inilah yang terpenting dalam proses pengembangan dan peningkatan kemampuan yang dimiliki anak didik.
Setelah kita memperhatikan uraian di atas, setidaknya kita menjadi sadar bahwa sebenarnya anak didik yang mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran di kelas kita bukanlah kertas putih kosong atau gelas kosong, melainkan sosok dengan bekal kompetensi yang siap dikembangkan dan ditingkatkan. Oleh karena itulah, sebagai seorang guru kita harus memberikan bimbingan, arahan dan fasilitasi maksimal untuk mereka.
Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, kemampuan yang dimiliki oleh anak didik, maka kita harus membantu mereka secara maksimal. Kita kondisikan mereka sehingga merasa nyaman dalam menjalankan proses pendidikan dan pembelajaran. Kita harus memberikan bimbingan, arahan dan fasilitasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan mereka. Ketetapatan bimbingan, arahan dan fasilitasi ini adalah untuk menghindarkan kesalahan langkah dan proses bagi anak didik.
Guru hanyalah sebagai fasilitator pada proses pendidikan dan pembelajaran di jaman sekarang ini. Oleh karena itulah, guru hanyalah memberikan bantuan kepada anak didik agar mampu mengembangkaan dan meningkatkan kemampuan yan dimilikinya. Dan, proses pendidikan dan pembelajaran dipercaya mempunyai kemampuan yang sangat besar dalam pengkondisian anak didik. Oleh karena itulah, maka kita perlu memaksimalkan proses tersebut.
Kita memang yakin dan percaya bahwa proses pendidikan dan pembelajaran dapat menjadi jembatan untuk mengantar anak-anak menjadi sosok-sosok yang kompeten pada bidangnya. Dengan demikian, maka pertambahan angka pengangguran terdidik dapat dikurangi sebab anak-anak dengan kemampuan di bidangnya adalah tenaga-tenaga kerja yang siap bekerja, tidak hanya memasuki lapangan pekerjaan melainkan juga menciptakan lapangan pekerjaan. Dan, konsep tersebut merupakan visi pendidikan di jaman sekarang ini. Orientasi pendidikan dan pembelajaran sekarang ini telah mengalami perubahan atau pergeseran paradigma (paradigm shift). Perubahan atau pergeseran paradigma inilah yang selanjutnya arah kebijakan pendidikan, baik dari pusat maupun guru sebagai petugas lapangan. Jika tidak, maka proses pendidikan hanya akan menciptakan robot-robot teknologi tanpa jiwa.
Paradigm shift yang terjadi dalam segala aspek kehidupan harus dihadapi dengan persiapan kondisi diri yang seimbang. Keseimbangan kondisi di dalam diri dengan kondisi di lingkungan memungkinkan sebuah interaksi maksimal, khususnya interaksi edukasi. Dan, kemampuan yang dimiliki oleh anak didik hasil pengalaman belajar pada saat sebelumnya telah menjadi jembatan penghubung terbaik untuk setiap upaya perubahan pengalaman belajar selanjutnya. Oleh karena itulah, maka guru harus benar-benar dapat memanfaatkan bekal kemampuan anak didik ini sehingga proses pembelajarannya dapat efektif. Kita bukanlah memberikan materi baru pada anak didik, melainkan menambah dan mengembangkan materi yang sebenarnya sudah anak didik miliki. Konsep inilah yang harus kita jadikan acuan setiap kali kita melaksanakan tugas pendidikan dan pembelajaran sehingga tidak menjadi beban tersendiri di hati kita.
Mengelola Sekolah Plus untuk Pendidikan Berbasis Kecakapan Hidup
Ada 3 (tiga) aspek dasar yang menjadi bidang garapan dunia pendidikan, sekolah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga aspek ini didalam proses pendidikan dan pembelajaran dijalankan dalam sebuah kegiatan yang memberikan materi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dan, ketiga aspek ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu terhadap yang lainnya. Ketiga aspek ini saling mendukung sehingga didapatkan lulusan yang kompeten dalam kehidupannya. Dan, setiap tahun konsep pendidikan melakuan reformasi pada pembelajaran dengan skala prioritas yang berbeda, khususnya pada aspek psikomotor. Dinamisasi sebuah sekolah dapat kita lihat pada tingkat keberhasilan proses pembelajaran psikomotor ini.
Pada saat itu, masing-masing aspek diberikan secara terpisah sehingga idapatkan hasil maksimal. Artinya, pada saat itu anak-anak mempunyai kemampuan intelek yang mumpuni dengan perimbangan sikap hidup yang positif serta keterampilan hidup yang aplikatif. Dan, hasil pendidikan saat itu dapat kita rasakan saat ini, yaitu sekitar 20 (dua puluh) tahun kemudian. Orang-orang yang mengikuti proses pendidikan saat itu telah menjadi orang-orang dengan tingkat kemampuan yang proporsional. Mereka dapat memerankan peranannya dalam kehidupan tanpa kesulitan.
Tetapi, pada dekade selanjutnya, ternyata ahsi pendidikan terasa begitu mengecewakan semua pihak. Anak-anak hasil proses pendidikan dekade ini ternyata belum, bahkan dapat dikatakan tidak dapat mencerminkan hasil sebuah proses pendidikan yang dibilang sudah maju. Justru, kemunduran merupakan hasil dalam segala bidang pendidikan. Tiga aspek dasar pendidikan yang diberikan dalam proses pendidikan belum dapat diserap dan dijadikan bagian integral diri anak didik. Pengetahuan tidak maksimal, sikap mengalami perubahan yang drastis, begitu juga keterampilan hilang dari diri anak. Ini meurpakan sebuah kenyataan yang tidak dapat kita pungkiri.
Hasil proses pendidikan dan pembelajaran memang tidak dapat dilihat untuk waktu yang singkat. Kita membutuhkan waktu yang relative lama untuk dapat mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran. Tetapi hal tersebut dapat kita lihat secara sampling dari lulusan sekolah di sekotar kita yang ternyata sudah tidak mencerminkan orang-orang berpendidikan. Sikap mereka dalam kehidupan bahkan tdiak sedikit yang seperti barbar. Pengetahuan mereka ternyata belum menjangkau untuk kondisi sekarang dan keterampilan yang mereka miliki ternyata sama sekali tidak dapat diajdikan sebagai satu kecakapan untuk hidup.
Untuk mengkondisikan sekolah sebagai sekolah plus, memang cukup rumit dan membutuhkan banyak aspek pendukung. Aspek pendukung inilah yang diharapkan dapat memberikan dukungan motivasi, baik mental maupun fisik. Dengan dukungan ini, maka pada setiap lini terdapat kesatuan kinerja yang diharapkan dapat memicu dan memacu setiap program yang dicanangkan sekolah. Sekolah plus memang merupakan sekolah dengan berbagai muatan yang diharapkan dapat membedakannya dengan sekolah lainnya, sejenis maupun tidak. Pada sisi lainnya, label plus yang kita pasang adalah merupakan apresiasi atas visi dan misi yang kita gotong pada saat memutuskan sekolah sebagai sekolah plus.
Visi adalah gambaran yang akan kita capai pada masa tertentu yang bersifat positif untuk kondisi setelah sekarang. Visi merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh manajemen sekolah dengan kesepakatan bersama dewan guru untuk menciptakan suatu inovasi sehingga selanjutnya proses pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan dapat memberikan bekal plus bagi anak didik. Bekal plus yang kita maksud adalah terintegrasinya setiap aspek pendidikan di dalam diri anak didik, artinya setelah mengikuti proses pendidikan, maka anak didik memperoleh bekal kognitif, afektif dan psikomotor secara integral dalam dirinya. Mereka tidak hanya intelek, tetapi sopan dan mempunyai keterampilan aplikatif bagi kehidupannya.
Sementara untuk dapat menjalankan program pendidikan plus bagi anak didik dan berharap dapat mencapai hasil maksimal, maka perlu kiranya kita memperhatikan 3(tiga) K aspek dasar ini:
a. Komitmen
Komitmen adalah kesepakatan kita untuk melakukan sebuah kegiatan. Komitmen ini merupakan dasar pelaksanaan kegiatan. Dengan komitmen ini, maka setiap orang yang terlibat dakan kegiatan mempunyai tanggungjawab untuk menjaga eksistensi kesepakatan yang sudah dibuat. Hal ini sangat penting sebab dengan komitmen yang tinggi, maka keterlaksanaan program dapat maksimal.
Untuk itulah, maka setiap elemen terkait dengan setiap program yang disusun dan dicanangkan oleh sekolah harus benar-benar mendukung. Hal ini karena elemen terkait dengan kegiatan adalah sosok-sosok penentu tingkat keberhasilan. Jika mereka tidak sepenuh hati mengikuti komitmen kegiatan, maka mereka akan menjadi pembeban kegiatan.
Komitmen ini memegang peranan penting dalam setiap program kegiatan, khususnya program pendidikan dan pembelajaran yang ditetapkan oleh pengelola sekolah. Dengan komitmen ini, maka setiap elemen harus ikut mengembangkan program. Jika hal ini tercipta, dinamisasi program dan kegiatan lebih terarah dan pasti.
Misalnya kita membuat komitmen untuk menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran plus, missal SMP Plus, SMA Plus dan sebagainya, maka setiap personil yang membuat komitmen harus dapat menjaga keteguhan hatinya dalam mengembangkan kesepakatan menjadi hal nyata. Setiap pembuat komitmen harus berusaha agar berperan maksimal.
b. Konsisten
Konsisten adalah keajegan, kesetiaan kepada komitmen yang sudah disetujui bersama. Di dalam pelaksanaan program kegiatan, semua elemen yang telah membuat komitmen kegiatan berkewajiban dan bertanggungjawab atas kelancaran proses. oleh karena itulah, maka keteguhan-nya terhadap komitmen benar-benar menjadi taruhan untuk kedepannya.
Ketika sekolah, pengelola sekolah dan semua civitas akademik sekolah membuat kesepakatan untuk menerapkan satu program baru, maka selanjutnya setiap elemen harus benar-benar yakin dan teguh atas pelaksanaan peran masing-masing dalam kegiatan. Selain itu, arah dan bentuk serta aspek kegiatan harus dijaga agar tidak mengalami pembiasan selama proses perjalanannya. Hal ini agar visi dan misi yang sudah diputuskan, disepakati bersama benar-benar dapat direalisasi.
Konsistensi atas segala komitmen bersama merupakan bentuk keteguhan kita atas keputusan yang sudah kita buat. Bagaimana-pun kita memang harus konsisten dengan segala yang sudah kita putuskan bersama. Jika kita konsisten dengan apa yang sudah kita putuskan, maka hal itu berrati separuh tujuan sudah tercapai.
Dalam proses penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran plus, artinya kita sudah memutuskan untuk mencapai sesuatu yang lebih dibandingkan kondisi pada umumnya. Jika pada umumnya hasil proses pendidikan hanya anak-anak dengan tingkat intelektualitas dan sikap serta keterampilan minimal, maka setelah kita membuat komitmen sekolah plus, kita harus tetap pada jalur tersebut. Kita tidak boleh mengubah arah dan menghapus komitmen tersebut.
c. Konsekuen
Konsekuen adalah kemampuan dan kemauan untuk menerima segala akibat kegiatan dengan lapang hati dan besar jiwa. Setiap orang dalam kehidupan ini mempunyai tanggungjawab dan kewajiban terhadap segala hal yang sudah, sedang dan akan dilakukan untuk kelancaran hidupnya. Dalam proses pendidikan dan pembelajaran, setiap program yang telah dicanangkan memberikan dan menuntut tanggungjawab dan kewajiban
Untuk keterlaksanaan setiap program yang sudah dicanangkan bersama, maka setiap orang harus berani menghadapi setiap akibat dari kesepakatan yang dibuat. Pada penyelenggaraan proses pendidikan dan pembelajaran plus, maka setiap orang yang terkait dalam kegiatan harus berani menghadapi setiap akibat dari kebijakan yang sudah disepakati.
Artinya, mereka harus menyadari bahwa setiap kali kegiatan yang sudah disepakati memberikan tuntutan logis. Dan, mereka harus selalu siap menghadapi tuntutan tersebut dan memberikan solusi atas setiap permasalahan. Setiap orang harus menyadari dan menindaklanjuti setiap program dengan langkah konkrit untuk mewujudkan isi program. Dan, selanjutnya jika ternyata kesalahan, maka setiap orang harus berani bertanggungjawab atas semuanya.
Selain itu sebaiknya semua elemen menyadari bahwa program pembelajaran yang dilakukan di sekolah plus bukanlah menambahkan aspek pendidikan begitu saja ke dalam proses. Penyelenggaraan sekolah plus lebih ditekankan pada pemberdayaan keterampilan yang ada pada setiap aspek pendidikan dan mengintegralkan dalam sebuah proses terpadu. Sekolah plus bukan hanya menempelkan satu atau beberapa aspek pendidikan pada pembelajaran yang sudah ada, melainkan mengintegralkan setiap elemen pembelajaran sehingga 3 (tiga) aspek pembelajaran tersebut tersinergiskan dalam setiap mata pelajaran. Kita tidak perlu menambah jumlah mata pelajaran sebab jumlah mata pelajaran selama ini sudah termasuk sangat banyak sehingga menyebabkan anak didik kurang dapat berkonsentrasi sebab terlalu banyak yang harus dipelajari.
Jumlah pelajaran yang berjubel telah menjadi sesuatu yang sangat memberatkan bagi anak didik. Mereka seringkali melakukan protes atas jumlah pelajaran berjubel, tetapi tidak ada hasilnya. Oleh karena itulah, untuk penyelenggaraan sekolah plus perlu mempertimbangkan jumlah mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik. kita tidak boleh terbius oleh visi kita semata dan mengabaikan kondisi anak didik yang kelelahan atau kelabakan dengan materi pelajaran sangat banyak.
Pendidikan dan pembelajaran plus sebaiknya diarahkan untuk mengembangkan kemampuan anak didik berdasarkan kemampuan yang ada pada dirinya atau sebagai pengembangan aspek psikomotor dari setiap mata pelajaran yang sudah ada. Dan, pada umumnya penerapan aspek psikomotor ini merupakan upaya agar pendidikan dan pembelajaran anak didik utuh.
Fenomena sekolah plus memang tidak dapat kita hindarkan sebab tuntutan jaman sudah sedemikian besarnya. Walau sebenarnya, tambahan nama plus tersebut tidak perlu dilakukan sebab sejak dahulu setiap sekolah sebenarnya sudah menerapkan konsep plus dalam proses pembelajarannya. Hanya saja pada saat itu respon anak sangat besar sehingga tingkat keberhasilannya cukup tinggi. Disamping itu, hambatan dari lingkungan masyarakat masih kecil sehingga tingkat konsentrasi anak pada proses belajar sangat tinggi. Sementara, sekarang ini, gangguan dari lingkungan masyarakat sedemikian besar dan kuatnya sehingga anak didik harus melawan banyak sekali tantangan dan menyita konsentrasi belajarnya.
Sekolah-sekolah sekarang harus dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat agar eksistensinya terjaga dalam kehidupan masyarakat dan selanjutnya hal tersebut merupakan bentuk kesadaran tugas dan kewajiban sebagai institusi penyelenggara pendidikan dan pembelajaran. Sekolah harus selalu mengikuti setiap pola kehidupan masyarakat. Sekolah harus dapat membaca setiap peluang yang dapat memberikan kemudahan kepada anak didik untuk survive dalam kehidupannya. Kita harus selalu berpikir bahwa input yang kita dapat dalam proses pendidikan dan pembelajaran harus dapat menjadi output yang berkualitas. Lulusan sekolah kita harus ‘terpakai’ dalam kehidupan masyarakat.
Lulusan yang kita hasilkan dari proses pendidikan dan pembelajaran haruslah dapat menjadi outcome, tidak sekedar output sebagaimana selama ini. Mereka hanya memperbanyak jumalh lulusan yang tidak berarti bagi masyarakat. Pendidikan plus yang kita selenggarakan mempunyai konsekuensi logis seperti itu. Anak didik yang telah menyelesaikan masa pendidikan dan pembelajaran di sekolah kita harus mempunyai kompetensi lebih baik dari lulusan sekolah lain. Jika anak didik harus meneruskan masa pendidikannya, maka kompetensi tersebut dapat memberinya kemudahan dalam mengikuti ujian masuk ke perguruan tinggi. Jika ternyata anak didik harus memasuki dunia kerja, maka dengan kompetensi plus yang didapatkan dari proses pendidikan dan pembelajaran, maka anak didik tidak perlu bersaing ketat dengan calon tenaga kerja dari sekolah lain. Bahkan, hal terpenting yang selalu kita tekankaan kepada anak didik adalah kemandirian. Kita selalu menekankan kepada anak didik agar mereka berani mandiri dalam hidup sehingga tidak mempunyai ketergantungan pada orang lain.
Dan, proses pendidikan kita memang seharusnya menggarap kembali aspek kemandirian pada jiwa anak didik agar mereka menyadari bahwa sebenarnya mereka mempunyai kemampuan. Kemampuan tersebut tinggal mengasah dan mereka mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan dengan baik.
Pendidikan Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skill)
Di dalam UU Sisdiknas Bab II, pasal 3 dituliskan, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak………berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri…”. Selanjutnya dilengkapi pada Bab III pasal 4 ayat 3, : Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran”.
Jelas bagi kita bahwa sebenarnya pendidikan yang kita selenggarakan telah dibuatkan sebuah koridor yang jelas yaitu kreativitas dan kemandirian. Anak-anak diberikan satu bimbingan agar kreatif sehingga tumbuh suatu kemandirian dalam kehidupannya. Kreativitas dan kemandirian merupakan satu kesatuan integral yang sinergis. Hal ini sangat penting sebab tuntutan kehidupan atas kedua hal tersebut memungkinkan kemampuan survive terhadap kehidupan ini.
Kreativitas dan kemandirian merupakan dua sisi mata uang. Ketika kreativitas tumbuh dengan suburnya, maka pada saat itu pula kemandirian mengiringi sebagai follow up dari segala hal yang dihasilkan oleh kreativitas tersebut. Pada jaman sekarang, kreativitas dan kemandirian sangat penting sebab pola kehidupan memang menuntut untuk bersikap seperti itu. Kreativitas dan kemandirian menjadi brandingself bagi setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat.
Persaingan hidup yang serba ketat dan sedikitnya lapangan kerja menyebabkan setiap orang harus berusaha untuk dapat survive dengan kemampuan yang dimilikinya. Mereka harus dapat menciptakan sesuatu yang berguna untuk dirinya dan masyarakat. Hal ini mengingat semakin lama kebutuhan masyarakat atas kreasi atau barang-barang semakin beragam. Barang-barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan estetis ataupun untuk meringankan beban kehidupan. Kita berkecenderungan untuk hidup serba ringan, mudah sehingga dibutuhkan alat-alat penunjangnya.
Pendidikan berbasis kecakapan hidup merupakan satu program pendidikan yang mengedepankan upaya pembekalan anak atas beberapa keterampilan khusus sehingga mempunyai kemampuan menghadapi hidup. Dengan program ini, maka diharapkan anak didik mempunyai kemampuan yang dapat dijadikan sebagai bekal hidup. Bekal tersebut diarahkan agar anak didik dapat melakukan sesuatu yang berguna untuk dirinya dan masyarakatnya.
Pada jaman sekarang, dimana pola kehidupan global telah menguasai setiap lapisan masyarakat, maka setiap elemen masyarakat harus mempunyai keterampilan khusus untuk bertahan hidup. Kita harus mempunyai nilai plus pada diri kita agar dapat menjalani hidup sebaik-baiknya. Untuk itulah, maka bekal yang kita miliki-pun harus plus, bekal plus tersebut dapat kita peroleh dari proses pendidikan dan pembelajaran yang mengedepankan pendidikan berbasis kecakapan hidup, life skill. Dengan pendidikan berbasis kecakapan hidup ini, maka anak didik mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan ini. Program pendidikan berbasis kecakapan hidup merupakan program yang memberikan muatan khusus pada mata pelajaran sehingga dengan muatan khusus tersebut, maka mereka tidak hanya menerima pengetahuan, sikap, tetapi yang terpenting adalah keterampilan aplikatif dari materi pelajaran mereka.
Pengertian berbasis kecakapan hidup tidak lain adalah setiap materi pendidikan dan pembelajaran diberikan muatan aplikatifnya untuk kehidupan. Dengan muatan aplikatif inilah sebenarnya kita mencoba untuk mengantisipasi kondisi anak setelah menyelesaikan masa pendidikannya. Kita tidak ingin anak-anak menjadi kelompok pengangguran terdidik, melainkan menjadikan mereka sebagai sosok-sosok kreatif yang mandiri. Hal ini karena untuk jaman sekarang ini kreativitas merupakan sumber penghasilan yang paling aplikatif bagi kehidupan.
Sudah saatnya kita mengembangkan pola pendidikan dan pembelajaran yang menggarap kreativitas dan kemandirian sebagai muatan utamanya. Sudah saatnya kita mengembalikan proses pendidikan dengan mendekatkan anak didik pada kebutuhan hidup. Kita melihat bahwa kesempatan anak untuk langsung berperan dalam kehidupan masyarakat jauh lebih efektif dibandingkan kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Jaman persaingan global mengharuskan setiap orang untuk selalu siap menghadapi berbagai kondisi kehidupan. Dan, guru atau sekolah melakukan proses pendidikan dengan mengkolaborasikan pengetahuan, sikap dan psikomotor secara sinergis dalam sebuah pembelajaran.
Memang, proses pendidikan dan pembelajaran merupakan proses pengantaran anak didik menuju kondisi terbaik bagi kehidupannya. Hal ini merupakan amanat penting bagi sekolah, guru dan dunia pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kita meyakini bahwa dunia pendidikan telah menjadi menara api, menara air, dan menara emas yang mampu memikat setiap orang untuk berkerumun di sekitarnya. Mereka berusaha untuk mendapatkan manfaat bagi setiap menara tersebut dan selanjutnya menebarkannya sebagai sumber penghasilan hidupnya.
Begitulah yang hendak kita capai ketika memutuskan untuk menerapkan program pendidikan berbasis kecakapan hidup. Oleh karena itu, maka diperlukan komitmen dan konsistensi serta kemauan dan kemampuan menerima konsekuensi dari semua program yang sudah disepakati. Jika kita mampu memposisikan diri sebagaimana seharusnya, maka tentunya program dapat dilaksanakan dan berhasil mencapai visi dan misi yang diusung bersama.
Mngelola sekolah plus untuk pendidikana berbasis kecakapan hidup merupakan bentuk kesadaran dan apresiasi positif kita kepada dunia pendidikan dan kehidupan pada umumnya. Hanya dengan menyelenggarakan sekolah plus, maka bekal anak didik dapat seutuhnya. Dan, dengan bekal seutuhnya ini, maka hal tersebut memungkinkan anak didik survive dalam kehidupannya. Selanjutnya hal tersebut mencegah terjadinya penambahan jumlah pengangguran terdidik secara signifikan. Sehingga kedepannya anak didik kita mampu bersaing dengan anak dari negara lainnya. Dan, anak didik kita menjadi sosok-sosok panutan bagi anak lainnya. Semoga.
Pada saat itu, masing-masing aspek diberikan secara terpisah sehingga idapatkan hasil maksimal. Artinya, pada saat itu anak-anak mempunyai kemampuan intelek yang mumpuni dengan perimbangan sikap hidup yang positif serta keterampilan hidup yang aplikatif. Dan, hasil pendidikan saat itu dapat kita rasakan saat ini, yaitu sekitar 20 (dua puluh) tahun kemudian. Orang-orang yang mengikuti proses pendidikan saat itu telah menjadi orang-orang dengan tingkat kemampuan yang proporsional. Mereka dapat memerankan peranannya dalam kehidupan tanpa kesulitan.
Tetapi, pada dekade selanjutnya, ternyata ahsi pendidikan terasa begitu mengecewakan semua pihak. Anak-anak hasil proses pendidikan dekade ini ternyata belum, bahkan dapat dikatakan tidak dapat mencerminkan hasil sebuah proses pendidikan yang dibilang sudah maju. Justru, kemunduran merupakan hasil dalam segala bidang pendidikan. Tiga aspek dasar pendidikan yang diberikan dalam proses pendidikan belum dapat diserap dan dijadikan bagian integral diri anak didik. Pengetahuan tidak maksimal, sikap mengalami perubahan yang drastis, begitu juga keterampilan hilang dari diri anak. Ini meurpakan sebuah kenyataan yang tidak dapat kita pungkiri.
Hasil proses pendidikan dan pembelajaran memang tidak dapat dilihat untuk waktu yang singkat. Kita membutuhkan waktu yang relative lama untuk dapat mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran. Tetapi hal tersebut dapat kita lihat secara sampling dari lulusan sekolah di sekotar kita yang ternyata sudah tidak mencerminkan orang-orang berpendidikan. Sikap mereka dalam kehidupan bahkan tdiak sedikit yang seperti barbar. Pengetahuan mereka ternyata belum menjangkau untuk kondisi sekarang dan keterampilan yang mereka miliki ternyata sama sekali tidak dapat diajdikan sebagai satu kecakapan untuk hidup.
Untuk mengkondisikan sekolah sebagai sekolah plus, memang cukup rumit dan membutuhkan banyak aspek pendukung. Aspek pendukung inilah yang diharapkan dapat memberikan dukungan motivasi, baik mental maupun fisik. Dengan dukungan ini, maka pada setiap lini terdapat kesatuan kinerja yang diharapkan dapat memicu dan memacu setiap program yang dicanangkan sekolah. Sekolah plus memang merupakan sekolah dengan berbagai muatan yang diharapkan dapat membedakannya dengan sekolah lainnya, sejenis maupun tidak. Pada sisi lainnya, label plus yang kita pasang adalah merupakan apresiasi atas visi dan misi yang kita gotong pada saat memutuskan sekolah sebagai sekolah plus.
Visi adalah gambaran yang akan kita capai pada masa tertentu yang bersifat positif untuk kondisi setelah sekarang. Visi merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh manajemen sekolah dengan kesepakatan bersama dewan guru untuk menciptakan suatu inovasi sehingga selanjutnya proses pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan dapat memberikan bekal plus bagi anak didik. Bekal plus yang kita maksud adalah terintegrasinya setiap aspek pendidikan di dalam diri anak didik, artinya setelah mengikuti proses pendidikan, maka anak didik memperoleh bekal kognitif, afektif dan psikomotor secara integral dalam dirinya. Mereka tidak hanya intelek, tetapi sopan dan mempunyai keterampilan aplikatif bagi kehidupannya.
Sementara untuk dapat menjalankan program pendidikan plus bagi anak didik dan berharap dapat mencapai hasil maksimal, maka perlu kiranya kita memperhatikan 3(tiga) K aspek dasar ini:
a. Komitmen
Komitmen adalah kesepakatan kita untuk melakukan sebuah kegiatan. Komitmen ini merupakan dasar pelaksanaan kegiatan. Dengan komitmen ini, maka setiap orang yang terlibat dakan kegiatan mempunyai tanggungjawab untuk menjaga eksistensi kesepakatan yang sudah dibuat. Hal ini sangat penting sebab dengan komitmen yang tinggi, maka keterlaksanaan program dapat maksimal.
Untuk itulah, maka setiap elemen terkait dengan setiap program yang disusun dan dicanangkan oleh sekolah harus benar-benar mendukung. Hal ini karena elemen terkait dengan kegiatan adalah sosok-sosok penentu tingkat keberhasilan. Jika mereka tidak sepenuh hati mengikuti komitmen kegiatan, maka mereka akan menjadi pembeban kegiatan.
Komitmen ini memegang peranan penting dalam setiap program kegiatan, khususnya program pendidikan dan pembelajaran yang ditetapkan oleh pengelola sekolah. Dengan komitmen ini, maka setiap elemen harus ikut mengembangkan program. Jika hal ini tercipta, dinamisasi program dan kegiatan lebih terarah dan pasti.
Misalnya kita membuat komitmen untuk menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran plus, missal SMP Plus, SMA Plus dan sebagainya, maka setiap personil yang membuat komitmen harus dapat menjaga keteguhan hatinya dalam mengembangkan kesepakatan menjadi hal nyata. Setiap pembuat komitmen harus berusaha agar berperan maksimal.
b. Konsisten
Konsisten adalah keajegan, kesetiaan kepada komitmen yang sudah disetujui bersama. Di dalam pelaksanaan program kegiatan, semua elemen yang telah membuat komitmen kegiatan berkewajiban dan bertanggungjawab atas kelancaran proses. oleh karena itulah, maka keteguhan-nya terhadap komitmen benar-benar menjadi taruhan untuk kedepannya.
Ketika sekolah, pengelola sekolah dan semua civitas akademik sekolah membuat kesepakatan untuk menerapkan satu program baru, maka selanjutnya setiap elemen harus benar-benar yakin dan teguh atas pelaksanaan peran masing-masing dalam kegiatan. Selain itu, arah dan bentuk serta aspek kegiatan harus dijaga agar tidak mengalami pembiasan selama proses perjalanannya. Hal ini agar visi dan misi yang sudah diputuskan, disepakati bersama benar-benar dapat direalisasi.
Konsistensi atas segala komitmen bersama merupakan bentuk keteguhan kita atas keputusan yang sudah kita buat. Bagaimana-pun kita memang harus konsisten dengan segala yang sudah kita putuskan bersama. Jika kita konsisten dengan apa yang sudah kita putuskan, maka hal itu berrati separuh tujuan sudah tercapai.
Dalam proses penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran plus, artinya kita sudah memutuskan untuk mencapai sesuatu yang lebih dibandingkan kondisi pada umumnya. Jika pada umumnya hasil proses pendidikan hanya anak-anak dengan tingkat intelektualitas dan sikap serta keterampilan minimal, maka setelah kita membuat komitmen sekolah plus, kita harus tetap pada jalur tersebut. Kita tidak boleh mengubah arah dan menghapus komitmen tersebut.
c. Konsekuen
Konsekuen adalah kemampuan dan kemauan untuk menerima segala akibat kegiatan dengan lapang hati dan besar jiwa. Setiap orang dalam kehidupan ini mempunyai tanggungjawab dan kewajiban terhadap segala hal yang sudah, sedang dan akan dilakukan untuk kelancaran hidupnya. Dalam proses pendidikan dan pembelajaran, setiap program yang telah dicanangkan memberikan dan menuntut tanggungjawab dan kewajiban
Untuk keterlaksanaan setiap program yang sudah dicanangkan bersama, maka setiap orang harus berani menghadapi setiap akibat dari kesepakatan yang dibuat. Pada penyelenggaraan proses pendidikan dan pembelajaran plus, maka setiap orang yang terkait dalam kegiatan harus berani menghadapi setiap akibat dari kebijakan yang sudah disepakati.
Artinya, mereka harus menyadari bahwa setiap kali kegiatan yang sudah disepakati memberikan tuntutan logis. Dan, mereka harus selalu siap menghadapi tuntutan tersebut dan memberikan solusi atas setiap permasalahan. Setiap orang harus menyadari dan menindaklanjuti setiap program dengan langkah konkrit untuk mewujudkan isi program. Dan, selanjutnya jika ternyata kesalahan, maka setiap orang harus berani bertanggungjawab atas semuanya.
Selain itu sebaiknya semua elemen menyadari bahwa program pembelajaran yang dilakukan di sekolah plus bukanlah menambahkan aspek pendidikan begitu saja ke dalam proses. Penyelenggaraan sekolah plus lebih ditekankan pada pemberdayaan keterampilan yang ada pada setiap aspek pendidikan dan mengintegralkan dalam sebuah proses terpadu. Sekolah plus bukan hanya menempelkan satu atau beberapa aspek pendidikan pada pembelajaran yang sudah ada, melainkan mengintegralkan setiap elemen pembelajaran sehingga 3 (tiga) aspek pembelajaran tersebut tersinergiskan dalam setiap mata pelajaran. Kita tidak perlu menambah jumlah mata pelajaran sebab jumlah mata pelajaran selama ini sudah termasuk sangat banyak sehingga menyebabkan anak didik kurang dapat berkonsentrasi sebab terlalu banyak yang harus dipelajari.
Jumlah pelajaran yang berjubel telah menjadi sesuatu yang sangat memberatkan bagi anak didik. Mereka seringkali melakukan protes atas jumlah pelajaran berjubel, tetapi tidak ada hasilnya. Oleh karena itulah, untuk penyelenggaraan sekolah plus perlu mempertimbangkan jumlah mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik. kita tidak boleh terbius oleh visi kita semata dan mengabaikan kondisi anak didik yang kelelahan atau kelabakan dengan materi pelajaran sangat banyak.
Pendidikan dan pembelajaran plus sebaiknya diarahkan untuk mengembangkan kemampuan anak didik berdasarkan kemampuan yang ada pada dirinya atau sebagai pengembangan aspek psikomotor dari setiap mata pelajaran yang sudah ada. Dan, pada umumnya penerapan aspek psikomotor ini merupakan upaya agar pendidikan dan pembelajaran anak didik utuh.
Fenomena sekolah plus memang tidak dapat kita hindarkan sebab tuntutan jaman sudah sedemikian besarnya. Walau sebenarnya, tambahan nama plus tersebut tidak perlu dilakukan sebab sejak dahulu setiap sekolah sebenarnya sudah menerapkan konsep plus dalam proses pembelajarannya. Hanya saja pada saat itu respon anak sangat besar sehingga tingkat keberhasilannya cukup tinggi. Disamping itu, hambatan dari lingkungan masyarakat masih kecil sehingga tingkat konsentrasi anak pada proses belajar sangat tinggi. Sementara, sekarang ini, gangguan dari lingkungan masyarakat sedemikian besar dan kuatnya sehingga anak didik harus melawan banyak sekali tantangan dan menyita konsentrasi belajarnya.
Sekolah-sekolah sekarang harus dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat agar eksistensinya terjaga dalam kehidupan masyarakat dan selanjutnya hal tersebut merupakan bentuk kesadaran tugas dan kewajiban sebagai institusi penyelenggara pendidikan dan pembelajaran. Sekolah harus selalu mengikuti setiap pola kehidupan masyarakat. Sekolah harus dapat membaca setiap peluang yang dapat memberikan kemudahan kepada anak didik untuk survive dalam kehidupannya. Kita harus selalu berpikir bahwa input yang kita dapat dalam proses pendidikan dan pembelajaran harus dapat menjadi output yang berkualitas. Lulusan sekolah kita harus ‘terpakai’ dalam kehidupan masyarakat.
Lulusan yang kita hasilkan dari proses pendidikan dan pembelajaran haruslah dapat menjadi outcome, tidak sekedar output sebagaimana selama ini. Mereka hanya memperbanyak jumalh lulusan yang tidak berarti bagi masyarakat. Pendidikan plus yang kita selenggarakan mempunyai konsekuensi logis seperti itu. Anak didik yang telah menyelesaikan masa pendidikan dan pembelajaran di sekolah kita harus mempunyai kompetensi lebih baik dari lulusan sekolah lain. Jika anak didik harus meneruskan masa pendidikannya, maka kompetensi tersebut dapat memberinya kemudahan dalam mengikuti ujian masuk ke perguruan tinggi. Jika ternyata anak didik harus memasuki dunia kerja, maka dengan kompetensi plus yang didapatkan dari proses pendidikan dan pembelajaran, maka anak didik tidak perlu bersaing ketat dengan calon tenaga kerja dari sekolah lain. Bahkan, hal terpenting yang selalu kita tekankaan kepada anak didik adalah kemandirian. Kita selalu menekankan kepada anak didik agar mereka berani mandiri dalam hidup sehingga tidak mempunyai ketergantungan pada orang lain.
Dan, proses pendidikan kita memang seharusnya menggarap kembali aspek kemandirian pada jiwa anak didik agar mereka menyadari bahwa sebenarnya mereka mempunyai kemampuan. Kemampuan tersebut tinggal mengasah dan mereka mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan dengan baik.
Pendidikan Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skill)
Di dalam UU Sisdiknas Bab II, pasal 3 dituliskan, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak………berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri…”. Selanjutnya dilengkapi pada Bab III pasal 4 ayat 3, : Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran”.
Jelas bagi kita bahwa sebenarnya pendidikan yang kita selenggarakan telah dibuatkan sebuah koridor yang jelas yaitu kreativitas dan kemandirian. Anak-anak diberikan satu bimbingan agar kreatif sehingga tumbuh suatu kemandirian dalam kehidupannya. Kreativitas dan kemandirian merupakan satu kesatuan integral yang sinergis. Hal ini sangat penting sebab tuntutan kehidupan atas kedua hal tersebut memungkinkan kemampuan survive terhadap kehidupan ini.
Kreativitas dan kemandirian merupakan dua sisi mata uang. Ketika kreativitas tumbuh dengan suburnya, maka pada saat itu pula kemandirian mengiringi sebagai follow up dari segala hal yang dihasilkan oleh kreativitas tersebut. Pada jaman sekarang, kreativitas dan kemandirian sangat penting sebab pola kehidupan memang menuntut untuk bersikap seperti itu. Kreativitas dan kemandirian menjadi brandingself bagi setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat.
Persaingan hidup yang serba ketat dan sedikitnya lapangan kerja menyebabkan setiap orang harus berusaha untuk dapat survive dengan kemampuan yang dimilikinya. Mereka harus dapat menciptakan sesuatu yang berguna untuk dirinya dan masyarakat. Hal ini mengingat semakin lama kebutuhan masyarakat atas kreasi atau barang-barang semakin beragam. Barang-barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan estetis ataupun untuk meringankan beban kehidupan. Kita berkecenderungan untuk hidup serba ringan, mudah sehingga dibutuhkan alat-alat penunjangnya.
Pendidikan berbasis kecakapan hidup merupakan satu program pendidikan yang mengedepankan upaya pembekalan anak atas beberapa keterampilan khusus sehingga mempunyai kemampuan menghadapi hidup. Dengan program ini, maka diharapkan anak didik mempunyai kemampuan yang dapat dijadikan sebagai bekal hidup. Bekal tersebut diarahkan agar anak didik dapat melakukan sesuatu yang berguna untuk dirinya dan masyarakatnya.
Pada jaman sekarang, dimana pola kehidupan global telah menguasai setiap lapisan masyarakat, maka setiap elemen masyarakat harus mempunyai keterampilan khusus untuk bertahan hidup. Kita harus mempunyai nilai plus pada diri kita agar dapat menjalani hidup sebaik-baiknya. Untuk itulah, maka bekal yang kita miliki-pun harus plus, bekal plus tersebut dapat kita peroleh dari proses pendidikan dan pembelajaran yang mengedepankan pendidikan berbasis kecakapan hidup, life skill. Dengan pendidikan berbasis kecakapan hidup ini, maka anak didik mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan ini. Program pendidikan berbasis kecakapan hidup merupakan program yang memberikan muatan khusus pada mata pelajaran sehingga dengan muatan khusus tersebut, maka mereka tidak hanya menerima pengetahuan, sikap, tetapi yang terpenting adalah keterampilan aplikatif dari materi pelajaran mereka.
Pengertian berbasis kecakapan hidup tidak lain adalah setiap materi pendidikan dan pembelajaran diberikan muatan aplikatifnya untuk kehidupan. Dengan muatan aplikatif inilah sebenarnya kita mencoba untuk mengantisipasi kondisi anak setelah menyelesaikan masa pendidikannya. Kita tidak ingin anak-anak menjadi kelompok pengangguran terdidik, melainkan menjadikan mereka sebagai sosok-sosok kreatif yang mandiri. Hal ini karena untuk jaman sekarang ini kreativitas merupakan sumber penghasilan yang paling aplikatif bagi kehidupan.
Sudah saatnya kita mengembangkan pola pendidikan dan pembelajaran yang menggarap kreativitas dan kemandirian sebagai muatan utamanya. Sudah saatnya kita mengembalikan proses pendidikan dengan mendekatkan anak didik pada kebutuhan hidup. Kita melihat bahwa kesempatan anak untuk langsung berperan dalam kehidupan masyarakat jauh lebih efektif dibandingkan kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Jaman persaingan global mengharuskan setiap orang untuk selalu siap menghadapi berbagai kondisi kehidupan. Dan, guru atau sekolah melakukan proses pendidikan dengan mengkolaborasikan pengetahuan, sikap dan psikomotor secara sinergis dalam sebuah pembelajaran.
Memang, proses pendidikan dan pembelajaran merupakan proses pengantaran anak didik menuju kondisi terbaik bagi kehidupannya. Hal ini merupakan amanat penting bagi sekolah, guru dan dunia pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kita meyakini bahwa dunia pendidikan telah menjadi menara api, menara air, dan menara emas yang mampu memikat setiap orang untuk berkerumun di sekitarnya. Mereka berusaha untuk mendapatkan manfaat bagi setiap menara tersebut dan selanjutnya menebarkannya sebagai sumber penghasilan hidupnya.
Begitulah yang hendak kita capai ketika memutuskan untuk menerapkan program pendidikan berbasis kecakapan hidup. Oleh karena itu, maka diperlukan komitmen dan konsistensi serta kemauan dan kemampuan menerima konsekuensi dari semua program yang sudah disepakati. Jika kita mampu memposisikan diri sebagaimana seharusnya, maka tentunya program dapat dilaksanakan dan berhasil mencapai visi dan misi yang diusung bersama.
Mngelola sekolah plus untuk pendidikana berbasis kecakapan hidup merupakan bentuk kesadaran dan apresiasi positif kita kepada dunia pendidikan dan kehidupan pada umumnya. Hanya dengan menyelenggarakan sekolah plus, maka bekal anak didik dapat seutuhnya. Dan, dengan bekal seutuhnya ini, maka hal tersebut memungkinkan anak didik survive dalam kehidupannya. Selanjutnya hal tersebut mencegah terjadinya penambahan jumlah pengangguran terdidik secara signifikan. Sehingga kedepannya anak didik kita mampu bersaing dengan anak dari negara lainnya. Dan, anak didik kita menjadi sosok-sosok panutan bagi anak lainnya. Semoga.
Minggu, 31 Januari 2010
Mendidik dengan Emosi
Pendidikan dan pembelajaran merupakan kegiatan dengan ranah yang terkait dengan kondisi kejiwaan. Setiap peserta didik mempunyai dasar yang berbeda sehingga perlu penanganan yang berbeda pula. Setiap guru harus mampu memfasilitasi anak didik dalam belajar sesuai dengan kondiri anak didik, termasuk dalam hal ini kejiwaannya.
Pendahuluan
Proses pendidikan dan pembelajaran tidak terlepas dari keberperanannya emosi para pelakunya. Hal ini karena konsep dasar pendidikan dan pembelajaran adalah mengelola emosi dan attitude sehingga dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tidak heran jika seseorang telah mengikuti dan menjalani proses pendidikan, maka kualitas emosi dan attitudenya lebih baik dari yang tidak berpendidikan.
Pada awal proses pendidikan dilaksanakan, tingkat kualitas emosional seseorang masih labil sehingga mudah mengalami pergeseran, friksi dan hal tersebut menyebabkan masa tersebut sangat riskan bagi kehidupan. Kita tidak menutup mata, bahwa peranan pendidikan memang sangat menentukan tingkat kualitas emosional seseorang. Kestabilan kondisi seseorang tergantung pada kemampuannya mengelola emosionalnya. Semakin mampu mengelola, maka semakin stabil kondisinya.
Dan, dunia pendidikan telah menjadi harapan utama setiap orang, bahkan masyarakat menyerahkan proses peningkatan kualitas emosional pada dunia pendidikan. Orang tua begitu percaya pada institusi sekolah untuk mendidik anak-anak mereka agar lebih baik. Mereka menyerahkan proses pendidikan kepada sekolah, khususnya para pendidiknya.
Menyadari bahwa dunia pendidikan telah mendapatkan kepercayaan yang begitu besar dari masyarakat, maka berbagai upaya dilakukan untuk dapat menjalankan tugas dan kewajiban tersebut dengan sebaik-baiknya. Berbagai inovasi diterapkan agar peserta didik benar-benar mendapatkan segala hal yang menjadi jatah pembelajarannya.
Pada posisi ini, peranan guru sebagai fasilitator memang sangat menentukan sebab konsep pembelajaran yang berpusat pada anak didik sangat signifikan dengan kondisi saat sekarang. Dahulu memang, guru dijadikan sebagai pusat kegiatan belajar sebab dianggap sebagai sumber belajar satu-satunya. Tetapi pada saat sekarang, hal tersebut sudah tidak relevan lagi sebab untuk dapat memperoleh materi pelajaran, anak didik dapat memperoleh dari berbagai sumber. Ada banyak sumber yang dapat dijadikan sebagai ‘guru’ untuk pengembangan dan peningkatan kualitas SDM.
Dalam konteks seperti inilah, maka peranan guru di dalam proses pendidikan tidak hanya terbatas pada proses yang bersifat fisik, melainkan juga bersifat emosional. Bagi anak didik, eksistensi guru sedemikian rupa sehingga selalu menjadi sosok panutan untuk setiap kegiatan dan kata-kata yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itulah, maka proses pendidikan tidak cukup hanya dilandasi oleh sikap komunikasi fisik semata. Mereka membutuhkan kondisi interaksi antar personal yang lebih spesial dengan kedekatan emosional yang lekat sehingga menumbuhkan kenyamanan pada saat belajar.
Kenyamanan pada saat belajar dapat tercipta jika guru dapat menyelami emosional anak didik dan menyeimbangkan emosional dirinya dengan kondisi tersebut. Emosional bukan berarti kemarahan, melainkan secara kejiwaan guru lebur dengan anak didik. Guru secara emosional, secara psikis lebur dengan jiwa anak didik sehingga dapat menyeimbangkan posisi emosional dan membentuk jembatan penghubung antara jiwa anak didik dengan jiwa sang guru. Oleh karena itulah, pada saat melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran, guru harus melakukannya dengan menyertakan emosionalnya secara utuh sehingga proses pembelajaran dapat tuntas.
Guru dan Emosi
Pada kenyataannya bidang garapan yang harus dilaksanakan oleh guru adalah memberi bimbingan dan arahan kepada anak didik di dalam proses pendidikannya. Guru harus dapat memberikan bantuan, baik berupa bimbingan, arahan ataupun fasilitasi kepada anak didik sehingga tidak mengalami kesulitan dalam proses belajarnya.
Proses pembelajaran adalah suatu interaksi personal yang dilakukan secara sadar dan sistematis untuk melakukan perubahan kompetensi diri. Interaksi personal terjadi antara guru – guru, guru - anak didik, dan anak didik – anak didik. sementara kita menyadari bahwa setiap personal mempunyai latar belakang yang berbeda.
Perbedaan latar belakang ini tentu saja memberikan konsekuensi logis pada upaya penyamaannya, penyesuaiannya. Setiap personal dituntut untuk dapat menyesuaikan diri pada kondisi yang terjadi ataupun yang ingin dicapai dalam proses belajar tersebut. Hal ini merupakan konsep daar dari proses pembelajaran, yaitu berusaha untuk menyesuaikan kompetensi diri dengan kompetensi yang dipelajari.
Terkait dengan interaksi personal ini, maka agar proses penyesuaian diri dapat dicapai, maka perlu kesadaran diri dalam melakukananya. Dan, kesadaran tersebut melibatkan emosi diri. Emosi diri dapat kita artikan secara bebas sebagai bentuk atau perwujudan diri secara utuh, yaitu fisik maupun psikis seseorang. Seseorang yang sedang belajar, maka dia harus melibatkan dirinya secara utuh, baik fisiknya maupun psikisnya.
Dan sebagai fasilitator belajar, maka penguasaan emosi bagi guru sangatlah penting. Dengan penguasaan emosi ini, maka setidaknya guru dapat mengelola emosi tersebut untuk tujuan memberikan pendampingan dan arahan pada anak didik serta memberi bantuan secara utuh saat anak didik mengalami kesulitan belajar.
Pada saat melaksanakan tugas dan kewajibannya, guru berhadapan dengan anak didik yang mempunyai bekal kepribadian yang beragam. Anak didik dengan kepribadian yang beragam ini juga menuntut guru menyesuaikan dirinya sehingga dapat memahami tingkat kemampuan anak didiknya. Hal ini sangat penting sehingga pada saat mengajar, guru tidak menjadi sosok yang kaku atau menakutkan bagi anak didik.
Interaksi personal yang tercipta antara guru dan anak didik dalam proses pembelajaran memang satu bentuk interaksi yang unik. Ada satu aspek penting yang harus tercipta di dalam interaksi tersebut sehingga bukan sekedar interaksi semata. Jenis interaksi yan terjadi pada saat proses pembelajaran adalah interaksi edukatif, yaitu interaksi yang berisi proses pendidikan dan belajar. Interaksi ini bersifat edukatif, artinya interaksi tersebut diutamakan pada segala aspek yang terkaiat dengan proses pendidikan dan belajar bagi anak didik dan juga guru.
Oleh karena itulah, maka eksistensi emosi dalam proses pendidikan dan belajar sangat penting dan menentukan keberhasilan proses. Dengan tingkat pengelolaan emosi yang baik oleh guru, maka proses yang dijalankan diyakini dapat maksimal.
Peranan Emosi
Proses pembelajaran diarahkan untuk menciptakan atau mengkondisikan sikap dan pola hidup anak didik sehingga selaras dengan kehidupan masyarakat secara luas. Dengan belajar, maka seseorang dapat melakukan penyesuaian kondisi diri. Di dalam proses belajar, setiap saat anak didik mendapatkan materi pembelajaran terkait dengan hdiupnya.
Sementara proses pembelajaran dilaksanakan di dalam suatu interaksi yang berisi proses pendidikan atau disebut juga interaksi edukasi. Dalam interaksi edukasi inilah beberapa aspek diajarkan kepada anak didik secara sistematis sehingga terjadi perubahan yang signifikan.
Bahwa proses belajar merupakan proses perubahan. Seseorang yang mengikuti proses belajar sebenarnya berusaha untuk melakukan perubahan pada dirinya. Perubahan ini diarahkan agar terjadi penyesuaian dan keseimbangan dunia dalam diri dengan dunia di luar diri. Terkait dengan dunia dalam diri merupakan satu kondisi khusus yang secara alami sudah disiapkan pada diri masing-masing. Bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk mengelola dirinya.
Pengelolaam terhadap diri sendiri dapat dilakukan selama proses kehidupan setiap orang. Selama kehidupan, seseorang selalu melakukan proses belajar sehingga dirinya mempunyai kemampuan mengendalikan dirinya sehingga dapat menumbuhkan sikap hidup yang lebih baik. Bahwa proses perubahan pada diri merupakan tanggungjawab dan secara alami sudah dimiliki oleh semua orang. Setiap orang selalu berusaha agar dirinya mempunyai kompetensi yang melebih orang lain.
Proses belajar yang dilaksanakan oleh manusia pada dasarnya diimbangi oleh penyiapan kondisi diri dalam segala aspek, termasuk dalam hal ini aspek emosi. Aspek emosi berperan saat melakukan proses adaptasi terhadap setiap hal baru yang dihadapi oleh diri. Hal ini merupakan peleburan diri sehingga proses penyerapan pengetahuan, sikap dan keterampilan dapat terjadi secara maksimal.
Peranan emosi di dalam proses pembelajaran memang sangat penting sebab proses belajar diarahkan untuk pengkondisian diri peserta didik. Dan, pengkondisian inilah sebenarnya prinsip dasar pembelajaran. Pada saat guru mengajar, mendidik, maka pada saat tersebut dia berusaha untuk mengkondisikan peserta didik agar sesuai dengan yang diharapkan oleh proses tersebut.
Emosi adalah bagian dasar dari proses pembelajaran. Tanpa kesertaan emosi, maka proses tidak dapat terjadi. Bahkan, dalam segala kegiatan, Peranan emosi sangat penting sebab setiap kegiatan adalah bentuk interaksi personal dengan dunia luarnya.
Mendidiklah dengan Emosi
Anak didik adalah subyek belajar di dalam proses pembelajaran. Mereka mengikuti proses pembelajaran karena ingin melakukan reformasi atas kondisi yang ada di dalam dirinya. Kondisi yang dimaksudkan adalah ketidakbisaan menjadi penguasaan maksimal pada satu atau beberapa kompetensi.
Setiap kompetensi yang diajarkan oleh guru kepada anak didik didasarkan pada tujuan yang hendak dicapai oleh anak didik dan proses pendidikan secara umum. Kompetensi inilah yang sebenarnya merupakan aspek penting pembelajaran pada saat sekarang ini. Kita harus menguasai satu atau beberapa kompetensi jika ingin menghadapi kehidupan dengan sebaik-baiknya.
Untuk dapat memberikan kompetensi yang benar-benar sesuai, maka seorang guru harus mempunyai kemampuan untuk memfasilitasi proses pembelajaran. Hal ini karena, sampai sekarang posisi guru belum dapat melepaskan konsep lama, yaitu bahwa pusat pembelajaran ada di guru. Konsep ini jelas sangat bertentangan dengan konsep dasar pembelajaran sebab sebenarnya yang sedang melakukan proses belajar adalah anak didik sehingga guru hanyalah memfasilitasi kebutuhan belajar bagi anak didiknya. Guru adalah fasilitator pendidikan dan bukan sentral dari proses pembelajaran.
Oleh karena kondisi tersebut, maka seorang guru harus dapat menyesuaikan dirinya dengan kondisi anak didik. Sebagai fasilitator, maka guru tidak boleh membawa situasi dirinya kepada anak didik. Artinya guru tidak boleh memaksa mmbawa anak didik ke dalam kondisi dirinya, melainkan guru yang harus memasuki kondisi anak didiknya. Seperti konsep quantum teaching, bahwa di dalam proses pembelajaran, kita harus membawa dunia anak ke dalam dunia kita dan bukan membawa dunia kita ke dunia anak-anak. Sebab anak-anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil! Gaya mengajar guru adalah gaya belajar anak didik. Kita, guru yang harus menyesuaikan diri dengan kondisi anak didik dan bukan anak didik yang dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan kondisi guru.
Ya. Kita harus dapat berposisi sebagaimana posisi anak didik dan tidak memaksa anak didik untuk memasuki dunia kita. Jika hal tersebut kita lakukan, maka anak didik masih belum mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan dunia kita. Kita yang harus selalu beradaptasi dengan dunia anak-anak. Kita yang harus selalu mengikuti kondisi anak didik dan tidak memaksa anak-anak untuk mengikuti kondisi diri kita.
Kita yang mendidik kita, maka kita yang harus memasuki dunia mereka dan melakukan perombakan dari dalam dunia mereka. Hal tersebut yang seharusnya dilakukan dan bukan memaksa anak didik mengikuti dunia kita. Sangatlah sulit jika kita harus memposisikan anak didik sebagaimana posisi kita sebab dunia anak didik sangat berbeda dibandingkan dengan dunia orang dewasa.
Sudah seharusnya guru di dalam melaksanakan proses pembelajaran menyertakan emosinya, perasaannya sehingga terjalin satu ikatan atau interaksi yang sinergis antara guru dan anak didik. Selama ini yang terjadi adalah adanya jarak yang membentang di antara guru dan anak didik sehingga komunikasi yang dibangun tidak dapat efektif. Tanpa kehadiran emosi, perasaan, maka interaksi yang terbangun hanyalah interaksi umum. Sementara kita menyadari bahwa interaksi guru dan anak didik adalah interaksi edukasi, yaitu interaksi yang didasarkan pada tujuan pendidikan sehingga terjadi perubahan signifikan pada pengetahuan, keterampilan dan pola hidup anak didik. Jika seorang guru mampu membangun satu interaksi edukasi dikelas pembelajarannya, maka secara langsung tercipta satu interaksi yang melibatkan emosi secara utuh.
Interaksi antara guru dan anak didik memang satu bentuk interaksi yang spesial (special interaction), dimana pelibatan emosi sangat menentukan kualitas interaksinya. Bahwa interaksi guru dan anak didik merupakan upaya peleburan dua kondisi sehingga didapatkan satu kondisi khusus, yaitu terciptanya kemudahan bagi anak didik untuk belajar. Jika salah satu pihak tidak melibatkan emosinya, maka hasil proses interaksi tidak dapat dicapai. Bahkan kegagalan proses pendidikan isebabkan oleh ketiadaan emosi di dalam pelaksanaan proses.
Emosi adalah jiwa dan perasaan
Di dalam proses pendidikan, dua elemen penting berinteraksi langsung untuk dapat mencapai tujuannya. Interaksi yang terjadi adalah interaksi personal sehingga seringkali menimbulkan konflik atau friksi yang tidak diinginkan. Hal ini karena masing-masing personal mempunyai pola pemikrian dan sikap yang berbeda sehingga pada saat interaksi dapat menimbulkan perbedaan pendapat atau misunderstanding. Kondisi ini sangat rawan bagi sebuah interaksi positif seperti proses pendidikan.
Jika antara guru dan anak didik terjadi misunderstanding, tentunya hal tersebut berdampak negatif terhadap proses belajar yang dilaksanakan. Sementara kita menyadari bahwa di dalam proses pembelajaran eksistensi guru dan anak didik adalah sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan keduanya berinteraksi sebagai sosok yang saling membutuhkan. Jika ternyata diantara keduanya terbentang jarak akibat misunderstanding, tentunya hal tersebut tidak mendukung eksistensi mereka.
Interaksi antara guru dan anak didik memang suatu interaksi khas. Interaksi tersebut terjalin sedemikian rupa sehingga komunikasi mereka tidak hanya secara fisik melainkan secara psikis juga. Di dalam proses pembelajaran, anak didik dan guru berinteraksi sebagai pribadi dengan kegiatan nyata secara fisik, tetapi pada saat itu pula terjadi proses interaksi secara psikis sebab guru menggarap aspek psikis anak didik. Bahwa guru tidak hanya mengajar, yaitu memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik, melainkan juga memberikan pendidikan sikap dan nilai-nilai positif kehidupan bermasyarakat.
Pada setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru dan anak didik, terpancar sebagai bentangan benang merah yang menghubungkan antar pribadi sebagai sosok-sosok yang unik. Untuk keunikan tersebut, perlu ditangani dengan penuh perasaan. Kita tidak hanya mengarahkan anak-anak dalam koridor mengejar pengetahuan dan keterampilan, melainkan juga nilai-nilaipositif kehidupan atau norma-norma kehidupan. Dan, guru mempunyai tanggungjawab dan kewajiban untuk membimbing, memfasilitasi kebutuhan tersebut.
Dalam koridor inilah, kita dapat mengetahui bahwa untuk dapat memfasilitasi kebutuhan belajar dan pendidikan anak didik, maka kehadiran guru tidak hanya sebatas fisik, melainkan juga psikis. Dan, komunikasi secara psikis merupakan pendekatan seutuhnya dalam proses pendidikan. Dengan melakukan pendekatan psikis, sebenarnya kita sudah memasuki dunia paling pribadi pada anak didik. Jika kita berhasil memasuki dan menguasai dunia paling pribadi pada anak didik, tentunya anak didik menjadi sosok yang menyadari tugas dan kewajibannya dalam proses belajar.
Sebagai pembimbing belajar, maka peranan perasaan sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan dan pembelajarannya. Guru yang menyertakan perasaannya pada saat melaksanakan proses pendidikan memungkinkan keberhasilan menyentuh kesadaran anak didik. Dalam hal ini, guru harus dapat memasuki jiwa dan perasaan anak didik agar keberhasilan proses belajar dapat maksimal. Kondisi ini memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kesadaran dari dalam diri anak didik. kesadaran dari dalam diri anak didik dipercaya dapat menjadi motivator terbaik untuk pengembangan kompetensi dirinya.
Guru memang harus mengedepankan emosi, perasaan saat pembimbingan anak didik belajar sebab dengan cara seperti ini, maka proses pendekatan dan pendampingan belajar dapat maksimal sebab tercipta benang merah antara guru dan anak didik. Benang merah perasaan ini merupakan penghubung efektif dalam sebuah interaksi, apalagi interaksi edukasi. Edukasi adalah kegiatan terkait dengan perasaan, sehingga untuk hal tersebut berarti kita harus menyertakan perasaan saat menjalankan semua itu. Obyek kerja pendidikan adalah adaptif dan normative, maka setiap guru harus menyertakan perasaannya saat melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran. Hal ini sangat penting sebab bidang garapan guru adalah anak didik yang tentunya mempunyai kondisi kejiwaan yang berbeda. Dengan melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran berbasis jiwa dan perasaan, maka diyakini terjalin ikatan batin dan tercipta interaksi aktif yang mengalir lancar. Artinya, proses pembelajaran berlangsung sebagaimana program yang sudah disusun oleh guru.
Emosi bukanlah emosional
Dalam konteks pembelajaran, basis emosi yang kita maksudkan dalam hal ini adalah perasaan yang dilandasi oleh rasa kasih sayang dan cinta. Guru yang mengajar dengan berlandaskan emosi artinya mengajar dengan penuh kasih sayang dan cinta kepada anak didiknya. Dengan demikian, maka terjalin ikatan batin yang kuat antara guru dan anak didik yang selanjutnya mampu menjadi jembatan penghubung antar pribadi agar ada saling peduli. Rasa saling peduli inilah yang selanjutnya diharapkan menjadi tenaga pendorong semangat belajar anak didik dan semangat mengajar guru.
Sementara emosional kita artikan sebagai kondisi penuh emosi negative yang meledak-ledak. Emosi yang meledak-ledak ini selanjutnya kita katakan sebagai kemarahan sehingga aspek yang muncul adalah negative. Guru tidak boleh emosional saat membimbing anak didiknya. Emosional berarti emosi yang berlebih dan bersifat negative ini merupakan racun yang mematikan kreativitas dan kemampuan belajar anak didik. Guru yang emosional adalah para algojo yang dengan kapak tajamnya siap membantai para pesakitan yang mengerang kesakitan dan sesambat kesakitan.
Tentunya sebagai pelaku pendidikan, yang dalam hal ini berusaha untuk mempositifkan kondisi anak didik, maka guru harus bertindak positif untuk anak didiknya. Guru harus melaksanakan tugas dan kewajibannya secara proporsional. Apapun yang dilakukan oleh guru harus dapat menggambarkan sikap sosok yang melindungi dan mengarahkan anak didiknya. Bukan malah sebaliknya, menghancurkan anak didiknya.
Maka, guru yang melaksanakan proses pembelajaran di kelas jangan dibarengi apalagi dilandasi oleh kondisi emosional yang negative. Bidang garapan guru adalah mengubah hal-hal negative yang ada dalam diri anak didik sehingga dapat menjadi hal-hal positif yang berguna bagi kehidupan masa depan anak didik. Proses pendidikan adalah proses positif untuk menghapus hal negative yang berkembang di lingkungan hidupnya.
Proses pendidikan memang harus melibatkan emosi kedua pihak seutuhnya, artinya mereka yang terlibat secara langsung dalam proses seharusnya melaksanakan tugas dan kewajibannya secara proporsional, tidak hanya terbatas secara fisik, melainkan juga secara psikis. Dan, inilah yang sesungguhnya menjadi landasan untuk dapat menyelenggarakan proses pendidikan dengan sebaik-baiknya. Hanya dengan pelibatan aktif emosi dalam proses pendidikan, maka terjalin sebuah interaksi social yang bermanfaat bagi proses pendidikan anak.
Mengajar dengan emosi bukanlah mengajar dengan emosional. Kita harus dapat membedakan kedua hal tersebut dengan sebaik-baiknya agar tidak terjebak pada kesalahan persepsi dan akhirnya menjadikan kita menyesalinya. Emosi yang kita maksudkan dalam hal ini adalah upaya menyertakan perasaan dalam kegiatan pembelajaran sehingga terjalin sebuah jembatan. Jembatan inilah yang diharapkan dapat menjadi penghubung rasa antara guru dan anak didik.
Dalam proses pendidikan dan pembelajaran, jembatan penghubung rasa ini sangat penting sebab yang terjadi adalah interaksi antar personal. Interaksi antar personal ini dapat terjadi dengan sebaik-baiknya jika antar personal dapat tercipta satu perasaan. Kita menyadari bahwa setiap personal mempunyai dasar sikap dan perasaan yang berbeda sehingga jika keduanya berinteraksi, maka seharusnya mereka mempunyai persepsi yang sama.
Agar proses pendidikan dan pembelajaran dapat berlangsung maksimal, tentunya harus ada keterikatan rasa antara pendidik dan pedidik. Keterikatan rasa inilah yang selanjutnya menjadi jembatan penghubung terbaik. Bahwa keterikatan rasa ini memungkinkan terciptanya satu interaksi yang benar-benar edukatif.
Sekali lagi dalam hal ini yang kita maksudkan emosi bukanlah emosional. Pada saat kita membimbing belajar anak didik, maka yang terutama harus kita kedepankan adalah emosi (rasa), bukan emosional. Dengan rasa, maka kita dapat melakukan pendekatan kepada anak didik, tetapi jika kita melakukannya dengan emosional, tentunya hasilnya bertolak belakang.
Dengan memeprhatikan berbagai hal yang terjadi pada saat kita melakukan proses pendidikan dan pembelajaran, maka setidaknya kita sangat menyadari bahwa untuk mencapai keberhasilan dalam proses pendidikan dan pembelajaran, maka kita harus menciptakan jembatan penghubung antar rasa, guru dan anak didik. Jembatan inilah yang selanjutnya dapat mengantar pada keberhasilan. Mendidiklah dengan emosi berarti mendidiklah dengan perasaan dan jangan dengan emosional.
Pendahuluan
Proses pendidikan dan pembelajaran tidak terlepas dari keberperanannya emosi para pelakunya. Hal ini karena konsep dasar pendidikan dan pembelajaran adalah mengelola emosi dan attitude sehingga dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tidak heran jika seseorang telah mengikuti dan menjalani proses pendidikan, maka kualitas emosi dan attitudenya lebih baik dari yang tidak berpendidikan.
Pada awal proses pendidikan dilaksanakan, tingkat kualitas emosional seseorang masih labil sehingga mudah mengalami pergeseran, friksi dan hal tersebut menyebabkan masa tersebut sangat riskan bagi kehidupan. Kita tidak menutup mata, bahwa peranan pendidikan memang sangat menentukan tingkat kualitas emosional seseorang. Kestabilan kondisi seseorang tergantung pada kemampuannya mengelola emosionalnya. Semakin mampu mengelola, maka semakin stabil kondisinya.
Dan, dunia pendidikan telah menjadi harapan utama setiap orang, bahkan masyarakat menyerahkan proses peningkatan kualitas emosional pada dunia pendidikan. Orang tua begitu percaya pada institusi sekolah untuk mendidik anak-anak mereka agar lebih baik. Mereka menyerahkan proses pendidikan kepada sekolah, khususnya para pendidiknya.
Menyadari bahwa dunia pendidikan telah mendapatkan kepercayaan yang begitu besar dari masyarakat, maka berbagai upaya dilakukan untuk dapat menjalankan tugas dan kewajiban tersebut dengan sebaik-baiknya. Berbagai inovasi diterapkan agar peserta didik benar-benar mendapatkan segala hal yang menjadi jatah pembelajarannya.
Pada posisi ini, peranan guru sebagai fasilitator memang sangat menentukan sebab konsep pembelajaran yang berpusat pada anak didik sangat signifikan dengan kondisi saat sekarang. Dahulu memang, guru dijadikan sebagai pusat kegiatan belajar sebab dianggap sebagai sumber belajar satu-satunya. Tetapi pada saat sekarang, hal tersebut sudah tidak relevan lagi sebab untuk dapat memperoleh materi pelajaran, anak didik dapat memperoleh dari berbagai sumber. Ada banyak sumber yang dapat dijadikan sebagai ‘guru’ untuk pengembangan dan peningkatan kualitas SDM.
Dalam konteks seperti inilah, maka peranan guru di dalam proses pendidikan tidak hanya terbatas pada proses yang bersifat fisik, melainkan juga bersifat emosional. Bagi anak didik, eksistensi guru sedemikian rupa sehingga selalu menjadi sosok panutan untuk setiap kegiatan dan kata-kata yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itulah, maka proses pendidikan tidak cukup hanya dilandasi oleh sikap komunikasi fisik semata. Mereka membutuhkan kondisi interaksi antar personal yang lebih spesial dengan kedekatan emosional yang lekat sehingga menumbuhkan kenyamanan pada saat belajar.
Kenyamanan pada saat belajar dapat tercipta jika guru dapat menyelami emosional anak didik dan menyeimbangkan emosional dirinya dengan kondisi tersebut. Emosional bukan berarti kemarahan, melainkan secara kejiwaan guru lebur dengan anak didik. Guru secara emosional, secara psikis lebur dengan jiwa anak didik sehingga dapat menyeimbangkan posisi emosional dan membentuk jembatan penghubung antara jiwa anak didik dengan jiwa sang guru. Oleh karena itulah, pada saat melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran, guru harus melakukannya dengan menyertakan emosionalnya secara utuh sehingga proses pembelajaran dapat tuntas.
Guru dan Emosi
Pada kenyataannya bidang garapan yang harus dilaksanakan oleh guru adalah memberi bimbingan dan arahan kepada anak didik di dalam proses pendidikannya. Guru harus dapat memberikan bantuan, baik berupa bimbingan, arahan ataupun fasilitasi kepada anak didik sehingga tidak mengalami kesulitan dalam proses belajarnya.
Proses pembelajaran adalah suatu interaksi personal yang dilakukan secara sadar dan sistematis untuk melakukan perubahan kompetensi diri. Interaksi personal terjadi antara guru – guru, guru - anak didik, dan anak didik – anak didik. sementara kita menyadari bahwa setiap personal mempunyai latar belakang yang berbeda.
Perbedaan latar belakang ini tentu saja memberikan konsekuensi logis pada upaya penyamaannya, penyesuaiannya. Setiap personal dituntut untuk dapat menyesuaikan diri pada kondisi yang terjadi ataupun yang ingin dicapai dalam proses belajar tersebut. Hal ini merupakan konsep daar dari proses pembelajaran, yaitu berusaha untuk menyesuaikan kompetensi diri dengan kompetensi yang dipelajari.
Terkait dengan interaksi personal ini, maka agar proses penyesuaian diri dapat dicapai, maka perlu kesadaran diri dalam melakukananya. Dan, kesadaran tersebut melibatkan emosi diri. Emosi diri dapat kita artikan secara bebas sebagai bentuk atau perwujudan diri secara utuh, yaitu fisik maupun psikis seseorang. Seseorang yang sedang belajar, maka dia harus melibatkan dirinya secara utuh, baik fisiknya maupun psikisnya.
Dan sebagai fasilitator belajar, maka penguasaan emosi bagi guru sangatlah penting. Dengan penguasaan emosi ini, maka setidaknya guru dapat mengelola emosi tersebut untuk tujuan memberikan pendampingan dan arahan pada anak didik serta memberi bantuan secara utuh saat anak didik mengalami kesulitan belajar.
Pada saat melaksanakan tugas dan kewajibannya, guru berhadapan dengan anak didik yang mempunyai bekal kepribadian yang beragam. Anak didik dengan kepribadian yang beragam ini juga menuntut guru menyesuaikan dirinya sehingga dapat memahami tingkat kemampuan anak didiknya. Hal ini sangat penting sehingga pada saat mengajar, guru tidak menjadi sosok yang kaku atau menakutkan bagi anak didik.
Interaksi personal yang tercipta antara guru dan anak didik dalam proses pembelajaran memang satu bentuk interaksi yang unik. Ada satu aspek penting yang harus tercipta di dalam interaksi tersebut sehingga bukan sekedar interaksi semata. Jenis interaksi yan terjadi pada saat proses pembelajaran adalah interaksi edukatif, yaitu interaksi yang berisi proses pendidikan dan belajar. Interaksi ini bersifat edukatif, artinya interaksi tersebut diutamakan pada segala aspek yang terkaiat dengan proses pendidikan dan belajar bagi anak didik dan juga guru.
Oleh karena itulah, maka eksistensi emosi dalam proses pendidikan dan belajar sangat penting dan menentukan keberhasilan proses. Dengan tingkat pengelolaan emosi yang baik oleh guru, maka proses yang dijalankan diyakini dapat maksimal.
Peranan Emosi
Proses pembelajaran diarahkan untuk menciptakan atau mengkondisikan sikap dan pola hidup anak didik sehingga selaras dengan kehidupan masyarakat secara luas. Dengan belajar, maka seseorang dapat melakukan penyesuaian kondisi diri. Di dalam proses belajar, setiap saat anak didik mendapatkan materi pembelajaran terkait dengan hdiupnya.
Sementara proses pembelajaran dilaksanakan di dalam suatu interaksi yang berisi proses pendidikan atau disebut juga interaksi edukasi. Dalam interaksi edukasi inilah beberapa aspek diajarkan kepada anak didik secara sistematis sehingga terjadi perubahan yang signifikan.
Bahwa proses belajar merupakan proses perubahan. Seseorang yang mengikuti proses belajar sebenarnya berusaha untuk melakukan perubahan pada dirinya. Perubahan ini diarahkan agar terjadi penyesuaian dan keseimbangan dunia dalam diri dengan dunia di luar diri. Terkait dengan dunia dalam diri merupakan satu kondisi khusus yang secara alami sudah disiapkan pada diri masing-masing. Bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk mengelola dirinya.
Pengelolaam terhadap diri sendiri dapat dilakukan selama proses kehidupan setiap orang. Selama kehidupan, seseorang selalu melakukan proses belajar sehingga dirinya mempunyai kemampuan mengendalikan dirinya sehingga dapat menumbuhkan sikap hidup yang lebih baik. Bahwa proses perubahan pada diri merupakan tanggungjawab dan secara alami sudah dimiliki oleh semua orang. Setiap orang selalu berusaha agar dirinya mempunyai kompetensi yang melebih orang lain.
Proses belajar yang dilaksanakan oleh manusia pada dasarnya diimbangi oleh penyiapan kondisi diri dalam segala aspek, termasuk dalam hal ini aspek emosi. Aspek emosi berperan saat melakukan proses adaptasi terhadap setiap hal baru yang dihadapi oleh diri. Hal ini merupakan peleburan diri sehingga proses penyerapan pengetahuan, sikap dan keterampilan dapat terjadi secara maksimal.
Peranan emosi di dalam proses pembelajaran memang sangat penting sebab proses belajar diarahkan untuk pengkondisian diri peserta didik. Dan, pengkondisian inilah sebenarnya prinsip dasar pembelajaran. Pada saat guru mengajar, mendidik, maka pada saat tersebut dia berusaha untuk mengkondisikan peserta didik agar sesuai dengan yang diharapkan oleh proses tersebut.
Emosi adalah bagian dasar dari proses pembelajaran. Tanpa kesertaan emosi, maka proses tidak dapat terjadi. Bahkan, dalam segala kegiatan, Peranan emosi sangat penting sebab setiap kegiatan adalah bentuk interaksi personal dengan dunia luarnya.
Mendidiklah dengan Emosi
Anak didik adalah subyek belajar di dalam proses pembelajaran. Mereka mengikuti proses pembelajaran karena ingin melakukan reformasi atas kondisi yang ada di dalam dirinya. Kondisi yang dimaksudkan adalah ketidakbisaan menjadi penguasaan maksimal pada satu atau beberapa kompetensi.
Setiap kompetensi yang diajarkan oleh guru kepada anak didik didasarkan pada tujuan yang hendak dicapai oleh anak didik dan proses pendidikan secara umum. Kompetensi inilah yang sebenarnya merupakan aspek penting pembelajaran pada saat sekarang ini. Kita harus menguasai satu atau beberapa kompetensi jika ingin menghadapi kehidupan dengan sebaik-baiknya.
Untuk dapat memberikan kompetensi yang benar-benar sesuai, maka seorang guru harus mempunyai kemampuan untuk memfasilitasi proses pembelajaran. Hal ini karena, sampai sekarang posisi guru belum dapat melepaskan konsep lama, yaitu bahwa pusat pembelajaran ada di guru. Konsep ini jelas sangat bertentangan dengan konsep dasar pembelajaran sebab sebenarnya yang sedang melakukan proses belajar adalah anak didik sehingga guru hanyalah memfasilitasi kebutuhan belajar bagi anak didiknya. Guru adalah fasilitator pendidikan dan bukan sentral dari proses pembelajaran.
Oleh karena kondisi tersebut, maka seorang guru harus dapat menyesuaikan dirinya dengan kondisi anak didik. Sebagai fasilitator, maka guru tidak boleh membawa situasi dirinya kepada anak didik. Artinya guru tidak boleh memaksa mmbawa anak didik ke dalam kondisi dirinya, melainkan guru yang harus memasuki kondisi anak didiknya. Seperti konsep quantum teaching, bahwa di dalam proses pembelajaran, kita harus membawa dunia anak ke dalam dunia kita dan bukan membawa dunia kita ke dunia anak-anak. Sebab anak-anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil! Gaya mengajar guru adalah gaya belajar anak didik. Kita, guru yang harus menyesuaikan diri dengan kondisi anak didik dan bukan anak didik yang dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan kondisi guru.
Ya. Kita harus dapat berposisi sebagaimana posisi anak didik dan tidak memaksa anak didik untuk memasuki dunia kita. Jika hal tersebut kita lakukan, maka anak didik masih belum mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan dunia kita. Kita yang harus selalu beradaptasi dengan dunia anak-anak. Kita yang harus selalu mengikuti kondisi anak didik dan tidak memaksa anak-anak untuk mengikuti kondisi diri kita.
Kita yang mendidik kita, maka kita yang harus memasuki dunia mereka dan melakukan perombakan dari dalam dunia mereka. Hal tersebut yang seharusnya dilakukan dan bukan memaksa anak didik mengikuti dunia kita. Sangatlah sulit jika kita harus memposisikan anak didik sebagaimana posisi kita sebab dunia anak didik sangat berbeda dibandingkan dengan dunia orang dewasa.
Sudah seharusnya guru di dalam melaksanakan proses pembelajaran menyertakan emosinya, perasaannya sehingga terjalin satu ikatan atau interaksi yang sinergis antara guru dan anak didik. Selama ini yang terjadi adalah adanya jarak yang membentang di antara guru dan anak didik sehingga komunikasi yang dibangun tidak dapat efektif. Tanpa kehadiran emosi, perasaan, maka interaksi yang terbangun hanyalah interaksi umum. Sementara kita menyadari bahwa interaksi guru dan anak didik adalah interaksi edukasi, yaitu interaksi yang didasarkan pada tujuan pendidikan sehingga terjadi perubahan signifikan pada pengetahuan, keterampilan dan pola hidup anak didik. Jika seorang guru mampu membangun satu interaksi edukasi dikelas pembelajarannya, maka secara langsung tercipta satu interaksi yang melibatkan emosi secara utuh.
Interaksi antara guru dan anak didik memang satu bentuk interaksi yang spesial (special interaction), dimana pelibatan emosi sangat menentukan kualitas interaksinya. Bahwa interaksi guru dan anak didik merupakan upaya peleburan dua kondisi sehingga didapatkan satu kondisi khusus, yaitu terciptanya kemudahan bagi anak didik untuk belajar. Jika salah satu pihak tidak melibatkan emosinya, maka hasil proses interaksi tidak dapat dicapai. Bahkan kegagalan proses pendidikan isebabkan oleh ketiadaan emosi di dalam pelaksanaan proses.
Emosi adalah jiwa dan perasaan
Di dalam proses pendidikan, dua elemen penting berinteraksi langsung untuk dapat mencapai tujuannya. Interaksi yang terjadi adalah interaksi personal sehingga seringkali menimbulkan konflik atau friksi yang tidak diinginkan. Hal ini karena masing-masing personal mempunyai pola pemikrian dan sikap yang berbeda sehingga pada saat interaksi dapat menimbulkan perbedaan pendapat atau misunderstanding. Kondisi ini sangat rawan bagi sebuah interaksi positif seperti proses pendidikan.
Jika antara guru dan anak didik terjadi misunderstanding, tentunya hal tersebut berdampak negatif terhadap proses belajar yang dilaksanakan. Sementara kita menyadari bahwa di dalam proses pembelajaran eksistensi guru dan anak didik adalah sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan keduanya berinteraksi sebagai sosok yang saling membutuhkan. Jika ternyata diantara keduanya terbentang jarak akibat misunderstanding, tentunya hal tersebut tidak mendukung eksistensi mereka.
Interaksi antara guru dan anak didik memang suatu interaksi khas. Interaksi tersebut terjalin sedemikian rupa sehingga komunikasi mereka tidak hanya secara fisik melainkan secara psikis juga. Di dalam proses pembelajaran, anak didik dan guru berinteraksi sebagai pribadi dengan kegiatan nyata secara fisik, tetapi pada saat itu pula terjadi proses interaksi secara psikis sebab guru menggarap aspek psikis anak didik. Bahwa guru tidak hanya mengajar, yaitu memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik, melainkan juga memberikan pendidikan sikap dan nilai-nilai positif kehidupan bermasyarakat.
Pada setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru dan anak didik, terpancar sebagai bentangan benang merah yang menghubungkan antar pribadi sebagai sosok-sosok yang unik. Untuk keunikan tersebut, perlu ditangani dengan penuh perasaan. Kita tidak hanya mengarahkan anak-anak dalam koridor mengejar pengetahuan dan keterampilan, melainkan juga nilai-nilaipositif kehidupan atau norma-norma kehidupan. Dan, guru mempunyai tanggungjawab dan kewajiban untuk membimbing, memfasilitasi kebutuhan tersebut.
Dalam koridor inilah, kita dapat mengetahui bahwa untuk dapat memfasilitasi kebutuhan belajar dan pendidikan anak didik, maka kehadiran guru tidak hanya sebatas fisik, melainkan juga psikis. Dan, komunikasi secara psikis merupakan pendekatan seutuhnya dalam proses pendidikan. Dengan melakukan pendekatan psikis, sebenarnya kita sudah memasuki dunia paling pribadi pada anak didik. Jika kita berhasil memasuki dan menguasai dunia paling pribadi pada anak didik, tentunya anak didik menjadi sosok yang menyadari tugas dan kewajibannya dalam proses belajar.
Sebagai pembimbing belajar, maka peranan perasaan sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan dan pembelajarannya. Guru yang menyertakan perasaannya pada saat melaksanakan proses pendidikan memungkinkan keberhasilan menyentuh kesadaran anak didik. Dalam hal ini, guru harus dapat memasuki jiwa dan perasaan anak didik agar keberhasilan proses belajar dapat maksimal. Kondisi ini memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kesadaran dari dalam diri anak didik. kesadaran dari dalam diri anak didik dipercaya dapat menjadi motivator terbaik untuk pengembangan kompetensi dirinya.
Guru memang harus mengedepankan emosi, perasaan saat pembimbingan anak didik belajar sebab dengan cara seperti ini, maka proses pendekatan dan pendampingan belajar dapat maksimal sebab tercipta benang merah antara guru dan anak didik. Benang merah perasaan ini merupakan penghubung efektif dalam sebuah interaksi, apalagi interaksi edukasi. Edukasi adalah kegiatan terkait dengan perasaan, sehingga untuk hal tersebut berarti kita harus menyertakan perasaan saat menjalankan semua itu. Obyek kerja pendidikan adalah adaptif dan normative, maka setiap guru harus menyertakan perasaannya saat melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran. Hal ini sangat penting sebab bidang garapan guru adalah anak didik yang tentunya mempunyai kondisi kejiwaan yang berbeda. Dengan melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran berbasis jiwa dan perasaan, maka diyakini terjalin ikatan batin dan tercipta interaksi aktif yang mengalir lancar. Artinya, proses pembelajaran berlangsung sebagaimana program yang sudah disusun oleh guru.
Emosi bukanlah emosional
Dalam konteks pembelajaran, basis emosi yang kita maksudkan dalam hal ini adalah perasaan yang dilandasi oleh rasa kasih sayang dan cinta. Guru yang mengajar dengan berlandaskan emosi artinya mengajar dengan penuh kasih sayang dan cinta kepada anak didiknya. Dengan demikian, maka terjalin ikatan batin yang kuat antara guru dan anak didik yang selanjutnya mampu menjadi jembatan penghubung antar pribadi agar ada saling peduli. Rasa saling peduli inilah yang selanjutnya diharapkan menjadi tenaga pendorong semangat belajar anak didik dan semangat mengajar guru.
Sementara emosional kita artikan sebagai kondisi penuh emosi negative yang meledak-ledak. Emosi yang meledak-ledak ini selanjutnya kita katakan sebagai kemarahan sehingga aspek yang muncul adalah negative. Guru tidak boleh emosional saat membimbing anak didiknya. Emosional berarti emosi yang berlebih dan bersifat negative ini merupakan racun yang mematikan kreativitas dan kemampuan belajar anak didik. Guru yang emosional adalah para algojo yang dengan kapak tajamnya siap membantai para pesakitan yang mengerang kesakitan dan sesambat kesakitan.
Tentunya sebagai pelaku pendidikan, yang dalam hal ini berusaha untuk mempositifkan kondisi anak didik, maka guru harus bertindak positif untuk anak didiknya. Guru harus melaksanakan tugas dan kewajibannya secara proporsional. Apapun yang dilakukan oleh guru harus dapat menggambarkan sikap sosok yang melindungi dan mengarahkan anak didiknya. Bukan malah sebaliknya, menghancurkan anak didiknya.
Maka, guru yang melaksanakan proses pembelajaran di kelas jangan dibarengi apalagi dilandasi oleh kondisi emosional yang negative. Bidang garapan guru adalah mengubah hal-hal negative yang ada dalam diri anak didik sehingga dapat menjadi hal-hal positif yang berguna bagi kehidupan masa depan anak didik. Proses pendidikan adalah proses positif untuk menghapus hal negative yang berkembang di lingkungan hidupnya.
Proses pendidikan memang harus melibatkan emosi kedua pihak seutuhnya, artinya mereka yang terlibat secara langsung dalam proses seharusnya melaksanakan tugas dan kewajibannya secara proporsional, tidak hanya terbatas secara fisik, melainkan juga secara psikis. Dan, inilah yang sesungguhnya menjadi landasan untuk dapat menyelenggarakan proses pendidikan dengan sebaik-baiknya. Hanya dengan pelibatan aktif emosi dalam proses pendidikan, maka terjalin sebuah interaksi social yang bermanfaat bagi proses pendidikan anak.
Mengajar dengan emosi bukanlah mengajar dengan emosional. Kita harus dapat membedakan kedua hal tersebut dengan sebaik-baiknya agar tidak terjebak pada kesalahan persepsi dan akhirnya menjadikan kita menyesalinya. Emosi yang kita maksudkan dalam hal ini adalah upaya menyertakan perasaan dalam kegiatan pembelajaran sehingga terjalin sebuah jembatan. Jembatan inilah yang diharapkan dapat menjadi penghubung rasa antara guru dan anak didik.
Dalam proses pendidikan dan pembelajaran, jembatan penghubung rasa ini sangat penting sebab yang terjadi adalah interaksi antar personal. Interaksi antar personal ini dapat terjadi dengan sebaik-baiknya jika antar personal dapat tercipta satu perasaan. Kita menyadari bahwa setiap personal mempunyai dasar sikap dan perasaan yang berbeda sehingga jika keduanya berinteraksi, maka seharusnya mereka mempunyai persepsi yang sama.
Agar proses pendidikan dan pembelajaran dapat berlangsung maksimal, tentunya harus ada keterikatan rasa antara pendidik dan pedidik. Keterikatan rasa inilah yang selanjutnya menjadi jembatan penghubung terbaik. Bahwa keterikatan rasa ini memungkinkan terciptanya satu interaksi yang benar-benar edukatif.
Sekali lagi dalam hal ini yang kita maksudkan emosi bukanlah emosional. Pada saat kita membimbing belajar anak didik, maka yang terutama harus kita kedepankan adalah emosi (rasa), bukan emosional. Dengan rasa, maka kita dapat melakukan pendekatan kepada anak didik, tetapi jika kita melakukannya dengan emosional, tentunya hasilnya bertolak belakang.
Dengan memeprhatikan berbagai hal yang terjadi pada saat kita melakukan proses pendidikan dan pembelajaran, maka setidaknya kita sangat menyadari bahwa untuk mencapai keberhasilan dalam proses pendidikan dan pembelajaran, maka kita harus menciptakan jembatan penghubung antar rasa, guru dan anak didik. Jembatan inilah yang selanjutnya dapat mengantar pada keberhasilan. Mendidiklah dengan emosi berarti mendidiklah dengan perasaan dan jangan dengan emosional.
Menerapkan Kompetensi Keahlian dalam Kehidupan
Salah satu aspek penting yang diharapkan dapat menjadi bekal kehidupan anak setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah adalah keterampilan yang aplikatif. Hal ini sangat erat dengan kenyataan bahwa anak-anak yang mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah kejuruan mempunyai visi untuk menjadi tenaga kerja yang kompeten pada bidangnya. Visi ini sejalan dengan konsep penyelenggaraan pendidikan kejuruan, yaitu menciptakan sumber daya manusia yang terampil dan siap bekerja sebagai tenaga kerja kelas menengah. Anak-anak yang bersekolah di sekolah kejuruan memang diarahkan menjadi pribadi-pribadi mandiri sebagai tenaga kerja, baik sebagai tenaga di bengkel-bengkel orang atau di bengkel miliknya sendiri, berwirausaha.
Pentingnya Kompetensi Keahlian Anak Didik
Sumber daya manusia merupakan sosok-sosok penting yang secara langsung menangani setiap masalah kehidupan. Sementara permasalahan hidup semakin hari semakin krusial dan rumit sehingga perlu orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikannya. Kesulitan ini jika tidak segera diselesaikan, tentunya berdampak negative atas seluruh tatanan kehidupan. Jika jumlah orang-orang yang mampu banyak, tentunya dapat menyelesaikan masalah sebaik-baiknya.
Dan, sekolah sebagai institusi formal penyelenggara proses pendidikan dan pembelajaran mempunyai peranan yang sedemikian rupa sehingga kebutuhan sumber daya manusia yang kompeten harus segera dipenuhi. Sekolah harus menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran yang memungkinkan anak-anak menjadi orang-orang yang kompeten dalam, bidangnya. Kompeensi ini terutama dalam aspek keahlian yang mereka pelajari. Kompetensi keahlian inilah yang selanjutnya menjadi brandingself bagi anak didik dalam menghaapi kehidupan. Dengan brandingself inilah, maka eksistensi anak diakui oleh masyarakat dan selanjutnya hal tersebut memberikan kesempatan bagi anak mendapatkan pekerjaan dari masyarakat. Pekerjaan inilah yang menjadi sumber income kehidupan mereka dan keluarga.
Kompetensi keahlian yang dimiliki anak didik memang sangat penting bagi proses survive anak dalam kehidupannya di masyarakat. Dengan kompetensi yang dimiliki, maka anak didik dapat melakukan berbagai kegiatan yang memberikan income financial bagi kehidupannya. Dengan demikian, maka anak tidak perlu kebingungan bekerja setelah menyelesaikan masa belajarnya di sekolah. Kompetensi keahlian inilah yang menjadi jembatan bagi anak untuk menyeberangi sungai kehidupan yang penuh gejolak. Kalaupun jembatan itu rusak, maka kompetensi tersebut dapat mengantarkan anak hingga keseberang sebab anak mempunyai kompetensi untuk berenang. Anak didik tidak perlu kebingungan mencari pekerjaan sebab dengan kompetensi yang dimiliki, maka banyak perusahaan yang membutuhkan keahlian tersebut atau anak-anak menerapkan konsep kerja mandiri, wirausaha dengan kompetensi keahlian yang dimilikinya tersebut.
Setiap saat, banyak anak-anak yang menyelesaikan masa pendidikan dan pembelajarannya, itu berrati mereka secara serentak terjun ke masyarakat untuk bekerja, mencari pekerjaan atau menciptakan pekerjaan. Dua hal terakhir inilah yang selanjutnya menjadi pilihan akhir untuk anak-anak, berperan sebagai pencari pekerjaan ataukah menciptakan pekerjaan untuk dirinya dan atau orang-orang di sekitarnya. Semakin besar kompetensi keahlian anak didik, kesempatan untuk survive dalam hidup lebih besar pula. Semakin kompeten, berarti semakin terbuka kesempatan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. Dan, kondisi inilah yang sebenarnya kita harapkan dimiliki oleh anak didik sebagai hasil proses pendidikan dan pembelajaran.
Menerapkan Kompetensi Keahlian dalam Kehidupan
Permasalahan yang selanjutnya dihadapi oleh anak adalah setelah mereka menyelesaikan masa pendidikannya. Apa yang harus mereka lakukan setelah menyelesaikan amsa pendidikannya? Hal ini seringkali menjadi sesuatu fenomental bagi masyarakat. Dalam hal ini, jalan yang dituju oleh anak didik dapat dibedakan atas meneruskan pendidikan ke jenjang lebih tinggi ataukah langsung terjun ke masyarakat sebagai tenaga kerja.
Untuk mereka yang melanjutkan masa pendidikan ke jenjang lebih tinggi, mungkin tidak begitu bermasalah sebab selanjutnya tugas mereka adalah belajar dan belajar. Tetapi, bagi mereka yang memutuskan langsung terjun ke dunia kerja, mungkin karena orangtua tidak mampu membiayai atau mereka merasa tidak mampu secara intelektualitas, maka kompetensi keahlian menjadi sesuatu yang sangat penting. Mereka harus dapat melakukan kegiatan produktif yang memberikan income bagi kehidupannya.
Oleh karena itulah, maka hal terpenting yang harus dilakukan oleh anak didik, bahkan jauh sebelum mereka menyelesaikan masa pendidikannya adalah menerapkan kompetensi keahlian dalam kehidupannya. Penerapan kompetensi keahlian ini merupakan perwujudan dari upaya pemberdayaan sumber daya manusia secara maksimal. Hal ini sangat memungkinkan sebab segala aspek pendidikan dan pembelajaran yang diikuti oleh anak didik merupakan keterampilan yang secara langsung dapat diterapkan dalam kehidupan.
Dan, kegiatan ini dijadikan sebagai satu keharusan atau program bersama antara pemerintah, sekolah, orangtua , anak didik, dan masyarakat. Dengan menjadikan hal ini sebagai program bersama, maka secara langsung tertanamkan kesadaran bahwa mereka memang harus melakukan hal tersebut jika ingin proses pendidikannya seutuhnya, artinya anak didik tidak hanya menguasai teori melainkan juga praktik dari materi pelajarannya. Anak didik benar-benar menjadi kelompok intelektualis muda (young inteligentsia) sekaligus sebagai ahli muda (young practised). Intelektualis muda memebrikan kesempatan untuk belajar lebih jauh, praktikan muda memberikan kesempatan anak untuk berkiprah dalam dunia kerja secara langsung.
Sekolah kejuruan sebagai institusi penyelenggara pendidikan, pembelajaran, sekaligus pelatihan keterampilan bagi anak didik memang mempunyai tanggungjawab yang besar dalam memberikan kesempatan anak untuk berkiprah aktif dalam kegiatan produktif. Kegiatan produktif inilah yang merupakan langkah penerapan kompetensi keahlian anak didik. Jika hal ini dilakukan, maka proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah benar-benar memfasilitasi kesempatan anak didik untuk eksis dalam kehidupannya di masyarakat. Sekolah harus melaksanakan hal ini jika menginginkan anak didiknya menjadi sosok-sosok kreatif dan inovatif untuk kehidupannya. Menerapkan kompetensi keahlian dalam kehidupan menjadi cermin keberhasilan dunia pendidikan dalam mengelola proses mempersiapkan anak didik menjadi orang-orang yang berdaya bagi kehidupan.
Pentingnya Kompetensi Keahlian Bagi Hidup
Tingkat persaingan hidup semakin lama semakin ketat. Hal ini dapat kita ketahui dari kenyataan bahwa jumlah pencari kerja semakin banyak. Tingkat persaingan untuk mendapatkan pekerjaan terasa semakin sulit. Jika pada beberapa waktu lalu, kesulitan itu dialami oleh mereka yang berpendidikan rendah, sekarang ternyata berkembang hingga mereka yang berpendidikan tinggi.
Jika pada jaman dulu, orangtua selalu mendorong anak-anaknya untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya dengan asumsi bahwa dengan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin terbuka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang ringan tetapi memberikan hasil besar. Dan, pada saat itu hal tersebut memang sangat signifikan. Bakan pada saat tersebut, orang-orang dapat berpindah tempat kerja dengan begitu mudahnya. Mereka tidak perlu susah-susah mencari pekerjaan sebab tidak sedikit dari mereka yang bekerja karena panggilan dinas dari instansi tertentu. Mereka tidak perlu membuat lamaran kerja dan menawarkan kesana kemari. Saat itu pekerjaan yang mencari pekerja.
Tetapi, untuk saat sekarang hal tersebut tidak menjamin bagi kita. Bahwa untuk saat sekarang ini kondisi mengalami perubahan yang sangat drastic sebab konsumen dan produsen sudah tidak seimbang. Lapangan pekerjaan dengan jumlah para pencari pekerjaan sudah sangat tidak seimbang. Satu lapangan pekerjaan harus direbut ribuan calon pekerja. Dengan demikian persaingannya semakin ketat. Mereka yang tidak siap untuk ikut bersaing, maka tersingkirkan dari antrian panjang para pencari pekerjaan. Dan, yang muncul sebagai pemenangnya adalah mereka yang mempunyai kemampuan, baik kemampuan intelektual, keterampilan dan mereka yang mempunyai kemampuan dalam sisi finansialnya.
Dengan memperhatikan gambaran sederhana tersebut, setidaknya kita mengetahui bahwa tingkat persaingan di dunia kerja memang sangat ketat dan tidak semua orang mendapatkan kesempatan. Oleh karena itulah, maka perlu ada langkah-langkah konkrit untuk memberikan bekal aplikatif bagi kehidupan ini. dengan perubahan pola hidup menuju globalisasi dalam segala aspek, tentunya dibutuhkan orang-orang yang selalu siap dalam kondisi apapun. Kita tidak membutuhkan orang pandai tetapi hanya secara teoritis semata, tidak mempunyai keterampilannya terkait dengan kepandaiannya tersebut. Begitu juga, kita tidak butuh orang yang mampu secara praktik tetapi tidak mempunyai bekal teorinya. Sedapat mungkin, kita harus mengkondisikan adanya perimbangan antara teori dan praktik.
Kompetensi keahlian untuk saat sekarang sudah menjadi satu kondisi yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Ada banyak contoh yang mengalami kegagalan dalam hidupnya sebab pada dirinya tidak ada kompetensi yang mampu dijadikan sebagai bekal kehidupannya. Mereka boleh pandai, tetapi sama sekali tidak mempunyai kemampuan, kompetensi sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akibat yang terjadi adalah mereka tersingkir dalam persaingan tenaga kerja. Cukup banyak calon pekerja yang gugur dan terjerebab dalam ketidakberdayaan saat harus bersaing dengan yang lainnya. Mereka mempunyai tingkat kepandaian yang tinggi tetapi, tidak didukung keterampilan yang memadai sehingga tidak dapat survive dalam kehidupannya.
Tetapi hal tersebut sangat berbeda jika yang kita bicarakan adalah orang-orang dengan tingkat kompetensi diri yang tinggi. Walaupun mereka tidak pandai tetapi keterampilan yang mereka miliki merupakan bekal yang tidak ternilai harganya. Orang-orang dengan tingkat kompetensi tinggi masih mempunyai kesempatan untuk bekerja walaupun mereka tidak mendapatkan pekerjaan dari orang lain. Dengan kompetensi yang dimiliki, maka mereka dapat melakukan kegiatan-kegiatan produktif. Mereka tetap survive walaupun tidak perlu melamar pekerjaan. Mereka dapat menerapkan kompetensi dirinya untuk bertahan hidup.
Disinilah pentingnya eksistensi kompetensi keahlian dimiliki oleh anak didik, sebab sebenarnya kehidupan ini hanya dapat berlangsung jika ada orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan produktif bagi masyarakatnya. Oleh karena itulah, maka kita sebagai pembimbing, fasilitator pendidikan dan pembelajaran anak didik seharusnya mulai mengarahkan kerangka proses pada pembekalan kompetensi keahlian bagi anak didik. berikan keterampilan sebanyak-banyaknya kepada anak didik agar mereka dapat survive dalam kehidupannya.
Kompetensi Keahlian untuk Hidup
Kompetensi keahlian adalah keistimewaan yang dimiliki seseorang dan menjadi brandingself. Kompetensi keahlian ini berbeda untuk setiap orang sebab semua tergantung pada kemampuan menyerap dan memahami aspek keahliannya. Semakin bagus tingkat pemahamannya, maka smakin bagus tingkat kompetensinya.
Di dalam kehidupan, tuntutan atas kemampuan istimewa sangatlah penting sebab tingkat persaingan hidup semakin ketat. Dengan pola kehidupan yang dinamis dan konsekuensi logis atas setiap kondisi yang dihadapi, maka setiap orang harus mempunyai ‘kartu As’ yang dapat dipergunakan untuk menghadapinya. Kartu As inilah yang menjadi cirri khas untuk setiap orang sehingga membedakannya dengan orang lain. Perbedaan inilah yang selanjutnya menjadi penentu posisi seseorang dalam kehidupan.
Tentunya dalam hal ini, orang-orang yang mempunyai kompetensi tinggi menempati posisi baik dalam kehidupan sedangkan mereka yang tidak mempunyai kompetensi tersisih dan terpinggirkan. Selanjutnya hal ini membuka kesempatan bagi dirinya untuk bersaing mendapatkan segala hal yang dibutuhkan dlaam kehidupan.
Jadi sebenarnya, kompetensi keahlian adalah sarana untuk hidup. Dengan memanfaatkan kompetensi keahlian yang kita miliki, maka kita dapat menghadapi kehidupan dengan sebaik-baiknya. Setiap permasalahan hidup dapat kita hadapi dan selesaikan dengan kompetensi keahlian yang kita miliki. Walaupun kompetensi keahlian sedemikian kecil, tetapi jika diterapkan sebaik-baiknya dan proprosional, maka hal tersebut dapat meningkatkan survive hidup. Misalnya menulis, jika kita mempunyai kompetensi menulis, maka menulis dapat kita jadikan sebagai sumber income kehidupan kita. Dengan menulis, maka banyak orang yang mampu bersaing dalam hidupnya dan bertahan dari kesulitan yang ada. Begitu juga dalam hal yang lain. Kompetensi keahlian yang kita miliki adalah untuk menghadapi hidup dan menyelesaikan setiap permasalahan yang ada dalam kehidupan. Itulah urgensinya.
Pentingnya Kompetensi Keahlian Anak Didik
Sumber daya manusia merupakan sosok-sosok penting yang secara langsung menangani setiap masalah kehidupan. Sementara permasalahan hidup semakin hari semakin krusial dan rumit sehingga perlu orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikannya. Kesulitan ini jika tidak segera diselesaikan, tentunya berdampak negative atas seluruh tatanan kehidupan. Jika jumlah orang-orang yang mampu banyak, tentunya dapat menyelesaikan masalah sebaik-baiknya.
Dan, sekolah sebagai institusi formal penyelenggara proses pendidikan dan pembelajaran mempunyai peranan yang sedemikian rupa sehingga kebutuhan sumber daya manusia yang kompeten harus segera dipenuhi. Sekolah harus menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran yang memungkinkan anak-anak menjadi orang-orang yang kompeten dalam, bidangnya. Kompeensi ini terutama dalam aspek keahlian yang mereka pelajari. Kompetensi keahlian inilah yang selanjutnya menjadi brandingself bagi anak didik dalam menghaapi kehidupan. Dengan brandingself inilah, maka eksistensi anak diakui oleh masyarakat dan selanjutnya hal tersebut memberikan kesempatan bagi anak mendapatkan pekerjaan dari masyarakat. Pekerjaan inilah yang menjadi sumber income kehidupan mereka dan keluarga.
Kompetensi keahlian yang dimiliki anak didik memang sangat penting bagi proses survive anak dalam kehidupannya di masyarakat. Dengan kompetensi yang dimiliki, maka anak didik dapat melakukan berbagai kegiatan yang memberikan income financial bagi kehidupannya. Dengan demikian, maka anak tidak perlu kebingungan bekerja setelah menyelesaikan masa belajarnya di sekolah. Kompetensi keahlian inilah yang menjadi jembatan bagi anak untuk menyeberangi sungai kehidupan yang penuh gejolak. Kalaupun jembatan itu rusak, maka kompetensi tersebut dapat mengantarkan anak hingga keseberang sebab anak mempunyai kompetensi untuk berenang. Anak didik tidak perlu kebingungan mencari pekerjaan sebab dengan kompetensi yang dimiliki, maka banyak perusahaan yang membutuhkan keahlian tersebut atau anak-anak menerapkan konsep kerja mandiri, wirausaha dengan kompetensi keahlian yang dimilikinya tersebut.
Setiap saat, banyak anak-anak yang menyelesaikan masa pendidikan dan pembelajarannya, itu berrati mereka secara serentak terjun ke masyarakat untuk bekerja, mencari pekerjaan atau menciptakan pekerjaan. Dua hal terakhir inilah yang selanjutnya menjadi pilihan akhir untuk anak-anak, berperan sebagai pencari pekerjaan ataukah menciptakan pekerjaan untuk dirinya dan atau orang-orang di sekitarnya. Semakin besar kompetensi keahlian anak didik, kesempatan untuk survive dalam hidup lebih besar pula. Semakin kompeten, berarti semakin terbuka kesempatan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. Dan, kondisi inilah yang sebenarnya kita harapkan dimiliki oleh anak didik sebagai hasil proses pendidikan dan pembelajaran.
Menerapkan Kompetensi Keahlian dalam Kehidupan
Permasalahan yang selanjutnya dihadapi oleh anak adalah setelah mereka menyelesaikan masa pendidikannya. Apa yang harus mereka lakukan setelah menyelesaikan amsa pendidikannya? Hal ini seringkali menjadi sesuatu fenomental bagi masyarakat. Dalam hal ini, jalan yang dituju oleh anak didik dapat dibedakan atas meneruskan pendidikan ke jenjang lebih tinggi ataukah langsung terjun ke masyarakat sebagai tenaga kerja.
Untuk mereka yang melanjutkan masa pendidikan ke jenjang lebih tinggi, mungkin tidak begitu bermasalah sebab selanjutnya tugas mereka adalah belajar dan belajar. Tetapi, bagi mereka yang memutuskan langsung terjun ke dunia kerja, mungkin karena orangtua tidak mampu membiayai atau mereka merasa tidak mampu secara intelektualitas, maka kompetensi keahlian menjadi sesuatu yang sangat penting. Mereka harus dapat melakukan kegiatan produktif yang memberikan income bagi kehidupannya.
Oleh karena itulah, maka hal terpenting yang harus dilakukan oleh anak didik, bahkan jauh sebelum mereka menyelesaikan masa pendidikannya adalah menerapkan kompetensi keahlian dalam kehidupannya. Penerapan kompetensi keahlian ini merupakan perwujudan dari upaya pemberdayaan sumber daya manusia secara maksimal. Hal ini sangat memungkinkan sebab segala aspek pendidikan dan pembelajaran yang diikuti oleh anak didik merupakan keterampilan yang secara langsung dapat diterapkan dalam kehidupan.
Dan, kegiatan ini dijadikan sebagai satu keharusan atau program bersama antara pemerintah, sekolah, orangtua , anak didik, dan masyarakat. Dengan menjadikan hal ini sebagai program bersama, maka secara langsung tertanamkan kesadaran bahwa mereka memang harus melakukan hal tersebut jika ingin proses pendidikannya seutuhnya, artinya anak didik tidak hanya menguasai teori melainkan juga praktik dari materi pelajarannya. Anak didik benar-benar menjadi kelompok intelektualis muda (young inteligentsia) sekaligus sebagai ahli muda (young practised). Intelektualis muda memebrikan kesempatan untuk belajar lebih jauh, praktikan muda memberikan kesempatan anak untuk berkiprah dalam dunia kerja secara langsung.
Sekolah kejuruan sebagai institusi penyelenggara pendidikan, pembelajaran, sekaligus pelatihan keterampilan bagi anak didik memang mempunyai tanggungjawab yang besar dalam memberikan kesempatan anak untuk berkiprah aktif dalam kegiatan produktif. Kegiatan produktif inilah yang merupakan langkah penerapan kompetensi keahlian anak didik. Jika hal ini dilakukan, maka proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah benar-benar memfasilitasi kesempatan anak didik untuk eksis dalam kehidupannya di masyarakat. Sekolah harus melaksanakan hal ini jika menginginkan anak didiknya menjadi sosok-sosok kreatif dan inovatif untuk kehidupannya. Menerapkan kompetensi keahlian dalam kehidupan menjadi cermin keberhasilan dunia pendidikan dalam mengelola proses mempersiapkan anak didik menjadi orang-orang yang berdaya bagi kehidupan.
Pentingnya Kompetensi Keahlian Bagi Hidup
Tingkat persaingan hidup semakin lama semakin ketat. Hal ini dapat kita ketahui dari kenyataan bahwa jumlah pencari kerja semakin banyak. Tingkat persaingan untuk mendapatkan pekerjaan terasa semakin sulit. Jika pada beberapa waktu lalu, kesulitan itu dialami oleh mereka yang berpendidikan rendah, sekarang ternyata berkembang hingga mereka yang berpendidikan tinggi.
Jika pada jaman dulu, orangtua selalu mendorong anak-anaknya untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya dengan asumsi bahwa dengan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin terbuka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang ringan tetapi memberikan hasil besar. Dan, pada saat itu hal tersebut memang sangat signifikan. Bakan pada saat tersebut, orang-orang dapat berpindah tempat kerja dengan begitu mudahnya. Mereka tidak perlu susah-susah mencari pekerjaan sebab tidak sedikit dari mereka yang bekerja karena panggilan dinas dari instansi tertentu. Mereka tidak perlu membuat lamaran kerja dan menawarkan kesana kemari. Saat itu pekerjaan yang mencari pekerja.
Tetapi, untuk saat sekarang hal tersebut tidak menjamin bagi kita. Bahwa untuk saat sekarang ini kondisi mengalami perubahan yang sangat drastic sebab konsumen dan produsen sudah tidak seimbang. Lapangan pekerjaan dengan jumlah para pencari pekerjaan sudah sangat tidak seimbang. Satu lapangan pekerjaan harus direbut ribuan calon pekerja. Dengan demikian persaingannya semakin ketat. Mereka yang tidak siap untuk ikut bersaing, maka tersingkirkan dari antrian panjang para pencari pekerjaan. Dan, yang muncul sebagai pemenangnya adalah mereka yang mempunyai kemampuan, baik kemampuan intelektual, keterampilan dan mereka yang mempunyai kemampuan dalam sisi finansialnya.
Dengan memperhatikan gambaran sederhana tersebut, setidaknya kita mengetahui bahwa tingkat persaingan di dunia kerja memang sangat ketat dan tidak semua orang mendapatkan kesempatan. Oleh karena itulah, maka perlu ada langkah-langkah konkrit untuk memberikan bekal aplikatif bagi kehidupan ini. dengan perubahan pola hidup menuju globalisasi dalam segala aspek, tentunya dibutuhkan orang-orang yang selalu siap dalam kondisi apapun. Kita tidak membutuhkan orang pandai tetapi hanya secara teoritis semata, tidak mempunyai keterampilannya terkait dengan kepandaiannya tersebut. Begitu juga, kita tidak butuh orang yang mampu secara praktik tetapi tidak mempunyai bekal teorinya. Sedapat mungkin, kita harus mengkondisikan adanya perimbangan antara teori dan praktik.
Kompetensi keahlian untuk saat sekarang sudah menjadi satu kondisi yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Ada banyak contoh yang mengalami kegagalan dalam hidupnya sebab pada dirinya tidak ada kompetensi yang mampu dijadikan sebagai bekal kehidupannya. Mereka boleh pandai, tetapi sama sekali tidak mempunyai kemampuan, kompetensi sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akibat yang terjadi adalah mereka tersingkir dalam persaingan tenaga kerja. Cukup banyak calon pekerja yang gugur dan terjerebab dalam ketidakberdayaan saat harus bersaing dengan yang lainnya. Mereka mempunyai tingkat kepandaian yang tinggi tetapi, tidak didukung keterampilan yang memadai sehingga tidak dapat survive dalam kehidupannya.
Tetapi hal tersebut sangat berbeda jika yang kita bicarakan adalah orang-orang dengan tingkat kompetensi diri yang tinggi. Walaupun mereka tidak pandai tetapi keterampilan yang mereka miliki merupakan bekal yang tidak ternilai harganya. Orang-orang dengan tingkat kompetensi tinggi masih mempunyai kesempatan untuk bekerja walaupun mereka tidak mendapatkan pekerjaan dari orang lain. Dengan kompetensi yang dimiliki, maka mereka dapat melakukan kegiatan-kegiatan produktif. Mereka tetap survive walaupun tidak perlu melamar pekerjaan. Mereka dapat menerapkan kompetensi dirinya untuk bertahan hidup.
Disinilah pentingnya eksistensi kompetensi keahlian dimiliki oleh anak didik, sebab sebenarnya kehidupan ini hanya dapat berlangsung jika ada orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan produktif bagi masyarakatnya. Oleh karena itulah, maka kita sebagai pembimbing, fasilitator pendidikan dan pembelajaran anak didik seharusnya mulai mengarahkan kerangka proses pada pembekalan kompetensi keahlian bagi anak didik. berikan keterampilan sebanyak-banyaknya kepada anak didik agar mereka dapat survive dalam kehidupannya.
Kompetensi Keahlian untuk Hidup
Kompetensi keahlian adalah keistimewaan yang dimiliki seseorang dan menjadi brandingself. Kompetensi keahlian ini berbeda untuk setiap orang sebab semua tergantung pada kemampuan menyerap dan memahami aspek keahliannya. Semakin bagus tingkat pemahamannya, maka smakin bagus tingkat kompetensinya.
Di dalam kehidupan, tuntutan atas kemampuan istimewa sangatlah penting sebab tingkat persaingan hidup semakin ketat. Dengan pola kehidupan yang dinamis dan konsekuensi logis atas setiap kondisi yang dihadapi, maka setiap orang harus mempunyai ‘kartu As’ yang dapat dipergunakan untuk menghadapinya. Kartu As inilah yang menjadi cirri khas untuk setiap orang sehingga membedakannya dengan orang lain. Perbedaan inilah yang selanjutnya menjadi penentu posisi seseorang dalam kehidupan.
Tentunya dalam hal ini, orang-orang yang mempunyai kompetensi tinggi menempati posisi baik dalam kehidupan sedangkan mereka yang tidak mempunyai kompetensi tersisih dan terpinggirkan. Selanjutnya hal ini membuka kesempatan bagi dirinya untuk bersaing mendapatkan segala hal yang dibutuhkan dlaam kehidupan.
Jadi sebenarnya, kompetensi keahlian adalah sarana untuk hidup. Dengan memanfaatkan kompetensi keahlian yang kita miliki, maka kita dapat menghadapi kehidupan dengan sebaik-baiknya. Setiap permasalahan hidup dapat kita hadapi dan selesaikan dengan kompetensi keahlian yang kita miliki. Walaupun kompetensi keahlian sedemikian kecil, tetapi jika diterapkan sebaik-baiknya dan proprosional, maka hal tersebut dapat meningkatkan survive hidup. Misalnya menulis, jika kita mempunyai kompetensi menulis, maka menulis dapat kita jadikan sebagai sumber income kehidupan kita. Dengan menulis, maka banyak orang yang mampu bersaing dalam hidupnya dan bertahan dari kesulitan yang ada. Begitu juga dalam hal yang lain. Kompetensi keahlian yang kita miliki adalah untuk menghadapi hidup dan menyelesaikan setiap permasalahan yang ada dalam kehidupan. Itulah urgensinya.
Langganan:
Postingan (Atom)