Minggu, 23 November 2008

Menggugat peran DU/DI pada Pendidikan Kejuruan

Proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah kejuruan diorientasikan pada proses persiapan tenaga terampil yang dapat mengisi ruangan lapangan pekerjaan yang tersedia di masyarakat. Proses pendidikan ini juga diarahkan sebagai upaya mempersiapkan anak didik agar mampu menghadapi kehidupan yang keras dan persaingan yang ketat.
Sementara proses pendidikan dan pembelajaran dengan mengutamakan pembekalan keterampilan membutuhkan kepedulian dan kerjasama banyak pihak sehingga tujuan pendidikan benar-benar dapat dicapai sebagaimana yang telah diprogramkan. Kerjasama yang dimaksudkan adalah satu bentuk kepeduli-an terhadap upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang menjadi pelaku pembangunan di negeri ini. Karena bentuk kerjasamanya adalah kepe-dulian, maka dibutuhkan kesadaran banyak pihak agar tujuan pendidikan me-rupakan keberhasilan bersama.
Orientasi keberhasilan bersama merupakan acuan yang diharapkan dapat merangsang setiap pihak untuk berperan aktif dalam mempersiapkan anak didik dalam menjalani proses pembelajaran keterampilan atau pelatihan keterampilan yang aplikatif bagi kehidupannya. Dan, upaya peningkatan peran serta pihak-pihak terkait dengan program peningkatan kualitas sumber daya manusia me-lalui proses pembelajaran di sekolah kejuruan tidak mungkin hanya dibebankan kepada sekolah. Tanggungjawab penanganan program ini harus disusun dalam bentuk kerjasama antara sekolah sebagai institusi penyelenggara pendidikan dan pembelajaran dengan pihak luar, dalam hal ini Dunia Usaha dan Dunia Industri yang secara langsung memanfaatkan hasil dari proses pendidikan di sekolah.
Secara teoritis, ideal, sangat dibutuhkan peran aktif Dunia usaha dan Dunia Industri sebagai institusi pasangan (IP) bagi sekolah sehingga materi pel-ajaran betul-betul sikron dengan kebutuhan masyarakat. Artinya, semua materi yang diberikan dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah merupa-kan bekal anak didik pada kehidupan di masyarakat, dunia usaha dan dunia industri. Dengan memposisikan DU/DI sebagai institusi di dalam proses pen-didikan dan pembelajaran, maka setidaknya tumbuh dan berkembang kesadaran atas tugas dan kewajiban sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran secara simultan dan sinergis.
Selama ini yang terjadi adalah tertumpuknya semua tugas dan kewajiban tersebut pada institusi sekolah. Sekolah harus melakukan rekayasa dan fore-casting terhadap aspek-aspek yang harus diberikan kepada anak didik selama mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Memang, dari pemerintah telah ada konsep materi pembelajaran yang harus diberikan kepada anak didik selama mengikuti proses belajar di sekolah, tetapi semua itu adalah teoritis. Materi yang terangkum di dalam kurikulum adalah hal-hal ideal dengan standar perusahaan atau bengkel resmi. Sementara itu, proses yang dilaksanakan di sekolah lebih diarahkan pada pengenalan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan, sedang penerapannya sedemikian kecil kesempatan yang ada.
Dengan kenyataan seperti itu, maka tentunya merupakan sesuatu yang sangat muskil jika kita dapat memenuhi tuntutan ideal dari kebutuhan dunia usaha dan dunia industri atas tenaga kerja yang kompeten di bidangnya. Anak didik tentunya mendapatkan bekal minimum bagi materi aplikatif kehidupan. Hal ini karena dalam proses pendidikan dan pembelajaran, materi yang diberi-kan tidak sinkron dengan kebutuhan masyarakat usaha/industri. Dan, ketidak-sinkronan ini karena belum terciptanya kondisi yang kondusif untuk program kerja yang sinergis dan simultan.
Hubungan yang sinergis antara sekolah dan DU/DI merupakan kondisi yang sangat membantu dalam upaya menciptakan proses yang benar-benar efektif bagi anak didik. Bekal keterampilan bagi anak didik adalah hal utama yang harus menjadi program sekolah dan DU/DI. Dan, bekal keterampilan yang aplikatif adalah pembekalan yang terkait erat dengan kebutuhan masyarakat. Jika institusi sekolah dan DU/DI memberikan pembekalan keterampilan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tentunya lulusan sekolah dapat diserap secara maksimal oleh DU/DI. Dan, kondisi seperti inilah yang sebenarnya kita harap-kan dari proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah kejuruan. Tetapi, apa yang terjadi di lapangan?
Jika kita melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, maka sesungguhnya peranan aktif DU/DI masih belum dirasakan maksimal, bahkan sangat sedikit. Terutama pada DU/DI dengan skala produksi yang besar, ternyata peran aktif-nya dalam upaya peningkatan proses pendidikan dan pembelajaran sedemikian kecil. Selama ini yang seringkali menjadi momen utama hubungan sekolah dengan DU/DI adalah pada dua momen, yaitu momen kelas 2, yaitu saat melaksanakan program pendidikan system ganda (PSG) yang diwujudkan dalam kegiatan Prakerind (Praktek Kerja Industri) dan saat sekolah melaksana-kan kegiatan evaluasi kompetensi dalam Ujian Kompetensi (Ukom), rangkaian Ujian Akhir tahun kelas 3. Sementara pada proses pembelajaran sebagai program kurikulum belum ada realisasi program peran sertanya. Institusi sekolah masih menjadi single action bagi proses pembekalan keterampilan bagi anak didik.
DU/DI yang selama ini dan seharusnya mendampingi serta memberikan bantuan atau masukan pada sekolah ternyata hanya bersikap menunggu out put dari sekolah. Mereka tidak berperan aktif dalam pengkondisian anak didik, khususnya dalam pemilahan dan pemilihan materi pelajaran yang harus diterima atau dipelajari yang sesuai dengan kebutuhan pasar, yaitu dunia usaha dan dunia industri. Akhirnya, ketidaksinkronan tetap saja terjadi dan akibatnya masih banyak out put yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, yang pada akhirnya mereka harus menganggur.
Memang, pada dasarnya bersekolah di sekolah kejuruan itu bukan untuk mengorientasikan anak didik sebagai pencari kerja, tetapi setidaknya anak didik yang sudah menyelesaikan tugas pendidikannya merupakan tenaga kerja terampil yang sudah siap bekerja. Entah bekerja secara mandiri atau bekerja dengan orang lain, dalam hal ini dengan DU/DI dengan menempuh pendidikan dan pembelajaran di sekolah kejuruan, maka setidaknya anak didik mendapat-kan bekal keterampilan yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk bekerja. Dan, itu merupakan tujuan utama pendidikan kejuruan.
Memperhatikan hal tersebut, maka setidaknya kita perlu mengevaluasi kenyataan sebagai upaya untuk memberikan penyadaran atau pencerahan kepada pihak-pihak terkait bahwa peran serta di dalam proses merupakan sebuah keniscayaan sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Setidaknya kita berharap ada bantuan konkrit dari pihak terkait agar pembekalan tuntas bagi anak didik di sekolah kejuruan benar-benar dapat tercapai. Dan, selanjutnya kita perlu mengingatkan tugas dan kewajiban semua pihak atas keberhasilan pro-gram pembelajaran keterampilan bagi anak didik.
Hal terakhir yang seringkali sangat tidak nyaman bagi institusi sekolah adalah kenyataan bahwa DU/DI menganggap bahwa sekolah kejuruan tidak mampu menciptakan tenaga terampil sesuai dengan kebutuhan masyarakat DU/DI. Seringkali komentar seperti ini kita dengar saat ada out put dari sekolah kejuruan pada saat menjalani tes keterampilan atau saat melaksanakan tugas dan kewajibannya di perusahaan. Masyarakat kerja begitu enteng mengatakan bahwa sekolah kejuruan ternyata tidak mampu menyelenggarakan proses pen-didikan dan pembelajaran keterampilan bagi anak didik sehingga saat mereka lulus, ternyata tidak mempunyai kemampuan, kualifikasi yang dibutuhkan masyarakat kerja.
Oleh karena itulah, maka kita perlu mengingatkan kembali pada semua pihak atas kewajibannya terhadap proses pendidikan generasi muda di negeri ini sehingga didapatkan generasi yang benar-benar siap menghadapi kondisi kehidupan dengan segala konsekuensinya. Kerjasama semua pihak, termasuk di dalam hal ini masyarakat DU/DI memungkinkan tercapainya tujuan pendidikan di sekolah kejuruan. Dengan peranserta DU/DI pada proses pembelajaran keterampilan, maka pembekalan untuk anak didik menjadi lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat DU/DI.
Selama ini yang terjadi adalah masyarakat DU/DI hanya menunggu anak-anak yang lulus dari proses pendidikannya dan menerima mereka sebagai tenaga kerja setelah melalui pola perekrutan yang mereka tentukan. Mereka hanya menunggu anak-anak mengikuti atau menyelesaikan masa belajarnya di sekolah, selanjutnya merangkul mereka dalam lingkungan pekerjaan mereka. Dan, selanjutnya kondisi tersebut dijadikan sebagai alat evaluasi atas kinerja dan hasil kerja institusi sekolah dalam mempersiapkan tenaga kerja terampil sesuai dengan program keahlian masing-masing. Tentu saja yang terjadi adalah kekecewaan tidak terkirakan. Tenaga kerja yang fresh graduate dari sekolah kejuruan belum dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan standar dari DU/DI. Apakah hal ini menjadi kesalahan institusi sekolah? Sementara, selama proses pembelajaran DU/DI sama sekali tidak memberikan acuan untuk memberikan pembekalan keterampilan bagi anak didik sesuai kebutuhan mereka!
DU/DI adalah kelompok masyarakat yang menyelenggaraka kegiatan efektif yang berorientasi pada pencapaian hasil finansial untuk setiap program-nya. Mereka selalu berorientasi pada upaya mendapatkan hal terbaik bagi masyarakat, khususnya kelompok DU/DI
Mereka melakukan kegiatan usaha dan industri dengan memaksimalkan sumber daya yang ada sehingga dapat memberi mereka keuntungan. Dengan memaksimalkan efektivitas sumber daya yang ada, maka mereka dapat melaku-kan aktivitas yang terkait dengan upaya mendapatkan finansial.
Terkait dengan sumber daya ini, maka salah satu yang harus mereka miliki adalah sumber daya manusia. Untuk melaksanakan kegiatan ekonomis mereka, maka mereka memberdayakan semua hal, termasuk sumber daya manusia ini. oleh karena itulah, maka pada periode tertentu, secara periodek, mereka melakukan perekrutan tenaga kerja dari masyarakat. Dalam hal ini yang seringkali diperlukan adalah alumni dari sekolah kejuruan.
Jika hal tersebut dikelola secara sinergis dan simultan antara sekolah sebagai institusi penyelenggara proses pendidikan dan pembelajaran dengan DU/DI sebagai pemanfaat hasil proses, maka tercipta suatu kondisi yang sinkron antara kegiatan di sekolah dengan kebutuhan masyarakat terhadap tenaga kerja yang siap pakai untuk bekerja.
Untuk menciptakan hal tersebut, maka beberapa hal yang perlu diperhati-kan, khususnya DU/DI adalah:

a. Memberikan Kesempatan Magang bagi Guru

DU/DI sebagai institusi yang secara langsung melakukan kegiatan, terkait dengan implementasi keterampilan yang dimiliki sekelompok dan sekolah sebagai institusi penyelenggara pendidikan untuk mempersiapkan anak didik sebagai tenaga terampil bagi DU/DI. Dalam konteks ini, maka kedua pihak berposisi setara dan harus membuat jembatan penghubung yang me-mungkinkan bagi kedua pihak bekerjasama dalam kaitan dengan pening-katan produktivitas perusahaan.
Salah satu bentuk kerjasama yang dalam hal ini merupakan bentuk ke-pedulian terhadap proses pendidikan dan pembelajaran adalah memberikan kesempatan kepada guru/instruktur untuk meningkatkan kualitas dirinya dengan menambah kemampuan teknisnya. Kesempatan ini sangat penting sebab proses pendidikan dan pembelajaran yang efektif hanya dapat dicapai jika instrukturnya mempunyai kemampuan tinggi. Oleh karena itulah, maka kesempatan magang bagi guru atau instruktur di perusahaan terkait sangat-lah penting bagi peningkatan kualitas pembelajaran.
Atau secara periodek, perusahaan melakukan pendampingan atau pe-latihan pada guru atau instruktur di sekolah maupun di perusahaannya. Dengan cara seperti ini, maka kemampuan guru dapat ditingkatkan secara sistematis dan hal tersebut secara langsung dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pembelajarannya.
Pada sisi yang lain, dengan program kerjasama berupa guru magang ini, maka materi pembelajaran yang diberikan kepada anak didik di sekolah merupakan refleksi dan proyeksi kebutuhan masyarakat DU/DI. Dengan cara seperti ini, maka keterserapan lulusan pada berbagai jenis pekerjaan di DU/DI akan menjadi lebih tinggi dan selanjutnya mengurangi angka anak didik yang menganggur setelah lulus sekolah.
Program guru magang memungkinkan bagi guru untuk secara langsung mengetahui dan memahami hal-hal yang dikerjakan di DU/DI, yang dalam hal ini adalah barang yang dibutuhkan masyarakat. Dengan program magang, maka guru dapat mengetahui segala barang produksi yang dikerja-kan dan dapat diterapakan di sekolah.
Program magang inipun memberikan satu informasi bagi guru bahwa untuk membuat barang, harus diterapkan kerja standar produksi. Kerja standar produksi inilah yang selama ini menjadi faktor pembeda antara sekolah dengan DU/DI. Mayoritas di sekolah belum menerapkan kerja standar produksi sebagai orientasi mereka masih pada tingkatan belajar, berlatih untuk dapat mengerjakan barang-barang yang inmipun masih sangat sederhana. Bahkan, kebanyakan belum menerapkan kepresisian dan ketepat-an waktu pengerjaan. Estimate waktu mengerjakan masih menerapkan jatah semester, sehingga seringkali satu semester hanya satu benda kerja yang dikerjakan. Dengan guru magang, maka konsep tersebut dapat diperbaiki.
Kesempatan magang yang diberikan DU/DI kepada guru merupakan kesempatan emas bagi dunia pendidikan. Dengan program ini, maka program pembelajaran dapat lebih diefektifkan sehingga segala yang diterap-kan di bengkel sekolah sebagai proses pelatihan yang berstandar produksi bagi anak didik. Program magang guru memungkinkan bagi guru untuk menyadari bahwa proses pembelajaran bukan sekedar latihan, melainkan merupakan proses mempersiapkan anak didik pada kondisi siap berproduksi di bengkel sekolah untuk diproyeksikan ke perusahaan masyarakat.

b. Membuka kesempatan luas bagi anak didik untuk Praktik kerja

Program pendidikan dan pembelajaran di sekolah kejuruan kelompok teknologi dan industri atau sekarang masuk dalam spectrum teknologi dan rekayasa, anak didik diberikan pembelajaran praktik di bengkel sekolah, selain pelajaran teori. Jatah pembelajaran teori dan praktik dialokasikan sedemikian rupa sehingga pelajaran produktif, termasuk dalam hal ini prak-tik mendapatkan jatah lebih banyak dari pelajaran teori.
Di dalam program pembelajaran yang diterapkan oleh sekolah, rata-rata untuk pembelajaran praktik bagi anak didik dialokasikan sebanyak 4 jam pelajaran untuk praktik dasar dan 8 jam pelajaran untuk praktik lanjut. Pengalokasian ini terutama diarahkan untuk membekali anak didik dengan materi keteknikan sesuai dengan program keahlian yang dipilih anak didik.
Bahkan, cukup banyak sekolah yang mengalokasikan program pembel-ajaran dengan menerapkan program atau sistem pembelajaran blok belajar. Program pembelajaran dilakukan sedemikian rupa dengan mengalokasikan banyak banyak waktu pada proses pembelajaran praktik. System pembel-ajaran blok memungkinkan anak-anak menjalani proses belajar di bengkel sekolah selama waktu tertentu, misal blok tiga hari atau blok seminggu. Blok tiga hari artinya setiap tiga hari sekali, anak didik harus melakukan pembel-ajaran praktik di bengkel sekolah. Selama tiga hari tersebuit, anak didik hanya melakukan kegiatan prakti, sedangkan tiga hari lainnya, anak didik menjalani proses pembelajaran teori. Atau selama seminggu penuh anak didik harus menjalani proses pembelajaran praktik sehingga pembekalan bagi anak didik semakin banyak.
Kondisi seperti ini memang merupakan kondisi ideal yang diharapkan dapat menjadi sumber energi bagi peningkatan kualitas hasil proses pembel-ajaran di sekolah kejuruan. Dengan pembelajaran teknik atau praktik lebih banyak dari pembelajaran teori, maka bekal anak didik semakin banyak. Tetapi, satu hal yang selama ini menjadi kendala, yaitu kesempatan anak didik untuk melaksanakan kegiatan praktik di DU/DI.
Seharusnya proses pembelajaran praktik di sekolah diimbangi dengan kesempatan menerapkan praktik di DU/DI agar anak didik memahami secara langsung segala bekal dan aplikasinya di DU/DI. Kesempatan ini bagi anak didik sangatlah sedikit, sehingga sedikit sekali kesempatan anak men-dapatkan pengalaman bekerja di DU/DI.
Terus terang, bekal keterampilan bagi anak didik sebenarnya tidak cukup hanya dari kegiatan pembelajaran di bengkel sekolah. Bekal ini boleh dikata-kan sangat kurang sebab kenyataannya materi antara pembelajaran di sekolah dengan penerapannya di DU/DI. Untuk itulah, maka kerjasama sekolah dengan DU/DI seharusnya mengalokasikaneksempatan bagi anak didik untuk menerapkan bekal keterampilannya dalam bentuk praktik kerja di DU/DI.
Praktik kerja bagi anak didik merupakan satu momen yang penting se-bagai wujud aplikasi bekal keterampilan anak didik ke dalam DU/DI. Me-lalui kegiatan praktik di DU/DI, maka anak didik mendapatkan tambahan pengalaman terkait dengan keterampilannya. Dengan pengalaman inilah, maka anak didik mempunyai nilai tambah dan kesiapan yang lebih matang menghadapi kondisi nyata di pekerjaan.
Oleh karena itulah, maka peranan DU/DI di dalam upaya peningkatan kualitas hasil pembelajaran di sekolah kejuruan bagi anak didik terutama adalah dibukanya kesempatan seluasnya untuk melaksanakan program pembelajaran lapangan atau pendidikan system ganda (PSG). Dengan demikian, maka kepedulian DU/DI terhadap eksistensi sekolah kejuruan dan upaya peningkatan kualitas hasil pembelajaran benar-benar sesuai dengan tugas dan kewajibannya terhadap proses pendidikan di negeri ini.
Seharusnya, DU/DI benar-benar menyadai bahwa di dalam upaya peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran di sekolah kejuruan, peranan DU/DI sangat menentukan keberhasilan tersebut. Peran serta di dalam hal ini adalah kesempatan bagi anak didik untuk menerapkan bekal keteram-pilannya di dalm program pendidikan system ganda.
Program pendidikan system ganda merupakan salah satu program pem-bekalan tuntas dan utuh pada anak didik. Ketuntasan yang dimaksudkan didalam hal ini pembekalan bahwa selain mendapatkan bekal keterampilan dari sekolah, anak didik juga mendapatkan pembekalan dari DU/DI. Berarti di dalam hal ini anak didik mendapatkan bekal dari dua sumber yang saling terkait sebagai sebuah institusi. Kerjasama inilah yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasl pembelajaran secara signifikan terhadap tujuan pembelajaran yang dilaksanakan sebagai amanat rakyat.
Dengan terbukanya kesempatan bagi anak didik untuk melakukan program pendidikan system ganda di DU/DI, masyarakat secara langsung melihat tingkat kepedulian DU/DI terhadap peningkatan kualitas anak didik bagi kehidupannya. Maka, jika ternyata DU/DI bekerjasama dengan CV, seharusnya ada kebijakan khusus terhadap CV tersebut untuk sellau mem-berikan kesempatan seluasnya bagi anak-anak sekolah kejuruan melaksana-kan kegiatan pendidikan system ganda (PSG) di DU/DI tersebut. Selama ini permasalahan yang paling sering dihadapi adalah banyaknya DU/DI yang bekerjasama dengan CV untuk proses pekerjan di SU/DI tersebut, termasuk perekrutan tenaga kerja. Seringkali, eksistensi CV ini justru menjadi peng-halang utama sehingga anak didik kesulitan untuk dapat melaksanakan kegiatan pendidikan system ganda di DU/DI. Jika hal ini terus terjadi, maka anak didik tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan kegiatan berlatih menyesuaikan diri terhadap DU/DI!

Dua hal diatas merupakan bentuk peran serta DU/DI terhadap proses pendidik-an dan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan teknik secara maksimal bagi anak didik. Jika DU/DI memperhatikan kedua hal tersebut, maka tentunya upaya pembekalan anak didik pada kompetensi teknik benar-benar dapat di-capai sehingga anak-anak yang lulus benar-benar tenaga kerja siap pakai untuk standar kegiatan produksi di DU/DI. Tentunya dunia pendidikan kejuruan sangat bersyukur jika DU/DI benar-benar mempunyai kepedluian tinggi ter-hadap program pembekalan anak didik dengan teknik seutuhnya. Dapatkan hal tersebut diwujudkan dalam pembelajaran kolaboratif sekolah dengan DU/DI?

Tidak ada komentar: