Minggu, 30 Agustus 2009

SMK sebagai Pusat Pelatihan Keterampilan Terpadu

Pada era sekarang, keterampilan telah menjadi satu poin khusus bagi setiap orang agar dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik. Setiap orang harus mempunyai keterampilan khusus jika menginginkan pola hidup yang lebih baik daripada yang lainnya. Keterampilan inilah yang selanjutnya menjadi brandingself setiap orang. Brandingself ini merupakan satu upaya untuk pencitraan diri sehingga menjadi satu pengakuan resmi bagi eksistensi dalam kehidupan. Dan selanjutnya, brandingself menjadi perhitungan atau pertimbangan khusus terkait dengan pemanfaatan sumber daya manusia, yaitu di lapangan pekerjaan.
Dengan brandingself yang dimiliki, maka anak mempunyai bekal sesuai dengan bidang keahliannya. Hal ini sangat penting mengingat pada jaman sekarang ini keterampilan atau brandingself menjadi nilai jual seseorang dalam dunia kerja. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang membutuhkan keterampilan sehingga setiap orang harus mampu menjawab, artinya seseorang harus mempunyai bekal yang mampu menyelesaikan setiap masalah hidup, khususnya terkait dengan pekerjaan. Setidaknya, seseorang harus berketerampilan agar dapat melakukan kegiatan terkait dengan pekerjaan. Keterampilan diartikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul dalam kehidupan.
Pekerjaan menjadi salah satu acuan yang dijadikan landasan seseorang untuk hidup lebih baik. Bahkan untuk sekedar survival, maka seseorang harus mempunyai pekerjaan. Dengan pekerjaan, maka seseorang memperoleh income yang selanjutnya dapat dipergunakan sebagai modal untuk ‘menjalankan’ roda kehidupan. Kita membutuhkan banyak hal untuk hidup, berarti kita membutuhkan dana agar kebutuhan dapat terpenuhi. Dan, dana tersebut hanya dapat diperoleh jika kita bekerja.
Oleh karena itulah, maka pada saat sekarang ini orangtua cenderung mengirimkan anak-anaknya ke sekolah kejuruan atau ke tempat-tempat pelatihan yang diharapkan dapat menambah bekal keterampilan. Orangtua menyadari bahwa kebutuhan tenaga kerja pada saat ini hanyalah bagi mereka yang terampil, bahkan sejak dulu keterampilan ini merupakan bekal utama seseorang untuk dapat melakukan pekerjaan. Oleh karena itulah, maka sejak kecil, anak-anak selalu diarahkan untuk melakukan berbagai kegiatan hidup sehingga terampil dan mampu menyelesaikan setiap permasalahan hidup. Dengan keterampilan tersebut, maka tumbuh kemampuan untuk survival dalam kehidupannya.
Dalam menghadapi konsep dan persepsi orangtua yang cenderung pada konsep praktis, dimana kebutuhan keterampilan merupakan harapan utama, maka sekolah kejuruan sebagai penyelenggara pendidikan dan sekaligus keterampilan, perlu meningkatkan proses sehingga terjadi perimbangan proses dan kebutuhan masyarakat. Sekolah tidak dapat mengabaikan kebutuhan masyarakat sebab masyarakat adalah konsumen utama hasil proses pendidikan dan pembelajaran. Kebutuhan masyarakat adalah hal utama dari orientasi proses yang dilaksanakan oleh sekolah. Tanpa masyarakat, orangtua anak didik, tentunya eksistensi sekolah hanyalah sebuah foto yang dipajang didinding yang hanya enak dipandang dan sama sekali tidak memberi manfaat praktisnya.

SMK adalah Sekolah Kejuruan, Keterampilan Khusus

Pada dasarnya sekolah sebagai penyelenggara proses pendidikan dan pembelajaran mencoba untuk memberikan hal terbaik bagi anak-anak didiknya. Berbagai cara dilakukan agar anak didik benar-benar mempunyai bekal hidup yang dapat membuat mereka survival. Selama ini yang terjadi adalah anak-anak yang tidak mampu berkiprah untuk kehidupannya karena mereka tidak mempunyai kemampuan untuk hal tersebut. Anak-anak lulus dan menamatkan proses belajarnya tetapi ternyata secara teknis tidak mempunyai keterampilan yang memadai.
Dan, kita sangat menyadari bahwa selama ini yang terjadi justru kebalikan dari keinginan bersama. Anak-anak yang sudah menyelesaikan masa pembelajarannya ternyata tidak mempunyai kemampuan untuk menghadapi hidup. Mereka justru menjadi kelompok orang yang terpinggirkan sebab mereka tergolong orang berpendidikan tetapi tidak mampu hidup dengan pendidikannya tersebut. Mereka menjadi pengangguran intelek, pengangguran terdidik dan hal tersebut sangat merendahkan nilai diri di pandangan masyarakat.
Masyarakat sekarang ini sudah mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi setiap program dan kegiatan yang mereka lakukan sehingga setiap keputusan yang dibuatnya pasti sudah melalui pertimbangan matang. Termasuk dalam hal ini pendidikan anak-anaknya. Mereka tidak hanya mengharapkan pemelajaraan sebatas perubahan pengetahuan dan tingkah laku, melainkan secara utuh pada tiga aspek dasar pendidikan, yaitu afektif, kognitif dan psikomotor. Dan, dari ketiga aspek tersebut, psikomotor diharapkan memperoleh jatah pembelajaran lebih dibandingkan aspek yang lainnya. Hidup sangat butuh keterampilan sebab setiap saat kita pasti menghadapi permasalahan dan untuk menyelesaikannya, maka kita harus mempunyai keterampilan khusus. Tanpa keterampilan, tentunya kita akan terpuruk dalam ketidakberdayaan. Kita bakal menjadi kelompok orang-orang yang pandai tetapi sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk hidup.
Dan, sekolah kejuruan menjadi pilihan hampir semua orangtua yang mengharapkan anak anaknya setelah mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran dapat langsung bekerja. Para orangtua berharap anak-anaknya mendapatkan bekal keterampilan yang dapat dijadikan sebagai bekal hidupnya. Begitu sederhana pola pemikiran para orangtua. Asal anak-anaknya mempunyai keterampilan yang dapat digunakan untuk bekerja, maka orangtua sudah sangat bahagia.
Oleh karena itulah, maka SMK sebagai sekolah kejuruan memberikan pelayanan pendidikan khas, dimana pendidikan dan pembelajaran kejuruan menajdi skala prioritas dalam proses pembelajarannya. Anak didik diberikan proses pendidikan yang lebih menekankan pada pembekalan keterampilan aplikatif bagi kehidupan. Sekolah kejuruan memberikan pembelajaran kejuruan, keterampilan sesuai dengan program keahliannya. Dengan demikian, maka bekal anak didik benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
SMK adalah sekolah kejuruan, maka tentunya aspek kejuruan menjadi pertimbangan utama pada setiap penentuan kebijakan sehingga sekolah tidak menjadi institusi yang mengumbar program tanpa kenyataan. Aspek kejuruan menjadi citra utama bagi sekolah kejuruan dan kejuruan yang kita maksudkan dalam hal ini adalah program keahlian yang secara jelas memberi satu bentuk kegiatan terkait dengan kejuruan tersebut.
Di dalam proses pendidikan dan pembelajaran yang dilaksanakan secara formal ini, SMK memberikan pembelajaran secara sistematis dan terstruktur sehingga peningkatan kemampuan anak didik adalah sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilikinya. Dengan penyampaian materi pelajaran sesuai dengan kemampuan anak didik, maka penguasaan atas materi pelajaran, baik teori maupun praktik terjadi sedemikian rupa sehingga secara utuh dimiliki oleh anak didik.
Khususnya pada pembelajaran kejuruan atau keterampilan, sekolah memberikan-nya secara tersistem dan terpogram secara berurutan dari yang bersifat dasar, menengah dan lanjut serta pada akhirnya materi pembelajaran kejuruan yang diberikan adalah mahir. Pada tahun pertama anak didik diberikan pembelajaran dasar untuk kejuruan sehingga anak didik lebih mengenal segala hal terkait dengan materi kejuruan tersebut. Mulai dari konsep dasar hingga praktek dasarnya.
Pembelajaran di SMK memang berbeda dengan pembelajaran yang diterapkan di SMU atau sekolah umum. Di sekolah umum, anak didik diarahkan untuk mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya sebagai bekal untuk pendidikan lebih lanjut, sementara di sekolah kejuruan, anak didik diarahkan pada dua jalan, yaitu pendidikan lebih lanjut atau menuju pada lapangan pekerjaan. Menempuh pendidikan di sekolah kejuruan sebenarnya sangatlah menguntungkan sebab ada dua kesempatan yang kita peroleh ketika kita menyelesaikan masa belajar, yaitu meneruskan pendidikan lebih lanjut atau langsung bekerja dengan berbekal keterampilan yang didapat dari proses pendidikan dan pembelajaran.
Terkait dengan hal tersebut, maka selanjutnya SMK menjadi satu acuan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu menjadi manusia pembangun bagi negeri yang besar ini. Kita menyadari bahwa hanya orang-orang yang mempunyai keterampilan yang dapat menjadi pembangun bagi negerinya. Khusunya negeri seperti Indonesia yang masih terus berjuang untuk membangun peradaban yang mendasarkan pada kemampuan anak bangsanya sendiri.
Sekolah kejuruan telah menjadi satu icon yang diharapkan dapat menjadi pensuplai tenaga kerja terbesar untuk pembangunan di negeri ini dan juga untuk kebutuhan tenaga kerja diluar negeri. Berbagai keterampilan harus dimiliki, dikuasai oleh para tenaga kerja jika ingin diterima dalam jajaran tenaga kerja di sebuah pabrik atau kantor. Tentunya dalam hal ini terkait dengan jenis pekerjaan yang harus ditangani oleh tenaga kerja bersangkutan. Semakin sulit pekerjaan, tentunya diperlukan tenaga kerja yang terampil dalam bidang keahlian tersebut.
Dan, SMK adalah sekolah kejuruan, maka merupakan satu konsekuensi logis jika di dalam proses pendidikan dan pembelajarannya harus memberikan pembelajaran kejuruan lebih banyak daripada materi pelajaran lainnya. Dan, pembelajaran kejuruan ini terutama ditekankan pada materi kejuruan atau keterampilan keahlian. Itulah brandingself dari sekolah kejuruan!

Perlu Kemitraan Sekolah Dengan Masyarakat.

Kemitraan didalam kehidupan merupakan satu keharusan yang tidak dapat diabaikan oleh semua orang. Hal ini mengacu pada konsep bahwa manusia bukanlah makhluk individu, melainkan makhluk sosial yang tentunya membutuhkan orang lain agar dapat hidup dengan sebaik-baiknya. Dan sebagai makhluk sosial, maka manusia tidak dapat terpisahkan dari manusia lainnya.
Hubungan antar manusia ini sedemikian pentingnya sehingga tumbuhlah satu bentuk interaksi yang saling menguntungkan di antara mereka yang berinteraksi, yaitu kemitraan. Kemitraan merupakan satu bentuk interaksi yang dalam hal ini kedua belah pihak berperan aktif untuk menumbuhkan dan meningkatkan kualitas hasil dari interaksi tersebut.
Sekolah sebagai institusi pendidikan dan pembelajaran yang mempunyai tugas dan kewajiban untuk melakukan perubahan signifikan pada diri anak didik sehingga mempunyai kompetensi diri. Sementara, masyarakat adalah pihak yang secara langsung memanfaatkan hasil proses pendidikan dan pembelajaran untuk kebutuhan kehidupan manusia secara umum. Dengan demikian, maka terdapat link yang kuat antara keduanya. Link inilah yang selanjutnya menjadi satu pengikat untuk setiap kegiatan yang dilakukan bersama.
Selama ini link sekolah dengan masyarakat, khususnya dalam hal ini orangtua anak didik hanya bersifat antara produsen dengan konsumen. Sekolah sebagai produsen dan orangtua anak didik sebagai konsumen. Mereka belum terikat secara emosional terhadap proses pendidikan dan pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah. Tidak heran jika ternyata ada permasalahan, maka yang menjadi kambing hitam adalah sekolah, khususnya guru. Guru selalu menjadi pihak yang disalahkan jika ternyata ada kegagalan di dalam proses pembelajaran dan justru hal tersebut datang dari orangtua anak didik. Padahal sebenarnya, orangtua juga mempunyai tugas dan kewajiban yang sama terhadap proses pendidikan dan pembelajaran anak-anak.
Tentunya jika hal seperti ini terus terjadi, maka proses pendidikan dan pembelajaran akan timpang. Proses pendidikan dan pembelajaran hanya berjalan dengan satu kakinya saja. Bahwa ada banyak pihak yang sebenarnya bertanggungjawab atas keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran, guru dan sekolah adalah salah satunya. Hal ini karena yang bergerak menangani secara langsung proses pendidikan dan pembelajaran adalah guru dan sekolah sehingga jika ada kegagalan atau hal negatif dalam proses pendidikan dan pembelajaran, tentunya dua pihak inilah yang paling bertanggungjawab. Tetapi, kesalahan memang selalu jatuh pada mereka yang melakukan kegiatan secara langsung, apalagi masyarakat adalah konsumen dan konsumen adalah raja, sehingga mareka bebas menilai dan tidak perlu instrospekdi pada kebeperanannya dalam kegiatan pembelajaran anak-anak. To mereka sudah membayar ke sekolah.
Hal seperti ini jelas tidak berimbang dan menyebabkan tidak stabilnya pola pemikiran guru, artinya guru yang sebenarnya sudah melaksanakan tugas secara ikhlas dan sepenuh hati bakal, tetapi menjadi tidak berimbang sebab tidak adanya rewward dari masyarakat atas segala usahanya. Para guru merasa tidak ada penghargaan yang sesuai dengan segala upaya yang sudah dilakukannya, bahkan yang ada justru punnishment yang memojokkannya sebagai pesakitan. Sungguh sangat mengecewakan. Tentunya mereka merasa tidak dianggap dalam segala pekerjaannya.
Jika hal seperti ini dibiarkan, tentunya institusi pendidikan dan pembelajaran bakal menjadi institusi yang berisi orang-orang yang penuh kecewa. Dan, orang-orang yang kecewa cenderung untuk tidak maksimal dalam bekerjanya. Jika para guru tidak bekerja secara maksimal, karena rasa kecewa yang menumpuk di dalam hati, tentunya hal tersebut secara signifikan menyebabkan penurunan kualitas hasil proses pembelajaran yang dijalankannya. Dan, selanjutnya berdampak pada mindset masyarakat terhadap instiusi sekolah secara umum.
Untuk mencegah hal tersebut jangan sampai terjadi, maka tidak dapat tidak harus ada interaksi intens antara sekolah dan masyarakat dalam bentuk kemitraan aktif. Secara aktif orangtua juga ikut mengawasi dan membimbing anak-anak di dalam proses pembelajarannya. Bukan berarti orangtua masuk kelingkungan sekolah untuk ikut secara aktif memberikan pembelajaran kepada anak-anak melainkan cukup secara aktif memantau perkembangan dan mendampingi anak-anaknya saat belajar di lingkungan keluarga atau di lingkungan masyarakat. Bagaimanapun waktu pendampingan dan pembimbingan belajar oleh guru hanyalah sebatas jam tujuh pagi hingga jam satu siang. Sangat terbatas dan diharapkan memberikan hasil maksimal. Walau sebenarnya para guru menyadari bahwa dilingkungan sekolah, anak-anak adalah tanggungjawab mereka untuk proses pendidikan dan pembelajarannya, bahkan tidak jarang saat di lingkungan masyarakat-pun jika mereka menemukan anak-anak yang melakukan tindakan salah, para guru masih memberikan bimbingan, memberikan nasihat agar anak didik tidak melakukan kesalahan tersebut. Hal ini secara otomatis muncul pada setiap guru karena sekali guru mendampingi anak didik, maka secara emosional bahkan psikis, mereka sudah terikat perjanjian hati untuk terus membimbing anak-anak sehingga anak-anak tidak melakukan kesalahan dalam hidupnya.
Pada sisi lainnya, sekolah kejuruan adalah sekolah keterampilan khusus yang didalam proses pendidikan dan pembelajarannya selain memberikan bekal pengetahuan dan nilai-nilai positif kehidupan, juga memberikan bekal keterampilan bagi anak didiknya. Oleh karena itulah, maka bentuk kemitraan yang dibangun sekolah dengan masyarakat tidak hanya terbatas pada proses donatur dana penyelenggaraan pendidiakn dan pembelajaran. Tetapi, lebih dari itu adalah perlu dibentuk kemitraan yang memungkinkan terjadinya simbiosis mutualisme antara sekolah dengan masyarakat. Simbiosis mutualisme terutama ditekankan pada pemanfaatan keterampilan khusus yang didapatkan anak didik dari proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Bentuk kemitraan yang kita maksudkan dalam hal ini adalah kemitraan kerja. Sebagai institusi yang melaksanakan proses pembelajaran kejuruan, keterampilan, sudah pasti materi yang diberikan kepada anak didik adalah materi aplikatif. Materi aplikatif adalah materi yang diterapkan secara langsung di dalam kehidupan bermasyarakat. Materi aplikatif ini diberikan pada proses pembelajaran di bengkel sekolah dan isinya tidak lain adalah materi yang pada umumnya diterapkan di bengkel-bengkel masyarakat industri.
Dengan program dan proses pembelajaran seperti ini, sebenarnya anak didik adalah sumber daya manusia yang telah siap memasuki pangsa kerja dan beraktivitas secara ekonomis. Dalam konteks ini, maka perlu kemitraan kerja bagi anak didik dengan dunia industri. Setidaknya, dunia industri mengambil kesempatan dan juga memberi kesempatan kepada sekolah, khususnya anak didik untuk berperan aktif dalam pengerjaan barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan.
Dalam kemitraan ini diharapkan perusahaan, masyarakat mempercaya kan pekerjaan tekniknya ke sekolah, anak didik. Dengan cara seperti ini, maka sekolah, dalam hal ini anak didik memperoleh pekerjaan yang harus dikerjakan di bengkel sekolah. Anak-anak dapat mengerjakan pekerjaan pada saat proses pembelajaran teknik atau praktek. Job mereka adalah pekerjaan yang didapatkan dari masyarakat. Sekolah, guru hanya memberi dasar pekerjaan tetapi secara keseluruhan pekerjaan adalah dikerjakan oleh anak didik tersebut.

SMK sebagai Bengkel Masyarakat atau PPKT

Pada dasarnya proses pembelajaran di SMK ditekankan pada transfer of skill sehingga anak didik dapat berubah menjadi SDM yang mumpuni di bidang keahliannya. Khususnya di SMK kelompok teknologi dan industri, Skill merupakan trade mark, pencitraan yang harus diberikan pada anak didik agar benar-benar menguasai teknologi dan menerapkannya dalam kehidupan sebagai bekal survivsl of life nya.
Survival of life merupakan satu konsep penting untuk mempertahan -kan eksistensi diri, baik sebagai individual maupun sosial. Hal ini mengingat tingkat persaingan hidup semakin ketat sehingga setiap orang sebagai individu maupun sebagai makhluk social harus dapat menjaga kelangsungan hidupnya. Dan, salah satu aspek yang dianggap dapat menjadi sarana untuk survival adalah skill, keterampilan. Manusia tanpa keterampilan adalah seperti boneka yang dijadikan permainan oleh siapapun dan riskan stiap saat. Oleh karena itulah, maka setiap orang harus membekali diri dengan keterampilan khusus, special skill atau spesific skill. Dengan keterampilan khusus ini, maka tingkat persaingan yang dihadapi menjadi lebih rendah, apalagi jika keterampilan tersebut tidak dikuasai sama sekali olah orang lain!
Bahwa setiap kegiatan hidup memang membutuhkan satu keterampilan sehingga dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuannya. Tanpa keterampilan tentunya seseorang akan kesulitan dan tersisihkan dari kompetisi. Setiap kesempatan terbuang sebab spesifikasi keahlian yang dibutuhkan untuk setiap kesempatan tidak dapat dipenuhi secara teknis. Mereka terbuang sebelum berkompetisi. Kalaupun sempat berkompetisi, mereka terlempar dan jatuh saat bersaing keterampilan teknis terkait dengan keahlian yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut. Kondisi ini tentunya sangat merugikan.
Dan, proses pembekalan keterampilan khusus seharusnya tidak hanya terbatas untuk mereka yang masih mengikuti proses pembelajaran di SMK. Justru, SMK seharusnya menjadi wahana bagi upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kegiatan peningkatan kompetensi keahlian sumber daya manusia yang dalam masa tunggu pekerjaan. SMK harus membuka kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pembekalan keterampilan aplikatif dengan nilai cost yang tidak terlalu membebani, jika perlu ditanggung oleh institusi-institusi pengembangan sumber daya manusia.
Pada umumnya, sarana pembelajaran di SMK, khususnya untuk pembelajaran pelatihan teknik sudah cukup memadai untuk kegiatan pelatihan sumber daya manusia (SDM). Dengan sarana tersebut, maka masyarakat dapat diberikan kesematan untuk mengikuti pelatihan khusus keahlian yang ada. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu adanya kerjasama secara intens antara sekolah dengan masyarakat. Kerjasama ini diwujudkan dalam suatu kemitraan program kegiatan. Sekolah menyediakan sarana prasarana serta instrukturnya dan masyarakat mendukung pembiayaannya. Masyarakat memikirkan dan mencarikan biaya kegiatan, walaupun diputuskan minimal. Atau jika memungkinkan institusi yang terkait dengan sumber daya manusia merencanakan program pelatihan yang sasarannya adalah anak-anak usia kerja tetapi belum mempunyai keterampilan khusus untuk bekerja.
Program kemitraan antara sekolah dengan masyarakat dalam hal ini adalah berbentuk pelatihan khusus program keahlian aplikatif. Peserta pelatihan yan berasal dari anak-anak usia kerja diberikan pelatihan dengan materi keahlian yang diperlukan. Dalam interval waktu yang disepakati, pelatihan keterampilan dilaksanakan secara intens dengan system learning by doing peserta pelatihan tidak terlalu banyak diberikan bekal teoritis, melainkan langsung mengerjakan barang-barang kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini pihak pelatih atau instruktur, penyelenggara harus secara aktif mencari dan mendapatkan pekerjaan bagi peserta pelatihan.
Program kemitraan ini menjadikan sekolah sebagai pusat pelatihan keterampilan terpadu sebab dalam hal ini ada kolaborasi aktif dari beberapa institusi terkait. Kolaborasi inilah yang selanjutnya diharapkan dapat menjadikan keberhasilan peserta pelatihan. Peserta pelatihan tidak hanya mendapatkan pengalaman, keterampilan tetapi juga follow up dari program. Hal ini karena selama proses pelatihan, pihak-pihak terkait membuka link dengan pihak terkait, terutama Dunia Usaha/ Dunia Industri (DU/DI).
Secara terbuka, SMK membuka kesempatan pada masyarakat untuk memanfaatkan segala fasilitas di sekolah untuk peningkatan keterampilan. Dengan cara seperti ini, maka eksistensi sekolah bukanlah sebagai ‘dunia tersendiri’ bagi masyarakat. Akan tumbuh dan berkembang suatu keterikatan dari masyarakat terhadap sekolah, begitu juga sebaliknya. Sekolah dan masyarakat menjadi satu kesatuan institusi yang integral dan sinergis serta mutualisme dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya.
Pada akhirnya, kita hanya berharap agar segala program, konsep yang dicanangkan adalah satu kesatuan visi untuk menjalankan misi pendidikan yang tidak hanya memberikan bekal pengetahuan dan nilai-nilai positif kehidupan, tetapi juga mampu memberi bekal keterampilan aplikatif untuk bekerja. Keterampilan aplikatif inilah yang selanjutnya diharapkan dapat menjadi satu brand individu dan selajutnya mengangkat brand sekolah di mata masyarakat. Bagaimana-pun eksistensi sekolah kejuruan sebagai institusi yang mengelola pendidikan kejuruan harus dipertahankan bahkan ditingkatkan sehingga sumber daya manusia yang selama ini selalu menjadi permasalahan akibat rendahya kualitas. Kita harus mengakui bahwa kualitas sumber daya manusia kita masih di bawah standar sehingga di dalam persaingan tenaga kerja sering kali kita tersisih.
Perbaikan kualitas sumber daya manusia secara intens dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang ditempuh adalah peningkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran yang bersentuhan langsung dengan pengelolaan tenaga kerja atau penggarapan sumber daya manusia. Dan, SMK adalah salah satu institusi pendidikan yang harus memanggul tugas peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut. SMK menjadi wahana bagi upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan penerapan berbagai program yang secara langsung bersentuhan dengan kehidupan.
Dan, untuk kebutuhan tersebut, sekolah kejuruan harus memberikan kontribusi positif pada pengelolaan calon-calon sumber daya manusia yang benar-benar mempunyai kualifikasi keahlian yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri, baik lokal, regional maupun internasional. Selanjutnya hal tersebut merupakan pendorong pada penyediaan sumber daya manusia yang siap bersaing dalam dunia kerja.
Secara teknis, sekolah menyediakan sarana yang ada di dalam bengkel pembelajaranya untuk kebutuhan masyarakat. Begitu juga proses pembelajarannya yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan pelatihan keahlian. Masyarakat diberikan kesempatan untuk melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan peningkatan kualitas kompetensi dirinya. Masyarakat memanfaatkan segala alat dan bahan yang ada bengkel untuk melakukan pekerjaan yang diharapkan mampu meningkatkan kompetensi dirinya tersebut.
Bahkan, masyarakat diberikan kesempatan untuk mencari barang-barang yang perlu dikerjakan di bengkel dengan kompetensi keahlian yang dilatihkan kepada mereka. Mereka melatih keterampilan, kompetensi dirinya dengan mengerjakan barang-barang yang rusak atau mungkin membuat barang-barang baru kebutuhan masyarakat lainnya. Barang-barang ini dapat dikategorikan pada barang-barang sederhana hingga barang-barang yang membutuhkan tingkat pengerjaan yang sulit. Mereka harus menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan tingkat standar barang konsumsi dan bukan barang latihan bekerja.
Dengan memasang target sebagai barang konsumsi, maka terbangun sikap kerja, kinerja yang bagus di hati peserta pelatihan. Peserta pelatihan akan terangsang untuk melakukan kegiatan dengan standar kerja yang berlaku di dunia industri. Mereka melakukan pekerjaan dengan sepenuh hati dan sesuai dengan tingkat kompetensi yang dimilikinya sehingga diharapkan hasilnya adalah maksimal. Jika peserta pelatihan di bengkel sekolah melaksanakan kegiatan dengan penuh semangat dan mengeksplorasi kompetensinya secara penuh, tentunya hasil yang diperoleh adalah maksimal. Hasilnya adalah yang terbaik dari kemampuan yang dapat dikerjakannya.


Demikianlah, peranan SMK di dalam kehidupan bermasyarakat, dimana dalam hal ini SMK dijadikan sebagai pusat pelatihan keterampilan terpadu (PPKT). Dengan demikian, maka sumber daya manusia (SDM) yang, mungkin belum terasah keterampilannya dapat meningkat dan selanjutnya mampu menjadi sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dalam bidang keahliannya. Dan, semua itu tidak lepas dari kesadaran sekolah kejuruan untuk secara aktif ikut memikirkan solusi dari tertumpuknya tenaga kerja produktif tanpa pekerjaan. Bagaimanapun para pengangguran terdidik merupakan potensi terbesar bagi pembangunan negeri ini pada saat mendatang. Yang kita perlu lakukan hanyalah memoles mereka sedenikian rupa sehingga keterdidikan mereka tidak hanya pada pengetahuan dan pola nilai positif kehidupan, melainkan juga pada sisi keterampilannya.
Begitulah peranan SMK di dalam kehidupan bermasyarakat yang sebenarnya merupakan satu bentuk kesadaran seutuhnya untuk menjaga keutuhan bangsa dan secara langsung adalah ikut berperan dalam pemberian bekal aplikatif bagi warga masyarakat sebagai sumber daya manusia (SDM) yang terpenting dalam kehidupan. Semoga harapan ini bukan sekedar fatamorgana di gurun yang tandus.
Mojokerto, Agustus 2009

Selasa, 18 Agustus 2009

Kemitraan dalam Pembelajaran di SMK

Kemitraan sekolah dengan masyarakat sungguh merupakan satu angkah konkrit yang seharusnya sejak dahulu dikembangkan secara intensif. hal ini karena kedua institusi ini berada pada satu arela yang sama dan keduanya saling bergesekan selama proses kehidupan berjalan.Pergesekan antar institusi ini selanjutnya menciptakan suatu kondisi yang menuntut konsekuensi terhadap setiap kegiatan yang dilakukan.
Masyarakat harus bertanggungjawab terhadap dunia pendidikan, demikian juga halnya dengan sekolah. Kedua institusi ini harus bekerja bersama sama di dalam upaya untuk menciptakan suatu kehidupan yang terbaik bagi semuanya.
Sementara kemitraan dalam pembelajaran yang kita maksudkan dalam hal ini adalah adanya kolaborasi intens antara sekoalh dengan masyarakat, dalam hal ini dunia industri dan dunia usaha sehingga secara langsung sekolah dapat mengetahui sebenarnya dunia industri membutuhkan kondisi yang bagaimana dari anak didik atau tenaga kerja yang diluluskan oleh sekolah kejuruan (SMK)
Sementara itu, sekolah dapat menerapkan langkah konkrit di dalam proses pendidikan dan pemelajarannya sehingga materi yang diberikan kepada anak didik benar-benar sinkron dengan keterampilan yang dibutuhkan masyarakat atas program keahlian anak didik.
Oleh karena itulah, maka sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa antara sekolah dan masyarakat, khsususnya dalam hal ini masyarakat industri harus terjalin satu bentuk kerjasama yang saling mengutungkan bagi kedua belah pihak.
SElama ini yang terjadi adalah kerjasama dalam bentuk praktekmekrja industri atau Prakerind yang dilaksanakan selama satu semester atau tiga bulan pembelajaran. sekolah dan dunia iendustri membuka link untuk kegiatan praktek anak didik sehingga kesempatan penerapan kompetensi hasil proses pemelajaran dapat diwujudkan. tetapi yangs elanjutnay perlu juag dipertimbangkan adalah kemungkinak kerja sama perekruitan tenaga kerja yang berasal dari sekolah kejuruan.
Dunai industri seharusnya membuka diri seluas-luasnya bagi para lulusan yang dihasilkan oleh sekolah kejuruan, tentunya tidak begitu saja memang. tetapis etidaknya masyarakat industri dapat mencari tenaga kerja dari sekolah-sekolah ekjuruan dan selanjutnya membuka proses perekrutan di sekolah kejuruan dengan berdasaran pada konsep penerimaan tenaga kerja berbasis kebutuhan perusahaan.
Semoga hal ini benar-benar dapat diwujdukan dalam dekade waktu ke depan... konkrit!

Jumat, 14 Agustus 2009

Model Pendidikan Kemitraan di SMK

Pada dasarnya proses pendidikan dijalankan, dilaksanakan sebagai perwujudan atas tujuan mengembangkan dan meningkatkan kompetensi diri sehingga mempunyai kemampuan untuk menghadapi hidup dan kehidupan sebaik-baiknya.
Tidak heran jika kemudian perhatian semua orang tertuju kepada Sekolah Kejuruan atau SMK. Mereka menaruh harapan yang sedemikian rupa kepada SMK terkait dengan kebutuhan SDM yang benar-benar mumpuni dalam bidang ekahlian tertentu.
Permasalahannya adalah pola pemikrian yang masih dalam lingkungan masing-masing. Bahwa sebagai sekolah kejuruan, maka SMK harus membuat link dengan dunia luar yang nantinya berposisi sebagai pengguna outputnya. SMK tidak dapat hanya berkonsentrasi pada proses penyelenggaraan pendidikan, melainkan juga harus memikirkan dikemanakan para siswa yang sudah menyelesaikan proses pendidikan. Hal ini sangat penting sebab apa gunanya kemampuan atau kompetensi jika ternyata kompetensi tersebut tidak digunakan sebagai alat untuk menghidupi kehidupannya?
Oleh karena itulah, maka perlu adanya pemikiran untuk lebih mengkonsentrasikan anak didik dan proses pendidikan pada pelatihan yang selanjutnya memberikan kesempatan seluasnya kepada anak didik dalam menerapkan kompetensinya tersebut.
Untuk mengkondisikan hal tersebut, maka sekolah harus membuat link dengan masyarakat, stakeholder yang ada di masyarakat, semua pihak yang peduli terhadap pendidikan agar ikut memikirkan follow up dari kondisi yang ada. Setidaknya para stakeholder ini ikut juga memikirkan bagaimana menampung dan memberdayakan lulusan dengan tingkat kompetensi yang ada di dalam dirinya.
Salah satu cara yang dapat diterapkan dalam hal ini adalah model pendidikan kemitraan. Pendidikan kemitraan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada sekolah, khsusunya anak didik untuk menyerap teknologi ataupun kesempatan mengaplikasikan teknologi yang dikuasai hasil proses pemelajaran. dengan demikian, amka ketika anak didik mengikuti proses pemelajaran, mereka juga melakukan kegiatan kerja aplikatif.
Tentunya kemitraan ini tidak hanya terbatas pada praktek kerja bagi anak-anak tingkat XI, melainkan secara khusus memberikan kesempatan sekolah untuk link dengan kegiatan perusahaan kemitraan tersebut. Bahkan, dalam kondisi ini, perusahaan dapat saja memberikan berbagai pekerjaan untuk dikerjakan di bengkel sekolah, setelah terlebih dahulu memebrikan bimbingan teknis kepada instruktur yang ada di sekolah sehingga mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas sebagaimana pegawai atau instruktur perusahaan.
Dengan konsep ini, maka perusahaan dengan kemitraan sekolah telah memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dirinya, khususnya penguasaan teknologi dunia industri.
SMK sangat memungkinkan untuk melakukan hal tersebut, sekarang tinggal bagaimana para pembuat kebijakan menyikapi kondisi seperti ini? Bahwa sebenarnya, anak-anak lulusan SMK mempunyai kemampuan yang baik jika mereka diberi kesempatan untuk menerapkan dalam kegiatan produksi. Semoga saja ada perhatian untuk kondisi ini....

Selasa, 04 Agustus 2009

Mengajar dengan Sistem Team Teaching

Pendahuluan

Perkembangan teknologi dan pola kehidupan menuju pada globalisasi di segala area kehidupan menuntut setiap manusia untuk dapat menghadapi permasalahan hidupnya. Dan, di dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, salah satu aspek yang mulai terasa adalah tanda-tanda over load tenaga pengajar di sekolah. tanda-tanda overload yang terjadi ini dapat kita lihat dari jumlah tenaga pengajar untuk satu bidang studi. Khususnya saat sekarang ini adalah terkumpulnya tenaga pengajar pada disiplin ilmu yang sama di satu sekolah, dalam konteks ini adalah sekolah negeri.
Dengan jumlah personal yang melebihi kebutuhan ideal bagi proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, tentunya terjadi pembagian tugas mengajar yang tidak seimbang antara guru yang satu dengan guru yang lain. Bahkan seringkali terjadi jatah pembelajaran wajib guru tidak terpenuhi, misalnya di sekolah negeri. Satu pelajaran, yang terbagi atas tiga kelas ternyata tersedia guru sebanyak, misalnya 6 orang guru. Akibatnya setiap tingkat harus dipegang oleh dua orang guru. Seandainya rombongan belajar setiap tingkat ada sepuluh, berarti alokasi jam yang tersedia adalah dua puluh jam. Dengan demikian, maka setiap guru hanya mendapatkan jam sebanyak 10 jam pelajaran, sedangkan jam wajibnya adalah 24 jam.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, maka setiap sekolah menerapkan berbagai trik sehingga kebutuhan dan alokasi pembelajaraan dipadatkan dengan memasang beberapa guru untuk secara berpasangan membina bidang studi dimaksudkan. Dengan demikian, maka setiap guru mencapai jatah atau jam wajib mengajarnya. Dan, di dalam proses pembelajaran setiap guru mendapatkan alokasi tugas sebagaimana mestinya.

Pengertian Team Teaching

Secara umum team teaching merupakan satu metode pembelajaran yang bertujuan untuk lebih mengefektifkan proses pembelajaran. Dalam hal ini kita berprinsip pada konsep bahwa dengan narasumber belajar yang lebih dari satu, maka mereka dapat saling mengisi celah kekurangan sehingga didapatkan proses seutuhnya.
Team teaching merupakan satu konsep pembelajaran dengan memberikan penugasan pada kelompok guru serumpun untuk menangani proses pembelajaran. Dengan adanya team teaching ini, maka setidaknya kesulitan yang selama ini dihadapi oleh guru dapat diselesaikan bersama-sama. Mereka dapat saling sharing dan mengisi dengan membagi tugas sesuai dengan kompetensi masing-masing.
Dua orang guru atau lebih dapat saling mengisi kekurangan masing-masing pada saat memberikan pembelajaran. Guru yang kompeten secara teori membimbing anak didik dalam aspek teoritis, sedangkan guru yang mempunyai kompetensi praktis membimbing anak pada aspek prakteknya. Hal ini menunjukkan bahwa spesialisasi atau kualifikasi setiap guru adalah satu kekhususan. Kondisi inilah yang dijadikan sebagai dasar penerapan konsep pembelajaran team teaching.
Di dalam setiap proses pembelajaran, anak didik didampingi oleh dua orang guru atau lebih, lazimnya dua orang guru. Satu guru menjelaskan satu bagian materi, guru yang lainnya memberikan bagian lainnya. Jika ada kesulitan dialami oleh guru, maka mereka dapat saling menutupi kekurangan tersebut sehingga dengan demikian, maka anak didik mendapatkan penjelasan yang lebih komplit.
Team teaching memang dianggap sebagai satu konsep pembelajaran kreatif yang inovatif sebab selama ini yang terjadi didalam proses pembelajaran adalah kekuasaan tunggal pada seorang guru. Selama ini guru yang berada di kelas adalah penguasa tunggal sehingga bagaimana kondisi kelas belajar berada di tangan sang guru. Kadangkala guru menerapkan kebijakan yang belum matang sehingga merugikan anak didik. kebijakan yang belum matang adalah kebijakan yang diambil oleh guru tanpa sharing dengan rekan guru yang lain. Bahkan seringkali kebijakan diambil secara spontan saat proses belajar sedang belangsung dan pada saat tersebut timbul satu kejadian.
Tetapi dengan adanya team pada saat melaksanakan proses pembelajaran, maka setidaknya guru mempunyai teman sharing pada saat memutuskan satu hal terkait dengan kondisi yang terjadi dalam kelas pembelajarannya. Setidaknya dengan teman sharing ini, maka kebijakan dan keputusan yang diambil diharapkan lebih matang daripada saat sendirian. Hal ini juga mengajarkan pada anak didik tentang pentingnya kerjasana yang solid di dalam sebuah tim, khususnya tim pembelajar. Tanpa kesolidan, proses pembelajaran semakin tidak terarah dan justru terpecah pada content yang membias.
Pada sisi lainnya, penerapan team teaching memang diarahkan untuk mengatasi kekurangan jam mengajar dari beberapa guru. Kita menyadari bahwa dengan banyaknya guru baru yang dianggap oleh Pemerintah sebagai guru PNS, maka terjadi penumpukkan guru di suatu sekolah, khususnya sekolah negeri. Kondisi ini menjadikan beberapa guru tidak kebagian jatah waktu mengajar sesuai dengan jam wajibnya. Akibatnya pihak sekolah harus mengupayakan sedemikian rupa sehingga setiap gurunya mendapatkan jatah pembelajaran. Dan, salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memasang beberapa guru dalam sebuah team pembelajaran. Guru dengan latar belakang mata diklat yang sama dapat dikelompokkan dalam team teaching. Mereka secara kolektif bertanggungjawab pada proses pembelajaran dan keberhasilan anak didiknya.

Tujuan Team Teaching

Selama ini proses pembelajaran diarahkan agar anak didik dapat memperoleh pembelajaran maksimal. Bahwa, anak didik mengikuti proses pembelajaran adalah untuk mengubah kompetensi dirinya dengan mengadopsi kompetensi yang dimiliki oleh guru. Dengan mengikuti proses pembelajaran, maka diharapkan terjadi pengaliran kompetensi dari guru ke anak didik.
Tetapi, kenyataan yang terjadi di lapangan sungguh sangat berbeda dengan tujuan seharusnya. Diakui atau tidak cukup banyak proses pembelajaran yang mengalami kegagalan. Semua program yang dibuat guru, melalui program pembelajaran, rencana pembelajaran dan sebagainya, belum dapat mencapai tujuannya. Dan, rata-rata hal tersebut terjadi karena proses pembelajaran yang kurang sesuai dengan tujuan. Cukup banyak proses belajar yang berlangsung begitu saja walaupun sudah dibuatkan rencana pembelajaran, skenario pembelajaran. Tetapi, ternyata skenario tersebut hanyalah formalitas sebagai kelengkapan pembelajaran. Sementara pada saat pelaksanaan, mereka mengalir demikian saja. Bahkan, ada yang melaksanakan pembelajaran sekedaran saja.
Proses pembelajaran yang selama ini dilaksanakan adalah menerapkan satu guru untuk satu mata pelajaran sehingga seringkali terkondisikan suatu kekuasaan tertinggi pada guru pengajar. Hal ini sebenarnya cukup efektif di dalam proses pemantauan dan penilaian atas proses belajar sebab terpusat pada satu titik untuk seluruh siswa, peserta didik. Dengan pola seperti ini, maka tercipta satu sikap profesionalitas guru atas segala tugas dan kewajibannya.
Sementara itu, jika kita telaah tujuan penerapan team teaching, maka seharusnya kita membuang jauh-jauh tujuan untuk mendistribusi guru sebab jatah jam mengajar yang kurang dari ketentuan. Hal ini sungguh tidak realistis. Kalau sekedar hanya untuk memenuhi jatah mengajar guru, maka selanjutnya hal tersebut dapat menyebabkan turunnya sikap profesionalitas guru terhadap tugas dan kewajibannya.
Sebenarnya, secara implisit tujuan pelaksanaan team teaching adalah untuk mengefektifkan hasil proses belajar. Hal ini didasarkan pada konsep dan anggapan bahwa jika proses pembelajaran dipandu oleh sebuah team, tidak hanya satu orang guru, maka pendampingan belajar anak lebih maksimal. Satu orang guru memberikan bimbingan teknis dan guru yang lainnya memberikan aspek lainnya. Pada sisi lainnya, masing-masing guru dapat saling melengkapi kemampuan masing-masing. Inilah sisi kebaikan yang diharapkan.
Tujuan utama penerapan team teaching tidak lain adalah untuk peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran. Dan, untuk mencapai keberhasilan tersebut, maka harus ada pengembangan manajemen ataupun prosesnya. Dengan sistem manajemen yang disesuaikan dengan kondisi saat anak belajar dan kebutuhan masyarakat atas hasil proses pembelajaran, maka setidaknya dapat ditumbuhkan kesadaran atas tujuan pembelajarannya.

Efektivitas Team Teaching

Berbicara mengenai efektivitas pembelajaran dengan menerapkan sistem team teaching pada dasarnya sangat tergantung pada konsep yang dimiliki oleh masing-masing guru. Konsep dasar (mindset) sangat penting sebab unsur ini merupakan hal pokok untuk keterlaksanaan program. Secara umum, kondisi ini merupakan prasyarat agar setiap program dapat terlaksana.
Ketika kita berbicara mengenai satu hal, maka yang harus diperhatikan adalah konsep dasar yang dimiliki oleh masing-masing peserta pembicaraan. Semesta pembicaraan harus benar-benar dikuasai agar pembicaraan ‘nyambung’ antara peserta satu dengan peserta lainnya. Dapat kita bayangkan hal yang terjadi jika dalam suatu pembicaraan konsep pembicaraan sama sekali tidak dikuasai oleh peserta pembicaraan.
Proses pembelajaran adalah kegiatan berkelanjutan yang membutuhkan konsistensi tehadap segala hal yang diberikan atau diajarkan oleh guru. Konsistensi ini terkait dengan konsep materi pelajaran yang bersangkutan. Guru harus benar-benar menguasai konsep dasar materi pelajaran agar konsistensinya terjaga. Jika hal tersbeut dilaksanakan oleh seorang guru, maka kemungkinan konsistensi sangat besar sebab guru menjadi satu-satunya decision maker untuk proses pembelajaran. Tetapi, ketika pembelajaran dilaksanakan secara team, maka ada banyak orang yang menanganinya dan setiap orang mempunyai dasar pemahaman konsep yang berbeda sehingga kemungkinan terjadi perbedaan besar sekali.
Oleh karena itulah, maka jika kita menerapkan konsep team teaching di dalam proses pembelajaran, setidaknya kita harus benar-benar menekankan pemahaman konsep dasar pembelajaran team teaching. Hal ini untuk mengindari terjadinya penyalahgunaan kondisi. Kita tidak menutup mata jika masih banyak guru yang belum memahami konsep dasar pembelajaran team teaching. Hal tersebut berdasarkan pengalaman banyak guru yang menganggap bahwa pembelajaran team merupakan satu pembelajaran yang ‘dapat digantikan’ oleh teman yang tergabung dalam team teaching tersebut.
Pola seperti ini harus diluruskan sehingga team teaching yang seharusnya proses pembelajaran dengan banyak narasumber dan pembimbing ternyata dijadikan sebagai kesempatan untuk mangkir sebab adanya rekan yang mengisi pembelajaran. Ada banyak guru yang memanfaatkan konsep pembelajaran ini sebagai kesempatan pribadi. Mereka membuat jadwal tersendiri dibalik jadwal yang sudah disusun oleh kurikulum ataupun Ketua Program Keahlian. Hal inilah yang sangat membahayakan proses pembelajaran.
Tetapi, jika memang pelaksanaan team teaching benar-benar sesuai dengan konsep tentunya hal tersebut sangat efektif sebab anak didik mendapatkan materi yang benar-benar lengkap. Setiap guru yang membimbing proses pembelajaran memberikan materi pelajaran sesuai dengan kompetensi masing-masing dan hal tersebut berarti ada saling mengisi hal-hal yang mungkin menjadi sesuatu yang blank dan kosong.
Efektivitas program pembelajaran dengan sistem team teaching tergantung pada bagaimana kinerja para guru yang terlibat dalam team teaching. Guru-guru harus melaksanakan tugas mengajar secara maksimal dan tersistematis sebagaimana tugas dna kewajibannya. Setiap guru harus saling mendukung dan mengisi setiap celah yang memungkinkan terciptanya black hole di dalam proses belajar. Black hole yang tercipta akibat sikap dan kompetensi guru yang tidak sesuai dengan pola pembelajaran menjadikan proses terputus. Seperti tatanan batubata di sebuah gedung, jika tukang tidak mempunyai kompetensi yang sama, maka ada kemungkinan dinding yang dibuat tidak utuh. Akan tercipta lubang-lubang di dinding dan hal tersebut sangat berbahaya bagi kondisi bangunan secara keseluruhan. Atau dinding yang tidak lurus melainkan meliuk-liuk seperti ilar yang melata.


Realitas di Lapangan

Program merupakan konsep yang disusun secara sistematis dan sistemik untuk dapat mencapai tujuan dengan memakai beberapa cara dan personal yang berkompeten. Program inilah yang secara teknis dijadikan sebagai jalur untuk menerapkan konsep ataupun langkah konkrit yang dialokasikan dalam penerapannya. Program sangat penting bagi satu kegiatan agar tidak terjadi penyimpangan antara harapan dan kenyataan yang didapatkan dalam proses kegiatan.
Dan, salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah personal dan proses yang berperan dalam kegiatan belajar. Keberhasilan proses adalah tergantung pada personal yang melaksanakan proses dan proses itu sendiri. Siapa yang melaksanakan proses dan bagaimana proses tersebut dilaksanakan? Proses dan personal memang memegang peranan penting sebab baik buruknya kegiatan tergantung pada kedua hal tersebut. Bukan lagi jamannya bergantung pada input siswa, the best input, tetapi lebih diarahkan pada proses, the best process.
Dalam hal ini, kita tidak dapat memungkiri bahwa personal,dalam hal ini guru memegang peranan penting dalam kegiatan belajar. Peranan penting guru dalam hal ini adalah sebagai pembimbing, pendamping, pengarah dan fasilitator pembeljaaran bagi anak didik. jika gurunya berpotensi dan mempunyai kemampuan dalammenjalankan tugasnya, maka proses pembeljaaran dapat dijalankan secara efektif. Begitu juga halnya dengan proses pembeljaaran yang berlangsung. Proses ini juga menentukan keberhasilan kegiatan belajar.
Sementara itu, penerapan sistem team teaching merupakan satu perkembangan dalam pengefektifan personal dan proses pembelajaran. ada keinginan agar kualitas hasil pembelajaran meningkat sehingga sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkan benar-benar berkualitas. SDM merupakan hasil yang diharapkan dari proses pembelajaran. Bagaimana dari proses belajar dapat dihasilkan SDM sesuai dengan kebutuhan masyarakat, yaitu SDM yang berkualitas dan mampu menjawab tantangan kehidupan global di masyarakat.
Dalam team teaching, kombinasi personal dan proses dilaksanakan sedemikian rupa sehingga personal pelaksana pembelajaran dapat melaksanakan proses sebaik-baiknya agar hasil dapat maksimal. Dengan memasang atau menugaskan dua orang atau lebih di dalam proses pembelajaran, tentunya proses dapat berlangsung maksimal sebab anak-anak lebih mudah mendapatkan bimbingan ataupun fasilitasi pembelajaran dari guru.
Tetapi, kenyataan berbicara lain. Di lapangan tetap saja terjadi penyimpangan yang seharusnya tidak boleh terjadi. Bahwa teamteaching telah dijadikan sebagai satu kesempatan dari beberapa guru untuk bertindak secara pribadi. Anggapan bahwa teamteaching dengan sejumlah guru yang dijadwalkan mengajar di satu ruang memberikan kesempatan untuk membuat jadwal tersendiri. Ada beberapa guru yang menerapkan sistem shift pada saat melaksanakan, baik shift jam maupun hari. Ada guru yang membuat kesepakatan dengan teman satu teamnya di dalam pelaksanaan pembelajaran pada jam-jam tertentu, misalnya jam pertama sampai jam kedua dan seterusnya. Ada guru yang bersepakat untuk melaksanakan pembelajaran seminggu sekali. Minggu ini guru A, maka minggu depannya adalah guru B. demikian seterusnya. Jadi mereka bergiliran dalam melaksanakan proses pembelajaranya. Jam-jam yang mereka alokasikan tersebut dipergunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan pribadi mereka atau tugas-tugas dari tempat lainnya. Ini merupakan pengabaian tugas utama untuk memenuhi tugas sampingan. Orang bilang pekerjaan utama dikalahkan oleh pekerjaan sambilan.
Penyimpangan ini dilakukan dengan merekayasa pelaksanaan pembelajaran teamteaching. Pada jam pertama guru A mengajar, sedangkan guru B meninggalkan ruangan untuk kegiatan lainnya. Pada jam ketiga guru B mengganti guru A untuk mengajar dan guru A meninggalkan ruangan belajar. Sehingga, praktis yang melaksanakan proses pembelajaran Cuma satu guru saja. Berarti kondisi ini tidak berbeda pada saat satu ruangan belajar dipandu oleh seorang guru mata diklat. Arti yang lebih jauh, pemerintah telah mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk honor guru yang sebenarnya tidak efektif.
Kondisi seperti ini sering kita lihat dan ketahui, khususnya pada guru-guru yang komitmennya terhadap program sedemikian tipisnya. Mereka merasa senang dengan program tersebut karena memberikan kesempatan bagi mereka untuk merekayasa kondisi sesuai dengan keinginan mereka.

Harapan Akhir

Sebagai bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas hasil proses pembelajaran, maka setidaknya program pembelajaran dengan sistem team teaching dapat tercapai hasil maksimal bagi anak didik. Bahwa segala upaya yang dilakukan oleh guru dan sekolah adalah untuk mengkondisikan proses efektif dalam mencapai hasil belajarnya. Salah satu upaya tersebut adalah penerapan program teamteaching untuk mata diklat serumpun. Dengan program ini setidaknya dapat diciptakan suasana pembelajaran yang kondusif.
Oleh karena itulah, setidaknya jika sudah diprogramkan untuk pembelajaran dengan sistem team teaching, maka semua pihak harus memahami konsep dasarnya dan selanjutnya melaksanakan sebaik-baiknya. Hanya dengan cara seperti itulah, maka keterpurukan yang selama ini mengkungkung dunia pendidikan kita dapat diuraikan dan meningkat menjadi satu kondisi yang mampu melambungkan eksistensi dunia pendidikan negeri ini.
Bahkan seharusnya semua pihak bersama-sama mendukung program ini sehingga masyarakat belajar yang tercipta dalam lingkungan sekolah benar-benar menyadari bahwa proses belajar merupakan bentuk kesadaran menyeluruh pada setiap orang. Setiap guru akan tumbuh kesadaran bahwa sebenarnya di dalam proses pembelajaran, mereka adalah sebuah team yang solid dan mampu menjalankan tugas secara efektif.
Dengan teamteaching ini, setidaknya terbangun mindset kebersamaan, keselarasan dan keseimbangan di antara guru- guru serumpun di dalam menjalankan tugas pembelajarannya. Kita dapat menghindarkan komunitas sekolah dari sikap pasif, apalagi antipati dan apatis terhadap proses yang berjalan. Kita juga dapat menghindarkan komunitas dari tumbuhnya sikap ‘ paling penting‘ dalam proses, sebab proses yang terjadi merupakan hasil kerja bersama, pekerjaan team! Bahwa di dalam proses belajar, tidak ada yang lebih penting daripada yang lainnya. Satu dengan lainnya saling mengisi untuk mencapai hal-hal secara maksimal.
Setiap tahun, pola pembelajaran di negeri ini memang terus mengalami inovasi untuk mencari pola terbaik dan tersesuai dengan kondisi anak didik dan lingkungannya. Inovasi ini sangat penting sebab setiap anak didik mempunyai pola belajar masing-masing sehingga perlu dikondisikan lingkungan yang benar-benar kondusif untuk belajar. Perkembangan dan peningkatan pola pelayanan pembelajaran memberikan bukti bahwa setiap aktivis pendidikan memberikan pelayanan maksimal untuk peserta didik. Selalu dan selalu dicari metode, pola pembelajaran yang efektif bagi anak didik sehingga proses belajar dapat memberikan hasil maksimal, tanpa memperhatikan bagaimana kondisi inputnya.
Bahwa, sebenarnya tingkat keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran ataupun kegiatan lainnya bukan semata-mata tergantung pada bahan mentahnya. Kalau bahan mentahnya bagus dan diperoleh hasil bagus, maka hal tersebut tidaklah istimewa. Hal tersebut sudah lazim dan memang harus mencapai kondisi tersebut. Tetapi, jika bahan mentahnya jelek dan memberikan hasil baik, maka inilah prestasi yang sebenarnya.
Begitu juga halnya dengan pelaksanaan pola pembelajaran team teaching, yaitu memberikan pola pelayanan pembelajaran maksimal pada anak didik sehingga didapatkan hasil terbaik. Pengelola sekolah berharap bahwa dengan team teaching ini, maka proses pembelajaran tidak lagi ada alasan kekurangan waktu untuk pemberian jatah belajar bagi anak didik, bahkan waktu semakin banyak untuk proses tersebut. Anak didik mempunyai banyak waktu untuk belajar sebab narasumbernya semakin banyak, dua kali lipat. Mereka dapat menanyakan segala hal pada masing-masing narasumber. Mereka tidak perlu menunggu giliran atau kesempatan bertanya kepada narasumber sebab ada dua narasumber yang dapat memberikan bimbingan ataupun jawaban atas pertanyaan mereka.
Harapan terakhir dari penerapan team teaching di dalam proses pembelajaran adalah terciptanya pola pembelajaran yang dapat saling mengisi dan menciptakan komunitas belajar (community learning) yang secara jelas menumbuhkan kesadaran untuk terus belajar. Memang begitu ideal tujuan program belajar, tapi itulah sebenarnya yang sedang kita butuhkan dalam hidup kita.
Semoga segala konsep untuk pengembangan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran pada akhirnya memberikan hasil terbaik dari dunia pendidikan untuk kehidupan bangsa yan besar ini.


Gembongan, Juli 2009