Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Bahwa kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan baik formal maupun nonformal adalah untuk melakukan prubahan signifikan pada tingkat kecerdasan yang dimiliki oleh anak bangsa. Hal ini terkait pada kenyataan bahwa anak bangsa ini masih memiliki tingkat kecerdasan yang rendah disbanding anak bangsa lainnya, negara tetangga atau negara lainnya, sehingga perlu dilakukan peningkatan melalui kegiatan belajar, pendidikan dan pembelajaran.
Setiap generasi mempunyai tingkat kemampuan intelektual yang berbeda. Hal terkait dengan konsumsi asupan yang tentunya sangat berbeda antara generasi dahulu dengan generasi sekarang. Generasi dahulu keter-sediaan asupan sangatlah kurang sehingga anak-anak selalu kekurangan untuk kebutuhan makanannya. Bahkan tidak sedikit yang mengalami kekurangan gizi sehingga secara langsung menyebabkan kelambatan pola berpikir ataupun responsibiltas terhadap setiap kondisi di dalam kehidupan-nya.
Anak sekarang mempunyai tingkat kemampuan untuk merespon kondisi kehidupan secara baik, lebih baik dari generasi terdahulu. Setiap perubahan pola kehidupan, maka mereka secara cepat melakukan adaptasi dan segera dapat melaksanakan apa yang dituntut dalam pola kehidupan yang baru tersebut. Pola makan dan kondisi perkembangan dalam kehidupan benar-benar telah memberikan fasilitasi yang utuh bagi anak-anak sehingga mempunyai kesempatan luas dalam peningkatan kemampuan dirinya.
Seharusnya kondisi anak-anak sekarang merupakan generasi yang serba bisa dan mempunyai kemampuan yang ideal sebab segala kebutuhan hidup terpenuhi dan tidak pernah mengalami kesulitan berarti dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Dengan kondisi seperti ini, maka seharusnya perkembangan kejiwaan anak lebih stabil dan konsisten dengan tingkat penguasaan konsep hidupnya. Maka, jika kita memperhatikan kondisi yang ada di kehidupan, maka kita perlu bertanya di dalam hati, siapa sebenarnya yang telah salah terap dalam proses pendidikan dan pembelajaran di negeri ini?!
Segala sarana penunjang proses pendidikan dan pembelajaran sudah tersedia secara lengkap dan anak didik hanya perlu berkonsentrasi pada kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Anak tidak perlu memikirkan masalah makanan, uang saku, atau buku keperluan belajar sebab semua itu sudah tersedia. Orangtua sudah menyediakan semua kebutuhan anak secara lengkap, dan anak tinggal menjalankan tugas dan kewajibannya dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Kalau pada jaman yang dialami oleh penulis, maka sungguh sangat berlainan. Saat itu, bersekolah dengan sarapan sambal jelantah bawang merah dengan lauk tunonan (bakaran) ikan asin atau kelothok. Wah nikmat dan selama seharian sudah cukup, sehingga tidak memerlukan uang saku lagi. Kalau tetap mengalami lapar saat berada di sekolah, maka beramai-ramai dengan teman-teman ke sawah yang ada di seberang lapangan sepakbola. Di sana kami mencari somban, tunas ubi rambat yang tersisa saat dipanen pemilik-nya. Atau mencari buah-buahan di makam desa. Wah, pokoknya serba alami.
Dan, repotnya, yang sering terjadi adalah kami jarang sarapan pagi sehingga setiap puul sembilan, perut kami sudah kemerucuk dan berkoar-koar minta diisi dengan segera. Kalau sudah seperti itu, maka sasaran kami ya ubi di sawah atau buah-buahan di makam desa. Kadang, kami meng-katapel burung dan membakarnya serta memakannya saat sudah masak. Begitulah yang kami lakukan pada saat tersebut sehingga secara jelas hal tersebut sangat mengurangi tingkat konsentrasi belajar kami. Kondisi tersebut secara signifikan menyebabkan rendahnya kemampuan kami. Tetapi, kami sangat serius melaksanakan tugas dan kewajiban belajar sehing-ga dengan keuletan dan keseriusan kami tersebut, maka semua materi pelajaran dapat kami terima dan pahami, walau agak lambat juga.
Keuletan kami dan keseriusan kami tersebut didasari oleh sikap untuk memperbaiki kondisi kehidupan yang selama ini terasa begitu berat. Kami merasa benar-benar membutuhkan perubahan pola kehidupan yang selama ini sangat menyiksa diri kami. Kehidupan yang serba kekurangan dan kemampuan diri yang tidak juga meningkat sehingga banyak saudara kami yang terpaksa harus ikut terjun ke sawah membantu orangtua atau preman pada tetangga yang sawahnya luas. Tidak jarang, teman kami yang mrothol, tidak melanjutkan sekolah karena biaya yang sudah tidak ada atau tenaganya sangat dibutuhkan untuk ikut menopang tiang kebutuhan hidup keluarga-nya. Jika mereka tetap bersekolah, maka kebutuhan makan bakal tidak terpenuhi. Mereka dapat kelaparan karenanya.
Kondisi kehidupan di saat tersebut memang sangat sulit dan memaksa kita untuk ikut serta memikirkan langkah agar dapat keluar dari masalah keluarga. Jadi, kami tidak hanya memikirkan masalah sekolah, materi pelajaran yang terasa sangat sulit, belum lagi guru-gurunya yang sangat galak, killer! Kesalahan sedikit dalam menjawab pertanyaan, maka penggaris atau telapak tangan pasti mampir ke pipi atau punggung. Tetapi semua itu menjadikan kami disiplin, walau pertama-tama membuat kami ketakutan. Mungkin, memang untuk mendisiplinkan, maka kita perlu menciptakan rasa ketakutan terlebih dahulu!
Dan, jika hasil proses pendidikan dengan metode seperti itu kita telaah, maka kita mengetahui bahwa banyak sekali anak yang berhasildalam kehidupanya. Mereka rata-rata mempunyai tingkat kecerdasan tinggi sehing-ga selalu mampu menghadapi setiap kondisi yang tersaji dalam kehidupan-nya. Anak-anak dahulu lebih siap menghadapi setiap kondisi kehidupan jika dibandingkan anak-anak sekarang.
Pada sisi lainya, anak-anak dahulu mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak sekarang. Mereka menghadapi hidup dengan memanfaatkan kecerdasan yang ada di dalam dirinya. Maka tidak heran jika anak-anak dahulu banyak yang berhasil dalam hidupnya. Mereka tidak gampang menyerah saat menghadapi masalah kehidupan. Tiap masalah dihadapi dengan kecerdasan yang berbeda dan berhasil.
Kenyataan adanya perbedaan tingkat kecerdasan menjadikan guru harus mampu menciptakan penghubung yang efektif antar generasi sehingga terjadi sharing atau bahkan transfer kecerdasan di antara kedua generasi. Konsep take and give menjadi harapan untuk dapat diterapkan maksimal agar interaksi antar generasi tidak hanya secara sosial melainkan juga secara intelektual. Hal ini terkonsep berdasarkan asumsi bahwa dimana dan dengan siapa kita bergaul, akan mencerminkan siapa kita. Untuk mengetahui sikap dan sifat seseorang secara mudah dapat kita ketahui berdasarkan siapa teman-temannya dan dimana mereka berinteraksi.
Perbedaan tingkat kecerdasan inilah yang selanjutnya dijadikan sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembimbingan dan pendampingan proses pendidikan dan pembelajaran sebab dengan adanya perbedaan tersebut, maka pengaliran pengetahuan dan keterampilan secara alami dapat terciptakan. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa aliran dapat tercipta jika terdapat perbedaan tingkat satu terhadap yang satunya. Demikian juga yang terjadi dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Guru sebagai perwakilan generasi tua mempunyai kemampuan atau tingkat kecerdasaan lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kecerdasan generasi sekarang, anak didik, sehingga mempunyai kewajiban untuk men-jembatani kondisi sehingga anak-anakpun mempunyai tingkat kecerdasan maksimal. Jembatan penghubung inilah yang secara aktif menciptakan ber-bagai kesempatan kepada anak untuk memanfaatkan kondisi, sarana pra-sarana dan kesempatan yang terbuka sehingga mampu meningkatkan ke-cerdasannya.
Bagaimanapun, kecerdasan itu suatu kondisi dan dapat kita kondisi-kan. Proses pengkondisian dapat kita lakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Dengan mengikuti proses ini, maka terjadi perubahan kondisi secara keseluruhan, termasuk dalam hal ini adalah tingkat kecerdasan. Kecerdasan itu berpusat pada otak dan otak itu bagaikan pisau. Semakin sering diasah, maka semakin tajam. Pisau setumpul apapun, jika setiap saat kita asah secara benar dan telaten, maka akhirnya menjadi pisau yang tajam. Tetapi, setajam apapun pisau yang kita miliki tetapi jika tidak pernah kita asah, maka pada akhirnya menjadi tumpul, majal. Tidak berguna sama sekali.
Begitu juga halnya dengan otak kita, meskipun tumpul, jika setiap saat kita asah dengan belajar, maka semakin lama semakin tajam dan mampu menyelesaikan setiap masalah dengan baik dan cepat. Untuk itu, maka peranan guru sebagai penghubung sangat penting sehingga proses peng-asahan kecerdasan dapat dilaksanakan secara efektif.
Guru harus benar-benar dapat memosisikan diri sebagai penghubung antar generasi ini sehingga perbedaan yang ada dapat dijadikan sebagai sumber tenaga untuk melakukan transfer pengetahuan, pola hidup dan keterampilan. Bagaimanapun guru tetap menjadi bagian terpenting di dalam proses transfer dan interaksi antar generasi sehingga di dalam pola kehidup-an tercipta sebuah jembatan emas yang menghubungkan generasi tua dengan generasi muda, yang selanjutnya menciptakan generasi cerdas.
Jembatan emas yang dimaksudkan di dalam hal ini merupakan wujud kepedulian generasi tua kepada generasi muda sehingga tidak terjadi gap. Gap yang timbul di dalam interaksi antar generasi selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi terhadap kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Hal ini sangat berbahaya terhadap eksistensi dan follow up dari proses pertumbuhan dan penumbuhan generasi bangsa yang siap menghadapi kondisi kehidupan.
Generasi emas didapatkan dari sebuah jembatan emas antara generasi berkualitas dengan generasi biasa, apalagi jika memang antar generasi emas. Tetapi, semua memang membutuhkan kerja keras dari semua pihak sehingga segala program dapat diwujudkan secara nyata. Kita harus saling membantu dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap persoalan yang tumbuh di dalam dunia pendidikan.
Guru sebagai wakil dari generasi tua yang mempunyai kualitas diri melebihi orang lain mempunyai kewajiban untuk membangun jembatan emas yang menghubungkannya dengan anak didik. Hubungan inilah yang diharapkan sebagai sarana untuk memperbaiki kualitas generasi secara berkesinambungan. Artinya, setiap mereka yang mempunyai kemampuan atau kualitas lebih sudah seharusnya memberikan atau membimbing generasi yang kurang.
Sharing pengetahuan dan keterampilan menjadi salah satu cara meng-alirkan kemampuan diri. Guru sebagai narasumber dan anak didik sebagai pemanfaatnya. Dengan cara seperti ini, maka proses pendidikan dan pembel-ajaran merupakan sebuah jalur jalan tol, bebas hambatan. Guru mempunyai keleluasaan dalam mengalirkan ilmunya dan anak didik dengan segala kele-luasaan tersebut dapat menampung menjadi kecerdasan dirinya.
Memang, tugas dan kewajiban guru di dalam proses pendidikan dan pembelajaran sangatlah kompleks. Berbagai tugas dan kewajiban harus di-selesaikan dalam waktu yang sudah diprogramkan. Jika ternyata belum selesai, maka secara sistematis harus melakukan terobosan sehingga penyebab kegagalan dapat dianulir. Dan, jembatan penghubung merupakan satu-satunya langkah konkrit untuk menghubungkan tugas dan kewajiban yang diembannya terhadap anak didik. Jembatan penghubung ini sekaligus untuk memberikan gambaran dan dorongan kepada anak didik untuk menyadari bahwa belajar dan menempuh pendidikan merupakan jembatan menuju kesuksesan hidup di masa mendatang.
Ya. Guru menciptakan jembatan penghubung yang dapat menyadar-kan anak didik tentang tugas dan tanggungjawabnya dalam pen-didikan dan pembelajaran. itulah hal terpenting yangharus dibangkitkan dari dalam diri anak didik sehingga proses pendidikan dan pembelajaran sebenarnya merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditunda apalagi diabaikan begitu saja. Bahwa proses pendidikan dan pembelajaran embutuhkan keseriusan tinggi agar dapat berhasil di akhir proses.
Pendidikan manusia seutuhnya memungkinkan terciptanya manusia-manusia berimbang. Obor pendidikan berusaha menjembatani dan memberikan penerangan dan penghangatan dunia pendidikan
Rabu, 31 Desember 2008
Kamis, 04 Desember 2008
Kita Membutuhkan SMK Pelatihan
Salah satu permasalahan yang dialami oleh anak didik pasca masa pendidikan adalah sulitnya mendapatkan pekerjaan. Setelah mereka menyelesaikan masa belajarnya, ternyata sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Angka persaingan sedemikian ketatnya sehingga tidak semua lulusan lembaga pendidikan terserap di lapangan pekerjaan. Khususnya anak-anak yang lulus dari sekolah umum atau SMA.
Kita perlu memaklumi bahwa pada awalnya, anak-anak yang bersekolah di sekolah umum, SMA mengorientasikan proses belajarnya pada upaya melan-jutkan belajar di tingkat lebih tinggi. Mereka menempuh proses belajar di sekolah umum sebab mereka berkeinginan untuk bersekolah lagi di tingkat yang lebih tinggi. Materi pelajaran yang diterima di SMA diharapkan dapat menjadi bekal mengikuti materi pelajaran selanjutnya di perguruan tinggi.
Tetapi, seringkali harapan tidak sama dengan kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan. Setiap harapan yang kita tanam di dalam hati tidak semuanya dapat dicapai menjadi kenyataan. Maka tidak heran jika banyak anak yang me-rasa gagal dan patah arang saat menyadari bahwa mereka tidak dapat melanjut-nya pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Entah karena gagal saat mengikuti ujian seleksi atau karena kondisi perekonomian keluarga yang tidak mendukung keinginan mereka. Mereka dihadapkan pada dilema yang sangat berat, yaitu sebagai penganggur ataukah melanjutkan pendidikan secara sembarangan?
Tentunya, jika mereka diminta untuk memilih, maka pilihan mereka adalah bekerja! Kegagalan yang mereka alami saat mendaftar menjadi maha-siswa atau kesadaran atas kondisi yang tidak memungkinkan bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan di jenjang lebih tinggi menjadi mereka patah arang! Mereka merasa percuma saja bersaing memperebutkan bangku kuliah. Oleh karena itulah, maka kebanyakan dari mereka banting stir untuk bekerja. Mereka memutuskan untuk terjun bekerja dengan dalih mencari dana untuk persiapan kuliah di waktu mendatang. Dan kenyataan tersebut sama sekali tidak terjadi!
Setelah mereka memasuki dunia kerja, maka selanjutnya mereka lupa atas niatan yang telah mereka ucapkan saat pertama memutuskan bekerja. Bahwa mereka bekerja sebagai batu loncatan untuk melanjutkan proses belajar di jen-jang lebih tinggi lagi. Tetapi, begitu sudah bekerja, maka mereka merasa nyaman dan tidak perlu lagi memikirkan belajar lebih lanjut. Lantas, apa hubungannya dengan SMK Pelatihan?
Selama ini, kita menemui kenyataan bahwa anak-anak lulusan SMA yang langsung terjun ke dunia kerja tidak mempunyai bekal yang memadai untuk bekerja sehingga harus ada kegiatan ekstra yang dilakukan oleh perusahaan atau secara pribadi. Tentunya hal tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar dan juga waktu tersendiri sehingga menyita waktu kerja. Disinilah pentingnya SMK Pelatihan bagi para lulusan SMA yang tidak berkesempatan melanjutkan belajar dan langsung terjun ke lapangan pekerjaan.
SMK Pelatihan Sebagai Sarana Peningkat Kualitas Kompetensi
Pelatihan merupakan satu program khusus yang diberikan dan diberlakukan kepada anak-anak yang kurang terampil dan bertujuan agar kualitas dan kuan-titas kompetensi anak meningkat. Dengan program ini, maka diharapkan dapat memberikan bekal yang aplikatif pada anak-anak sehingga dapat melaksanakan tanggungjawab dan kewajiban kerjanya.
Setiap orang berkeinginan agar mempunyai kemampuan yang memadai agar tidak kesulitan saat melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dengan kemampuan yang ada, maka setiap tugas dapat terlaksana sesuai program dan selanjutnya hal tersebut dapat meningkatkan kualitas kinerja serta mampu meningkatkan kualitas hasil kerja.
Khususnya bagi para lulusan SMA yang secara praktis tidak pernah dibekali dengan keterampilan praktis untuk bekerja. Anak-anak SMA hanya diberi berbagai teori pengetahuan yang dapat dijadikan bekal belajar selanjutnya dan bukan untuk bekerja. Program pembelajaran di SMA memang tidak diarah-kan pada persiapan anak untuk bekerja, melainkan agar anak siap menghadapi proses belajar lebih lanjut.
Untuk mengkondisikan hal tersebut, maka perlu adanya upaya memberi bekal khusus pada anak-anak lulusan SMA yang tidka berkesempatan melanjut-kan proses belajarnya. Para lulusan ini harus menempuh beberapa waktu untuk meningkatkan bekal keterampilan dirinya sebelum terjun ke lapangan pekerjaan. Mereka harus benar-benar siap sebelum terjun ke dunia kerja, siap pakai dengan keterampilan yang memadai untuk pekerjaan yang dipilihnya, kualitas standar kerja.
Dan, SMK Pelatihan merupakan solusi paling tepat untuk menjawab kondisi seperti ini. Dengan SMK Pelatihan, maka para lulusan SMA dapat mem-perdalam keterampilan khusus terkait dengan bidang kerja yang hendak digelutinya. Di SMK Pelatihan, secara khusus anak-anak diberikan program pelatihan yang lebih terarah pada kesiapan anak untuk bekerja. Tentunya dalam hal ini, program pembelajaran yang diberikan lebih banyak ditekankan pada pembekalan keterampilan, misalnya 85% : 15%. 85% untuk materi keterampilan dan 15% untuk materi teori terkait dengan ketarmpilan tersebut. Antara ketrampilan dan teori ini adalah materi yang sinergis dan simultan. Kita tidak perlu teori materi yang lain, selain teori keterampilan. Jadi dengan demikian, maka anak didik dapat menguasai kompetensi secara teoritis maupun secara praktisnya.
Pada proses pembelejaran yang dilaksnakaan di SMK Pelatihan, anak-anak secara intens menerima transfer of skill dan transfer of knowledge about skill secara maksimal. Setiap kali pertemuan pembelajaran, maka yang lebih banyak dilakukan adalah learning by doing. Anak-anak langsung melaksanakan pekerjaan sesuai dengan program yang dipilihnya. Sedikit bicara, banyak bekerja. Secara umum, orang teknik adalah orang-orang yang sedikit bicara tetapi banyak bekerja. Sebab, jika kita memerintah seorang teknisi, maka tidak usah kita beri gambaran begini dan begini, cukup berikan pada mereka gambar kerja, maka mereka segera bekerja. Begitulah slogan yang diterapkan di dalam SMK Pelatihan. Tentunya dengan komposisi program seperti ini, maka hasil proses pembelajaran lebih efektif sebab ada pembekalan keterampilan dan anak-anak peserta proses pelatihan sudah siap saat menyelesaikan proses pelatihannya.
Memberdayakan SMK yang Ada
Untuk melatih anak-anak lulusan SMA, maka sebenarnya dapat dilakukan dengan pemberdayakan SMK yang ada sesuai dengan program keahliannya. Anak-anak lulusan SMA yang ingin terjun ke dunia kerja harus mengikuti semacam program kesetaraan yang dilaksanakan di SMK terdekat dan sudah mempunyai kelayakan sarana untuk suatu proses pelatihan. Dengan demikian, maka eksistensi SMK menjadi semakin eksis.
Program pemberdayaan SMK sebagai tempat pelatihan diharapkan dapat menjadi ajang bagi para lulusan SMA yang ingin terjun ke dunia kerja. Dengan program ini, maka mereka dapat melaksanakan tugas dengan standar kerja yang diinginkan atau dilaksanakan di dunia kerja. Mereka sudah siap bekerja dengan bekal dari program kesetaraan ini.
Kita menyadari bahwa cukup banyak SMK yang layak dijadikan sebagai institusi penyelenggara kegiatan pelatihan bagi para lulusan SMA yang butuh peningkatan kualitas kompetensi dirinya. Sekolah-sekolah inilah yang ditunjuk secara dinas oleh institusi terkait, dalam hal ini Dinas Pendidikan untuk menangani program secara sinergis dan simultan di bawah koordinasi dan peng-awasan Dinas Pendidikan.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat luas yang mem-butuhkan peningkatan kualitas kompetensi dirinya. Tidak terbatas hanya para lulusan SMA yang fresh graduate, melainkan mereka yang memang membutuh-kan peningkatan kompetensi diri. Masyarakat yang butuh menambah keteram-pilan, sesuai dengan pekerjaan masing-masing. Sekolah melalui program bersama ini, memberikan pelayanan kepada masyarakat secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada anak-anak yang lulusann SMA, fresh graduate, melainkan masyarakat secara umum. Bahkan jika memunginkan, maka institusi sekolah dapat dijadikan sebagai tempat pelatihan bagi para karyawan pabrik atau dunia usaha lainnya untuk menambah keterampilan dan pengetahuan teori terkait dengan keterampilan yang dimilikinya.
Pemberdayaan SMK sebagai tempat pelatihan memungkinkan terjadinya peningkatan kualitas sekolah dan eksisitensi yang jelas atas tugas dan kewajiban dalam mempersiapkan SDM yang benar-benar mumpuni dalam dunia kerja. Hal ini dapat meringankan dan menguntungkan perusahaan. Dan, tentunya, jika hal ini terjadi, maka banyak perusahaan yang responsip terhadap program dan men-dukung sebagai program bersama.
Jika kita menganalisa dan mengevaluasi secara bebas, memang selama ini kita mengalami kerugian atas eksistensi SMK. Hal ini karena pengelolaan yang terlalu sempit, kurang luas. Artinya, yang kita lakukan selama ini sangatlah terbatas atas eksistensi SMK. SMK hanya kita manfaatkan sebagai pembelajaran reguler, sementara di masyarakat sangat banyak yang membutuhkan tambahan keterampilan terkait dengan tuntutan kompetensi pada pekerjaan.
SMK yang selama ini eksis hanyalah pada proses reguler, yaitu pembel-ajaran umumnya, sehingga sarana yang ada tidak dimanfaat secara maksimal. Artinya setelah jam-jam pembelajaran, maka sarana pembelajaran tidak diguna-kan lagi. Misalnya, proses pembelajaran dilaksanakan pagi hari, maka siang harinya mereka menganggur, tidak dipergunakan. Mengapa tidak dimanfaatkan secara maksimal sebagai pusat pengembangan keterampilan terpadu bagi masyarakat?
Dalam hal ini bukan berarti kita mengejar faktor finansial melainkan semata-mata untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mendapat-kan peningkatan kualitas kompetensi diri. Bagaimanapun kita harus meng-efektifkan segala yang kita miliki agar dapat berperan aktif dalam memper-siapkan anak-anak sebagai sumber daya manusia yang efektif. Hal ini terkait pada kenyataan bahwa aspek keterampilan merupakan aspek utama di dalam penentuan keberhasilan mendapatkan pekerjaan atau bekerja. Terutama pada era globalisasi dengan tuntutan orang yang selalau siap menghadapi setiap kondisi hidup dan persaingan tenaga kerja yang kian ketat dan tanpa kompromi.
SMK sebagai institusi dengan kesempatan dan kemampuan memadai untuk suatu proses pelatihan bagi masyarakat diharapkan dapat mengambil bagian pada upaya peningkatan kualitas kompetensi SDM sehingga tidak tersisih dari persaingan global. Bahkan dengan segala hal menjadi pemenang pada setiap persaingan yang ada.
Pembelajaran Kolaboratif
Jika kita berbuka hati dan mengevaluasi berbagai hal yang telah kita lakukan di dalam dunia pendidikan, proses pendidikan, maka setidaknya kita mengetahui bahwa di dalam hal ini, kita ada dua proses pendidikan, yaitu sekolah umum dan sekolah khusus, misalnya kejuruan.
Anak-anak yang belajar di sekolah umum mendapatkan proses yang berbeda dengan yang bersekolah di sekolah khusus, kejuruan. Hal ini merupa-kan hal khas yang membedakan antara pembelajaran umum dengan pembel-ajaran khusus, kejuruan. Akibatnya adalah anak-anak di sekolah kejuruan lebih siap dengan keterampilan dan anak-anak di sekolah umum lebih siap dengan pengetahuan. Dengan kondisi ini, maka orientasi setelah selesai masa belajarpun berbeda.
Untuk hal tersebut, maka perlu dilakukan kolaborasi proses pembelajaran antara SMU dan SMK. Kolaborasi ini sangat penting agar terjadi penyebaran kompetensi bagi anak didik. Walau sebenarnya hal ini tidak seharusnya dilaku-kan sebab tujuan masing-masing program pendidikan sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan antara SMU dan SMK. Program tersebut adalah SMU dipersiapkan untuk melanjutkan belajar dan SMK untuk bekerja. Jadi, sebenarnya program pendidikan di SMA dan SMK dipersiapkan untuk tujuan yang berbeda. Jika kemudian dibuka program kesempatan berkolaborasi, tentunya hal tersebut dapat mengaburkan, bahkan mementahan program yang sudah dibuat oleh para petinggi bidang pendidikan dan juga program yang sudah dibuat oleh orangtua. Tetapi ini adalah langkah pelayanan prima dari dunia pendidikan untuk masyarakat.
Sebenarnya program ini sudah dicanangkan sejak lebih kurang empat tahun yang lalu, dimana ada kerjasama antara SMU dengan SMK dalam hal proses belajarnya. Program ini memberikan kesempatan pada anak-anak untuk mengikuti proses pembelajaran secara silang. Artinya anak-anak SMA dapat saja mengikuti proses pembelajaran di SMK, khususnya pembelajaran praktik. Demikian juga halnya anak-anak SMK dapat mengikuti proses pembelajaran di SMA, khususnya mata pelajaran yang dirasakan kurang, misalnya matematika, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Dengan kolaborasi diharapkan anak-anak mendapatkan proses pembelajaran yang utuh.
Program pembelajaran kolaborasi dilakukan secara sistematis sehingga terjadi interaksi aktif dan simbiosis mutualisme antara SMA dan SMK. Dengan program ini, maka kedua pihak mendapatkan kesempatan yang sama untuk anak didiknya. Tentunya di dalam hal ini tidak seluruh siswa, melainkan dalam program ini jumlah anak didiknya tertentu atau hanya untuk mereka yang benar-benar mempunyai keinginan dan kebutuhan peningkatan keterampilan.
Hal lain yang didapatkan dalam program kolaborasi proses pembelajaran adalah terhapusnya persepsi yang selama ini menjadikan sekolah kejuruan sebagai sekolah kelas dua. Dengan program ini, maka tercipta kesetaraan antara SMK dengan SMA. Tidak ada lagi anggapan yang mengecilkan atau meng-anggap kecil eksistensi sekolah kejuruan. Maka terangkatlah pamor sekolah kejuruan sebagai sekolah yang benar-benar efektif di dalam mempersiapkan anak-anak yang siap bekerja sebab terjadi peningkatan kualitas kompetensi pada masing-masing anak yang mengikuti program pembelajaran di SMK.
Pada akhirnya, proses pembelajaran kolaboratif merupakan jembatan penghubung antara SMK dengan SMA yang memungkinkan terciptanya suatu link dengan tingkat kepedulian dan kebutuhan yang seimbang. Maka, anak SMA mendapatkan keterampilan dan anak SMK mendapatkan bekal pengetahuan yang memungkinkan dan memudahkan anak-anak untuk meraih program jangka panjang pasca pendidikan dan pembelajarannya. Proses pendidikan sudah seharusnya memberikan banyak aspek yang dapat mempermudah anak didik menghadapi kehidupannya, yaitu dengan keterampilan dan pengetahuan.
SMK Pelatihan sebagai Pusat Pengembangan Keterampilan Masyarakat
Dibentuknya program SMK Pelatihan merupakan upaya untuk memberikan pelayanan utuh pada masyarakat. Dengan SMK Pelatihan, maka setidaknya kita dapat memberikan pembekalan keterampilan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat berbasis sekolah. Program ini merupakan perwujudan dari manajemen berbasis sekolah (MBS) yang memberikan kesempatan pada sekolah berkreasi untuk mengelola proses pembelajaran yang dilaksanakannya.
Dengan upaya ini, maka sekolah mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan diri sesuai dengan visi dan misi yang sudah disusun bersama dengan komite sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian sekolah kepada masyarakat atau sebaliknya merupakan kondisi yang sudah seharusnya tercipta sebagai sebuah kondisi yang kondusif. Khususnya di dalam hal ini adalah pembelajaran keterampilan.
SMK adalah sekolah yang mengedepankan penanganan pada aspek kejuruan, entah tekonologi, bisnis manajemen atau kejuruan lainnya. Dengan aspek penanganan seperti ini, maka diharapkan lulusannya benar-benar mampu menghadapi hidup tanpa kesulitan. SMK adalah sekolah khusus sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakan juga mempunyai kekhususan juga. Dan, selan-jutnya kondisi ini sebenarnya tidak hanya terbatas pada pembelajaran reguler, yaitu pembelajaran untuk anak-anak didik semata, melainkan dapat juga diper-untukkan bagi masyarakat yang membutuhkan peningkatan kualitas kompeten-si diri.
Salah satu penerapan SMK sebagai pusat pengembangan keterampilan terpusat bagi masyarakat. Dengan posisi seperti ini, maka sekolah bagi masya-rakat menjadi pusat kegiatan kreatif dan produktif sehingga benar-benar dapat memfasilitasi kegiatan tersebut. Dengan sarana yang sudah dimiliki oleh sekolah, maka dapat menjadi pendukung kegiatan masyarakat ini.
Kondisi ini merupakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk meningkatkan kualitas kompetensi dirinya. Peningkatan kualitas diri ini dapat dicapai oleh masyarakat sebab dengan mengikuti program pelatihan yang dilakukan di SMK, maka masyarakat dapat memperoleh keterampilan. Bebe-rapa kegiatan keterampilan dapat dilaksanakan di sekolah dengan masyarakat sebagai pelakunya.
Sekolah bekerjasama dengan institusi terkait, misalnya dinas tenaga kerja dengan memberi kesempatan kepada sekolah untuk dijadikan sebagai tempat kegiatan persiapan keterampilan bagi masyarakat. Dinas tenaga kerja dapat bekerjasama dengan sekolah untuk melakukan program pelatihan bagi masya-rakat. Dengan demikian, maka masyarakat secara terbuka dapat mengembang-kan keterampilan. Jika memungkinkan, maka masyarakat dapat menggunakan sekolah sebagai sarana untuk mengembangkan produksi barang dengan me-manfaatkan sarana sekolah secara proporsional.
Dalam program ini, sekolah dijadikan pusat pengembangan keterampilan bagi masyarakat sehingga kesempatan masyarakat untuk ikut mengembangkan keterampilan diri berbasis sekolah benar-benar terlaksana dan mampu memberi-kan nilai tambah bagi masyarakatnya. Dengan program ini, maka community learning benar-benar menjadi sesuatu yang nyata.
SMK Pelatihan sebagai Embrio Pendidikan Kesetaraan SMK, Program Paket C
Sebagaimana yang selama ini kita alami dan telah kita pahami bersama bahwa ada kesenjangan antara sekolah dengan masyarakat. Kesenjangan ini terutama pada program-program pendidikan dan pembelajaran untuk anak-anak atau masyarakat dengan program pembelajaran di sekolah, khususnya mereka yang mengalami kegagalan di dalam proses pembelajaran secara formal. Anak-anak ataupun masyarakat yang gagal menempuh proses pembelajaran tetap mem-punyai semangat
Secara teknis pembentukan SMK pelatihan merupakan salah satu cara untuk dapat memberikan bekal keterampilan bagi masyarakat secara umum. Hal ini adalah bentuk kepedulian dari institusi sekolah kepada masyarakat sebagai induk kegiatan. Dan, jika program ini benar-benar dapat terlaksana, maka selan-jutnya kita dapat mengembangkannya sebagai program resmi bagi pengembang-an pendidikan.
Program pendidikan resmi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kesetaraan SMK. Dengan program ini, maka terbuka kesempatan bagi masya-rakat, khususnya mereka yang tidak mempunyai bekal keterampilan memadai bagi kebutuhan pekerjaan atau kehidupannya. Anak-anak yang mengalami kegagalan di dalam proses pembelajarannya, maka dapat mengambil program penyetaraan SMK, khususnya terkait dengan pengembangan tingkat keterampil-an aplikatif bagi pekerjaannya.
Program seperti ini seharusnya dapat menjadi satu gerakan bersama yang menjadi program strategis bagi institusi terkait. Jika hal ini dapat diwujudkan secara maksimal, sudah barang tentu anak-anak yang selama ini tenggelam dalam ketidakmampuan dalam keterampilan atau anak-anak drop out (DO) dapat memperoleh tambahan bekal bagi kehidupannya. Dengan demikian, maka masalah rendahnya taraf pendidikan anak-anak atau masyarakat dapat diatasi sebagai solusi rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Diakui atau tidak, selama ini masalah yang sering kita hadapi adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ada di lapangan pekerjaan di masyarakat. Maka tidak heran jika kemudian negeri besar ini lebih dikenal sebagai negeri pengekspor tenaga kerja kelas rendahan. Mereka berangkat dengan kualitas kompetensi yang pas-pasan bahkan di bawah standar kerja secara internasional, jangankan taraf internasional, taraf nasional saja masih rendah.
Oleh karena itulah, maka kita sangat membutuhkan SMK pelatihan yang secara luas dapat berposisi sebagai sarana untuk memprogram kesetaraan bagi masyarakat luas. Bagaimanapun hal ini sangat penting sebab pada kenyataannya masih banyak tenaga kerja atau kelompok usia tenaga kerja di negeri ini masih rendah kompetensinya. Apalagi mereka yang mengalami DO (dropout) dari pendidikannya.
Dengan mencanangkan program SMK Pelatihan sebagai sarana untuk penyetaraan pendidikan, khususnya yang berbasis SMK setingkat SLTA, Sekolah lanjutan tingkat atas, agar mereka mempunyai kelayakan didalam bersaing ketat saat melamar pekerjaan atau bekerja di bidangnya. Hal ini adalah untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan terhadap posisi tenaga kerja, me-ningkatkan nilai tawar bagi pekerja.
Seperti yang selama ini kita ketahui, anak-anak SMK yang mengalami kegagalan di dalam mengikuti ujian nasional ternyata harus mengikuti program kesetaraan untuk anak-anak SMA. Tentunya kondisi ini tidak sesuai dengan yang mereka harapkan sehingga yang mereka dapati adalah ijazah Paket C untuk kelompok SMA. Latar belakang pendidikan mereka SMK tetapi ijazah mereka Paket C untuk kelompok SMA. Sungguh sangat tidak sinkron sehingga bekal keterampilan selama tiga tahun yang mereka tempuh menjadi sia-sia. Artinya, jika mereka melamar pekerjaan berdasarkan kebutuhan perusahaan, tentunya yang mereka sodorkan ijazah Paket C kelompok SMA, dan tidak berbunyi SMK sebagaimana kebutuhan perusahaan.
Program SMK Pelatihan yang diarahkan sebagai embrio Penyetaraan SMK untuk Program Paket C memungkinkan pemegang ijazah dapat memper-saingkan ijazahnya dalam pekerjaan. Mereka dapat bersaing secara bebas ber-dasarkan latar belakang pendidikan, walaupun ijazah Paket C tetapi tetap kelompok SMK.
Dengan memperhatikan uraian yang ada, maka kita dapat memahami bahwa kita memang benar-benar membutuhkan SMK pelatihan agar terjadi peningkat-an kualitas sumber daya manusia. Masalah kualitas sumber daya manusia memang menjadi pekerjaan rumah yang belum juga terselesaikan. Berbagai cara ditempuh oleh pemerintah dan institusi terkait, tetapi belum juga menunjukkan keberhasilan. Dan, setelah kita memahami isi tulisan ini, maka setidaknya tumbuh di hati kita untuk ikut memperhatikan hal terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia di negeri ini.
Kita perlu memaklumi bahwa pada awalnya, anak-anak yang bersekolah di sekolah umum, SMA mengorientasikan proses belajarnya pada upaya melan-jutkan belajar di tingkat lebih tinggi. Mereka menempuh proses belajar di sekolah umum sebab mereka berkeinginan untuk bersekolah lagi di tingkat yang lebih tinggi. Materi pelajaran yang diterima di SMA diharapkan dapat menjadi bekal mengikuti materi pelajaran selanjutnya di perguruan tinggi.
Tetapi, seringkali harapan tidak sama dengan kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan. Setiap harapan yang kita tanam di dalam hati tidak semuanya dapat dicapai menjadi kenyataan. Maka tidak heran jika banyak anak yang me-rasa gagal dan patah arang saat menyadari bahwa mereka tidak dapat melanjut-nya pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Entah karena gagal saat mengikuti ujian seleksi atau karena kondisi perekonomian keluarga yang tidak mendukung keinginan mereka. Mereka dihadapkan pada dilema yang sangat berat, yaitu sebagai penganggur ataukah melanjutkan pendidikan secara sembarangan?
Tentunya, jika mereka diminta untuk memilih, maka pilihan mereka adalah bekerja! Kegagalan yang mereka alami saat mendaftar menjadi maha-siswa atau kesadaran atas kondisi yang tidak memungkinkan bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan di jenjang lebih tinggi menjadi mereka patah arang! Mereka merasa percuma saja bersaing memperebutkan bangku kuliah. Oleh karena itulah, maka kebanyakan dari mereka banting stir untuk bekerja. Mereka memutuskan untuk terjun bekerja dengan dalih mencari dana untuk persiapan kuliah di waktu mendatang. Dan kenyataan tersebut sama sekali tidak terjadi!
Setelah mereka memasuki dunia kerja, maka selanjutnya mereka lupa atas niatan yang telah mereka ucapkan saat pertama memutuskan bekerja. Bahwa mereka bekerja sebagai batu loncatan untuk melanjutkan proses belajar di jen-jang lebih tinggi lagi. Tetapi, begitu sudah bekerja, maka mereka merasa nyaman dan tidak perlu lagi memikirkan belajar lebih lanjut. Lantas, apa hubungannya dengan SMK Pelatihan?
Selama ini, kita menemui kenyataan bahwa anak-anak lulusan SMA yang langsung terjun ke dunia kerja tidak mempunyai bekal yang memadai untuk bekerja sehingga harus ada kegiatan ekstra yang dilakukan oleh perusahaan atau secara pribadi. Tentunya hal tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar dan juga waktu tersendiri sehingga menyita waktu kerja. Disinilah pentingnya SMK Pelatihan bagi para lulusan SMA yang tidak berkesempatan melanjutkan belajar dan langsung terjun ke lapangan pekerjaan.
SMK Pelatihan Sebagai Sarana Peningkat Kualitas Kompetensi
Pelatihan merupakan satu program khusus yang diberikan dan diberlakukan kepada anak-anak yang kurang terampil dan bertujuan agar kualitas dan kuan-titas kompetensi anak meningkat. Dengan program ini, maka diharapkan dapat memberikan bekal yang aplikatif pada anak-anak sehingga dapat melaksanakan tanggungjawab dan kewajiban kerjanya.
Setiap orang berkeinginan agar mempunyai kemampuan yang memadai agar tidak kesulitan saat melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dengan kemampuan yang ada, maka setiap tugas dapat terlaksana sesuai program dan selanjutnya hal tersebut dapat meningkatkan kualitas kinerja serta mampu meningkatkan kualitas hasil kerja.
Khususnya bagi para lulusan SMA yang secara praktis tidak pernah dibekali dengan keterampilan praktis untuk bekerja. Anak-anak SMA hanya diberi berbagai teori pengetahuan yang dapat dijadikan bekal belajar selanjutnya dan bukan untuk bekerja. Program pembelajaran di SMA memang tidak diarah-kan pada persiapan anak untuk bekerja, melainkan agar anak siap menghadapi proses belajar lebih lanjut.
Untuk mengkondisikan hal tersebut, maka perlu adanya upaya memberi bekal khusus pada anak-anak lulusan SMA yang tidka berkesempatan melanjut-kan proses belajarnya. Para lulusan ini harus menempuh beberapa waktu untuk meningkatkan bekal keterampilan dirinya sebelum terjun ke lapangan pekerjaan. Mereka harus benar-benar siap sebelum terjun ke dunia kerja, siap pakai dengan keterampilan yang memadai untuk pekerjaan yang dipilihnya, kualitas standar kerja.
Dan, SMK Pelatihan merupakan solusi paling tepat untuk menjawab kondisi seperti ini. Dengan SMK Pelatihan, maka para lulusan SMA dapat mem-perdalam keterampilan khusus terkait dengan bidang kerja yang hendak digelutinya. Di SMK Pelatihan, secara khusus anak-anak diberikan program pelatihan yang lebih terarah pada kesiapan anak untuk bekerja. Tentunya dalam hal ini, program pembelajaran yang diberikan lebih banyak ditekankan pada pembekalan keterampilan, misalnya 85% : 15%. 85% untuk materi keterampilan dan 15% untuk materi teori terkait dengan ketarmpilan tersebut. Antara ketrampilan dan teori ini adalah materi yang sinergis dan simultan. Kita tidak perlu teori materi yang lain, selain teori keterampilan. Jadi dengan demikian, maka anak didik dapat menguasai kompetensi secara teoritis maupun secara praktisnya.
Pada proses pembelejaran yang dilaksnakaan di SMK Pelatihan, anak-anak secara intens menerima transfer of skill dan transfer of knowledge about skill secara maksimal. Setiap kali pertemuan pembelajaran, maka yang lebih banyak dilakukan adalah learning by doing. Anak-anak langsung melaksanakan pekerjaan sesuai dengan program yang dipilihnya. Sedikit bicara, banyak bekerja. Secara umum, orang teknik adalah orang-orang yang sedikit bicara tetapi banyak bekerja. Sebab, jika kita memerintah seorang teknisi, maka tidak usah kita beri gambaran begini dan begini, cukup berikan pada mereka gambar kerja, maka mereka segera bekerja. Begitulah slogan yang diterapkan di dalam SMK Pelatihan. Tentunya dengan komposisi program seperti ini, maka hasil proses pembelajaran lebih efektif sebab ada pembekalan keterampilan dan anak-anak peserta proses pelatihan sudah siap saat menyelesaikan proses pelatihannya.
Memberdayakan SMK yang Ada
Untuk melatih anak-anak lulusan SMA, maka sebenarnya dapat dilakukan dengan pemberdayakan SMK yang ada sesuai dengan program keahliannya. Anak-anak lulusan SMA yang ingin terjun ke dunia kerja harus mengikuti semacam program kesetaraan yang dilaksanakan di SMK terdekat dan sudah mempunyai kelayakan sarana untuk suatu proses pelatihan. Dengan demikian, maka eksistensi SMK menjadi semakin eksis.
Program pemberdayaan SMK sebagai tempat pelatihan diharapkan dapat menjadi ajang bagi para lulusan SMA yang ingin terjun ke dunia kerja. Dengan program ini, maka mereka dapat melaksanakan tugas dengan standar kerja yang diinginkan atau dilaksanakan di dunia kerja. Mereka sudah siap bekerja dengan bekal dari program kesetaraan ini.
Kita menyadari bahwa cukup banyak SMK yang layak dijadikan sebagai institusi penyelenggara kegiatan pelatihan bagi para lulusan SMA yang butuh peningkatan kualitas kompetensi dirinya. Sekolah-sekolah inilah yang ditunjuk secara dinas oleh institusi terkait, dalam hal ini Dinas Pendidikan untuk menangani program secara sinergis dan simultan di bawah koordinasi dan peng-awasan Dinas Pendidikan.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat luas yang mem-butuhkan peningkatan kualitas kompetensi dirinya. Tidak terbatas hanya para lulusan SMA yang fresh graduate, melainkan mereka yang memang membutuh-kan peningkatan kompetensi diri. Masyarakat yang butuh menambah keteram-pilan, sesuai dengan pekerjaan masing-masing. Sekolah melalui program bersama ini, memberikan pelayanan kepada masyarakat secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada anak-anak yang lulusann SMA, fresh graduate, melainkan masyarakat secara umum. Bahkan jika memunginkan, maka institusi sekolah dapat dijadikan sebagai tempat pelatihan bagi para karyawan pabrik atau dunia usaha lainnya untuk menambah keterampilan dan pengetahuan teori terkait dengan keterampilan yang dimilikinya.
Pemberdayaan SMK sebagai tempat pelatihan memungkinkan terjadinya peningkatan kualitas sekolah dan eksisitensi yang jelas atas tugas dan kewajiban dalam mempersiapkan SDM yang benar-benar mumpuni dalam dunia kerja. Hal ini dapat meringankan dan menguntungkan perusahaan. Dan, tentunya, jika hal ini terjadi, maka banyak perusahaan yang responsip terhadap program dan men-dukung sebagai program bersama.
Jika kita menganalisa dan mengevaluasi secara bebas, memang selama ini kita mengalami kerugian atas eksistensi SMK. Hal ini karena pengelolaan yang terlalu sempit, kurang luas. Artinya, yang kita lakukan selama ini sangatlah terbatas atas eksistensi SMK. SMK hanya kita manfaatkan sebagai pembelajaran reguler, sementara di masyarakat sangat banyak yang membutuhkan tambahan keterampilan terkait dengan tuntutan kompetensi pada pekerjaan.
SMK yang selama ini eksis hanyalah pada proses reguler, yaitu pembel-ajaran umumnya, sehingga sarana yang ada tidak dimanfaat secara maksimal. Artinya setelah jam-jam pembelajaran, maka sarana pembelajaran tidak diguna-kan lagi. Misalnya, proses pembelajaran dilaksanakan pagi hari, maka siang harinya mereka menganggur, tidak dipergunakan. Mengapa tidak dimanfaatkan secara maksimal sebagai pusat pengembangan keterampilan terpadu bagi masyarakat?
Dalam hal ini bukan berarti kita mengejar faktor finansial melainkan semata-mata untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mendapat-kan peningkatan kualitas kompetensi diri. Bagaimanapun kita harus meng-efektifkan segala yang kita miliki agar dapat berperan aktif dalam memper-siapkan anak-anak sebagai sumber daya manusia yang efektif. Hal ini terkait pada kenyataan bahwa aspek keterampilan merupakan aspek utama di dalam penentuan keberhasilan mendapatkan pekerjaan atau bekerja. Terutama pada era globalisasi dengan tuntutan orang yang selalau siap menghadapi setiap kondisi hidup dan persaingan tenaga kerja yang kian ketat dan tanpa kompromi.
SMK sebagai institusi dengan kesempatan dan kemampuan memadai untuk suatu proses pelatihan bagi masyarakat diharapkan dapat mengambil bagian pada upaya peningkatan kualitas kompetensi SDM sehingga tidak tersisih dari persaingan global. Bahkan dengan segala hal menjadi pemenang pada setiap persaingan yang ada.
Pembelajaran Kolaboratif
Jika kita berbuka hati dan mengevaluasi berbagai hal yang telah kita lakukan di dalam dunia pendidikan, proses pendidikan, maka setidaknya kita mengetahui bahwa di dalam hal ini, kita ada dua proses pendidikan, yaitu sekolah umum dan sekolah khusus, misalnya kejuruan.
Anak-anak yang belajar di sekolah umum mendapatkan proses yang berbeda dengan yang bersekolah di sekolah khusus, kejuruan. Hal ini merupa-kan hal khas yang membedakan antara pembelajaran umum dengan pembel-ajaran khusus, kejuruan. Akibatnya adalah anak-anak di sekolah kejuruan lebih siap dengan keterampilan dan anak-anak di sekolah umum lebih siap dengan pengetahuan. Dengan kondisi ini, maka orientasi setelah selesai masa belajarpun berbeda.
Untuk hal tersebut, maka perlu dilakukan kolaborasi proses pembelajaran antara SMU dan SMK. Kolaborasi ini sangat penting agar terjadi penyebaran kompetensi bagi anak didik. Walau sebenarnya hal ini tidak seharusnya dilaku-kan sebab tujuan masing-masing program pendidikan sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan antara SMU dan SMK. Program tersebut adalah SMU dipersiapkan untuk melanjutkan belajar dan SMK untuk bekerja. Jadi, sebenarnya program pendidikan di SMA dan SMK dipersiapkan untuk tujuan yang berbeda. Jika kemudian dibuka program kesempatan berkolaborasi, tentunya hal tersebut dapat mengaburkan, bahkan mementahan program yang sudah dibuat oleh para petinggi bidang pendidikan dan juga program yang sudah dibuat oleh orangtua. Tetapi ini adalah langkah pelayanan prima dari dunia pendidikan untuk masyarakat.
Sebenarnya program ini sudah dicanangkan sejak lebih kurang empat tahun yang lalu, dimana ada kerjasama antara SMU dengan SMK dalam hal proses belajarnya. Program ini memberikan kesempatan pada anak-anak untuk mengikuti proses pembelajaran secara silang. Artinya anak-anak SMA dapat saja mengikuti proses pembelajaran di SMK, khususnya pembelajaran praktik. Demikian juga halnya anak-anak SMK dapat mengikuti proses pembelajaran di SMA, khususnya mata pelajaran yang dirasakan kurang, misalnya matematika, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Dengan kolaborasi diharapkan anak-anak mendapatkan proses pembelajaran yang utuh.
Program pembelajaran kolaborasi dilakukan secara sistematis sehingga terjadi interaksi aktif dan simbiosis mutualisme antara SMA dan SMK. Dengan program ini, maka kedua pihak mendapatkan kesempatan yang sama untuk anak didiknya. Tentunya di dalam hal ini tidak seluruh siswa, melainkan dalam program ini jumlah anak didiknya tertentu atau hanya untuk mereka yang benar-benar mempunyai keinginan dan kebutuhan peningkatan keterampilan.
Hal lain yang didapatkan dalam program kolaborasi proses pembelajaran adalah terhapusnya persepsi yang selama ini menjadikan sekolah kejuruan sebagai sekolah kelas dua. Dengan program ini, maka tercipta kesetaraan antara SMK dengan SMA. Tidak ada lagi anggapan yang mengecilkan atau meng-anggap kecil eksistensi sekolah kejuruan. Maka terangkatlah pamor sekolah kejuruan sebagai sekolah yang benar-benar efektif di dalam mempersiapkan anak-anak yang siap bekerja sebab terjadi peningkatan kualitas kompetensi pada masing-masing anak yang mengikuti program pembelajaran di SMK.
Pada akhirnya, proses pembelajaran kolaboratif merupakan jembatan penghubung antara SMK dengan SMA yang memungkinkan terciptanya suatu link dengan tingkat kepedulian dan kebutuhan yang seimbang. Maka, anak SMA mendapatkan keterampilan dan anak SMK mendapatkan bekal pengetahuan yang memungkinkan dan memudahkan anak-anak untuk meraih program jangka panjang pasca pendidikan dan pembelajarannya. Proses pendidikan sudah seharusnya memberikan banyak aspek yang dapat mempermudah anak didik menghadapi kehidupannya, yaitu dengan keterampilan dan pengetahuan.
SMK Pelatihan sebagai Pusat Pengembangan Keterampilan Masyarakat
Dibentuknya program SMK Pelatihan merupakan upaya untuk memberikan pelayanan utuh pada masyarakat. Dengan SMK Pelatihan, maka setidaknya kita dapat memberikan pembekalan keterampilan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat berbasis sekolah. Program ini merupakan perwujudan dari manajemen berbasis sekolah (MBS) yang memberikan kesempatan pada sekolah berkreasi untuk mengelola proses pembelajaran yang dilaksanakannya.
Dengan upaya ini, maka sekolah mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan diri sesuai dengan visi dan misi yang sudah disusun bersama dengan komite sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian sekolah kepada masyarakat atau sebaliknya merupakan kondisi yang sudah seharusnya tercipta sebagai sebuah kondisi yang kondusif. Khususnya di dalam hal ini adalah pembelajaran keterampilan.
SMK adalah sekolah yang mengedepankan penanganan pada aspek kejuruan, entah tekonologi, bisnis manajemen atau kejuruan lainnya. Dengan aspek penanganan seperti ini, maka diharapkan lulusannya benar-benar mampu menghadapi hidup tanpa kesulitan. SMK adalah sekolah khusus sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakan juga mempunyai kekhususan juga. Dan, selan-jutnya kondisi ini sebenarnya tidak hanya terbatas pada pembelajaran reguler, yaitu pembelajaran untuk anak-anak didik semata, melainkan dapat juga diper-untukkan bagi masyarakat yang membutuhkan peningkatan kualitas kompeten-si diri.
Salah satu penerapan SMK sebagai pusat pengembangan keterampilan terpusat bagi masyarakat. Dengan posisi seperti ini, maka sekolah bagi masya-rakat menjadi pusat kegiatan kreatif dan produktif sehingga benar-benar dapat memfasilitasi kegiatan tersebut. Dengan sarana yang sudah dimiliki oleh sekolah, maka dapat menjadi pendukung kegiatan masyarakat ini.
Kondisi ini merupakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk meningkatkan kualitas kompetensi dirinya. Peningkatan kualitas diri ini dapat dicapai oleh masyarakat sebab dengan mengikuti program pelatihan yang dilakukan di SMK, maka masyarakat dapat memperoleh keterampilan. Bebe-rapa kegiatan keterampilan dapat dilaksanakan di sekolah dengan masyarakat sebagai pelakunya.
Sekolah bekerjasama dengan institusi terkait, misalnya dinas tenaga kerja dengan memberi kesempatan kepada sekolah untuk dijadikan sebagai tempat kegiatan persiapan keterampilan bagi masyarakat. Dinas tenaga kerja dapat bekerjasama dengan sekolah untuk melakukan program pelatihan bagi masya-rakat. Dengan demikian, maka masyarakat secara terbuka dapat mengembang-kan keterampilan. Jika memungkinkan, maka masyarakat dapat menggunakan sekolah sebagai sarana untuk mengembangkan produksi barang dengan me-manfaatkan sarana sekolah secara proporsional.
Dalam program ini, sekolah dijadikan pusat pengembangan keterampilan bagi masyarakat sehingga kesempatan masyarakat untuk ikut mengembangkan keterampilan diri berbasis sekolah benar-benar terlaksana dan mampu memberi-kan nilai tambah bagi masyarakatnya. Dengan program ini, maka community learning benar-benar menjadi sesuatu yang nyata.
SMK Pelatihan sebagai Embrio Pendidikan Kesetaraan SMK, Program Paket C
Sebagaimana yang selama ini kita alami dan telah kita pahami bersama bahwa ada kesenjangan antara sekolah dengan masyarakat. Kesenjangan ini terutama pada program-program pendidikan dan pembelajaran untuk anak-anak atau masyarakat dengan program pembelajaran di sekolah, khususnya mereka yang mengalami kegagalan di dalam proses pembelajaran secara formal. Anak-anak ataupun masyarakat yang gagal menempuh proses pembelajaran tetap mem-punyai semangat
Secara teknis pembentukan SMK pelatihan merupakan salah satu cara untuk dapat memberikan bekal keterampilan bagi masyarakat secara umum. Hal ini adalah bentuk kepedulian dari institusi sekolah kepada masyarakat sebagai induk kegiatan. Dan, jika program ini benar-benar dapat terlaksana, maka selan-jutnya kita dapat mengembangkannya sebagai program resmi bagi pengembang-an pendidikan.
Program pendidikan resmi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kesetaraan SMK. Dengan program ini, maka terbuka kesempatan bagi masya-rakat, khususnya mereka yang tidak mempunyai bekal keterampilan memadai bagi kebutuhan pekerjaan atau kehidupannya. Anak-anak yang mengalami kegagalan di dalam proses pembelajarannya, maka dapat mengambil program penyetaraan SMK, khususnya terkait dengan pengembangan tingkat keterampil-an aplikatif bagi pekerjaannya.
Program seperti ini seharusnya dapat menjadi satu gerakan bersama yang menjadi program strategis bagi institusi terkait. Jika hal ini dapat diwujudkan secara maksimal, sudah barang tentu anak-anak yang selama ini tenggelam dalam ketidakmampuan dalam keterampilan atau anak-anak drop out (DO) dapat memperoleh tambahan bekal bagi kehidupannya. Dengan demikian, maka masalah rendahnya taraf pendidikan anak-anak atau masyarakat dapat diatasi sebagai solusi rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Diakui atau tidak, selama ini masalah yang sering kita hadapi adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ada di lapangan pekerjaan di masyarakat. Maka tidak heran jika kemudian negeri besar ini lebih dikenal sebagai negeri pengekspor tenaga kerja kelas rendahan. Mereka berangkat dengan kualitas kompetensi yang pas-pasan bahkan di bawah standar kerja secara internasional, jangankan taraf internasional, taraf nasional saja masih rendah.
Oleh karena itulah, maka kita sangat membutuhkan SMK pelatihan yang secara luas dapat berposisi sebagai sarana untuk memprogram kesetaraan bagi masyarakat luas. Bagaimanapun hal ini sangat penting sebab pada kenyataannya masih banyak tenaga kerja atau kelompok usia tenaga kerja di negeri ini masih rendah kompetensinya. Apalagi mereka yang mengalami DO (dropout) dari pendidikannya.
Dengan mencanangkan program SMK Pelatihan sebagai sarana untuk penyetaraan pendidikan, khususnya yang berbasis SMK setingkat SLTA, Sekolah lanjutan tingkat atas, agar mereka mempunyai kelayakan didalam bersaing ketat saat melamar pekerjaan atau bekerja di bidangnya. Hal ini adalah untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan terhadap posisi tenaga kerja, me-ningkatkan nilai tawar bagi pekerja.
Seperti yang selama ini kita ketahui, anak-anak SMK yang mengalami kegagalan di dalam mengikuti ujian nasional ternyata harus mengikuti program kesetaraan untuk anak-anak SMA. Tentunya kondisi ini tidak sesuai dengan yang mereka harapkan sehingga yang mereka dapati adalah ijazah Paket C untuk kelompok SMA. Latar belakang pendidikan mereka SMK tetapi ijazah mereka Paket C untuk kelompok SMA. Sungguh sangat tidak sinkron sehingga bekal keterampilan selama tiga tahun yang mereka tempuh menjadi sia-sia. Artinya, jika mereka melamar pekerjaan berdasarkan kebutuhan perusahaan, tentunya yang mereka sodorkan ijazah Paket C kelompok SMA, dan tidak berbunyi SMK sebagaimana kebutuhan perusahaan.
Program SMK Pelatihan yang diarahkan sebagai embrio Penyetaraan SMK untuk Program Paket C memungkinkan pemegang ijazah dapat memper-saingkan ijazahnya dalam pekerjaan. Mereka dapat bersaing secara bebas ber-dasarkan latar belakang pendidikan, walaupun ijazah Paket C tetapi tetap kelompok SMK.
Dengan memperhatikan uraian yang ada, maka kita dapat memahami bahwa kita memang benar-benar membutuhkan SMK pelatihan agar terjadi peningkat-an kualitas sumber daya manusia. Masalah kualitas sumber daya manusia memang menjadi pekerjaan rumah yang belum juga terselesaikan. Berbagai cara ditempuh oleh pemerintah dan institusi terkait, tetapi belum juga menunjukkan keberhasilan. Dan, setelah kita memahami isi tulisan ini, maka setidaknya tumbuh di hati kita untuk ikut memperhatikan hal terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia di negeri ini.
Minggu, 23 November 2008
Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
Bahwa untuk mencapai hasil proses pembelajaran maksimal, berbagai pendekatan dilakukan oleh guru. Hal ini memungkinkan sebab sebenarnya pendekatan CTL merupakan metode pembelajaran yang fleksibel. Berbagai kondisi dapat ditangani dengan menerapkan CTL sebagai metodenya.
Pendekatan CTL sendiri terdiri atas 7 (tujuh) point utama, yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian yang sebenarnya. Dan, dari 7 (tujuh) langkah penerapan tersebut, maka kita dapat menganalisa tingkat signifikansi metode dengan hasil yang dicapai.
Pada kesempatan ini, kita mencoba untuk menganalisa salah satu langkah penerapan CTL, yaitu konstruktivisme.
Konstruktivisme merupakan langkah pendekatan dalam proses pembelajaran yang menekankan pada upaya memberikan kesempatan seluasnya kepada siswa untuk bekerja sendiri dengan menemukan sendiri hal-hal yang harus dipelajari dan selanjutnya dari penemuan tersebut, maka siswa dapat membangun atau mengkonstruksi kemampuan dirinya.
Jika kita memberikan kesempatan pada siswa untuk membangun kebiasaan untuk memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya dan terus berusaha untuk melahirkan ide-ide baru agar dapat menjadi milik mereka. Dengan kesempatan yang kita berikan, maka proses membangun kompetensi diri dapat terjadi secara maksimal. Apalagi jika dikaitkan dengan konsep bahwa guru adalah fasilitas pembel-ajaran, maka peranan guru hanyalah terbatas pada memfasilitasi hal-hal yang dibutuhkan siswa dalam proses belajarnya. Kita tidak berhak mencetak siswa sebagaimana keinginan kita, melainkan memberikan kesempatan seluasnya pada siswa untuk mengkonstruksi kondisi dirinya, khususnya terkait dengan hasil pemelajaran.
Dalam pada itu konsep pembelajaran yang kita kenal, yaitu learning by doing benar-benar dapat kita terapkan. Siswa diarahkan untuk secara langsung mengalami apa-pun yang ingin dimilikinya. Tentunya, hasil pemelajaran akan sangat bermakna dan memberi pengalaman belajar positif bagi siswa.
Sementara kita menyadari bahwa hal terpenting yang kita inginkan dari proses pemelajaran adalah pengalaman langsung yang diperoleh siswa pada saat mereka ingin menguasai sebuah kemampuan. Dengan demikian, maka eksistensi pengalaman tersebut akan melekat di diri siswa dan menjadikannya sebagaisesuatu yang sangat berharga. Seperti kita ketahui, jika kita memiliki sesuatu yang berasal dari perjuangan kita sendiri untuk perwujudannya merupakan sesuatu yang sangat istimewa dan tetap teringat sepanjang masa.
Hal seperti itulah yang sebenarnya diharapkan dari penerapan langkah konstruk-tivisme dalam proses pembelajaran. Bahwa siswa harus mampu membangun pengalaman belajar berdasarkan pengalaman langsung. Dan yang terpenting adalah kesesuaian pengalaman belajar dengan kebutuhan siswa.
Pendekatan CTL sendiri terdiri atas 7 (tujuh) point utama, yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian yang sebenarnya. Dan, dari 7 (tujuh) langkah penerapan tersebut, maka kita dapat menganalisa tingkat signifikansi metode dengan hasil yang dicapai.
Pada kesempatan ini, kita mencoba untuk menganalisa salah satu langkah penerapan CTL, yaitu konstruktivisme.
Konstruktivisme merupakan langkah pendekatan dalam proses pembelajaran yang menekankan pada upaya memberikan kesempatan seluasnya kepada siswa untuk bekerja sendiri dengan menemukan sendiri hal-hal yang harus dipelajari dan selanjutnya dari penemuan tersebut, maka siswa dapat membangun atau mengkonstruksi kemampuan dirinya.
Jika kita memberikan kesempatan pada siswa untuk membangun kebiasaan untuk memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya dan terus berusaha untuk melahirkan ide-ide baru agar dapat menjadi milik mereka. Dengan kesempatan yang kita berikan, maka proses membangun kompetensi diri dapat terjadi secara maksimal. Apalagi jika dikaitkan dengan konsep bahwa guru adalah fasilitas pembel-ajaran, maka peranan guru hanyalah terbatas pada memfasilitasi hal-hal yang dibutuhkan siswa dalam proses belajarnya. Kita tidak berhak mencetak siswa sebagaimana keinginan kita, melainkan memberikan kesempatan seluasnya pada siswa untuk mengkonstruksi kondisi dirinya, khususnya terkait dengan hasil pemelajaran.
Dalam pada itu konsep pembelajaran yang kita kenal, yaitu learning by doing benar-benar dapat kita terapkan. Siswa diarahkan untuk secara langsung mengalami apa-pun yang ingin dimilikinya. Tentunya, hasil pemelajaran akan sangat bermakna dan memberi pengalaman belajar positif bagi siswa.
Sementara kita menyadari bahwa hal terpenting yang kita inginkan dari proses pemelajaran adalah pengalaman langsung yang diperoleh siswa pada saat mereka ingin menguasai sebuah kemampuan. Dengan demikian, maka eksistensi pengalaman tersebut akan melekat di diri siswa dan menjadikannya sebagaisesuatu yang sangat berharga. Seperti kita ketahui, jika kita memiliki sesuatu yang berasal dari perjuangan kita sendiri untuk perwujudannya merupakan sesuatu yang sangat istimewa dan tetap teringat sepanjang masa.
Hal seperti itulah yang sebenarnya diharapkan dari penerapan langkah konstruk-tivisme dalam proses pembelajaran. Bahwa siswa harus mampu membangun pengalaman belajar berdasarkan pengalaman langsung. Dan yang terpenting adalah kesesuaian pengalaman belajar dengan kebutuhan siswa.
Menggugat peran DU/DI pada Pendidikan Kejuruan
Proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah kejuruan diorientasikan pada proses persiapan tenaga terampil yang dapat mengisi ruangan lapangan pekerjaan yang tersedia di masyarakat. Proses pendidikan ini juga diarahkan sebagai upaya mempersiapkan anak didik agar mampu menghadapi kehidupan yang keras dan persaingan yang ketat.
Sementara proses pendidikan dan pembelajaran dengan mengutamakan pembekalan keterampilan membutuhkan kepedulian dan kerjasama banyak pihak sehingga tujuan pendidikan benar-benar dapat dicapai sebagaimana yang telah diprogramkan. Kerjasama yang dimaksudkan adalah satu bentuk kepeduli-an terhadap upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang menjadi pelaku pembangunan di negeri ini. Karena bentuk kerjasamanya adalah kepe-dulian, maka dibutuhkan kesadaran banyak pihak agar tujuan pendidikan me-rupakan keberhasilan bersama.
Orientasi keberhasilan bersama merupakan acuan yang diharapkan dapat merangsang setiap pihak untuk berperan aktif dalam mempersiapkan anak didik dalam menjalani proses pembelajaran keterampilan atau pelatihan keterampilan yang aplikatif bagi kehidupannya. Dan, upaya peningkatan peran serta pihak-pihak terkait dengan program peningkatan kualitas sumber daya manusia me-lalui proses pembelajaran di sekolah kejuruan tidak mungkin hanya dibebankan kepada sekolah. Tanggungjawab penanganan program ini harus disusun dalam bentuk kerjasama antara sekolah sebagai institusi penyelenggara pendidikan dan pembelajaran dengan pihak luar, dalam hal ini Dunia Usaha dan Dunia Industri yang secara langsung memanfaatkan hasil dari proses pendidikan di sekolah.
Secara teoritis, ideal, sangat dibutuhkan peran aktif Dunia usaha dan Dunia Industri sebagai institusi pasangan (IP) bagi sekolah sehingga materi pel-ajaran betul-betul sikron dengan kebutuhan masyarakat. Artinya, semua materi yang diberikan dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah merupa-kan bekal anak didik pada kehidupan di masyarakat, dunia usaha dan dunia industri. Dengan memposisikan DU/DI sebagai institusi di dalam proses pen-didikan dan pembelajaran, maka setidaknya tumbuh dan berkembang kesadaran atas tugas dan kewajiban sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran secara simultan dan sinergis.
Selama ini yang terjadi adalah tertumpuknya semua tugas dan kewajiban tersebut pada institusi sekolah. Sekolah harus melakukan rekayasa dan fore-casting terhadap aspek-aspek yang harus diberikan kepada anak didik selama mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Memang, dari pemerintah telah ada konsep materi pembelajaran yang harus diberikan kepada anak didik selama mengikuti proses belajar di sekolah, tetapi semua itu adalah teoritis. Materi yang terangkum di dalam kurikulum adalah hal-hal ideal dengan standar perusahaan atau bengkel resmi. Sementara itu, proses yang dilaksanakan di sekolah lebih diarahkan pada pengenalan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan, sedang penerapannya sedemikian kecil kesempatan yang ada.
Dengan kenyataan seperti itu, maka tentunya merupakan sesuatu yang sangat muskil jika kita dapat memenuhi tuntutan ideal dari kebutuhan dunia usaha dan dunia industri atas tenaga kerja yang kompeten di bidangnya. Anak didik tentunya mendapatkan bekal minimum bagi materi aplikatif kehidupan. Hal ini karena dalam proses pendidikan dan pembelajaran, materi yang diberi-kan tidak sinkron dengan kebutuhan masyarakat usaha/industri. Dan, ketidak-sinkronan ini karena belum terciptanya kondisi yang kondusif untuk program kerja yang sinergis dan simultan.
Hubungan yang sinergis antara sekolah dan DU/DI merupakan kondisi yang sangat membantu dalam upaya menciptakan proses yang benar-benar efektif bagi anak didik. Bekal keterampilan bagi anak didik adalah hal utama yang harus menjadi program sekolah dan DU/DI. Dan, bekal keterampilan yang aplikatif adalah pembekalan yang terkait erat dengan kebutuhan masyarakat. Jika institusi sekolah dan DU/DI memberikan pembekalan keterampilan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tentunya lulusan sekolah dapat diserap secara maksimal oleh DU/DI. Dan, kondisi seperti inilah yang sebenarnya kita harap-kan dari proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah kejuruan. Tetapi, apa yang terjadi di lapangan?
Jika kita melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, maka sesungguhnya peranan aktif DU/DI masih belum dirasakan maksimal, bahkan sangat sedikit. Terutama pada DU/DI dengan skala produksi yang besar, ternyata peran aktif-nya dalam upaya peningkatan proses pendidikan dan pembelajaran sedemikian kecil. Selama ini yang seringkali menjadi momen utama hubungan sekolah dengan DU/DI adalah pada dua momen, yaitu momen kelas 2, yaitu saat melaksanakan program pendidikan system ganda (PSG) yang diwujudkan dalam kegiatan Prakerind (Praktek Kerja Industri) dan saat sekolah melaksana-kan kegiatan evaluasi kompetensi dalam Ujian Kompetensi (Ukom), rangkaian Ujian Akhir tahun kelas 3. Sementara pada proses pembelajaran sebagai program kurikulum belum ada realisasi program peran sertanya. Institusi sekolah masih menjadi single action bagi proses pembekalan keterampilan bagi anak didik.
DU/DI yang selama ini dan seharusnya mendampingi serta memberikan bantuan atau masukan pada sekolah ternyata hanya bersikap menunggu out put dari sekolah. Mereka tidak berperan aktif dalam pengkondisian anak didik, khususnya dalam pemilahan dan pemilihan materi pelajaran yang harus diterima atau dipelajari yang sesuai dengan kebutuhan pasar, yaitu dunia usaha dan dunia industri. Akhirnya, ketidaksinkronan tetap saja terjadi dan akibatnya masih banyak out put yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, yang pada akhirnya mereka harus menganggur.
Memang, pada dasarnya bersekolah di sekolah kejuruan itu bukan untuk mengorientasikan anak didik sebagai pencari kerja, tetapi setidaknya anak didik yang sudah menyelesaikan tugas pendidikannya merupakan tenaga kerja terampil yang sudah siap bekerja. Entah bekerja secara mandiri atau bekerja dengan orang lain, dalam hal ini dengan DU/DI dengan menempuh pendidikan dan pembelajaran di sekolah kejuruan, maka setidaknya anak didik mendapat-kan bekal keterampilan yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk bekerja. Dan, itu merupakan tujuan utama pendidikan kejuruan.
Memperhatikan hal tersebut, maka setidaknya kita perlu mengevaluasi kenyataan sebagai upaya untuk memberikan penyadaran atau pencerahan kepada pihak-pihak terkait bahwa peran serta di dalam proses merupakan sebuah keniscayaan sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Setidaknya kita berharap ada bantuan konkrit dari pihak terkait agar pembekalan tuntas bagi anak didik di sekolah kejuruan benar-benar dapat tercapai. Dan, selanjutnya kita perlu mengingatkan tugas dan kewajiban semua pihak atas keberhasilan pro-gram pembelajaran keterampilan bagi anak didik.
Hal terakhir yang seringkali sangat tidak nyaman bagi institusi sekolah adalah kenyataan bahwa DU/DI menganggap bahwa sekolah kejuruan tidak mampu menciptakan tenaga terampil sesuai dengan kebutuhan masyarakat DU/DI. Seringkali komentar seperti ini kita dengar saat ada out put dari sekolah kejuruan pada saat menjalani tes keterampilan atau saat melaksanakan tugas dan kewajibannya di perusahaan. Masyarakat kerja begitu enteng mengatakan bahwa sekolah kejuruan ternyata tidak mampu menyelenggarakan proses pen-didikan dan pembelajaran keterampilan bagi anak didik sehingga saat mereka lulus, ternyata tidak mempunyai kemampuan, kualifikasi yang dibutuhkan masyarakat kerja.
Oleh karena itulah, maka kita perlu mengingatkan kembali pada semua pihak atas kewajibannya terhadap proses pendidikan generasi muda di negeri ini sehingga didapatkan generasi yang benar-benar siap menghadapi kondisi kehidupan dengan segala konsekuensinya. Kerjasama semua pihak, termasuk di dalam hal ini masyarakat DU/DI memungkinkan tercapainya tujuan pendidikan di sekolah kejuruan. Dengan peranserta DU/DI pada proses pembelajaran keterampilan, maka pembekalan untuk anak didik menjadi lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat DU/DI.
Selama ini yang terjadi adalah masyarakat DU/DI hanya menunggu anak-anak yang lulus dari proses pendidikannya dan menerima mereka sebagai tenaga kerja setelah melalui pola perekrutan yang mereka tentukan. Mereka hanya menunggu anak-anak mengikuti atau menyelesaikan masa belajarnya di sekolah, selanjutnya merangkul mereka dalam lingkungan pekerjaan mereka. Dan, selanjutnya kondisi tersebut dijadikan sebagai alat evaluasi atas kinerja dan hasil kerja institusi sekolah dalam mempersiapkan tenaga kerja terampil sesuai dengan program keahlian masing-masing. Tentu saja yang terjadi adalah kekecewaan tidak terkirakan. Tenaga kerja yang fresh graduate dari sekolah kejuruan belum dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan standar dari DU/DI. Apakah hal ini menjadi kesalahan institusi sekolah? Sementara, selama proses pembelajaran DU/DI sama sekali tidak memberikan acuan untuk memberikan pembekalan keterampilan bagi anak didik sesuai kebutuhan mereka!
DU/DI adalah kelompok masyarakat yang menyelenggaraka kegiatan efektif yang berorientasi pada pencapaian hasil finansial untuk setiap program-nya. Mereka selalu berorientasi pada upaya mendapatkan hal terbaik bagi masyarakat, khususnya kelompok DU/DI
Mereka melakukan kegiatan usaha dan industri dengan memaksimalkan sumber daya yang ada sehingga dapat memberi mereka keuntungan. Dengan memaksimalkan efektivitas sumber daya yang ada, maka mereka dapat melaku-kan aktivitas yang terkait dengan upaya mendapatkan finansial.
Terkait dengan sumber daya ini, maka salah satu yang harus mereka miliki adalah sumber daya manusia. Untuk melaksanakan kegiatan ekonomis mereka, maka mereka memberdayakan semua hal, termasuk sumber daya manusia ini. oleh karena itulah, maka pada periode tertentu, secara periodek, mereka melakukan perekrutan tenaga kerja dari masyarakat. Dalam hal ini yang seringkali diperlukan adalah alumni dari sekolah kejuruan.
Jika hal tersebut dikelola secara sinergis dan simultan antara sekolah sebagai institusi penyelenggara proses pendidikan dan pembelajaran dengan DU/DI sebagai pemanfaat hasil proses, maka tercipta suatu kondisi yang sinkron antara kegiatan di sekolah dengan kebutuhan masyarakat terhadap tenaga kerja yang siap pakai untuk bekerja.
Untuk menciptakan hal tersebut, maka beberapa hal yang perlu diperhati-kan, khususnya DU/DI adalah:
a. Memberikan Kesempatan Magang bagi Guru
DU/DI sebagai institusi yang secara langsung melakukan kegiatan, terkait dengan implementasi keterampilan yang dimiliki sekelompok dan sekolah sebagai institusi penyelenggara pendidikan untuk mempersiapkan anak didik sebagai tenaga terampil bagi DU/DI. Dalam konteks ini, maka kedua pihak berposisi setara dan harus membuat jembatan penghubung yang me-mungkinkan bagi kedua pihak bekerjasama dalam kaitan dengan pening-katan produktivitas perusahaan.
Salah satu bentuk kerjasama yang dalam hal ini merupakan bentuk ke-pedulian terhadap proses pendidikan dan pembelajaran adalah memberikan kesempatan kepada guru/instruktur untuk meningkatkan kualitas dirinya dengan menambah kemampuan teknisnya. Kesempatan ini sangat penting sebab proses pendidikan dan pembelajaran yang efektif hanya dapat dicapai jika instrukturnya mempunyai kemampuan tinggi. Oleh karena itulah, maka kesempatan magang bagi guru atau instruktur di perusahaan terkait sangat-lah penting bagi peningkatan kualitas pembelajaran.
Atau secara periodek, perusahaan melakukan pendampingan atau pe-latihan pada guru atau instruktur di sekolah maupun di perusahaannya. Dengan cara seperti ini, maka kemampuan guru dapat ditingkatkan secara sistematis dan hal tersebut secara langsung dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pembelajarannya.
Pada sisi yang lain, dengan program kerjasama berupa guru magang ini, maka materi pembelajaran yang diberikan kepada anak didik di sekolah merupakan refleksi dan proyeksi kebutuhan masyarakat DU/DI. Dengan cara seperti ini, maka keterserapan lulusan pada berbagai jenis pekerjaan di DU/DI akan menjadi lebih tinggi dan selanjutnya mengurangi angka anak didik yang menganggur setelah lulus sekolah.
Program guru magang memungkinkan bagi guru untuk secara langsung mengetahui dan memahami hal-hal yang dikerjakan di DU/DI, yang dalam hal ini adalah barang yang dibutuhkan masyarakat. Dengan program magang, maka guru dapat mengetahui segala barang produksi yang dikerja-kan dan dapat diterapakan di sekolah.
Program magang inipun memberikan satu informasi bagi guru bahwa untuk membuat barang, harus diterapkan kerja standar produksi. Kerja standar produksi inilah yang selama ini menjadi faktor pembeda antara sekolah dengan DU/DI. Mayoritas di sekolah belum menerapkan kerja standar produksi sebagai orientasi mereka masih pada tingkatan belajar, berlatih untuk dapat mengerjakan barang-barang yang inmipun masih sangat sederhana. Bahkan, kebanyakan belum menerapkan kepresisian dan ketepat-an waktu pengerjaan. Estimate waktu mengerjakan masih menerapkan jatah semester, sehingga seringkali satu semester hanya satu benda kerja yang dikerjakan. Dengan guru magang, maka konsep tersebut dapat diperbaiki.
Kesempatan magang yang diberikan DU/DI kepada guru merupakan kesempatan emas bagi dunia pendidikan. Dengan program ini, maka program pembelajaran dapat lebih diefektifkan sehingga segala yang diterap-kan di bengkel sekolah sebagai proses pelatihan yang berstandar produksi bagi anak didik. Program magang guru memungkinkan bagi guru untuk menyadari bahwa proses pembelajaran bukan sekedar latihan, melainkan merupakan proses mempersiapkan anak didik pada kondisi siap berproduksi di bengkel sekolah untuk diproyeksikan ke perusahaan masyarakat.
b. Membuka kesempatan luas bagi anak didik untuk Praktik kerja
Program pendidikan dan pembelajaran di sekolah kejuruan kelompok teknologi dan industri atau sekarang masuk dalam spectrum teknologi dan rekayasa, anak didik diberikan pembelajaran praktik di bengkel sekolah, selain pelajaran teori. Jatah pembelajaran teori dan praktik dialokasikan sedemikian rupa sehingga pelajaran produktif, termasuk dalam hal ini prak-tik mendapatkan jatah lebih banyak dari pelajaran teori.
Di dalam program pembelajaran yang diterapkan oleh sekolah, rata-rata untuk pembelajaran praktik bagi anak didik dialokasikan sebanyak 4 jam pelajaran untuk praktik dasar dan 8 jam pelajaran untuk praktik lanjut. Pengalokasian ini terutama diarahkan untuk membekali anak didik dengan materi keteknikan sesuai dengan program keahlian yang dipilih anak didik.
Bahkan, cukup banyak sekolah yang mengalokasikan program pembel-ajaran dengan menerapkan program atau sistem pembelajaran blok belajar. Program pembelajaran dilakukan sedemikian rupa dengan mengalokasikan banyak banyak waktu pada proses pembelajaran praktik. System pembel-ajaran blok memungkinkan anak-anak menjalani proses belajar di bengkel sekolah selama waktu tertentu, misal blok tiga hari atau blok seminggu. Blok tiga hari artinya setiap tiga hari sekali, anak didik harus melakukan pembel-ajaran praktik di bengkel sekolah. Selama tiga hari tersebuit, anak didik hanya melakukan kegiatan prakti, sedangkan tiga hari lainnya, anak didik menjalani proses pembelajaran teori. Atau selama seminggu penuh anak didik harus menjalani proses pembelajaran praktik sehingga pembekalan bagi anak didik semakin banyak.
Kondisi seperti ini memang merupakan kondisi ideal yang diharapkan dapat menjadi sumber energi bagi peningkatan kualitas hasil proses pembel-ajaran di sekolah kejuruan. Dengan pembelajaran teknik atau praktik lebih banyak dari pembelajaran teori, maka bekal anak didik semakin banyak. Tetapi, satu hal yang selama ini menjadi kendala, yaitu kesempatan anak didik untuk melaksanakan kegiatan praktik di DU/DI.
Seharusnya proses pembelajaran praktik di sekolah diimbangi dengan kesempatan menerapkan praktik di DU/DI agar anak didik memahami secara langsung segala bekal dan aplikasinya di DU/DI. Kesempatan ini bagi anak didik sangatlah sedikit, sehingga sedikit sekali kesempatan anak men-dapatkan pengalaman bekerja di DU/DI.
Terus terang, bekal keterampilan bagi anak didik sebenarnya tidak cukup hanya dari kegiatan pembelajaran di bengkel sekolah. Bekal ini boleh dikata-kan sangat kurang sebab kenyataannya materi antara pembelajaran di sekolah dengan penerapannya di DU/DI. Untuk itulah, maka kerjasama sekolah dengan DU/DI seharusnya mengalokasikaneksempatan bagi anak didik untuk menerapkan bekal keterampilannya dalam bentuk praktik kerja di DU/DI.
Praktik kerja bagi anak didik merupakan satu momen yang penting se-bagai wujud aplikasi bekal keterampilan anak didik ke dalam DU/DI. Me-lalui kegiatan praktik di DU/DI, maka anak didik mendapatkan tambahan pengalaman terkait dengan keterampilannya. Dengan pengalaman inilah, maka anak didik mempunyai nilai tambah dan kesiapan yang lebih matang menghadapi kondisi nyata di pekerjaan.
Oleh karena itulah, maka peranan DU/DI di dalam upaya peningkatan kualitas hasil pembelajaran di sekolah kejuruan bagi anak didik terutama adalah dibukanya kesempatan seluasnya untuk melaksanakan program pembelajaran lapangan atau pendidikan system ganda (PSG). Dengan demikian, maka kepedulian DU/DI terhadap eksistensi sekolah kejuruan dan upaya peningkatan kualitas hasil pembelajaran benar-benar sesuai dengan tugas dan kewajibannya terhadap proses pendidikan di negeri ini.
Seharusnya, DU/DI benar-benar menyadai bahwa di dalam upaya peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran di sekolah kejuruan, peranan DU/DI sangat menentukan keberhasilan tersebut. Peran serta di dalam hal ini adalah kesempatan bagi anak didik untuk menerapkan bekal keteram-pilannya di dalm program pendidikan system ganda.
Program pendidikan system ganda merupakan salah satu program pem-bekalan tuntas dan utuh pada anak didik. Ketuntasan yang dimaksudkan didalam hal ini pembekalan bahwa selain mendapatkan bekal keterampilan dari sekolah, anak didik juga mendapatkan pembekalan dari DU/DI. Berarti di dalam hal ini anak didik mendapatkan bekal dari dua sumber yang saling terkait sebagai sebuah institusi. Kerjasama inilah yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasl pembelajaran secara signifikan terhadap tujuan pembelajaran yang dilaksanakan sebagai amanat rakyat.
Dengan terbukanya kesempatan bagi anak didik untuk melakukan program pendidikan system ganda di DU/DI, masyarakat secara langsung melihat tingkat kepedulian DU/DI terhadap peningkatan kualitas anak didik bagi kehidupannya. Maka, jika ternyata DU/DI bekerjasama dengan CV, seharusnya ada kebijakan khusus terhadap CV tersebut untuk sellau mem-berikan kesempatan seluasnya bagi anak-anak sekolah kejuruan melaksana-kan kegiatan pendidikan system ganda (PSG) di DU/DI tersebut. Selama ini permasalahan yang paling sering dihadapi adalah banyaknya DU/DI yang bekerjasama dengan CV untuk proses pekerjan di SU/DI tersebut, termasuk perekrutan tenaga kerja. Seringkali, eksistensi CV ini justru menjadi peng-halang utama sehingga anak didik kesulitan untuk dapat melaksanakan kegiatan pendidikan system ganda di DU/DI. Jika hal ini terus terjadi, maka anak didik tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan kegiatan berlatih menyesuaikan diri terhadap DU/DI!
Dua hal diatas merupakan bentuk peran serta DU/DI terhadap proses pendidik-an dan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan teknik secara maksimal bagi anak didik. Jika DU/DI memperhatikan kedua hal tersebut, maka tentunya upaya pembekalan anak didik pada kompetensi teknik benar-benar dapat di-capai sehingga anak-anak yang lulus benar-benar tenaga kerja siap pakai untuk standar kegiatan produksi di DU/DI. Tentunya dunia pendidikan kejuruan sangat bersyukur jika DU/DI benar-benar mempunyai kepedluian tinggi ter-hadap program pembekalan anak didik dengan teknik seutuhnya. Dapatkan hal tersebut diwujudkan dalam pembelajaran kolaboratif sekolah dengan DU/DI?
Sementara proses pendidikan dan pembelajaran dengan mengutamakan pembekalan keterampilan membutuhkan kepedulian dan kerjasama banyak pihak sehingga tujuan pendidikan benar-benar dapat dicapai sebagaimana yang telah diprogramkan. Kerjasama yang dimaksudkan adalah satu bentuk kepeduli-an terhadap upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang menjadi pelaku pembangunan di negeri ini. Karena bentuk kerjasamanya adalah kepe-dulian, maka dibutuhkan kesadaran banyak pihak agar tujuan pendidikan me-rupakan keberhasilan bersama.
Orientasi keberhasilan bersama merupakan acuan yang diharapkan dapat merangsang setiap pihak untuk berperan aktif dalam mempersiapkan anak didik dalam menjalani proses pembelajaran keterampilan atau pelatihan keterampilan yang aplikatif bagi kehidupannya. Dan, upaya peningkatan peran serta pihak-pihak terkait dengan program peningkatan kualitas sumber daya manusia me-lalui proses pembelajaran di sekolah kejuruan tidak mungkin hanya dibebankan kepada sekolah. Tanggungjawab penanganan program ini harus disusun dalam bentuk kerjasama antara sekolah sebagai institusi penyelenggara pendidikan dan pembelajaran dengan pihak luar, dalam hal ini Dunia Usaha dan Dunia Industri yang secara langsung memanfaatkan hasil dari proses pendidikan di sekolah.
Secara teoritis, ideal, sangat dibutuhkan peran aktif Dunia usaha dan Dunia Industri sebagai institusi pasangan (IP) bagi sekolah sehingga materi pel-ajaran betul-betul sikron dengan kebutuhan masyarakat. Artinya, semua materi yang diberikan dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah merupa-kan bekal anak didik pada kehidupan di masyarakat, dunia usaha dan dunia industri. Dengan memposisikan DU/DI sebagai institusi di dalam proses pen-didikan dan pembelajaran, maka setidaknya tumbuh dan berkembang kesadaran atas tugas dan kewajiban sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran secara simultan dan sinergis.
Selama ini yang terjadi adalah tertumpuknya semua tugas dan kewajiban tersebut pada institusi sekolah. Sekolah harus melakukan rekayasa dan fore-casting terhadap aspek-aspek yang harus diberikan kepada anak didik selama mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Memang, dari pemerintah telah ada konsep materi pembelajaran yang harus diberikan kepada anak didik selama mengikuti proses belajar di sekolah, tetapi semua itu adalah teoritis. Materi yang terangkum di dalam kurikulum adalah hal-hal ideal dengan standar perusahaan atau bengkel resmi. Sementara itu, proses yang dilaksanakan di sekolah lebih diarahkan pada pengenalan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan, sedang penerapannya sedemikian kecil kesempatan yang ada.
Dengan kenyataan seperti itu, maka tentunya merupakan sesuatu yang sangat muskil jika kita dapat memenuhi tuntutan ideal dari kebutuhan dunia usaha dan dunia industri atas tenaga kerja yang kompeten di bidangnya. Anak didik tentunya mendapatkan bekal minimum bagi materi aplikatif kehidupan. Hal ini karena dalam proses pendidikan dan pembelajaran, materi yang diberi-kan tidak sinkron dengan kebutuhan masyarakat usaha/industri. Dan, ketidak-sinkronan ini karena belum terciptanya kondisi yang kondusif untuk program kerja yang sinergis dan simultan.
Hubungan yang sinergis antara sekolah dan DU/DI merupakan kondisi yang sangat membantu dalam upaya menciptakan proses yang benar-benar efektif bagi anak didik. Bekal keterampilan bagi anak didik adalah hal utama yang harus menjadi program sekolah dan DU/DI. Dan, bekal keterampilan yang aplikatif adalah pembekalan yang terkait erat dengan kebutuhan masyarakat. Jika institusi sekolah dan DU/DI memberikan pembekalan keterampilan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tentunya lulusan sekolah dapat diserap secara maksimal oleh DU/DI. Dan, kondisi seperti inilah yang sebenarnya kita harap-kan dari proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah kejuruan. Tetapi, apa yang terjadi di lapangan?
Jika kita melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, maka sesungguhnya peranan aktif DU/DI masih belum dirasakan maksimal, bahkan sangat sedikit. Terutama pada DU/DI dengan skala produksi yang besar, ternyata peran aktif-nya dalam upaya peningkatan proses pendidikan dan pembelajaran sedemikian kecil. Selama ini yang seringkali menjadi momen utama hubungan sekolah dengan DU/DI adalah pada dua momen, yaitu momen kelas 2, yaitu saat melaksanakan program pendidikan system ganda (PSG) yang diwujudkan dalam kegiatan Prakerind (Praktek Kerja Industri) dan saat sekolah melaksana-kan kegiatan evaluasi kompetensi dalam Ujian Kompetensi (Ukom), rangkaian Ujian Akhir tahun kelas 3. Sementara pada proses pembelajaran sebagai program kurikulum belum ada realisasi program peran sertanya. Institusi sekolah masih menjadi single action bagi proses pembekalan keterampilan bagi anak didik.
DU/DI yang selama ini dan seharusnya mendampingi serta memberikan bantuan atau masukan pada sekolah ternyata hanya bersikap menunggu out put dari sekolah. Mereka tidak berperan aktif dalam pengkondisian anak didik, khususnya dalam pemilahan dan pemilihan materi pelajaran yang harus diterima atau dipelajari yang sesuai dengan kebutuhan pasar, yaitu dunia usaha dan dunia industri. Akhirnya, ketidaksinkronan tetap saja terjadi dan akibatnya masih banyak out put yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, yang pada akhirnya mereka harus menganggur.
Memang, pada dasarnya bersekolah di sekolah kejuruan itu bukan untuk mengorientasikan anak didik sebagai pencari kerja, tetapi setidaknya anak didik yang sudah menyelesaikan tugas pendidikannya merupakan tenaga kerja terampil yang sudah siap bekerja. Entah bekerja secara mandiri atau bekerja dengan orang lain, dalam hal ini dengan DU/DI dengan menempuh pendidikan dan pembelajaran di sekolah kejuruan, maka setidaknya anak didik mendapat-kan bekal keterampilan yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk bekerja. Dan, itu merupakan tujuan utama pendidikan kejuruan.
Memperhatikan hal tersebut, maka setidaknya kita perlu mengevaluasi kenyataan sebagai upaya untuk memberikan penyadaran atau pencerahan kepada pihak-pihak terkait bahwa peran serta di dalam proses merupakan sebuah keniscayaan sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Setidaknya kita berharap ada bantuan konkrit dari pihak terkait agar pembekalan tuntas bagi anak didik di sekolah kejuruan benar-benar dapat tercapai. Dan, selanjutnya kita perlu mengingatkan tugas dan kewajiban semua pihak atas keberhasilan pro-gram pembelajaran keterampilan bagi anak didik.
Hal terakhir yang seringkali sangat tidak nyaman bagi institusi sekolah adalah kenyataan bahwa DU/DI menganggap bahwa sekolah kejuruan tidak mampu menciptakan tenaga terampil sesuai dengan kebutuhan masyarakat DU/DI. Seringkali komentar seperti ini kita dengar saat ada out put dari sekolah kejuruan pada saat menjalani tes keterampilan atau saat melaksanakan tugas dan kewajibannya di perusahaan. Masyarakat kerja begitu enteng mengatakan bahwa sekolah kejuruan ternyata tidak mampu menyelenggarakan proses pen-didikan dan pembelajaran keterampilan bagi anak didik sehingga saat mereka lulus, ternyata tidak mempunyai kemampuan, kualifikasi yang dibutuhkan masyarakat kerja.
Oleh karena itulah, maka kita perlu mengingatkan kembali pada semua pihak atas kewajibannya terhadap proses pendidikan generasi muda di negeri ini sehingga didapatkan generasi yang benar-benar siap menghadapi kondisi kehidupan dengan segala konsekuensinya. Kerjasama semua pihak, termasuk di dalam hal ini masyarakat DU/DI memungkinkan tercapainya tujuan pendidikan di sekolah kejuruan. Dengan peranserta DU/DI pada proses pembelajaran keterampilan, maka pembekalan untuk anak didik menjadi lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat DU/DI.
Selama ini yang terjadi adalah masyarakat DU/DI hanya menunggu anak-anak yang lulus dari proses pendidikannya dan menerima mereka sebagai tenaga kerja setelah melalui pola perekrutan yang mereka tentukan. Mereka hanya menunggu anak-anak mengikuti atau menyelesaikan masa belajarnya di sekolah, selanjutnya merangkul mereka dalam lingkungan pekerjaan mereka. Dan, selanjutnya kondisi tersebut dijadikan sebagai alat evaluasi atas kinerja dan hasil kerja institusi sekolah dalam mempersiapkan tenaga kerja terampil sesuai dengan program keahlian masing-masing. Tentu saja yang terjadi adalah kekecewaan tidak terkirakan. Tenaga kerja yang fresh graduate dari sekolah kejuruan belum dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan standar dari DU/DI. Apakah hal ini menjadi kesalahan institusi sekolah? Sementara, selama proses pembelajaran DU/DI sama sekali tidak memberikan acuan untuk memberikan pembekalan keterampilan bagi anak didik sesuai kebutuhan mereka!
DU/DI adalah kelompok masyarakat yang menyelenggaraka kegiatan efektif yang berorientasi pada pencapaian hasil finansial untuk setiap program-nya. Mereka selalu berorientasi pada upaya mendapatkan hal terbaik bagi masyarakat, khususnya kelompok DU/DI
Mereka melakukan kegiatan usaha dan industri dengan memaksimalkan sumber daya yang ada sehingga dapat memberi mereka keuntungan. Dengan memaksimalkan efektivitas sumber daya yang ada, maka mereka dapat melaku-kan aktivitas yang terkait dengan upaya mendapatkan finansial.
Terkait dengan sumber daya ini, maka salah satu yang harus mereka miliki adalah sumber daya manusia. Untuk melaksanakan kegiatan ekonomis mereka, maka mereka memberdayakan semua hal, termasuk sumber daya manusia ini. oleh karena itulah, maka pada periode tertentu, secara periodek, mereka melakukan perekrutan tenaga kerja dari masyarakat. Dalam hal ini yang seringkali diperlukan adalah alumni dari sekolah kejuruan.
Jika hal tersebut dikelola secara sinergis dan simultan antara sekolah sebagai institusi penyelenggara proses pendidikan dan pembelajaran dengan DU/DI sebagai pemanfaat hasil proses, maka tercipta suatu kondisi yang sinkron antara kegiatan di sekolah dengan kebutuhan masyarakat terhadap tenaga kerja yang siap pakai untuk bekerja.
Untuk menciptakan hal tersebut, maka beberapa hal yang perlu diperhati-kan, khususnya DU/DI adalah:
a. Memberikan Kesempatan Magang bagi Guru
DU/DI sebagai institusi yang secara langsung melakukan kegiatan, terkait dengan implementasi keterampilan yang dimiliki sekelompok dan sekolah sebagai institusi penyelenggara pendidikan untuk mempersiapkan anak didik sebagai tenaga terampil bagi DU/DI. Dalam konteks ini, maka kedua pihak berposisi setara dan harus membuat jembatan penghubung yang me-mungkinkan bagi kedua pihak bekerjasama dalam kaitan dengan pening-katan produktivitas perusahaan.
Salah satu bentuk kerjasama yang dalam hal ini merupakan bentuk ke-pedulian terhadap proses pendidikan dan pembelajaran adalah memberikan kesempatan kepada guru/instruktur untuk meningkatkan kualitas dirinya dengan menambah kemampuan teknisnya. Kesempatan ini sangat penting sebab proses pendidikan dan pembelajaran yang efektif hanya dapat dicapai jika instrukturnya mempunyai kemampuan tinggi. Oleh karena itulah, maka kesempatan magang bagi guru atau instruktur di perusahaan terkait sangat-lah penting bagi peningkatan kualitas pembelajaran.
Atau secara periodek, perusahaan melakukan pendampingan atau pe-latihan pada guru atau instruktur di sekolah maupun di perusahaannya. Dengan cara seperti ini, maka kemampuan guru dapat ditingkatkan secara sistematis dan hal tersebut secara langsung dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pembelajarannya.
Pada sisi yang lain, dengan program kerjasama berupa guru magang ini, maka materi pembelajaran yang diberikan kepada anak didik di sekolah merupakan refleksi dan proyeksi kebutuhan masyarakat DU/DI. Dengan cara seperti ini, maka keterserapan lulusan pada berbagai jenis pekerjaan di DU/DI akan menjadi lebih tinggi dan selanjutnya mengurangi angka anak didik yang menganggur setelah lulus sekolah.
Program guru magang memungkinkan bagi guru untuk secara langsung mengetahui dan memahami hal-hal yang dikerjakan di DU/DI, yang dalam hal ini adalah barang yang dibutuhkan masyarakat. Dengan program magang, maka guru dapat mengetahui segala barang produksi yang dikerja-kan dan dapat diterapakan di sekolah.
Program magang inipun memberikan satu informasi bagi guru bahwa untuk membuat barang, harus diterapkan kerja standar produksi. Kerja standar produksi inilah yang selama ini menjadi faktor pembeda antara sekolah dengan DU/DI. Mayoritas di sekolah belum menerapkan kerja standar produksi sebagai orientasi mereka masih pada tingkatan belajar, berlatih untuk dapat mengerjakan barang-barang yang inmipun masih sangat sederhana. Bahkan, kebanyakan belum menerapkan kepresisian dan ketepat-an waktu pengerjaan. Estimate waktu mengerjakan masih menerapkan jatah semester, sehingga seringkali satu semester hanya satu benda kerja yang dikerjakan. Dengan guru magang, maka konsep tersebut dapat diperbaiki.
Kesempatan magang yang diberikan DU/DI kepada guru merupakan kesempatan emas bagi dunia pendidikan. Dengan program ini, maka program pembelajaran dapat lebih diefektifkan sehingga segala yang diterap-kan di bengkel sekolah sebagai proses pelatihan yang berstandar produksi bagi anak didik. Program magang guru memungkinkan bagi guru untuk menyadari bahwa proses pembelajaran bukan sekedar latihan, melainkan merupakan proses mempersiapkan anak didik pada kondisi siap berproduksi di bengkel sekolah untuk diproyeksikan ke perusahaan masyarakat.
b. Membuka kesempatan luas bagi anak didik untuk Praktik kerja
Program pendidikan dan pembelajaran di sekolah kejuruan kelompok teknologi dan industri atau sekarang masuk dalam spectrum teknologi dan rekayasa, anak didik diberikan pembelajaran praktik di bengkel sekolah, selain pelajaran teori. Jatah pembelajaran teori dan praktik dialokasikan sedemikian rupa sehingga pelajaran produktif, termasuk dalam hal ini prak-tik mendapatkan jatah lebih banyak dari pelajaran teori.
Di dalam program pembelajaran yang diterapkan oleh sekolah, rata-rata untuk pembelajaran praktik bagi anak didik dialokasikan sebanyak 4 jam pelajaran untuk praktik dasar dan 8 jam pelajaran untuk praktik lanjut. Pengalokasian ini terutama diarahkan untuk membekali anak didik dengan materi keteknikan sesuai dengan program keahlian yang dipilih anak didik.
Bahkan, cukup banyak sekolah yang mengalokasikan program pembel-ajaran dengan menerapkan program atau sistem pembelajaran blok belajar. Program pembelajaran dilakukan sedemikian rupa dengan mengalokasikan banyak banyak waktu pada proses pembelajaran praktik. System pembel-ajaran blok memungkinkan anak-anak menjalani proses belajar di bengkel sekolah selama waktu tertentu, misal blok tiga hari atau blok seminggu. Blok tiga hari artinya setiap tiga hari sekali, anak didik harus melakukan pembel-ajaran praktik di bengkel sekolah. Selama tiga hari tersebuit, anak didik hanya melakukan kegiatan prakti, sedangkan tiga hari lainnya, anak didik menjalani proses pembelajaran teori. Atau selama seminggu penuh anak didik harus menjalani proses pembelajaran praktik sehingga pembekalan bagi anak didik semakin banyak.
Kondisi seperti ini memang merupakan kondisi ideal yang diharapkan dapat menjadi sumber energi bagi peningkatan kualitas hasil proses pembel-ajaran di sekolah kejuruan. Dengan pembelajaran teknik atau praktik lebih banyak dari pembelajaran teori, maka bekal anak didik semakin banyak. Tetapi, satu hal yang selama ini menjadi kendala, yaitu kesempatan anak didik untuk melaksanakan kegiatan praktik di DU/DI.
Seharusnya proses pembelajaran praktik di sekolah diimbangi dengan kesempatan menerapkan praktik di DU/DI agar anak didik memahami secara langsung segala bekal dan aplikasinya di DU/DI. Kesempatan ini bagi anak didik sangatlah sedikit, sehingga sedikit sekali kesempatan anak men-dapatkan pengalaman bekerja di DU/DI.
Terus terang, bekal keterampilan bagi anak didik sebenarnya tidak cukup hanya dari kegiatan pembelajaran di bengkel sekolah. Bekal ini boleh dikata-kan sangat kurang sebab kenyataannya materi antara pembelajaran di sekolah dengan penerapannya di DU/DI. Untuk itulah, maka kerjasama sekolah dengan DU/DI seharusnya mengalokasikaneksempatan bagi anak didik untuk menerapkan bekal keterampilannya dalam bentuk praktik kerja di DU/DI.
Praktik kerja bagi anak didik merupakan satu momen yang penting se-bagai wujud aplikasi bekal keterampilan anak didik ke dalam DU/DI. Me-lalui kegiatan praktik di DU/DI, maka anak didik mendapatkan tambahan pengalaman terkait dengan keterampilannya. Dengan pengalaman inilah, maka anak didik mempunyai nilai tambah dan kesiapan yang lebih matang menghadapi kondisi nyata di pekerjaan.
Oleh karena itulah, maka peranan DU/DI di dalam upaya peningkatan kualitas hasil pembelajaran di sekolah kejuruan bagi anak didik terutama adalah dibukanya kesempatan seluasnya untuk melaksanakan program pembelajaran lapangan atau pendidikan system ganda (PSG). Dengan demikian, maka kepedulian DU/DI terhadap eksistensi sekolah kejuruan dan upaya peningkatan kualitas hasil pembelajaran benar-benar sesuai dengan tugas dan kewajibannya terhadap proses pendidikan di negeri ini.
Seharusnya, DU/DI benar-benar menyadai bahwa di dalam upaya peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran di sekolah kejuruan, peranan DU/DI sangat menentukan keberhasilan tersebut. Peran serta di dalam hal ini adalah kesempatan bagi anak didik untuk menerapkan bekal keteram-pilannya di dalm program pendidikan system ganda.
Program pendidikan system ganda merupakan salah satu program pem-bekalan tuntas dan utuh pada anak didik. Ketuntasan yang dimaksudkan didalam hal ini pembekalan bahwa selain mendapatkan bekal keterampilan dari sekolah, anak didik juga mendapatkan pembekalan dari DU/DI. Berarti di dalam hal ini anak didik mendapatkan bekal dari dua sumber yang saling terkait sebagai sebuah institusi. Kerjasama inilah yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasl pembelajaran secara signifikan terhadap tujuan pembelajaran yang dilaksanakan sebagai amanat rakyat.
Dengan terbukanya kesempatan bagi anak didik untuk melakukan program pendidikan system ganda di DU/DI, masyarakat secara langsung melihat tingkat kepedulian DU/DI terhadap peningkatan kualitas anak didik bagi kehidupannya. Maka, jika ternyata DU/DI bekerjasama dengan CV, seharusnya ada kebijakan khusus terhadap CV tersebut untuk sellau mem-berikan kesempatan seluasnya bagi anak-anak sekolah kejuruan melaksana-kan kegiatan pendidikan system ganda (PSG) di DU/DI tersebut. Selama ini permasalahan yang paling sering dihadapi adalah banyaknya DU/DI yang bekerjasama dengan CV untuk proses pekerjan di SU/DI tersebut, termasuk perekrutan tenaga kerja. Seringkali, eksistensi CV ini justru menjadi peng-halang utama sehingga anak didik kesulitan untuk dapat melaksanakan kegiatan pendidikan system ganda di DU/DI. Jika hal ini terus terjadi, maka anak didik tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan kegiatan berlatih menyesuaikan diri terhadap DU/DI!
Dua hal diatas merupakan bentuk peran serta DU/DI terhadap proses pendidik-an dan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan teknik secara maksimal bagi anak didik. Jika DU/DI memperhatikan kedua hal tersebut, maka tentunya upaya pembekalan anak didik pada kompetensi teknik benar-benar dapat di-capai sehingga anak-anak yang lulus benar-benar tenaga kerja siap pakai untuk standar kegiatan produksi di DU/DI. Tentunya dunia pendidikan kejuruan sangat bersyukur jika DU/DI benar-benar mempunyai kepedluian tinggi ter-hadap program pembekalan anak didik dengan teknik seutuhnya. Dapatkan hal tersebut diwujudkan dalam pembelajaran kolaboratif sekolah dengan DU/DI?
Selasa, 18 November 2008
Profesi Guru Dalam Kehidupan sekarang ini
Profesi guru pada saat-saat terakhir ini seperti balon udara yang terus ber-kembang dan melambung ke angkasa. Balon itu seakan membawa ke langit semua permasalahan yang selama ini telah menjadi pekerjaan rumah dan menyelimuti dunia pendidikan. Selalu profesi guru menjadi topik pem-bicaraan yang tidak pernah sepi, mulai dari hal-hal positif, apalagi pada kondisi negatif. Hanya saja porsi pembicaraan hal negatif kadang jauh dari porsi yang sebenar-nya. Selalu yang terjadi adalah berkembangnya masalah jauh lebih pesat dibandingkan prestasi yang diraih oleh dunia pendidikan.
Dan, selamanya hal-hal negatif memang gampang sekali tersebar dan menyebar untuk kemudian meracuni setiap orang sehingga menciptakan kondisi rawan bagi kehidupan secara umum. Begitu juga halnya dengan kondisi dunia pendidikan. Setiap saat dunia pendidikan selalu mengalami permasalahan yang tidak pernah sepi, bahkan seakan-akan terus berkembang sehingga memaksa semua unsur pendidikan bekerja keras untuk menjawab setiap kondisi dengan langkah konkrit positif.
Salah satu langkah konkrit positif yang dilakukan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang dalam hal ini terutama adalah tenaga pendidik, guru. Setiap saat mereka dituntut untuk mengkondisikan dirinya sedemikian rupa sehingga mempunyai kemampuan, kompetensi sesuai dengan bidang yang menjadi kewajiban dan tugasnya. Khususnya di dalam hal ini adalah tuntutan untuk meningkatkan latar belakang pendidikan hingga mencapai tingkatan sarjana atau strata 1, atau Diploma 4.
Tentunya kondisi ini berasumsi bahwa dengan latar belakang pen-didikan sarjana, maka tingkat kemampuan berpikir, bertindak dan pertang-gungjawaban terhadap tugas dan kewajibannya dapat maksimal. Asumsi ini berangkat dari anggapan umum bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka secara signifikan membawa tingkat pola pemikiran, tindak-an dan kesadaran atas konsekuensi tugas dan kewajiban diri. Oleh karena itulah, maka dunia pendidikan menentukan syarat bahwa untuk menjadi guru yang benar-benar professional, maka latar belakang pendidikan adalah sarjana.
Fenomena terbaru yang sungguh sangat membahagiakan adalah ter-bukanya kesempatan seluas-luasnya bagi guru untuk mendapatkan tambah-an penghasilan serta kesempatan menjadi pegawai negeri. Kesempat-an ini menjadikan profesi guru sebagai sebuah menara emas, yang setiap orang sangat ingin merengkuhnya dan dan menjadi pemiliknya. Maka, ber-bondong-bondong orang mendaftarkan diri menjadi guru. Bahkan mereka yang tidak memiliki latar belakang ilmu pendidikan, nekad ikut bersaing menjadi salah satu pesertanya.
Hal ini memang sangat membahagiakan sebab selama ini profesi guru seakan menjadi pincingan mata bagi banyak orang. Selama ini sedikit sekali orang yang mempunyai cita-cita menjadi guru. Guru dianggap sebagai profesi yang sama sekali tidak menjanjikan masa depan, jangankan untuk sebuah keluarga, bagi diri sendiri saja tidak dapat diharapkan lebih. Tidak heran jika Iwan Fals menggambar seorang guru sebagai sosok yang sedemiki-an sederhananya karena tingkat ekonomi yang rendah.
Tetapi, kondisi yang digambarkan oleh Iwan Fals sebentar lagi akan menjadi kenangan pahit dan tidak perlu dikenang lagi sebab tingkatan kualitas finansial kehidupan guru akan meningkat secara fantastik! Kualitas finansial kehidupan guru untuk saat-saat mendatang jauh lebih baik dari kondisi sekarang ini. Guru tidak perlu lagi bersepeda kumbang, kondisi ekonomi keluarga pas-pasan, sebab dengan Undang Undang Guru dan Dosen serta dikabulkannya dana pendidikan sebesar 20% sebagaimana amanat UUD 45. Dengan penerapan ini, maka gaji guru bakal meningkat sangat tinggi, minimal 2 juta dan masih ditambah dengan berbagai tunjangan sebagai konsekuensi profesinya. Tentunya kondisi ini benar-benar merupa-kan janji terbaik bagi profesi guru.
Maka, tidak heran jika banyak orang yang memutuskan untuk ikut bersaing dalam perebutan kursi sebagai guru atau profesi pendidik di negeri ini. Bahkan, dengan begitu rupa mereka mencari tempat untuk menjadi guru hanya sekedar dapat masuk dalam database guru yang selanjutnya siap diangkat sebagai guru negeri. Kondisi seperti ini banyak terjadi. Bahkan, tidak sedikit yang hanya sekedar titip nama untuk menjadi bagian dari personil di sebuah sekolah, tanpa sekalipun menjalankan tugas sebagaimana yang telah dicantumkan dalam laporan sekolah ke kantor setiap bulannya.
Profesi guru memang telah menjadi menara emas yang setiap saat menjadi harapan setiap orang untuk memilikinya, tidak peduli atas kemam-puan dirinya, yang terpenting mereka dapat menjadi guru. Maka tidak heran jika kondisi kualitas hasil proses pendidikan dan pembelajaran di negeri ini begitu sulit untuk ditingkatkan. Tentunya jika kondisi seperti ini dibiarkan, maka upaya peningkatan kualitas pasti sulit terwujudkan.
Profesi guru memang telah menjadi rebutan banyak orang dan peng-harapan tiada henti. Oleh karena itulah, maka perlu kesepakatan bersama bahwa sebagai seorang guru, tingkat kualitas diri mereka harus benar-benar sesuai dengan harapan bersama. Jangan asal rekrut, ternyata sama sekali tidak mempunyai kemampuan dan kompetensi sesuai dengan ketentuan yang ber-laku. Kita harus mempunyai komitmen tegas sebab baik dan buruknya dunia pendidikan tergantung pada para fasilitator yang bergerak langsung di lapangan. Hal ini terkait padaupaya untuk meningkatkan kualitas hasil proses pendidikan yang selama ini teah menjadikan kita malu.
Sebagai sebuah profesi, maka tentunya ada konsekuensi atau keten-tuan khusus dan umum terkait dengan keputusan seseorang untuk menjadi guru. Dalam hal ini mengisyaratkan bahwa tidak sembarang orang dapat menjadi guru yang benar-benar professional. Padahal untuk peningkatan kualitas hasil proses pendidikan dan pembelajaran sangat dibutuhkan orang-orang yang professional, khususnya guru. Hanya dengan peningkatan keprofesionalitasan guru, maka kualitas hasil proses pendidikan dan pembelajaran dapat ditingkatkan secara signifikan.
Kita memang membutuhkan orang-orang yang mempunyai komitmen tinggi terhadap proses pendidikan dan pembelajaran di negeri ini. Tanpa hal tersebut, maka segala upaya untuk peningkatan kualitas hasil proses pendidikan hanyalah bohong semata.
Untuk hal tersebut perlu kebersamaan antara banyak aspek terkait dengan proses pendidikan dan pembelajaran di negeri ini. Tidak hanya guru yang selalu diobrak-obrak untuk menciptakan kondisi pembelajaran terbaik, melainkan perlu juga kebersamaan langkah dari masyarakat, pemerintah dan semua yang peduli terhadap pendidikan.
Dan, fenomena perebutan posisi sebagai guru telah menghiasi setiap lembar halaman catatan harian setiap guru yang dulunya begitu setia dan berpengabdian tinggi terhadap eksistensi proses pendidikan dan pembel-ajaran, sejak imbalan finansial yang sedemikian rendah hingga kemudian ada iming-iming untuk peningkatan penghasilan finansial akibat program sertifikasi dan sebagainya. Semua ini menghadirkan kesadaran yang begitu dalam dan memerlukan upaya untuk mengimplementasikan dalam kehidup-an nyata.
Tetapi, yang terjadi selanjutnya adalah kontradiksi antara teori dengan kenyetaan yang terjadi di dalam kehidupan. Bahwa program sertifikasi merupa-kan program ideal yang cuikup representatif untuk sebuah keinginan. Dengan program sertifikasi, maka diharapkan adanya kesadaran guru untuk meningkat-kan kualitas dirinya.
Yang terpenting di dalam hal ini adalah idealisme tinggi. Dengan ideal-isme tinggi, maka kualitas kinerja dapat ditingkatkan secara signifikan mening-katkan kualitas hasil kerja juga. Dan, profesi guru identik dengan idealisme. Bahwa harapan yang diusung oleh guru, dunia pendidikan pada saat merencanakan dan melaksanakan tugas dan kewajibannya adalah sebuah ideal-isme, suatu keinginan, bukan sekedar kebutuhan!
Ya, tujuan pendidikan memang bukan sekedar kebutuhan. Hal ini merupakan idealisme yang harus dicapai oleh para pelaku lapangan sehingga terwujud dan benar-benar dapat meningkatkan kualitas diri secara ke-seluruhan. Ya, tujuan pendidikan lebih jauh dan dalam dari sekedar kebutuh-an, yaitu keinginan yang begitu kuat mencengkeram hati kita masing-masing dan menuntut kita untuk mewujudkan keinginan tersebut sehingga menjadi kebutuhan pribadi masing-masing.
Terkait dengan profesi guru sebagai menara emas, maka sudah barang tentu setiap guru merupakan orang istimewa yang mendapatkan kepercaya-an dari semua orang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban mendidik dan mengajar sehingga anak-anak menjadi pribadi yang baik dan berpengetahuan tinggi. Oleh karena itu, maka guru harus mempersiapkan dirinya sebagai pribadi unggul dengan berbagai kemampuan yang implementatif dalam ke-hidupannya.
Sebagai menara emas, maka profesi guru memang sangat menarik dan memikat banyak orang untuk ikut berjuang masuk sebagai salah satu bagiannya. Banyak orang yang ingin bekerja sebagai guru. Maka berbagai cara ditempuh agar dapat diterima sebagai guru. Orang-orang yang ber-pendidikan, walau mungkin tidak berbasis pendidikan memutuskan untuk memasuki dunia pendidikan sebagai guru.
Profesi yang dahulu seringkali menjadi cibiran, sekarang ini benar-benar telah menjadi menara emas yang begitu menarik semua orang untuk ikut berkiprah. Hal ini tidak lain karena kebijakan yang diambil oleh para pembuat kebijakan dengan mengangkat banyak sekali guru, mulai dari tingkat satua pendidikan dasar sampai pendidikan menengah. Banyak sekali direkruit tenga didik baru setiap tahunnya sehingga merupakan peluang terbaik untuk menjadi pegawai negeri.
Kita menyadari bahwa fenomena seperti ini sangat memungkinkan terjadinya penyimpangan atas perekrutan tenaga pendidik. Oleh karena itulah, maka sudah sewajarnya jika proses perekrutan ini mendapatkan perhatian ekstra sebab jika sudah terlanjur masuk dan ternyata tidak mempunyai kemampuan dan kompetensi sebagaimana yang diharapkan, itu artinya dunia pendidikan menumpuk tenaga yang tidak potensial untuk menunjang upaya peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri.
Melalui tulisan di buku ini, penulis mencoba untuk sekedar merang-kum sekian banyak hal yang terkait dengan profesi guru. Bahwa sejak dahulu profesi guru sangat menuntut dedikasi dan loyalitas tinggi terhadap tugas dan kewajiban mental, yaitu mendidik dan mengajar anak didik sehingga tidak hanya men-jadi anak-anak yang pandai melainkan juga anak-anak yang berbudi luhur.
Jika kita lengah terhadap kondisi ini, maka selamanya kualitas hasil proses pendidikan dan pemelajaran tidak dapat meningkat sebagaimana yang diharapkan bersama. Keteledoran kita dalam mengambil kebijakan, maka pekerjaan rumah untuk perbaikan kualitas pendidikan tidak akan tergarap maksimal.
Semoga semua dapat berubah sesuai dengan keinginan kita setelah kita bersama-sama membenahi semua kondisi yang selama ini menjadi penyebab. Semoga.
Dan, selamanya hal-hal negatif memang gampang sekali tersebar dan menyebar untuk kemudian meracuni setiap orang sehingga menciptakan kondisi rawan bagi kehidupan secara umum. Begitu juga halnya dengan kondisi dunia pendidikan. Setiap saat dunia pendidikan selalu mengalami permasalahan yang tidak pernah sepi, bahkan seakan-akan terus berkembang sehingga memaksa semua unsur pendidikan bekerja keras untuk menjawab setiap kondisi dengan langkah konkrit positif.
Salah satu langkah konkrit positif yang dilakukan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang dalam hal ini terutama adalah tenaga pendidik, guru. Setiap saat mereka dituntut untuk mengkondisikan dirinya sedemikian rupa sehingga mempunyai kemampuan, kompetensi sesuai dengan bidang yang menjadi kewajiban dan tugasnya. Khususnya di dalam hal ini adalah tuntutan untuk meningkatkan latar belakang pendidikan hingga mencapai tingkatan sarjana atau strata 1, atau Diploma 4.
Tentunya kondisi ini berasumsi bahwa dengan latar belakang pen-didikan sarjana, maka tingkat kemampuan berpikir, bertindak dan pertang-gungjawaban terhadap tugas dan kewajibannya dapat maksimal. Asumsi ini berangkat dari anggapan umum bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka secara signifikan membawa tingkat pola pemikiran, tindak-an dan kesadaran atas konsekuensi tugas dan kewajiban diri. Oleh karena itulah, maka dunia pendidikan menentukan syarat bahwa untuk menjadi guru yang benar-benar professional, maka latar belakang pendidikan adalah sarjana.
Fenomena terbaru yang sungguh sangat membahagiakan adalah ter-bukanya kesempatan seluas-luasnya bagi guru untuk mendapatkan tambah-an penghasilan serta kesempatan menjadi pegawai negeri. Kesempat-an ini menjadikan profesi guru sebagai sebuah menara emas, yang setiap orang sangat ingin merengkuhnya dan dan menjadi pemiliknya. Maka, ber-bondong-bondong orang mendaftarkan diri menjadi guru. Bahkan mereka yang tidak memiliki latar belakang ilmu pendidikan, nekad ikut bersaing menjadi salah satu pesertanya.
Hal ini memang sangat membahagiakan sebab selama ini profesi guru seakan menjadi pincingan mata bagi banyak orang. Selama ini sedikit sekali orang yang mempunyai cita-cita menjadi guru. Guru dianggap sebagai profesi yang sama sekali tidak menjanjikan masa depan, jangankan untuk sebuah keluarga, bagi diri sendiri saja tidak dapat diharapkan lebih. Tidak heran jika Iwan Fals menggambar seorang guru sebagai sosok yang sedemiki-an sederhananya karena tingkat ekonomi yang rendah.
Tetapi, kondisi yang digambarkan oleh Iwan Fals sebentar lagi akan menjadi kenangan pahit dan tidak perlu dikenang lagi sebab tingkatan kualitas finansial kehidupan guru akan meningkat secara fantastik! Kualitas finansial kehidupan guru untuk saat-saat mendatang jauh lebih baik dari kondisi sekarang ini. Guru tidak perlu lagi bersepeda kumbang, kondisi ekonomi keluarga pas-pasan, sebab dengan Undang Undang Guru dan Dosen serta dikabulkannya dana pendidikan sebesar 20% sebagaimana amanat UUD 45. Dengan penerapan ini, maka gaji guru bakal meningkat sangat tinggi, minimal 2 juta dan masih ditambah dengan berbagai tunjangan sebagai konsekuensi profesinya. Tentunya kondisi ini benar-benar merupa-kan janji terbaik bagi profesi guru.
Maka, tidak heran jika banyak orang yang memutuskan untuk ikut bersaing dalam perebutan kursi sebagai guru atau profesi pendidik di negeri ini. Bahkan, dengan begitu rupa mereka mencari tempat untuk menjadi guru hanya sekedar dapat masuk dalam database guru yang selanjutnya siap diangkat sebagai guru negeri. Kondisi seperti ini banyak terjadi. Bahkan, tidak sedikit yang hanya sekedar titip nama untuk menjadi bagian dari personil di sebuah sekolah, tanpa sekalipun menjalankan tugas sebagaimana yang telah dicantumkan dalam laporan sekolah ke kantor setiap bulannya.
Profesi guru memang telah menjadi menara emas yang setiap saat menjadi harapan setiap orang untuk memilikinya, tidak peduli atas kemam-puan dirinya, yang terpenting mereka dapat menjadi guru. Maka tidak heran jika kondisi kualitas hasil proses pendidikan dan pembelajaran di negeri ini begitu sulit untuk ditingkatkan. Tentunya jika kondisi seperti ini dibiarkan, maka upaya peningkatan kualitas pasti sulit terwujudkan.
Profesi guru memang telah menjadi rebutan banyak orang dan peng-harapan tiada henti. Oleh karena itulah, maka perlu kesepakatan bersama bahwa sebagai seorang guru, tingkat kualitas diri mereka harus benar-benar sesuai dengan harapan bersama. Jangan asal rekrut, ternyata sama sekali tidak mempunyai kemampuan dan kompetensi sesuai dengan ketentuan yang ber-laku. Kita harus mempunyai komitmen tegas sebab baik dan buruknya dunia pendidikan tergantung pada para fasilitator yang bergerak langsung di lapangan. Hal ini terkait padaupaya untuk meningkatkan kualitas hasil proses pendidikan yang selama ini teah menjadikan kita malu.
Sebagai sebuah profesi, maka tentunya ada konsekuensi atau keten-tuan khusus dan umum terkait dengan keputusan seseorang untuk menjadi guru. Dalam hal ini mengisyaratkan bahwa tidak sembarang orang dapat menjadi guru yang benar-benar professional. Padahal untuk peningkatan kualitas hasil proses pendidikan dan pembelajaran sangat dibutuhkan orang-orang yang professional, khususnya guru. Hanya dengan peningkatan keprofesionalitasan guru, maka kualitas hasil proses pendidikan dan pembelajaran dapat ditingkatkan secara signifikan.
Kita memang membutuhkan orang-orang yang mempunyai komitmen tinggi terhadap proses pendidikan dan pembelajaran di negeri ini. Tanpa hal tersebut, maka segala upaya untuk peningkatan kualitas hasil proses pendidikan hanyalah bohong semata.
Untuk hal tersebut perlu kebersamaan antara banyak aspek terkait dengan proses pendidikan dan pembelajaran di negeri ini. Tidak hanya guru yang selalu diobrak-obrak untuk menciptakan kondisi pembelajaran terbaik, melainkan perlu juga kebersamaan langkah dari masyarakat, pemerintah dan semua yang peduli terhadap pendidikan.
Dan, fenomena perebutan posisi sebagai guru telah menghiasi setiap lembar halaman catatan harian setiap guru yang dulunya begitu setia dan berpengabdian tinggi terhadap eksistensi proses pendidikan dan pembel-ajaran, sejak imbalan finansial yang sedemikian rendah hingga kemudian ada iming-iming untuk peningkatan penghasilan finansial akibat program sertifikasi dan sebagainya. Semua ini menghadirkan kesadaran yang begitu dalam dan memerlukan upaya untuk mengimplementasikan dalam kehidup-an nyata.
Tetapi, yang terjadi selanjutnya adalah kontradiksi antara teori dengan kenyetaan yang terjadi di dalam kehidupan. Bahwa program sertifikasi merupa-kan program ideal yang cuikup representatif untuk sebuah keinginan. Dengan program sertifikasi, maka diharapkan adanya kesadaran guru untuk meningkat-kan kualitas dirinya.
Yang terpenting di dalam hal ini adalah idealisme tinggi. Dengan ideal-isme tinggi, maka kualitas kinerja dapat ditingkatkan secara signifikan mening-katkan kualitas hasil kerja juga. Dan, profesi guru identik dengan idealisme. Bahwa harapan yang diusung oleh guru, dunia pendidikan pada saat merencanakan dan melaksanakan tugas dan kewajibannya adalah sebuah ideal-isme, suatu keinginan, bukan sekedar kebutuhan!
Ya, tujuan pendidikan memang bukan sekedar kebutuhan. Hal ini merupakan idealisme yang harus dicapai oleh para pelaku lapangan sehingga terwujud dan benar-benar dapat meningkatkan kualitas diri secara ke-seluruhan. Ya, tujuan pendidikan lebih jauh dan dalam dari sekedar kebutuh-an, yaitu keinginan yang begitu kuat mencengkeram hati kita masing-masing dan menuntut kita untuk mewujudkan keinginan tersebut sehingga menjadi kebutuhan pribadi masing-masing.
Terkait dengan profesi guru sebagai menara emas, maka sudah barang tentu setiap guru merupakan orang istimewa yang mendapatkan kepercaya-an dari semua orang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban mendidik dan mengajar sehingga anak-anak menjadi pribadi yang baik dan berpengetahuan tinggi. Oleh karena itu, maka guru harus mempersiapkan dirinya sebagai pribadi unggul dengan berbagai kemampuan yang implementatif dalam ke-hidupannya.
Sebagai menara emas, maka profesi guru memang sangat menarik dan memikat banyak orang untuk ikut berjuang masuk sebagai salah satu bagiannya. Banyak orang yang ingin bekerja sebagai guru. Maka berbagai cara ditempuh agar dapat diterima sebagai guru. Orang-orang yang ber-pendidikan, walau mungkin tidak berbasis pendidikan memutuskan untuk memasuki dunia pendidikan sebagai guru.
Profesi yang dahulu seringkali menjadi cibiran, sekarang ini benar-benar telah menjadi menara emas yang begitu menarik semua orang untuk ikut berkiprah. Hal ini tidak lain karena kebijakan yang diambil oleh para pembuat kebijakan dengan mengangkat banyak sekali guru, mulai dari tingkat satua pendidikan dasar sampai pendidikan menengah. Banyak sekali direkruit tenga didik baru setiap tahunnya sehingga merupakan peluang terbaik untuk menjadi pegawai negeri.
Kita menyadari bahwa fenomena seperti ini sangat memungkinkan terjadinya penyimpangan atas perekrutan tenaga pendidik. Oleh karena itulah, maka sudah sewajarnya jika proses perekrutan ini mendapatkan perhatian ekstra sebab jika sudah terlanjur masuk dan ternyata tidak mempunyai kemampuan dan kompetensi sebagaimana yang diharapkan, itu artinya dunia pendidikan menumpuk tenaga yang tidak potensial untuk menunjang upaya peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri.
Melalui tulisan di buku ini, penulis mencoba untuk sekedar merang-kum sekian banyak hal yang terkait dengan profesi guru. Bahwa sejak dahulu profesi guru sangat menuntut dedikasi dan loyalitas tinggi terhadap tugas dan kewajiban mental, yaitu mendidik dan mengajar anak didik sehingga tidak hanya men-jadi anak-anak yang pandai melainkan juga anak-anak yang berbudi luhur.
Jika kita lengah terhadap kondisi ini, maka selamanya kualitas hasil proses pendidikan dan pemelajaran tidak dapat meningkat sebagaimana yang diharapkan bersama. Keteledoran kita dalam mengambil kebijakan, maka pekerjaan rumah untuk perbaikan kualitas pendidikan tidak akan tergarap maksimal.
Semoga semua dapat berubah sesuai dengan keinginan kita setelah kita bersama-sama membenahi semua kondisi yang selama ini menjadi penyebab. Semoga.
Minggu, 16 November 2008
Meningkatkan Peran UPJ di SMK
a. Latar Belakang
Pola pemelajaran di sekolah kejuruan merupakan peneraan konsep pendidikan secara menyeluruh. Hal ini terkait pada konsep dasar yang digarap di dalam dunia pendidikan, yaitu afektif, kognitif dan psikomotor. Tiga hal ini secara utuh dilaksanakan di sekolah kejuruan sebagai bentuk integralistik program pemelajaran.
Jika selama ini aspek psikomotor hanya terfokus pada keterampilan teknis, terkait dengan pengetahuan semata, maka di sekolah kejuruan proses pemelajaran psikomotor difikuskan pada keterampilan praktis yang dapat dijadikan sebagai pendukung kompetensi diri.
Hal ini menuntut semua pihak untuk menyelaraskan langkah dan me-ningkatkan kinerja sehingga tingkat ketercapaian dapat maksimal. Kesela-rasan langkah ini sangat penting agar setiap program dapat terkontrol pelak-sanaannya dan evaluasi dan refleksi dapat segera dilakukan.
Dengan kesigapan seperti ini, maka kemungkinan terjadinya penyim-pangan dapat segera diantisipasi dan dilakukan perbaikan jika memang diperlukan. Ibaratnya, kita sudah mengetahui gejala-gejala yang muncul di dalam setiap saat dan memberikan solusi yang solutif bagi permasalahan tersebut. Dengan demikian kita sudah melangkah dua atau tiga langkah di depan sebuah program. Sebelum kita mengetahui hasil utuh sebuah proses, kita sudah mengetahui hasil dan hambatan yang timbul pada saat tersebut.
Dan, salah satu program pendidikan dan pemelajaran yang menjadi unggulan bagi sekolah kejuruan adalah praktek kejuruan yang dilaksanakan di bengkel sekolah. Seperti kita ketahui sekolah kejuruan, khususnya kelom-pok teknologi dan industri memberikan pemelajaran teknik di bengkel sekolah dengan berbagai pekerjaan layaknya bengkel umum yang melayani berbagai kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, maka anak didik dapat meningkatkan kemampuan teknik praktiknya secara maksimal.
Pada sisi yang lain, selain anak didik mengikuti proses pemelajaran praktik, mereka juga diposisikan sebagai bagian dari sebuah kelompok kerja yang disebut Unit produksidan Jasa atau UPJ, Upj ini merupakan salah satu aspek sekolah yang melakukan kegiatan usaha untuk meningkatkan ke-tahanan sekolah terhadap kondisi finansial, sekaligus aspek keterlaksanaan penguasaan teknologi secara maksimal oleh anak didik.
Unit Produksi dan Jasa di sekolah kejuruan memegang peranan sangat penting dalam upaya pemasyarakatan program dan kegiatan yang diseleng-garakan di sekolah. Hal ini sangat penting sebab sekolah kejuruan meng-garap peningkatan keterampilan kejuruan yang diharapkan dapat dijadikan bekal hidup anak didik. Dan, untuk kelengkapannya, maka tingkat keteram-pilan anak didik ditambah dengan kemampuan mengelola keterampilan itu.
b. Eksistensi UPJ di SMK
Unit Produksi dan Jasa (UPJ) di sebuah sekolah kejuruan merupakan kelompok kerja khusus yang menangani masalah produksi dan jasa yang dilakukan di sekolah. Kelompok kerja ini menangani masalah produksi barang-barang atau melayani jasa yang dibutuhkan masyarakat
Eksistensi Unit Produksi dan Jasa di sekolah kejuruan memberikan kon-tribusi atas pemelajaran teori praktis yang diberikan oleh para instruktur. Dengan demikian, maka peranan UPJ sangat membantu sekolah di dalam kelancaran pengelelolaan sekolah.
Di dalam proses pemelajaran, pokja UPJ menjadi wahana untuk memaksi-malkan proses pemelajaran keterampilan kepada anak didik. Dan, kelebihan-nya adalah di dalam pemelajaran keterampilan dapat dilakukan sebagai bentuk usaha produktif dan dapat menghasilkan masukan dana, sekaligus dapat memberikan pelayanan untuk masyarakat.
Kondisi ini sangat penting sebab dengan kemampuan memproduksi barang, maka sekolah mempunyai wahana untuk memberikan pelatihan langsung pada anak didik, khususnya keterampilan bekal anak didik. Dengan mengaktifkan anak didik di dalam pokja UPJ ini, maka keterampilan yang dimiliki oleh anak didik dapat diasah secara langsung dengan menger-jakan barang-barang kebutuhan masyarakat.
Pada sisi lainya, eksistensi pokja UPJ adalah sebagai jembatan penghu-bung sekolah dengan masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat yang membu-tuhkan jasa kerja, maka sekolah atau Pokja UPJ dapat menyelesaikannya dengan baik. Masyarakat dapat memesan barang-barang tertentu ke sekolah dan sekolah melanjutkan ke pokja UPJ untuk mengerjakannya.
Disinilah pentingnya keberadaan pokja UPJ sebagai bagian integral dari system pengelolaan di sekolah dan mengembangkan manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat. Dengan integralistik dan system pengelolaan manajemen hubungan yang baik antara sekolah dengan masyarakat, maka hubungan edukatif dan niaga dapat dijadikan sebagai kegiatan yang sinergis.
Dengan pokja UPJ ini, konsep penyiapan dan pembimbingan anak didik menjadi tenaga-tenaga terampil yang siap bersaing dalam kehidupan benar-benar dapat diwujudkan oleh sekolah.
UPJ adalah jembatan penghubung kreativitas dan hasil kerja praktek anak didik dengan masyarakat pemakai barang dan jasa. Dengan adanya UPJ ini, maka masyarakat dapat mempercayakan barang-barang kebutuhan hidup-nya pada sekolah, sebagaimana mereka mempercayakan proses pendidikan dan pemelajaran anak-anak mereka.
Selain itu, mereka tentunya sangat bangga jika ternyata yang mengerjakan barang-barang tersebut adalah anak-anak yang mereka percayakan kepada sekolah. Tentunya mereka semakin yakin bahwa sekolah mempunyai ke-mampuan teknis bagus untuk bekerja.
c. Kebutuhan Cost Proses Belajar yang Tinggi
Jika kita perhitungkan, maka sebenarnya pembiayaan di sekolah kejuruan membutuhkan cost yang lebih tinggi daripada sekolah umum. Kelebihan cost ini terutama disebabkan karena pembiayaan praktek, yaitu penyediaan bahan untuk keperluan praktek.
Pada awalnya, mungkin permasalahan yang dihadapi sekolah adalah pengadaan sarana praktek, yaitu beberapa mesin terkait dengan program keahlian yang dibina sekolah. Misalnya untuk program keahlian Teknik Pemesinan membutuhkan beberapa mesin produksi, yaitu mesin bubut, mesin bor, mesin gerinda, mesin las dan sebagainya. Atau untuk program keahlian teknik mekanik ototmotif membutuhkan engine stand, chasis, electric stand, dan sebagainya.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah bahan untuk pemelajaran parktek, misalnya batang besin berbagai ukuran, bensin, olie dan sebagainya. Dengan demikian, maka kita mendapati cost belajar di sekolah kejuruan, teknologi dan industri cukup besar.
Jika cost ini harus ditanggung keseluruhan oleh orangtua siswa, tentunya menjadikan ongkos/cost pendidikan menjadi mahal. Orang tua harus mengeluarkan banyak dana untuk menutup segala kebutuhan praktek di bengkel sekolah. Sementara setiap saat harga bahan-bahan tersebut meng-alami perubahan harga yang sangat signifikan.
Karena kebutuhan dana yang cukup banyak inilah, maka sekolah harus kreatif dan penuh inovasi, khususnya terkait dengan penemuan sumber income baru bagi pengelolaan sekolah. Sekolah harusnya memikirkan cara agar sumber masukan tidak hanya mengandalkan dari orangtua siswa me-lainkan juga berasal dari sumber lainnya.
Dan, sumber income yang perlu diperhatikan adalah pemanfaatan bengkel sebagai tempat kerja atau tempat memproduksi barang-barang yang bermanfaat bagi masyarakat atau memang merupakan pesanan masyarakat.
Dengan pengembangan kegiatan di UPJ, yaitu mengerjakan barang-barang kebutuhan masyarakat di bengkel sekolah, maka hal tersebut dapat menjadi sumber masukan. Dengan mengerjakan barang pesanan atau barang kebutuhan masyarakat ini, maka sekolah menerima ongkos pekerjaan dan dana inilah yang dijadikan sebagai dana sharing bagi sekolah.
Kebutuhan cost pemelajaran di sekolah kejuruan memang tidak mungkin ditanggungkan seluruhnya kepada orangtua siswa sebab sangat memberat-kan. Dan, kelompok kerja UPJ merupakan salah satu pemecahan yang tepat. Pokja inilah yang berfungsi sebagai embrio pabrik berbasis sekolah dengan income yang cukup besar jika dilakukan secara professional. Disinilah, sekolah berkreasi untuk ikut meringankan beban masyarakat yang pada kenyataannya sudah sangat berat. Dengan melaksanakan kegiatan produk dan jasa ini, maka setidaknya mendatangkan dana sharing bagi pembiayaan yang selama ini ditanggung oleh wali murid, pada sekolah swasta.
d. Sekolah sebagai Pusat Kegiatan Produk
Konsep yang perlu kita kembangkan adalah mengarahkah kegiatan beng-kel sekolah sebagai embrio usaha profit bagi sekolah sehingga dapat menjadi sumber masukan baru. Selama ini yang terjadi adalah hasil pekerjaan bengkel yang terbengkalai begitu saja di setiap akhir tahun pelajaran. Hasil pekerjaan hanyalah benda-benda yang tidak mempunyai nilai jual pada masyarakat.
Akibat kondisi ini, maka setiap tahun, sekolah harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk menyediakan bahan kegiatan praktek. Dan, itu artinya masyarakat harus mengeluarkan dana tersebut, sebab sebenarnya segala kebutuhan dana kegiatan sekolah didapatkan dari masyarakat. Jika setiap tahun seperti itu,maka kita dapat bayangkan betapa berat kewajiban yang harus ditanggung oleh masyarakat.
Untuk itulah, maka muncul pemikiran untuk menjadikan sekolah, khu-susnya kegiatan di bengkel sekolah sebagai upaya profit untuk menurunkan beban masyarakat, khususnya di dalam kaitannya dengan pengadaan bahan praktek. Hal ini terkait pada kenyataan bahwa harga bahan praktek setiap saat selalu mengalami pergantian yang sangat signifikan.
Menjadikan sekolah, khususnya kegiatan di bengkel sebagai kegiatan produk merupakan sebuah program implementatif terhadap konsep pemel-ajaran yang diterapkan di sekolah kejuruan. Konsep ini sangat penting untuk menunjukkan eksistensi sebagai pencetak tenaga kerja terampil yang sudah siap melakukan kegiatan produk sesuai dengan program keahliannya.
Dengan menjadikan sekolah sebagai pusat kegiatan produk, maka setiap orang yang terlibat di dalam proses tersebut mempunyai orientasi yang sama terhadap kegiatannya. Ya, mereka dapat membangun konsep yangs ama terhadap upaya memproduksi barang-barang layak pakai oleh masyarakat.
Oleh karena itulah, maka muncul konsep kerja berdasarkan kualitas barang yang dihasilkan. Inilah konsep dasar dari usaha profit berbasis sekolah dengan UPJ sebagai pengelola utamanya. Setiap kegiatan produk barang yang dilakukan oleh sekolah harus melalui pokja UPJ dan selanjut-nya proses penjualannya dilakukan oleh UPJ.
Jika hal ini dilakukan, dikelola secara baik, professional, maka tentunya embrio usaha profit ini dapat berkembang lebih luas lagi hingga dapat didirikan sebuah pabrik di sekolah. Pabrik sekolah ini merupakan tujuan akhir jangka panjang dari pembentukan pokja UPJ di sekolah, sehingga kita dapat mengelola kegiatan bengkel sekolah secara professional.
Untuk itu, anak didik dan para guru dapat saja membawa pekerjaan dari masyarakat atau untuk memenuhi kebutuhannya ke sekolah dan dikerjakan di sekolah oleh pokja UPJ ini. Jika hal ini dilakuakn secara sistematis dan berkesinambungan, maka semakin lama pangsa pasar semakin luas dan kegiatan sekolah dapat dikenal oleh masyarakat luas. Dengan demikian, maka sekolah dapat dijadikan sebagai pusat kegiatan produk yang benar-benar professional dan dibutuhkan masyarakat secara professional juga.
e. Melatih Siswa Berwirausaha
Salah satu tuntutan bagi sekolah kejuruan adalah memberikan keteram-pilan seutuhnya bagi anak didik sehingga benar-benar mampu menghadapi kehidupannya dengan menerapkan keterampilan teknis yang didapatkan di sekolah.
Hal ini sudah seringkali dibahas oleh bayak pihak, khususnya dunia usaha dan dunia industri bahwa jika anak didik diarahkan untuk mencari pekerjaan, maka kesulitan pasti akan dihadapi. Hal ini terkait pada kenyata-an bahwa masih banyak lulusan yang ternyata belum mumpuni untuk bekerja.
Pada proses pemelajaran praktek, UPJ memberikan kesempatan pada anak didik untuk menerapkan hasil belajarnya di ruang kelas mapun pada saat pelajaran praktek. Setiap konsep yang didapatkan di ruang teori mereka terapkan dalam pekerjaan nyata yang menuntut keprofesionalitasan yang tinggi. Di samping itu, dengan kegiatan ini, maka anak didik dituntut untuk selalu konsisten dengan segala kondisi dan kesepakatan yang sudah dibuat bersama antara sekolah, pokja UPJ dengan masyarakat pemesan barang, konsumen.
Untuk kondisi ini, anak didik diberikan kepercayaan untuk mengerjakan berbagai barang yang didapatkan dari masyarakat. Anak didik mendapatkan pekerjaan dari tetangga, para guru, atau untuk keluarganya sendiri.
Sebagai sebuah pekerjaan, maka tugas anak didik tidak hanya mengerja-kan pekerjaan tersebut, melainkan mereka juga harus melakukan segala persiapan terkait dengan pekerjaannya. Mereka melakukan perhitungan ter-hadap bahan yang diperlukan, waktu yang dibutuhkan, hingga pada besar keuntungan yang akan didapatkan jika barang tersebut dijual pada masya-rakat.
Dengan cara seperti ini, maka sebenarnya kita sudah memposisikan anak didik tidak hanya sebagai pekerja, melainkan juga sebagai marketing, pe-rencana, pengelola dan manajer dari sebuah kegiatan usaha. Sekolah melatih anak didik menjadi seseorang yang memahami dan mampu melakukan kegiatan-kegiat-an terkait dengan usaha mempertahankan diri dan mengem-bangkan diri menuju peningkatan kualitas diri dan kualitas finansial.
Setidaknya dengan kegiatan produk yang dilakukan di sekolah, maka anak didik diarahkan untuk terlibat secara langsung di dalam kegiatan pro-duk, dari awal hingga akhir pekerjaan.
Dengan lankah seperti ini, maka anak didik diberikan kepercayaan untuk mengelola sebuah kegiatan usaha yang dalam hal ini menerapkan keahlian mereka sendiri. Tentunya hal tersebut tidak menyulitkan anak didik sebab setiap saat mereka sudah melakukan kegiatan kerja, yaitu pada saat meng-ikuti pemelajaran praktek di bengkel sekolah. Dan, setelah mereka menye-lesaikan waktu belajar, maka mereka sudah benar-benar telah menjadi orang - orang berkemampuan tinggi untuk keahlian berwirausaha..
Memang, sekolah kejuruan sebagai sekolah penyelenggara proses pemel-ajaran teknik, khususnya kelompok teknologi dan industri dituntut untuk dapat memberikan proses pemelajaran efektif bagi anak didiknya. Dan, efektivitas program di dalam proses pemelajaran sekolah kejuruan sangat berbeda dengan efekktivitas proses pada sekolah umum.
Efektivitas pada sekolah kejuruan lebih ditekankan pada pencapaian target pemelajaran teknologi yang dapat diterapkan untuk survival dalam kehidupan. Sekolah kejuruan diarahkan pada penciptaan orang-orang yang mampu ber-tahan hidup dengan bekal keterampilan yang didapatkan dari proses pemel-ajaran di sekolah.
Dan, peranan UPJ sebagai bagian integral dari system sekolah memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mewujudkan program-program efektif ter-sebut. UPJ memberikan peluang bagi anak didik untuk dapat menjadi orang-orang yang berhasil dalam dunia wirausaha.
Selama ini yang kita dengar dari masyarakat awam adalah sekolah kejuruan itu mencetak tenaga-tenaga kuli. Sungguh hal tersebut tidak benar. Anggapan tersebut hanyalah apriori orang perorang terhadap eksistensi sekolah kejuruan. Setidaknya hal tersebut dapat kita lihat dari kenyataan berapa banyak lulusan teknik, sekolah kejuruan yang menempati posisi penting di dalam institusi terkait dengan keahlian yang mereka miliki.
Dan, UPJ di sekolah kejuruan lebih ditekankan pada upaya memberikan bekal keterampilan terpakai pada anak didik untuk dilanjutkan dalam kehidup-an bermasyarakat. Dengan bekal yang diterapkan di kegiatan UPJ, maka anak didik terbiasa untuk melakukannya di masyarakat atau kehidupannya.
Begitulah peranan UPJ di dalam proses pemelajaran teknologi di sekolah kejuruan, sehingga diharapkan selain dapat memebrikan bekal keterampilan yang layak pakai dalam kehidupan, maka kegiatan di sekolah kejuruan memberikan kesempatan anak didik untuk mejadi pengelola usaha profit. Dan, UPJ adalah wahana tertepat bagi anak-anak yang ingin meningkatkan kompe-tensi tekniknya.
Bagi sekolah, eksistensi pokja UPJ adalah untuk mendapatkan sumber pndapatan baru yang lebih besar dan meringankan beban masyarakat dalam membayar dana pendidikan anak-anaknya. Jika kegiatan ini dikelola secara profesiona, maka tuuan tersebut dapat dicapai secara maksimal. Untuk itu, maka dibutuhkan orang-orang dengan sikap mental yang bagus dan berdedikasi, loyal dan konsisten dengan segala kegiatan serta selalu komitmen dengan kebijakan yang ada.
Semoga dengan adalah pokja UPJ ini, maka sekolah dapat memperoleh masukan dan anak didik mendapatkan pangsa pasar kegiatan produksinya. Dengan demikian, maka didapatkan manfaat dari eksistensi UPJ di dalam sebuah sekolah kejuruan. Dan, program ini tidak lain merupakan upaya sekolah untuk memberikan pelayanan tuntas pada masyarakat.
UPJ sebagai program profit yang dikelola secara professional oleh tim khusus yang terdiri atas beberapa komponen, yaitu perencana kerja, pekerjaan, pelaksa-naan kerja, perencanaan kebutuhan biaya, hingga proses pemasaran barang produksi. Konsep kerja seperti ini memungkinkan terciptanya interaksi personal dan institusi menuju berkembangnya imej positif masyarakat terhadap eksistensi sekolah kejuruan.
Sebagai sekolah kejuruan, maka salah satu kewajiban yang harus diperankan oleh sekolah atau pengelola sekolah adalah mengantarkan anak didiknya menuju keutuhan belajar, paripurna. Setidaknya di dalam hal ini tidak hanya terbatas pada output melainkan menjadikannya sebagai outcome terbaik dari sekolah untuk masyarakat.
Semoga.
Pola pemelajaran di sekolah kejuruan merupakan peneraan konsep pendidikan secara menyeluruh. Hal ini terkait pada konsep dasar yang digarap di dalam dunia pendidikan, yaitu afektif, kognitif dan psikomotor. Tiga hal ini secara utuh dilaksanakan di sekolah kejuruan sebagai bentuk integralistik program pemelajaran.
Jika selama ini aspek psikomotor hanya terfokus pada keterampilan teknis, terkait dengan pengetahuan semata, maka di sekolah kejuruan proses pemelajaran psikomotor difikuskan pada keterampilan praktis yang dapat dijadikan sebagai pendukung kompetensi diri.
Hal ini menuntut semua pihak untuk menyelaraskan langkah dan me-ningkatkan kinerja sehingga tingkat ketercapaian dapat maksimal. Kesela-rasan langkah ini sangat penting agar setiap program dapat terkontrol pelak-sanaannya dan evaluasi dan refleksi dapat segera dilakukan.
Dengan kesigapan seperti ini, maka kemungkinan terjadinya penyim-pangan dapat segera diantisipasi dan dilakukan perbaikan jika memang diperlukan. Ibaratnya, kita sudah mengetahui gejala-gejala yang muncul di dalam setiap saat dan memberikan solusi yang solutif bagi permasalahan tersebut. Dengan demikian kita sudah melangkah dua atau tiga langkah di depan sebuah program. Sebelum kita mengetahui hasil utuh sebuah proses, kita sudah mengetahui hasil dan hambatan yang timbul pada saat tersebut.
Dan, salah satu program pendidikan dan pemelajaran yang menjadi unggulan bagi sekolah kejuruan adalah praktek kejuruan yang dilaksanakan di bengkel sekolah. Seperti kita ketahui sekolah kejuruan, khususnya kelom-pok teknologi dan industri memberikan pemelajaran teknik di bengkel sekolah dengan berbagai pekerjaan layaknya bengkel umum yang melayani berbagai kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, maka anak didik dapat meningkatkan kemampuan teknik praktiknya secara maksimal.
Pada sisi yang lain, selain anak didik mengikuti proses pemelajaran praktik, mereka juga diposisikan sebagai bagian dari sebuah kelompok kerja yang disebut Unit produksidan Jasa atau UPJ, Upj ini merupakan salah satu aspek sekolah yang melakukan kegiatan usaha untuk meningkatkan ke-tahanan sekolah terhadap kondisi finansial, sekaligus aspek keterlaksanaan penguasaan teknologi secara maksimal oleh anak didik.
Unit Produksi dan Jasa di sekolah kejuruan memegang peranan sangat penting dalam upaya pemasyarakatan program dan kegiatan yang diseleng-garakan di sekolah. Hal ini sangat penting sebab sekolah kejuruan meng-garap peningkatan keterampilan kejuruan yang diharapkan dapat dijadikan bekal hidup anak didik. Dan, untuk kelengkapannya, maka tingkat keteram-pilan anak didik ditambah dengan kemampuan mengelola keterampilan itu.
b. Eksistensi UPJ di SMK
Unit Produksi dan Jasa (UPJ) di sebuah sekolah kejuruan merupakan kelompok kerja khusus yang menangani masalah produksi dan jasa yang dilakukan di sekolah. Kelompok kerja ini menangani masalah produksi barang-barang atau melayani jasa yang dibutuhkan masyarakat
Eksistensi Unit Produksi dan Jasa di sekolah kejuruan memberikan kon-tribusi atas pemelajaran teori praktis yang diberikan oleh para instruktur. Dengan demikian, maka peranan UPJ sangat membantu sekolah di dalam kelancaran pengelelolaan sekolah.
Di dalam proses pemelajaran, pokja UPJ menjadi wahana untuk memaksi-malkan proses pemelajaran keterampilan kepada anak didik. Dan, kelebihan-nya adalah di dalam pemelajaran keterampilan dapat dilakukan sebagai bentuk usaha produktif dan dapat menghasilkan masukan dana, sekaligus dapat memberikan pelayanan untuk masyarakat.
Kondisi ini sangat penting sebab dengan kemampuan memproduksi barang, maka sekolah mempunyai wahana untuk memberikan pelatihan langsung pada anak didik, khususnya keterampilan bekal anak didik. Dengan mengaktifkan anak didik di dalam pokja UPJ ini, maka keterampilan yang dimiliki oleh anak didik dapat diasah secara langsung dengan menger-jakan barang-barang kebutuhan masyarakat.
Pada sisi lainya, eksistensi pokja UPJ adalah sebagai jembatan penghu-bung sekolah dengan masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat yang membu-tuhkan jasa kerja, maka sekolah atau Pokja UPJ dapat menyelesaikannya dengan baik. Masyarakat dapat memesan barang-barang tertentu ke sekolah dan sekolah melanjutkan ke pokja UPJ untuk mengerjakannya.
Disinilah pentingnya keberadaan pokja UPJ sebagai bagian integral dari system pengelolaan di sekolah dan mengembangkan manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat. Dengan integralistik dan system pengelolaan manajemen hubungan yang baik antara sekolah dengan masyarakat, maka hubungan edukatif dan niaga dapat dijadikan sebagai kegiatan yang sinergis.
Dengan pokja UPJ ini, konsep penyiapan dan pembimbingan anak didik menjadi tenaga-tenaga terampil yang siap bersaing dalam kehidupan benar-benar dapat diwujudkan oleh sekolah.
UPJ adalah jembatan penghubung kreativitas dan hasil kerja praktek anak didik dengan masyarakat pemakai barang dan jasa. Dengan adanya UPJ ini, maka masyarakat dapat mempercayakan barang-barang kebutuhan hidup-nya pada sekolah, sebagaimana mereka mempercayakan proses pendidikan dan pemelajaran anak-anak mereka.
Selain itu, mereka tentunya sangat bangga jika ternyata yang mengerjakan barang-barang tersebut adalah anak-anak yang mereka percayakan kepada sekolah. Tentunya mereka semakin yakin bahwa sekolah mempunyai ke-mampuan teknis bagus untuk bekerja.
c. Kebutuhan Cost Proses Belajar yang Tinggi
Jika kita perhitungkan, maka sebenarnya pembiayaan di sekolah kejuruan membutuhkan cost yang lebih tinggi daripada sekolah umum. Kelebihan cost ini terutama disebabkan karena pembiayaan praktek, yaitu penyediaan bahan untuk keperluan praktek.
Pada awalnya, mungkin permasalahan yang dihadapi sekolah adalah pengadaan sarana praktek, yaitu beberapa mesin terkait dengan program keahlian yang dibina sekolah. Misalnya untuk program keahlian Teknik Pemesinan membutuhkan beberapa mesin produksi, yaitu mesin bubut, mesin bor, mesin gerinda, mesin las dan sebagainya. Atau untuk program keahlian teknik mekanik ototmotif membutuhkan engine stand, chasis, electric stand, dan sebagainya.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah bahan untuk pemelajaran parktek, misalnya batang besin berbagai ukuran, bensin, olie dan sebagainya. Dengan demikian, maka kita mendapati cost belajar di sekolah kejuruan, teknologi dan industri cukup besar.
Jika cost ini harus ditanggung keseluruhan oleh orangtua siswa, tentunya menjadikan ongkos/cost pendidikan menjadi mahal. Orang tua harus mengeluarkan banyak dana untuk menutup segala kebutuhan praktek di bengkel sekolah. Sementara setiap saat harga bahan-bahan tersebut meng-alami perubahan harga yang sangat signifikan.
Karena kebutuhan dana yang cukup banyak inilah, maka sekolah harus kreatif dan penuh inovasi, khususnya terkait dengan penemuan sumber income baru bagi pengelolaan sekolah. Sekolah harusnya memikirkan cara agar sumber masukan tidak hanya mengandalkan dari orangtua siswa me-lainkan juga berasal dari sumber lainnya.
Dan, sumber income yang perlu diperhatikan adalah pemanfaatan bengkel sebagai tempat kerja atau tempat memproduksi barang-barang yang bermanfaat bagi masyarakat atau memang merupakan pesanan masyarakat.
Dengan pengembangan kegiatan di UPJ, yaitu mengerjakan barang-barang kebutuhan masyarakat di bengkel sekolah, maka hal tersebut dapat menjadi sumber masukan. Dengan mengerjakan barang pesanan atau barang kebutuhan masyarakat ini, maka sekolah menerima ongkos pekerjaan dan dana inilah yang dijadikan sebagai dana sharing bagi sekolah.
Kebutuhan cost pemelajaran di sekolah kejuruan memang tidak mungkin ditanggungkan seluruhnya kepada orangtua siswa sebab sangat memberat-kan. Dan, kelompok kerja UPJ merupakan salah satu pemecahan yang tepat. Pokja inilah yang berfungsi sebagai embrio pabrik berbasis sekolah dengan income yang cukup besar jika dilakukan secara professional. Disinilah, sekolah berkreasi untuk ikut meringankan beban masyarakat yang pada kenyataannya sudah sangat berat. Dengan melaksanakan kegiatan produk dan jasa ini, maka setidaknya mendatangkan dana sharing bagi pembiayaan yang selama ini ditanggung oleh wali murid, pada sekolah swasta.
d. Sekolah sebagai Pusat Kegiatan Produk
Konsep yang perlu kita kembangkan adalah mengarahkah kegiatan beng-kel sekolah sebagai embrio usaha profit bagi sekolah sehingga dapat menjadi sumber masukan baru. Selama ini yang terjadi adalah hasil pekerjaan bengkel yang terbengkalai begitu saja di setiap akhir tahun pelajaran. Hasil pekerjaan hanyalah benda-benda yang tidak mempunyai nilai jual pada masyarakat.
Akibat kondisi ini, maka setiap tahun, sekolah harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk menyediakan bahan kegiatan praktek. Dan, itu artinya masyarakat harus mengeluarkan dana tersebut, sebab sebenarnya segala kebutuhan dana kegiatan sekolah didapatkan dari masyarakat. Jika setiap tahun seperti itu,maka kita dapat bayangkan betapa berat kewajiban yang harus ditanggung oleh masyarakat.
Untuk itulah, maka muncul pemikiran untuk menjadikan sekolah, khu-susnya kegiatan di bengkel sekolah sebagai upaya profit untuk menurunkan beban masyarakat, khususnya di dalam kaitannya dengan pengadaan bahan praktek. Hal ini terkait pada kenyataan bahwa harga bahan praktek setiap saat selalu mengalami pergantian yang sangat signifikan.
Menjadikan sekolah, khususnya kegiatan di bengkel sebagai kegiatan produk merupakan sebuah program implementatif terhadap konsep pemel-ajaran yang diterapkan di sekolah kejuruan. Konsep ini sangat penting untuk menunjukkan eksistensi sebagai pencetak tenaga kerja terampil yang sudah siap melakukan kegiatan produk sesuai dengan program keahliannya.
Dengan menjadikan sekolah sebagai pusat kegiatan produk, maka setiap orang yang terlibat di dalam proses tersebut mempunyai orientasi yang sama terhadap kegiatannya. Ya, mereka dapat membangun konsep yangs ama terhadap upaya memproduksi barang-barang layak pakai oleh masyarakat.
Oleh karena itulah, maka muncul konsep kerja berdasarkan kualitas barang yang dihasilkan. Inilah konsep dasar dari usaha profit berbasis sekolah dengan UPJ sebagai pengelola utamanya. Setiap kegiatan produk barang yang dilakukan oleh sekolah harus melalui pokja UPJ dan selanjut-nya proses penjualannya dilakukan oleh UPJ.
Jika hal ini dilakukan, dikelola secara baik, professional, maka tentunya embrio usaha profit ini dapat berkembang lebih luas lagi hingga dapat didirikan sebuah pabrik di sekolah. Pabrik sekolah ini merupakan tujuan akhir jangka panjang dari pembentukan pokja UPJ di sekolah, sehingga kita dapat mengelola kegiatan bengkel sekolah secara professional.
Untuk itu, anak didik dan para guru dapat saja membawa pekerjaan dari masyarakat atau untuk memenuhi kebutuhannya ke sekolah dan dikerjakan di sekolah oleh pokja UPJ ini. Jika hal ini dilakuakn secara sistematis dan berkesinambungan, maka semakin lama pangsa pasar semakin luas dan kegiatan sekolah dapat dikenal oleh masyarakat luas. Dengan demikian, maka sekolah dapat dijadikan sebagai pusat kegiatan produk yang benar-benar professional dan dibutuhkan masyarakat secara professional juga.
e. Melatih Siswa Berwirausaha
Salah satu tuntutan bagi sekolah kejuruan adalah memberikan keteram-pilan seutuhnya bagi anak didik sehingga benar-benar mampu menghadapi kehidupannya dengan menerapkan keterampilan teknis yang didapatkan di sekolah.
Hal ini sudah seringkali dibahas oleh bayak pihak, khususnya dunia usaha dan dunia industri bahwa jika anak didik diarahkan untuk mencari pekerjaan, maka kesulitan pasti akan dihadapi. Hal ini terkait pada kenyata-an bahwa masih banyak lulusan yang ternyata belum mumpuni untuk bekerja.
Pada proses pemelajaran praktek, UPJ memberikan kesempatan pada anak didik untuk menerapkan hasil belajarnya di ruang kelas mapun pada saat pelajaran praktek. Setiap konsep yang didapatkan di ruang teori mereka terapkan dalam pekerjaan nyata yang menuntut keprofesionalitasan yang tinggi. Di samping itu, dengan kegiatan ini, maka anak didik dituntut untuk selalu konsisten dengan segala kondisi dan kesepakatan yang sudah dibuat bersama antara sekolah, pokja UPJ dengan masyarakat pemesan barang, konsumen.
Untuk kondisi ini, anak didik diberikan kepercayaan untuk mengerjakan berbagai barang yang didapatkan dari masyarakat. Anak didik mendapatkan pekerjaan dari tetangga, para guru, atau untuk keluarganya sendiri.
Sebagai sebuah pekerjaan, maka tugas anak didik tidak hanya mengerja-kan pekerjaan tersebut, melainkan mereka juga harus melakukan segala persiapan terkait dengan pekerjaannya. Mereka melakukan perhitungan ter-hadap bahan yang diperlukan, waktu yang dibutuhkan, hingga pada besar keuntungan yang akan didapatkan jika barang tersebut dijual pada masya-rakat.
Dengan cara seperti ini, maka sebenarnya kita sudah memposisikan anak didik tidak hanya sebagai pekerja, melainkan juga sebagai marketing, pe-rencana, pengelola dan manajer dari sebuah kegiatan usaha. Sekolah melatih anak didik menjadi seseorang yang memahami dan mampu melakukan kegiatan-kegiat-an terkait dengan usaha mempertahankan diri dan mengem-bangkan diri menuju peningkatan kualitas diri dan kualitas finansial.
Setidaknya dengan kegiatan produk yang dilakukan di sekolah, maka anak didik diarahkan untuk terlibat secara langsung di dalam kegiatan pro-duk, dari awal hingga akhir pekerjaan.
Dengan lankah seperti ini, maka anak didik diberikan kepercayaan untuk mengelola sebuah kegiatan usaha yang dalam hal ini menerapkan keahlian mereka sendiri. Tentunya hal tersebut tidak menyulitkan anak didik sebab setiap saat mereka sudah melakukan kegiatan kerja, yaitu pada saat meng-ikuti pemelajaran praktek di bengkel sekolah. Dan, setelah mereka menye-lesaikan waktu belajar, maka mereka sudah benar-benar telah menjadi orang - orang berkemampuan tinggi untuk keahlian berwirausaha..
Memang, sekolah kejuruan sebagai sekolah penyelenggara proses pemel-ajaran teknik, khususnya kelompok teknologi dan industri dituntut untuk dapat memberikan proses pemelajaran efektif bagi anak didiknya. Dan, efektivitas program di dalam proses pemelajaran sekolah kejuruan sangat berbeda dengan efekktivitas proses pada sekolah umum.
Efektivitas pada sekolah kejuruan lebih ditekankan pada pencapaian target pemelajaran teknologi yang dapat diterapkan untuk survival dalam kehidupan. Sekolah kejuruan diarahkan pada penciptaan orang-orang yang mampu ber-tahan hidup dengan bekal keterampilan yang didapatkan dari proses pemel-ajaran di sekolah.
Dan, peranan UPJ sebagai bagian integral dari system sekolah memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mewujudkan program-program efektif ter-sebut. UPJ memberikan peluang bagi anak didik untuk dapat menjadi orang-orang yang berhasil dalam dunia wirausaha.
Selama ini yang kita dengar dari masyarakat awam adalah sekolah kejuruan itu mencetak tenaga-tenaga kuli. Sungguh hal tersebut tidak benar. Anggapan tersebut hanyalah apriori orang perorang terhadap eksistensi sekolah kejuruan. Setidaknya hal tersebut dapat kita lihat dari kenyataan berapa banyak lulusan teknik, sekolah kejuruan yang menempati posisi penting di dalam institusi terkait dengan keahlian yang mereka miliki.
Dan, UPJ di sekolah kejuruan lebih ditekankan pada upaya memberikan bekal keterampilan terpakai pada anak didik untuk dilanjutkan dalam kehidup-an bermasyarakat. Dengan bekal yang diterapkan di kegiatan UPJ, maka anak didik terbiasa untuk melakukannya di masyarakat atau kehidupannya.
Begitulah peranan UPJ di dalam proses pemelajaran teknologi di sekolah kejuruan, sehingga diharapkan selain dapat memebrikan bekal keterampilan yang layak pakai dalam kehidupan, maka kegiatan di sekolah kejuruan memberikan kesempatan anak didik untuk mejadi pengelola usaha profit. Dan, UPJ adalah wahana tertepat bagi anak-anak yang ingin meningkatkan kompe-tensi tekniknya.
Bagi sekolah, eksistensi pokja UPJ adalah untuk mendapatkan sumber pndapatan baru yang lebih besar dan meringankan beban masyarakat dalam membayar dana pendidikan anak-anaknya. Jika kegiatan ini dikelola secara profesiona, maka tuuan tersebut dapat dicapai secara maksimal. Untuk itu, maka dibutuhkan orang-orang dengan sikap mental yang bagus dan berdedikasi, loyal dan konsisten dengan segala kegiatan serta selalu komitmen dengan kebijakan yang ada.
Semoga dengan adalah pokja UPJ ini, maka sekolah dapat memperoleh masukan dan anak didik mendapatkan pangsa pasar kegiatan produksinya. Dengan demikian, maka didapatkan manfaat dari eksistensi UPJ di dalam sebuah sekolah kejuruan. Dan, program ini tidak lain merupakan upaya sekolah untuk memberikan pelayanan tuntas pada masyarakat.
UPJ sebagai program profit yang dikelola secara professional oleh tim khusus yang terdiri atas beberapa komponen, yaitu perencana kerja, pekerjaan, pelaksa-naan kerja, perencanaan kebutuhan biaya, hingga proses pemasaran barang produksi. Konsep kerja seperti ini memungkinkan terciptanya interaksi personal dan institusi menuju berkembangnya imej positif masyarakat terhadap eksistensi sekolah kejuruan.
Sebagai sekolah kejuruan, maka salah satu kewajiban yang harus diperankan oleh sekolah atau pengelola sekolah adalah mengantarkan anak didiknya menuju keutuhan belajar, paripurna. Setidaknya di dalam hal ini tidak hanya terbatas pada output melainkan menjadikannya sebagai outcome terbaik dari sekolah untuk masyarakat.
Semoga.
Konsep Kemitraan dalam Program Kewirausahaan di SMK
Program kegiatan yang diterapkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebenarnya merupakan program kolaborasi antara program pendidikan dan program pelatihan. Hal ini dapat kita perhatikan berdasarkan konsep kegiatan di SMK yang meliputi kegiatan aspek normatif, adaptif dan produktif. Dengan aspek kegiatan yang diberikan kepada anak didik tersebut, maka setidaknya kita mengetahui bahwa di SMK anak didik dikondisikan untuk menjalani proses pembekalan yang bersifat intelektual, sikap dan keterampilan. Dan, orientasi yang terutama digarap di SMK adalah pembekalan keterampilan untuk anak didik agar dapat survival dalam kehidupannya.
Program pembelajaran di SMK memang diarahkan sebagai kegiatan pem-bekalan kepada anak didik, khususnya aspek keterampilan, produktif yang se-lanjutnya dapat dipergunakan sebagai sarana menghadapi kehidupan di masya-rakat. Bahwa, proses pembelajaran di SMK diarahkan sebagai jawaban atas kondisi di masyarakat yang menuntut anak—anak siap melakukan kegiatan produktif dalam kehidupannya. Selama ini, masyarakat telah mempunyai mind set tentang lulusan SMK, yaitu sebagai tenaga- tenaga terampil yang siap bekerja sebagai tukang kelas menengah.
Tuntutan masyarakat terhadap output SMK memang sedemikian rupa se-hingga pengelola SMK harus benar-benar mempersiapkan kegiatan pembel-ajaran serta melaksanakan kegiatan-kegiatan yang benar-benar efektif untuk anak didiknya. Dengan kegiatan yang efektif ini, maka proses pembekalan pada anak didik dapat maksimal. Hal ini juga dipicu dan dipacu oleh kenyataan bahwa setiap anak didik yang sudah lulus dari SMK mempunyai kecenderungan untuk langsung memasuki dunia kerja. Anak-anak setelah lulus dari sekolah, langsung bekerja.
Setiap tahun kita mendapati bahwa jumlah anak didik yang langsung memasuki dunia kerja jauh lebih banyak daripada anak-anak yang ingin melanjutkan proses pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Anak-anak seakan merasa enggan untuk melanjutkan proses pendidikannya. Mereka ingin langsung bekerja. Bukan karena mereka tidak mampu mengikuti proses pen-didikan lebih lanjut, tetapi kondisi kehidupan yang seringkali menjadi alasan utamanya.
Tetapi, yang terjadi adalah kekecewaan dari para pegiat usaha atau pegiat industri. Seringkali pihak DU/DI ini mendapati anak-anak yang memasuki lapangan pekerja tidak mempunyai bekal yang memadai untuk kualifikasi pekerja yang diharapkannya. Setiap anak yang diterima, baik dari sekolah kejuruan ataupun sekolah umum, yang diterima dalam perekrutan tenaga kerja ternyata tidak mempunyai kualifikasi yang diharapkan. Oleh karena itulah, maka anak didik harus benar-benar dipersiapkan agar mampu melakukan be-berapa kegiatan yang menjadikannya mempunyai kemampuan untuk bekerja.
Tentunya hal seperti ini dapat mengurangi prestise dari institusi sekolah, walaupun sebenarnya sekolah bukanlah usaha untuk mencari pekerjaan, tetapi setidaknya kita perlu menyadari bahwa keterampilan yang diberikan kepada anak didik adalah untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang se-makin keras dan ketat persaingannya. Masyarakat menganggap bahwa sekolah tidak siap melakukan proses pendidikan dan pelatihan bagi anak didik sehingga siap menghadapi kehidupan. Padahal seperti yang kita ketahui, bersekolah di sekolah kejuruan, teknik sebenarnya bukan mempersiapkan anak didik untuk mencari pekerjaan, melainkan mempersiapkan anak didik untuk bekerja. Oleh karena itulah, maka pembekalan secara tuntas bagi anak didik merupakan keniscayaan bagi sekolah kejuruan.
Terkait dengan hal tersebut, maka perlu kiranya sekolah melakukan introspeksi terhadap segala program kegiatan pendidikan dan pembelajaran, baik teori maupun praktik yang diberikan kepada anak didiknya. Pembelajaran praktik inilah yang kita katakan sebagai program pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan bekal keterampilan bagi anak didik, harus maksimal.
Pemberian bekal keterampilan pada anak didik yang selama ini dilakukan di sekolah adalah dengan mengefektifkan kegiatan praktik di bengkel sekolah. Efektivitas ini dapat kita perhatikan pada jumlah jam pelajaran yang dialokasi-kan untuk pelajaran lebih banyak daripada alokasi untuk jam pelajaran umum. Alokasi lebih ini terutama diharapkan dapat menjadikan anak didik mendapat-kan bekal keterampilan sebagaimana jatah pembelajarannya. Selanjutnya dengan bekal ini, maka diharapkan mampu menghadapi kehidupannya di masyarakat pada saat sudah menyelesaikan proses pembelajarannya.
Khususnya di sekolah kejuruan, pembekalan keterampilan bagi anak didik sangatlah penting mengingat orientasi proses pembelajaran di sekolah kejuruan adalah membekali anak didik dengan keterampilan yang aplikatif. Anak didik di sekolah kejuruan memang diarahkan untuk menjadi para pekerja kelas me-nengah dan sekaligus sebagai orang-orang yang siap untuk bekerja. Dan, untuk dapat menjadi tenaga-tenaga yang siap bekerja, maka bekal keterampilan sudah seharusnya menjadi perhatian utama dalam proses pendidikan dan pembelajar-annya.
Sekolah yang benar-benar memperhatikan follow up anak didik yang sudah lulus atau mempersiapkan anak didiknya menjadi tenaga-tenaga siap bekerja, tentunya aspek keterampilan atau produktif menjadi program dengan skala prioritas. Bahkan renstra pada aspek pembelajarannya diutamakan pada pening-katan kualitas pembeljaaran praktik atau produktifnya. Ini merupakan keisti-mewaan sekolah kejuruan dibandingkan dengan sekolah umum yang lebih menekankan pada upaya pembekalan pengetahuan pada anak didiknya sebab anak didiknya dialokasikan untuk melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi lagi.
Apalagi jika kita memperhatikan fenomena pada saat sekarang, dimana telah terjadi perubahan persepsi ataupun orientasi pada program dan proses pen-didikan dan pembelajaran anak didik di sekolah. Perubahan fenomena ini dapat kita lihat pada pergeseran atensi pemerintah pada kelompok sekolah, dimana sekolah kejuruan mendapatkan perhatian dengan porsi yang lebih banyak dibandingkan terhadap sekolah umum. Sekolah kejuruan dan sekolah umum pada akhirnya diarahkan mencapai perbandingan sebesar 70 : 30, artinya 70 persen komposisi sekolah kejuruan dan 30 persen komposisi untuk sekolah umum. Hal ini menunjukkan meningkatnya perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan dan pembelajaran kejuruan di negeri ini.
Sementara proses pembekalan keterampilan pada anak didik pada kenyataannya masih jauh dari mencukupi jika hanya dilakukan di sekolah semata. Walaupun segala peralatan yang dimiliki oleh sekolah cukup memadai, tetapi pada kenyataannya kondisi tersebut belum memadai sebagai sarana untuk pembekalan keterampilan yang aplikatif. Apalagi jika ternyata proses keteram-pilan yang diberikan kepada anak didik hanyalah sebagai bagian dari proses pembelajaran standar semata. Dengan proses pembelajaran standar, maka tentunya tingkat pencapaian kegiatan hanya terbatas pada ketercapaian program yang terdapat pada acuan program kurikulum. Program ini hanya mengacu pada idealisasi konsep semata, sementara aplikasi diserahkan pada anak didik untuk diterapkan langsung dalam kehidupannya. Anak didik yang berkemam-puan tinggi tentunya segera dapat beradaptasi dengan kehidupannya dan dapat bekerja sebagaimana kemampuan dasar yang diperoleh di sekolah. Tetapi bagi anak-anak yang berkemampuan rendah, tentunya kondisi ini semakin menyulit-kannya dalam menghadapi kehidupannya.
Sebenarnya, program standar pembelajaran sudah cukup bagus untuk mem-berikan bekal keterampilan bagi anak didik. Tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan program-program khusus yang bertujuan untuk menambah kesempatan bagi anak didik untuk meningkatkan keterampilannya. Sekolah harus menyusun program-program khusus yang lebih mengedepankan kesempatan anak didik mengaplikasikan keterampilan yang sudah didapatkan dalam proses pembel-ajarannya. Artinya, sekolah harus membuka kesempatan seluasnya bagi anak didik untuk mendapatkan keterampilan sekaligus kesempatan untuk menerap-kan keterampilan yang sudah didapatkan dari proses pembelajarannya. Anak didik tidak hanya membutuhkan limpahan keterampilan dan pengetahuan, melainkan juga membutuhkan kesempatan aplikasi dan implementasi keteram-pilannya.
Untuk memenuhi kebutuhan aplikasi dan implementasi keterampilan yang didapatkan anak didik didalam proses pembelajaran praktik di bengkel sekolah, maka setidaknya sekolah harus membentuk atau membuat jembatan peng-hubung antara sekolah dengan dunia usaha dan dunia industri. Jembatan penghubung ini bukan sekedar untuk memberikan pembelajaran praktik melain-kan memberikan tugas dan tanggungjawab anak didik terhadap pekerjaan yang sudah berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Sekolah harus mampu ‘meng-adakan’ sebuah program yang berisi kegiatan efektif, terapan bagi keterampilan anak didik.
Kegiatan efektif ini memang menuntut kreativitas dan semangat kerja dari semua pihak, khususnya guru yang berposisi sebagai instruktur atau pembim-bing sekaligus juragan bagi anak didiknya. Dengan demikian, maka ada rasa tanggungjawab pada diri anak didik sehingga pekerjaan yang dikerjakan me-rupakan hal yang harus dipertanggungjawabkan pada sekolah melalui guru. Tetapi untuk hal tersebut, sekolah dapat bekerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri secara melekat, renggang maupun lepas. Dengan model kerja sama seperti ini, maka program persiapan anak didik dengan keterampilan tuntas, yaitu teori, praktik dan kerja bagi anak didik dapat dicapai maksimal
Untuk lebih jelasnya, maka bentuk kerja sama yang kita maksudkan dalam hal ini adalah:
a. Kemitraan sistem jasa kerja; Kemitraan Melekat
Kemitraan sistem kerja adalah jenis kerjasama yang dilakukan oleh sekolah dengan DU/DI dengan cara mendapatkan pekerjaan sebagai sarana pelatih-an anak didik dari DU/DI beserta bahan yang digunakan untuk membuat barang atau pekerjaan yang dimaksudkan.
Pada sistem kerjasama ini, DU/Di mempunyai akses langsung pada pekerjaan sehingga untuk hal tersebut, maka instruktur harus mengikuti pelatihan atau pemahaman atas ketentuan-ketentuan yang diberlakukan terhadap pekerjaan tersebut.
Pihak DU/DI menyerahkan pekerjaan, baik bahan maupun jenisnya kepada sekolah, instruktur. Selanjutnya instruktur yang melakukan pendampingan pada anak didik selama melaksanakan tugas atau pekerjaan tersebut. Instruk-tur memeriksa dan sekaligus menjadi quality control bagi barang hasi pekerjaan anak didik. untuk hal tersebut, maka guru, instruktur harus benar-benar kompetens terhadap bidangnya tersebut.
Selanjutnya, setelah pekerjaan selesai dikerjakan, maka pihak sekolah mendapatkan dana pembinaan atau imbalan atas pekerjaan yang dilakukan di bengkel sekolah tersebut. Jumlah imbalan yang didapatkan sebenarnya bukanlah satu-satunya orientasi bagi sekolah sebab tujuan utamanya adalah untuk memberikan kesempatan bagi anak didik untuk menerapkan keteram-pilan yang didapatkan dari proses pembelajaran pada kondisi kerja.
Oleh karena itulah, maka selajutnya yang perlu dipikirkan adalah peng-aturan imbalan yang didapatkan sekolah dari DU/DI yang memberikan pekerjaan bagi mereka. Imbalan tersebut harus dikelola sedemikian rupa sehingga anak didik juga mendapatkan bagian dari imbalan kerja tersebut. Anak didik diberi bagian adalah sebagai pemicu dan pemacu semangat kerja sehingga dengan demikian, secara langsung mereka menerapkan segala teori dan materi praktiknya di pekerjaan nyata. Dengan bagian imbalan dana, maka anak didik akan terpacu untuk lebih serius dalam mengerjakan peker-jaan. Mereka akan berusaha memperbaiki kinerja dan hasil kerjanya.
b. Kemitraan Kerja; Kemitraan Renggang
Kemitraan kerja adalah bentuk kerja sama antara sekolah dengan DU/DI yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan tertentu yang diberikan oleh DU/DI kepada sekolah. Dalam hal ini DU/DI hanya memberikan pekerjaan pada sekolah sedangkan material atau bahan untuk membuat benda kerja di-sediakan oleh pihak sekolah.
Kemitraan ini dapat dikatakan kemitraan renggang sebab pihak DU/DI tidak ikut bertanggungjawab jika terjadi kesalahan pada hasil kerja. Bagi pihak DU/DI, begitu pekerjaan disepakati, maka segala urusan terkait dengan proses kerja merupakan tanggungjawab sekolah. Pihak DU/DI hanya mengetahui bahwa pekerjaan selesai sesuai dengan target waktu dan kualitasnya. Jika ada barang rusak, maka mejadi tanggungan sekolah.
Kondisi seperti ini merupakan sebuah kesempatan bagi sekolah, dalam hal ini guru pendamping kegiatan untuk mengkondisikan anak didiknya sebagai pelaku kerja professional. Artinya sekolah dalam memposisikan anak sebagaimana seseorang yang sedang bekerja. Hal ini menjadi sangat penting sebab dengan demikian, maka terbuka kesempatan bagi anakdidik untuk mendapatkan pengalaman kerja produk untuk masyarakat.
Dengan menerapkan kondisi sebagaimana sebuah pabrik atau dunia usaha sedang melaksanakan tugasnya, maka setidaknya anak didik akan terbiasa untuk terus dalam kondisi standar untuk bekerja. Pengalaman inilah yang sebenarnya sedang kita buru saat kita menerima kerjasama dengan DU/DI. Kita ingin memberikan pengalaman bekerja pada anak didik se-hingga pada saatnya mereka tidak kaget jika harus bekerja.
Pada kemitraan kerja seperti ini, hal utama yang hendak kita capai adalah bertambahnya pengalaman anak didik serta kesadaran anak didik terhadap kondisi kerja dan menumbuhkan rasa bertanggungjawab atas pekerjaan yang harus diselesaikan. Hal ini sangat penting sebab dengan cara seperti ini, maka dapat menumbuhkan pola kerja sistematis serta efektivitas kerja yang maksimal dari anak didik dan menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaannya sepanjang hidup.
Untuk dapat melakukan kerja sama atau kemitraan kerja ini, maka pihak sekolah seharusnya berperan aktif untuk melakukan pendekatan kepada DU/DI. Pendekatan ini bertujuan untuk dapat memperoleh kepercayaan dari DU/DI dalam hal mengerjakan atau menangani satu atau beberapa pekerjaan di sekolah. Sekolah harus aktif menghubungi DU/DI dan meyakinkannya bahwa pihak sekolah, melalui kegiatan kerja di bengkel sekolah atau pada proses kegiatan pembelajaran praktik di bengkel sekolah mampu mengerja-kan pekerjaan-pekerjaan dengan standar industri atau standar produksi layak jual bagi kebutuhan masyarakat. Begitulah, sekolah melakukan kemitraan dengan DU/DI sebagai bentuk tanggungjawab pada pembelajaran anak didik, yaitu mempersiapkan anak didik sebagai tenaga terampil, siap kerja.
c. Kemitraan Umum; Kemitraan Lepas
Kemitraan ini merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan murni atas inisiatif sekolah. Artinya sekolah membuat program kerja produksi barang dan selanjutnya barang produk tersebut ditawarkan ke DU/DI. Seluruh hal terkait dengan pembiayaan, ditanggung oleh sekolah.
Untuk melakukan kemitraan ini, maka di sekolah harus dibentuk tim khusus yang bertugas untuk melakukan analisa kebutuhan masyarakat atas barang-barang kebutuhan hidup. Tim inilah yang harus menumbuhkan pola kreativitas anak didik ataupun para guru untuk selalu menemukan materi atau jenis barang yang sedang booming di masyarakat.
Selanjutnya sekolah melalui kegiatan pembelajaran praktik harus mem-buat barang-barang tersebut sebagai contoh. Pada awalnya sekolah harus membuat beberapa saja dan selanjutnya barang hasil kerja anak didik tersebut ditawarkan kepada DU/DI untuk dibuatkan nota kesepakatan atau nota kesepahaman untuk melaksanakan proses pembuatan barang tersebut.
Dalam bentuk kemitraan lepas ini, sekolah menjadi sumber inspirasi bagi proyek kerja yang hendak dilaksanakan. Bentuk dan macam barang yang diproduksi direncanakan oleh pihak sekolah yang didasarkan pada tingkat kebutuhan di masyarakat. Atau merupakan hasil perekayasaan atas barang yang sudah ada di masyarakat dengan perbaikan fungsi dan kondisi se-hingga mempunyai tingkat kebaikan yang lebih dari barang yang sudah ada.
Dengan kemitraan jenis ini, maka posisi sekolah dengan DU/DI adalah setara sehingga sekolah dapat membuat kebijakan khusus pada isi ke-sepakatan atau kesepahaman. Artinya pihak sekolah mempunyai hak yang sama dengan pihak DU/DI.
Tetapi, untuk jenis kemitraan seperti ini memang sangatlah berat bagi sekolah sebab untuk membangkitkan kreativitas guru atau anak didik se-hingga dapat memikirkan atau menemukan rancangan barang yang dibutuh-kan masyarakat merupakan hal yang sulit.
Pada dasarnya, konsep kemitraan lepas merupakan konsep kerjasama dengan memaksimalkan kerja Pokja UPJ, Unit Produksi dan Jasa yang ada di sekolah. Dengan konsep kemitraan ini, maka peranan UPJ menjadi sedemiki-an rupa sehingga dapat menjadi embrio perusahaan yang berbasis sekolah.
Sebenarnya, SMK mempunyai kesempatan untuk menjadi sebuah per-usahaan sesuai dengan bidang studi dan program keahlian yang dikelola di sekolah. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa SMK mengelola, menyiap-kan dan mengarahkan anak didik menjadi tenaga kerja yang siap bekerja. Jika hal ini dapat diwujudkan, maka cost pendidikan yang harus dibayar oleh orangtua dapat lebih ringan sebab anak didik mendpaatkan tambahan dana dari pekerjaan yang dilakukan di bengkel sekolah.
Pada konsep ini, setidaknya ada 2 (dua) hal yang didapatkan oleh sekolah dan anak didik, yaitu pengalaman menangani pekerjaan dan income bagi kelancaran proses pembelajaran. Dua hal ini merupakan kondisi penting yang diharapkan dapat menjadi motivasi bagi sekolah dan anak didik untuk dapat melatih disiplin kerja sejak awal. Jika kondisi ini dapat diciptakan, maka untuk selanjutnya, masyarakat tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk pendidikan anak-anaknya.
Konsep kemitraan lepas memang merupakan konsep yang mengarah pada persiapan sekolah sebagai basis usaha produktif sekolah. Ini merupa-kan bentuk kegiatan produktif yang dilakukan oleh sekolah dengan meng-efektifkan pembelajaran praktik sebagai kegiatan yang dapat memproduksi barang layak paki bagi masyarakat. Barang-barang yang dihasilkan dalam proses pembelajaran praktik inilah jika dipasarkan ke masyarakat, maka selanjutnya dapat dijadikan sebagai dana sharing bagi pendidikan anak didik.
Pada kenyataannya, kita memang sangat membutuhkan eksistensi konsep kemitraan sebagai bentuk kerjasama antara sekolah dengan DU/DI sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas branding dari sekolah di masyarakat. Kita harus memperbaiki kondisi yang selama ini dikatakan tidak efektif. Dimana, anak-anak lulusan sekolah kejuruan ternyata belum siap menghadapi kenyataan hidup. Pada saat mereka bekerja, ternyata belum mempunyai kemampuan sebagaimana yang diharapkan dari pekerjaan mereka.
Kondisi ini jelas sangat menguntungkan bagi sekolah sebab mampu menjadi sarana untuk memperbaiki citra sekolah. Jika sekolah mampu mem-berikan kegiatan produktif bagi anak didiknya dan selanjutnya berdasarkan hasil kegiatan produktif tersebut dapat dijadikan sebagai sharing dana pen-didikan bagi anak didik, tentunya orangtua, masyarakat memberikan respon positif pada sekolah. Kita membutuhkan respon positif dari masyarakat agar upaya peningkatan dan pengembangan sekolah sebagai ajang pembekalan keterampilan anak didik benar-benar maksimal.
Selama ini yang terjadi di dalam proses kegiatan pendidikan dan pembel-ajaran di sekolah kejuruan dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang se-sungguhnya. Anak didik yang mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran ternyata masih belum mampu menerapkan bekal keterampilannya di dalam kehidupan bermasyarakat. Bekal keterampilan yang diberikan di sekolah di-anggap sebagai latihan semata dan bukan sebagai pembekalan bagi dirinya.
Oleh karena itulah, maka dengan melaksanakan program kemitraan antara sekolah dengan DU/DI ini, maka diharapkan tumbuh dan berkembang kesadaran di hati anak didik bahwa kegiatan praktik yang mereka lakukan di sekolah adalah sebuah kegiatan produktif dan dapat memberikan masukan bagi mereka. Dengan program ini, maka diharapkan anak didik menyadari untuk mereka adalah tenaga professional bagi keahlian yang mereka pelajari sejak awal sekolah. Oleh karena itulah perlu kesadaran semua pihak agar program ini dapat berjalan maksimal dan benar-benar efektif bagi dunia pendidikan di SMK.
Program pembelajaran di SMK memang diarahkan sebagai kegiatan pem-bekalan kepada anak didik, khususnya aspek keterampilan, produktif yang se-lanjutnya dapat dipergunakan sebagai sarana menghadapi kehidupan di masya-rakat. Bahwa, proses pembelajaran di SMK diarahkan sebagai jawaban atas kondisi di masyarakat yang menuntut anak—anak siap melakukan kegiatan produktif dalam kehidupannya. Selama ini, masyarakat telah mempunyai mind set tentang lulusan SMK, yaitu sebagai tenaga- tenaga terampil yang siap bekerja sebagai tukang kelas menengah.
Tuntutan masyarakat terhadap output SMK memang sedemikian rupa se-hingga pengelola SMK harus benar-benar mempersiapkan kegiatan pembel-ajaran serta melaksanakan kegiatan-kegiatan yang benar-benar efektif untuk anak didiknya. Dengan kegiatan yang efektif ini, maka proses pembekalan pada anak didik dapat maksimal. Hal ini juga dipicu dan dipacu oleh kenyataan bahwa setiap anak didik yang sudah lulus dari SMK mempunyai kecenderungan untuk langsung memasuki dunia kerja. Anak-anak setelah lulus dari sekolah, langsung bekerja.
Setiap tahun kita mendapati bahwa jumlah anak didik yang langsung memasuki dunia kerja jauh lebih banyak daripada anak-anak yang ingin melanjutkan proses pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Anak-anak seakan merasa enggan untuk melanjutkan proses pendidikannya. Mereka ingin langsung bekerja. Bukan karena mereka tidak mampu mengikuti proses pen-didikan lebih lanjut, tetapi kondisi kehidupan yang seringkali menjadi alasan utamanya.
Tetapi, yang terjadi adalah kekecewaan dari para pegiat usaha atau pegiat industri. Seringkali pihak DU/DI ini mendapati anak-anak yang memasuki lapangan pekerja tidak mempunyai bekal yang memadai untuk kualifikasi pekerja yang diharapkannya. Setiap anak yang diterima, baik dari sekolah kejuruan ataupun sekolah umum, yang diterima dalam perekrutan tenaga kerja ternyata tidak mempunyai kualifikasi yang diharapkan. Oleh karena itulah, maka anak didik harus benar-benar dipersiapkan agar mampu melakukan be-berapa kegiatan yang menjadikannya mempunyai kemampuan untuk bekerja.
Tentunya hal seperti ini dapat mengurangi prestise dari institusi sekolah, walaupun sebenarnya sekolah bukanlah usaha untuk mencari pekerjaan, tetapi setidaknya kita perlu menyadari bahwa keterampilan yang diberikan kepada anak didik adalah untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang se-makin keras dan ketat persaingannya. Masyarakat menganggap bahwa sekolah tidak siap melakukan proses pendidikan dan pelatihan bagi anak didik sehingga siap menghadapi kehidupan. Padahal seperti yang kita ketahui, bersekolah di sekolah kejuruan, teknik sebenarnya bukan mempersiapkan anak didik untuk mencari pekerjaan, melainkan mempersiapkan anak didik untuk bekerja. Oleh karena itulah, maka pembekalan secara tuntas bagi anak didik merupakan keniscayaan bagi sekolah kejuruan.
Terkait dengan hal tersebut, maka perlu kiranya sekolah melakukan introspeksi terhadap segala program kegiatan pendidikan dan pembelajaran, baik teori maupun praktik yang diberikan kepada anak didiknya. Pembelajaran praktik inilah yang kita katakan sebagai program pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan bekal keterampilan bagi anak didik, harus maksimal.
Pemberian bekal keterampilan pada anak didik yang selama ini dilakukan di sekolah adalah dengan mengefektifkan kegiatan praktik di bengkel sekolah. Efektivitas ini dapat kita perhatikan pada jumlah jam pelajaran yang dialokasi-kan untuk pelajaran lebih banyak daripada alokasi untuk jam pelajaran umum. Alokasi lebih ini terutama diharapkan dapat menjadikan anak didik mendapat-kan bekal keterampilan sebagaimana jatah pembelajarannya. Selanjutnya dengan bekal ini, maka diharapkan mampu menghadapi kehidupannya di masyarakat pada saat sudah menyelesaikan proses pembelajarannya.
Khususnya di sekolah kejuruan, pembekalan keterampilan bagi anak didik sangatlah penting mengingat orientasi proses pembelajaran di sekolah kejuruan adalah membekali anak didik dengan keterampilan yang aplikatif. Anak didik di sekolah kejuruan memang diarahkan untuk menjadi para pekerja kelas me-nengah dan sekaligus sebagai orang-orang yang siap untuk bekerja. Dan, untuk dapat menjadi tenaga-tenaga yang siap bekerja, maka bekal keterampilan sudah seharusnya menjadi perhatian utama dalam proses pendidikan dan pembelajar-annya.
Sekolah yang benar-benar memperhatikan follow up anak didik yang sudah lulus atau mempersiapkan anak didiknya menjadi tenaga-tenaga siap bekerja, tentunya aspek keterampilan atau produktif menjadi program dengan skala prioritas. Bahkan renstra pada aspek pembelajarannya diutamakan pada pening-katan kualitas pembeljaaran praktik atau produktifnya. Ini merupakan keisti-mewaan sekolah kejuruan dibandingkan dengan sekolah umum yang lebih menekankan pada upaya pembekalan pengetahuan pada anak didiknya sebab anak didiknya dialokasikan untuk melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi lagi.
Apalagi jika kita memperhatikan fenomena pada saat sekarang, dimana telah terjadi perubahan persepsi ataupun orientasi pada program dan proses pen-didikan dan pembelajaran anak didik di sekolah. Perubahan fenomena ini dapat kita lihat pada pergeseran atensi pemerintah pada kelompok sekolah, dimana sekolah kejuruan mendapatkan perhatian dengan porsi yang lebih banyak dibandingkan terhadap sekolah umum. Sekolah kejuruan dan sekolah umum pada akhirnya diarahkan mencapai perbandingan sebesar 70 : 30, artinya 70 persen komposisi sekolah kejuruan dan 30 persen komposisi untuk sekolah umum. Hal ini menunjukkan meningkatnya perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan dan pembelajaran kejuruan di negeri ini.
Sementara proses pembekalan keterampilan pada anak didik pada kenyataannya masih jauh dari mencukupi jika hanya dilakukan di sekolah semata. Walaupun segala peralatan yang dimiliki oleh sekolah cukup memadai, tetapi pada kenyataannya kondisi tersebut belum memadai sebagai sarana untuk pembekalan keterampilan yang aplikatif. Apalagi jika ternyata proses keteram-pilan yang diberikan kepada anak didik hanyalah sebagai bagian dari proses pembelajaran standar semata. Dengan proses pembelajaran standar, maka tentunya tingkat pencapaian kegiatan hanya terbatas pada ketercapaian program yang terdapat pada acuan program kurikulum. Program ini hanya mengacu pada idealisasi konsep semata, sementara aplikasi diserahkan pada anak didik untuk diterapkan langsung dalam kehidupannya. Anak didik yang berkemam-puan tinggi tentunya segera dapat beradaptasi dengan kehidupannya dan dapat bekerja sebagaimana kemampuan dasar yang diperoleh di sekolah. Tetapi bagi anak-anak yang berkemampuan rendah, tentunya kondisi ini semakin menyulit-kannya dalam menghadapi kehidupannya.
Sebenarnya, program standar pembelajaran sudah cukup bagus untuk mem-berikan bekal keterampilan bagi anak didik. Tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan program-program khusus yang bertujuan untuk menambah kesempatan bagi anak didik untuk meningkatkan keterampilannya. Sekolah harus menyusun program-program khusus yang lebih mengedepankan kesempatan anak didik mengaplikasikan keterampilan yang sudah didapatkan dalam proses pembel-ajarannya. Artinya, sekolah harus membuka kesempatan seluasnya bagi anak didik untuk mendapatkan keterampilan sekaligus kesempatan untuk menerap-kan keterampilan yang sudah didapatkan dari proses pembelajarannya. Anak didik tidak hanya membutuhkan limpahan keterampilan dan pengetahuan, melainkan juga membutuhkan kesempatan aplikasi dan implementasi keteram-pilannya.
Untuk memenuhi kebutuhan aplikasi dan implementasi keterampilan yang didapatkan anak didik didalam proses pembelajaran praktik di bengkel sekolah, maka setidaknya sekolah harus membentuk atau membuat jembatan peng-hubung antara sekolah dengan dunia usaha dan dunia industri. Jembatan penghubung ini bukan sekedar untuk memberikan pembelajaran praktik melain-kan memberikan tugas dan tanggungjawab anak didik terhadap pekerjaan yang sudah berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Sekolah harus mampu ‘meng-adakan’ sebuah program yang berisi kegiatan efektif, terapan bagi keterampilan anak didik.
Kegiatan efektif ini memang menuntut kreativitas dan semangat kerja dari semua pihak, khususnya guru yang berposisi sebagai instruktur atau pembim-bing sekaligus juragan bagi anak didiknya. Dengan demikian, maka ada rasa tanggungjawab pada diri anak didik sehingga pekerjaan yang dikerjakan me-rupakan hal yang harus dipertanggungjawabkan pada sekolah melalui guru. Tetapi untuk hal tersebut, sekolah dapat bekerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri secara melekat, renggang maupun lepas. Dengan model kerja sama seperti ini, maka program persiapan anak didik dengan keterampilan tuntas, yaitu teori, praktik dan kerja bagi anak didik dapat dicapai maksimal
Untuk lebih jelasnya, maka bentuk kerja sama yang kita maksudkan dalam hal ini adalah:
a. Kemitraan sistem jasa kerja; Kemitraan Melekat
Kemitraan sistem kerja adalah jenis kerjasama yang dilakukan oleh sekolah dengan DU/DI dengan cara mendapatkan pekerjaan sebagai sarana pelatih-an anak didik dari DU/DI beserta bahan yang digunakan untuk membuat barang atau pekerjaan yang dimaksudkan.
Pada sistem kerjasama ini, DU/Di mempunyai akses langsung pada pekerjaan sehingga untuk hal tersebut, maka instruktur harus mengikuti pelatihan atau pemahaman atas ketentuan-ketentuan yang diberlakukan terhadap pekerjaan tersebut.
Pihak DU/DI menyerahkan pekerjaan, baik bahan maupun jenisnya kepada sekolah, instruktur. Selanjutnya instruktur yang melakukan pendampingan pada anak didik selama melaksanakan tugas atau pekerjaan tersebut. Instruk-tur memeriksa dan sekaligus menjadi quality control bagi barang hasi pekerjaan anak didik. untuk hal tersebut, maka guru, instruktur harus benar-benar kompetens terhadap bidangnya tersebut.
Selanjutnya, setelah pekerjaan selesai dikerjakan, maka pihak sekolah mendapatkan dana pembinaan atau imbalan atas pekerjaan yang dilakukan di bengkel sekolah tersebut. Jumlah imbalan yang didapatkan sebenarnya bukanlah satu-satunya orientasi bagi sekolah sebab tujuan utamanya adalah untuk memberikan kesempatan bagi anak didik untuk menerapkan keteram-pilan yang didapatkan dari proses pembelajaran pada kondisi kerja.
Oleh karena itulah, maka selajutnya yang perlu dipikirkan adalah peng-aturan imbalan yang didapatkan sekolah dari DU/DI yang memberikan pekerjaan bagi mereka. Imbalan tersebut harus dikelola sedemikian rupa sehingga anak didik juga mendapatkan bagian dari imbalan kerja tersebut. Anak didik diberi bagian adalah sebagai pemicu dan pemacu semangat kerja sehingga dengan demikian, secara langsung mereka menerapkan segala teori dan materi praktiknya di pekerjaan nyata. Dengan bagian imbalan dana, maka anak didik akan terpacu untuk lebih serius dalam mengerjakan peker-jaan. Mereka akan berusaha memperbaiki kinerja dan hasil kerjanya.
b. Kemitraan Kerja; Kemitraan Renggang
Kemitraan kerja adalah bentuk kerja sama antara sekolah dengan DU/DI yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan tertentu yang diberikan oleh DU/DI kepada sekolah. Dalam hal ini DU/DI hanya memberikan pekerjaan pada sekolah sedangkan material atau bahan untuk membuat benda kerja di-sediakan oleh pihak sekolah.
Kemitraan ini dapat dikatakan kemitraan renggang sebab pihak DU/DI tidak ikut bertanggungjawab jika terjadi kesalahan pada hasil kerja. Bagi pihak DU/DI, begitu pekerjaan disepakati, maka segala urusan terkait dengan proses kerja merupakan tanggungjawab sekolah. Pihak DU/DI hanya mengetahui bahwa pekerjaan selesai sesuai dengan target waktu dan kualitasnya. Jika ada barang rusak, maka mejadi tanggungan sekolah.
Kondisi seperti ini merupakan sebuah kesempatan bagi sekolah, dalam hal ini guru pendamping kegiatan untuk mengkondisikan anak didiknya sebagai pelaku kerja professional. Artinya sekolah dalam memposisikan anak sebagaimana seseorang yang sedang bekerja. Hal ini menjadi sangat penting sebab dengan demikian, maka terbuka kesempatan bagi anakdidik untuk mendapatkan pengalaman kerja produk untuk masyarakat.
Dengan menerapkan kondisi sebagaimana sebuah pabrik atau dunia usaha sedang melaksanakan tugasnya, maka setidaknya anak didik akan terbiasa untuk terus dalam kondisi standar untuk bekerja. Pengalaman inilah yang sebenarnya sedang kita buru saat kita menerima kerjasama dengan DU/DI. Kita ingin memberikan pengalaman bekerja pada anak didik se-hingga pada saatnya mereka tidak kaget jika harus bekerja.
Pada kemitraan kerja seperti ini, hal utama yang hendak kita capai adalah bertambahnya pengalaman anak didik serta kesadaran anak didik terhadap kondisi kerja dan menumbuhkan rasa bertanggungjawab atas pekerjaan yang harus diselesaikan. Hal ini sangat penting sebab dengan cara seperti ini, maka dapat menumbuhkan pola kerja sistematis serta efektivitas kerja yang maksimal dari anak didik dan menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaannya sepanjang hidup.
Untuk dapat melakukan kerja sama atau kemitraan kerja ini, maka pihak sekolah seharusnya berperan aktif untuk melakukan pendekatan kepada DU/DI. Pendekatan ini bertujuan untuk dapat memperoleh kepercayaan dari DU/DI dalam hal mengerjakan atau menangani satu atau beberapa pekerjaan di sekolah. Sekolah harus aktif menghubungi DU/DI dan meyakinkannya bahwa pihak sekolah, melalui kegiatan kerja di bengkel sekolah atau pada proses kegiatan pembelajaran praktik di bengkel sekolah mampu mengerja-kan pekerjaan-pekerjaan dengan standar industri atau standar produksi layak jual bagi kebutuhan masyarakat. Begitulah, sekolah melakukan kemitraan dengan DU/DI sebagai bentuk tanggungjawab pada pembelajaran anak didik, yaitu mempersiapkan anak didik sebagai tenaga terampil, siap kerja.
c. Kemitraan Umum; Kemitraan Lepas
Kemitraan ini merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan murni atas inisiatif sekolah. Artinya sekolah membuat program kerja produksi barang dan selanjutnya barang produk tersebut ditawarkan ke DU/DI. Seluruh hal terkait dengan pembiayaan, ditanggung oleh sekolah.
Untuk melakukan kemitraan ini, maka di sekolah harus dibentuk tim khusus yang bertugas untuk melakukan analisa kebutuhan masyarakat atas barang-barang kebutuhan hidup. Tim inilah yang harus menumbuhkan pola kreativitas anak didik ataupun para guru untuk selalu menemukan materi atau jenis barang yang sedang booming di masyarakat.
Selanjutnya sekolah melalui kegiatan pembelajaran praktik harus mem-buat barang-barang tersebut sebagai contoh. Pada awalnya sekolah harus membuat beberapa saja dan selanjutnya barang hasil kerja anak didik tersebut ditawarkan kepada DU/DI untuk dibuatkan nota kesepakatan atau nota kesepahaman untuk melaksanakan proses pembuatan barang tersebut.
Dalam bentuk kemitraan lepas ini, sekolah menjadi sumber inspirasi bagi proyek kerja yang hendak dilaksanakan. Bentuk dan macam barang yang diproduksi direncanakan oleh pihak sekolah yang didasarkan pada tingkat kebutuhan di masyarakat. Atau merupakan hasil perekayasaan atas barang yang sudah ada di masyarakat dengan perbaikan fungsi dan kondisi se-hingga mempunyai tingkat kebaikan yang lebih dari barang yang sudah ada.
Dengan kemitraan jenis ini, maka posisi sekolah dengan DU/DI adalah setara sehingga sekolah dapat membuat kebijakan khusus pada isi ke-sepakatan atau kesepahaman. Artinya pihak sekolah mempunyai hak yang sama dengan pihak DU/DI.
Tetapi, untuk jenis kemitraan seperti ini memang sangatlah berat bagi sekolah sebab untuk membangkitkan kreativitas guru atau anak didik se-hingga dapat memikirkan atau menemukan rancangan barang yang dibutuh-kan masyarakat merupakan hal yang sulit.
Pada dasarnya, konsep kemitraan lepas merupakan konsep kerjasama dengan memaksimalkan kerja Pokja UPJ, Unit Produksi dan Jasa yang ada di sekolah. Dengan konsep kemitraan ini, maka peranan UPJ menjadi sedemiki-an rupa sehingga dapat menjadi embrio perusahaan yang berbasis sekolah.
Sebenarnya, SMK mempunyai kesempatan untuk menjadi sebuah per-usahaan sesuai dengan bidang studi dan program keahlian yang dikelola di sekolah. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa SMK mengelola, menyiap-kan dan mengarahkan anak didik menjadi tenaga kerja yang siap bekerja. Jika hal ini dapat diwujudkan, maka cost pendidikan yang harus dibayar oleh orangtua dapat lebih ringan sebab anak didik mendpaatkan tambahan dana dari pekerjaan yang dilakukan di bengkel sekolah.
Pada konsep ini, setidaknya ada 2 (dua) hal yang didapatkan oleh sekolah dan anak didik, yaitu pengalaman menangani pekerjaan dan income bagi kelancaran proses pembelajaran. Dua hal ini merupakan kondisi penting yang diharapkan dapat menjadi motivasi bagi sekolah dan anak didik untuk dapat melatih disiplin kerja sejak awal. Jika kondisi ini dapat diciptakan, maka untuk selanjutnya, masyarakat tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk pendidikan anak-anaknya.
Konsep kemitraan lepas memang merupakan konsep yang mengarah pada persiapan sekolah sebagai basis usaha produktif sekolah. Ini merupa-kan bentuk kegiatan produktif yang dilakukan oleh sekolah dengan meng-efektifkan pembelajaran praktik sebagai kegiatan yang dapat memproduksi barang layak paki bagi masyarakat. Barang-barang yang dihasilkan dalam proses pembelajaran praktik inilah jika dipasarkan ke masyarakat, maka selanjutnya dapat dijadikan sebagai dana sharing bagi pendidikan anak didik.
Pada kenyataannya, kita memang sangat membutuhkan eksistensi konsep kemitraan sebagai bentuk kerjasama antara sekolah dengan DU/DI sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas branding dari sekolah di masyarakat. Kita harus memperbaiki kondisi yang selama ini dikatakan tidak efektif. Dimana, anak-anak lulusan sekolah kejuruan ternyata belum siap menghadapi kenyataan hidup. Pada saat mereka bekerja, ternyata belum mempunyai kemampuan sebagaimana yang diharapkan dari pekerjaan mereka.
Kondisi ini jelas sangat menguntungkan bagi sekolah sebab mampu menjadi sarana untuk memperbaiki citra sekolah. Jika sekolah mampu mem-berikan kegiatan produktif bagi anak didiknya dan selanjutnya berdasarkan hasil kegiatan produktif tersebut dapat dijadikan sebagai sharing dana pen-didikan bagi anak didik, tentunya orangtua, masyarakat memberikan respon positif pada sekolah. Kita membutuhkan respon positif dari masyarakat agar upaya peningkatan dan pengembangan sekolah sebagai ajang pembekalan keterampilan anak didik benar-benar maksimal.
Selama ini yang terjadi di dalam proses kegiatan pendidikan dan pembel-ajaran di sekolah kejuruan dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang se-sungguhnya. Anak didik yang mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran ternyata masih belum mampu menerapkan bekal keterampilannya di dalam kehidupan bermasyarakat. Bekal keterampilan yang diberikan di sekolah di-anggap sebagai latihan semata dan bukan sebagai pembekalan bagi dirinya.
Oleh karena itulah, maka dengan melaksanakan program kemitraan antara sekolah dengan DU/DI ini, maka diharapkan tumbuh dan berkembang kesadaran di hati anak didik bahwa kegiatan praktik yang mereka lakukan di sekolah adalah sebuah kegiatan produktif dan dapat memberikan masukan bagi mereka. Dengan program ini, maka diharapkan anak didik menyadari untuk mereka adalah tenaga professional bagi keahlian yang mereka pelajari sejak awal sekolah. Oleh karena itulah perlu kesadaran semua pihak agar program ini dapat berjalan maksimal dan benar-benar efektif bagi dunia pendidikan di SMK.
Langganan:
Postingan (Atom)