Rabu, 06 Mei 2009

Belajar Berjiwa besar

Satu hal yang selama ini sulit untuk dilakukan oleh kebanyakan orang adalah berjiwa besar. Rata-rata orang berpikir bahwa dirinya selalu dalam kondisi terbaik dan meletakkan orang lain di bawah tingkatan mereka. In bukan sekedar rasa percaya diri, tetapi lebih pada narsisme yang kental.
Sudah menjadi takdir bahwa setiap orang selalu berpikir untuk dirinya sendiri.Mereka berpikir bahwa dirinya yang terpenting dalam kehidupannya, mengabaikan peranan orang lain, yang tentunya juga berperan memperlancar kehidupannya.Begitu narsisnya sehingga terkesan bahwa orang lain tidak ada fungsinya untuk dirinya.
Tetapi, masalah timbul saat mereka harus berinteraksi di dalam suatu komunitas masyarakat.Karena narsisme yang diusungnya sebagai pola kehidupannya, maka kaku dan getas. Tidak ada rasa percaya pada orang lain dan tidak dapat menerima eksistensi orang lain dalam kehidupannya.
Tentunya hal ini sangat bagus jika dilandasi dengan jiwa besar. Narsisme yang tentunya berlebihan ini justru dapat mematikan diri jika kondisi jiwa labil atau gampang patah. ornag-orang yang narsis sebenarnya mempunyai tingkat kepercayaan diri yang tinggi, tetapi karena hal tersebut, mereka jadi mengabaikan peranan orang-orang di sekitarnya. Mereka menganggapa apa yang didapatkan adalah hasil usahanya sendiri.
Dan, pada saat mereka menghadapi masalah, terutama terkait dengan interaksi antar personal, benturan dan friksi antar pribadi yang seringkali membuat mereka langsung meletup!
Oleh karena itulah, maka hal terbaik adalah kita belajar untuk dapat berjiwa besar. Kita harus dapat memposisikan diri sedemikian rupa sehingga mempunyai kemampuan untuk menerima setiap kondisi yang ada dan menghadapinya dengan kondisi stabil, tidak meletup-letup. Kita harus berjiwa besar.
Seperti ketika kita menghadapi benturan karena tugas dan kewajiban moral mengantar anak didik. Saat kita menyadari bahwa Ujian Nasional begitu berat bagi anak didik kita, padahal sebelumnya kita sangat yakin anak didik kita mampu menghadapi kondisi, tetapi ternyata semua amblas sebab anak didik tidak dapat maksimal.
Dalam kondisi seperti ini, tidak mungkin kita meletupkan amarah, kita harus berjiwa besar dan menerima kondiis tersebut sebaik-baiknya. Itlah kehidupan...

Tidak ada komentar: