Program kegiatan yang diterapkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebenarnya merupakan program kolaborasi antara program pendidikan dan program pelatihan. Hal ini dapat kita perhatikan berdasarkan konsep kegiatan di SMK yang meliputi kegiatan aspek normatif, adaptif dan produktif. Dengan aspek kegiatan yang diberikan kepada anak didik tersebut, maka setidaknya kita mengetahui bahwa di SMK anak didik dikondisikan untuk menjalani proses pembekalan yang bersifat intelektual, sikap dan keterampilan. Dan, orientasi yang terutama digarap di SMK adalah pembekalan keterampilan untuk anak didik agar dapat survival dalam kehidupannya.
Program pembelajaran di SMK memang diarahkan sebagai kegiatan pem-bekalan kepada anak didik, khususnya aspek keterampilan, produktif yang se-lanjutnya dapat dipergunakan sebagai sarana menghadapi kehidupan di masya-rakat. Bahwa, proses pembelajaran di SMK diarahkan sebagai jawaban atas kondisi di masyarakat yang menuntut anak—anak siap melakukan kegiatan produktif dalam kehidupannya. Selama ini, masyarakat telah mempunyai mind set tentang lulusan SMK, yaitu sebagai tenaga- tenaga terampil yang siap bekerja sebagai tukang kelas menengah.
Tuntutan masyarakat terhadap output SMK memang sedemikian rupa se-hingga pengelola SMK harus benar-benar mempersiapkan kegiatan pembel-ajaran serta melaksanakan kegiatan-kegiatan yang benar-benar efektif untuk anak didiknya. Dengan kegiatan yang efektif ini, maka proses pembekalan pada anak didik dapat maksimal. Hal ini juga dipicu dan dipacu oleh kenyataan bahwa setiap anak didik yang sudah lulus dari SMK mempunyai kecenderungan untuk langsung memasuki dunia kerja. Anak-anak setelah lulus dari sekolah, langsung bekerja.
Setiap tahun kita mendapati bahwa jumlah anak didik yang langsung memasuki dunia kerja jauh lebih banyak daripada anak-anak yang ingin melanjutkan proses pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Anak-anak seakan merasa enggan untuk melanjutkan proses pendidikannya. Mereka ingin langsung bekerja. Bukan karena mereka tidak mampu mengikuti proses pen-didikan lebih lanjut, tetapi kondisi kehidupan yang seringkali menjadi alasan utamanya.
Tetapi, yang terjadi adalah kekecewaan dari para pegiat usaha atau pegiat industri. Seringkali pihak DU/DI ini mendapati anak-anak yang memasuki lapangan pekerja tidak mempunyai bekal yang memadai untuk kualifikasi pekerja yang diharapkannya. Setiap anak yang diterima, baik dari sekolah kejuruan ataupun sekolah umum, yang diterima dalam perekrutan tenaga kerja ternyata tidak mempunyai kualifikasi yang diharapkan. Oleh karena itulah, maka anak didik harus benar-benar dipersiapkan agar mampu melakukan be-berapa kegiatan yang menjadikannya mempunyai kemampuan untuk bekerja.
Tentunya hal seperti ini dapat mengurangi prestise dari institusi sekolah, walaupun sebenarnya sekolah bukanlah usaha untuk mencari pekerjaan, tetapi setidaknya kita perlu menyadari bahwa keterampilan yang diberikan kepada anak didik adalah untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang se-makin keras dan ketat persaingannya. Masyarakat menganggap bahwa sekolah tidak siap melakukan proses pendidikan dan pelatihan bagi anak didik sehingga siap menghadapi kehidupan. Padahal seperti yang kita ketahui, bersekolah di sekolah kejuruan, teknik sebenarnya bukan mempersiapkan anak didik untuk mencari pekerjaan, melainkan mempersiapkan anak didik untuk bekerja. Oleh karena itulah, maka pembekalan secara tuntas bagi anak didik merupakan keniscayaan bagi sekolah kejuruan.
Terkait dengan hal tersebut, maka perlu kiranya sekolah melakukan introspeksi terhadap segala program kegiatan pendidikan dan pembelajaran, baik teori maupun praktik yang diberikan kepada anak didiknya. Pembelajaran praktik inilah yang kita katakan sebagai program pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan bekal keterampilan bagi anak didik, harus maksimal.
Pemberian bekal keterampilan pada anak didik yang selama ini dilakukan di sekolah adalah dengan mengefektifkan kegiatan praktik di bengkel sekolah. Efektivitas ini dapat kita perhatikan pada jumlah jam pelajaran yang dialokasi-kan untuk pelajaran lebih banyak daripada alokasi untuk jam pelajaran umum. Alokasi lebih ini terutama diharapkan dapat menjadikan anak didik mendapat-kan bekal keterampilan sebagaimana jatah pembelajarannya. Selanjutnya dengan bekal ini, maka diharapkan mampu menghadapi kehidupannya di masyarakat pada saat sudah menyelesaikan proses pembelajarannya.
Khususnya di sekolah kejuruan, pembekalan keterampilan bagi anak didik sangatlah penting mengingat orientasi proses pembelajaran di sekolah kejuruan adalah membekali anak didik dengan keterampilan yang aplikatif. Anak didik di sekolah kejuruan memang diarahkan untuk menjadi para pekerja kelas me-nengah dan sekaligus sebagai orang-orang yang siap untuk bekerja. Dan, untuk dapat menjadi tenaga-tenaga yang siap bekerja, maka bekal keterampilan sudah seharusnya menjadi perhatian utama dalam proses pendidikan dan pembelajar-annya.
Sekolah yang benar-benar memperhatikan follow up anak didik yang sudah lulus atau mempersiapkan anak didiknya menjadi tenaga-tenaga siap bekerja, tentunya aspek keterampilan atau produktif menjadi program dengan skala prioritas. Bahkan renstra pada aspek pembelajarannya diutamakan pada pening-katan kualitas pembeljaaran praktik atau produktifnya. Ini merupakan keisti-mewaan sekolah kejuruan dibandingkan dengan sekolah umum yang lebih menekankan pada upaya pembekalan pengetahuan pada anak didiknya sebab anak didiknya dialokasikan untuk melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi lagi.
Apalagi jika kita memperhatikan fenomena pada saat sekarang, dimana telah terjadi perubahan persepsi ataupun orientasi pada program dan proses pen-didikan dan pembelajaran anak didik di sekolah. Perubahan fenomena ini dapat kita lihat pada pergeseran atensi pemerintah pada kelompok sekolah, dimana sekolah kejuruan mendapatkan perhatian dengan porsi yang lebih banyak dibandingkan terhadap sekolah umum. Sekolah kejuruan dan sekolah umum pada akhirnya diarahkan mencapai perbandingan sebesar 70 : 30, artinya 70 persen komposisi sekolah kejuruan dan 30 persen komposisi untuk sekolah umum. Hal ini menunjukkan meningkatnya perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan dan pembelajaran kejuruan di negeri ini.
Sementara proses pembekalan keterampilan pada anak didik pada kenyataannya masih jauh dari mencukupi jika hanya dilakukan di sekolah semata. Walaupun segala peralatan yang dimiliki oleh sekolah cukup memadai, tetapi pada kenyataannya kondisi tersebut belum memadai sebagai sarana untuk pembekalan keterampilan yang aplikatif. Apalagi jika ternyata proses keteram-pilan yang diberikan kepada anak didik hanyalah sebagai bagian dari proses pembelajaran standar semata. Dengan proses pembelajaran standar, maka tentunya tingkat pencapaian kegiatan hanya terbatas pada ketercapaian program yang terdapat pada acuan program kurikulum. Program ini hanya mengacu pada idealisasi konsep semata, sementara aplikasi diserahkan pada anak didik untuk diterapkan langsung dalam kehidupannya. Anak didik yang berkemam-puan tinggi tentunya segera dapat beradaptasi dengan kehidupannya dan dapat bekerja sebagaimana kemampuan dasar yang diperoleh di sekolah. Tetapi bagi anak-anak yang berkemampuan rendah, tentunya kondisi ini semakin menyulit-kannya dalam menghadapi kehidupannya.
Sebenarnya, program standar pembelajaran sudah cukup bagus untuk mem-berikan bekal keterampilan bagi anak didik. Tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan program-program khusus yang bertujuan untuk menambah kesempatan bagi anak didik untuk meningkatkan keterampilannya. Sekolah harus menyusun program-program khusus yang lebih mengedepankan kesempatan anak didik mengaplikasikan keterampilan yang sudah didapatkan dalam proses pembel-ajarannya. Artinya, sekolah harus membuka kesempatan seluasnya bagi anak didik untuk mendapatkan keterampilan sekaligus kesempatan untuk menerap-kan keterampilan yang sudah didapatkan dari proses pembelajarannya. Anak didik tidak hanya membutuhkan limpahan keterampilan dan pengetahuan, melainkan juga membutuhkan kesempatan aplikasi dan implementasi keteram-pilannya.
Untuk memenuhi kebutuhan aplikasi dan implementasi keterampilan yang didapatkan anak didik didalam proses pembelajaran praktik di bengkel sekolah, maka setidaknya sekolah harus membentuk atau membuat jembatan peng-hubung antara sekolah dengan dunia usaha dan dunia industri. Jembatan penghubung ini bukan sekedar untuk memberikan pembelajaran praktik melain-kan memberikan tugas dan tanggungjawab anak didik terhadap pekerjaan yang sudah berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Sekolah harus mampu ‘meng-adakan’ sebuah program yang berisi kegiatan efektif, terapan bagi keterampilan anak didik.
Kegiatan efektif ini memang menuntut kreativitas dan semangat kerja dari semua pihak, khususnya guru yang berposisi sebagai instruktur atau pembim-bing sekaligus juragan bagi anak didiknya. Dengan demikian, maka ada rasa tanggungjawab pada diri anak didik sehingga pekerjaan yang dikerjakan me-rupakan hal yang harus dipertanggungjawabkan pada sekolah melalui guru. Tetapi untuk hal tersebut, sekolah dapat bekerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri secara melekat, renggang maupun lepas. Dengan model kerja sama seperti ini, maka program persiapan anak didik dengan keterampilan tuntas, yaitu teori, praktik dan kerja bagi anak didik dapat dicapai maksimal
Untuk lebih jelasnya, maka bentuk kerja sama yang kita maksudkan dalam hal ini adalah:
a. Kemitraan sistem jasa kerja; Kemitraan Melekat
Kemitraan sistem kerja adalah jenis kerjasama yang dilakukan oleh sekolah dengan DU/DI dengan cara mendapatkan pekerjaan sebagai sarana pelatih-an anak didik dari DU/DI beserta bahan yang digunakan untuk membuat barang atau pekerjaan yang dimaksudkan.
Pada sistem kerjasama ini, DU/Di mempunyai akses langsung pada pekerjaan sehingga untuk hal tersebut, maka instruktur harus mengikuti pelatihan atau pemahaman atas ketentuan-ketentuan yang diberlakukan terhadap pekerjaan tersebut.
Pihak DU/DI menyerahkan pekerjaan, baik bahan maupun jenisnya kepada sekolah, instruktur. Selanjutnya instruktur yang melakukan pendampingan pada anak didik selama melaksanakan tugas atau pekerjaan tersebut. Instruk-tur memeriksa dan sekaligus menjadi quality control bagi barang hasi pekerjaan anak didik. untuk hal tersebut, maka guru, instruktur harus benar-benar kompetens terhadap bidangnya tersebut.
Selanjutnya, setelah pekerjaan selesai dikerjakan, maka pihak sekolah mendapatkan dana pembinaan atau imbalan atas pekerjaan yang dilakukan di bengkel sekolah tersebut. Jumlah imbalan yang didapatkan sebenarnya bukanlah satu-satunya orientasi bagi sekolah sebab tujuan utamanya adalah untuk memberikan kesempatan bagi anak didik untuk menerapkan keteram-pilan yang didapatkan dari proses pembelajaran pada kondisi kerja.
Oleh karena itulah, maka selajutnya yang perlu dipikirkan adalah peng-aturan imbalan yang didapatkan sekolah dari DU/DI yang memberikan pekerjaan bagi mereka. Imbalan tersebut harus dikelola sedemikian rupa sehingga anak didik juga mendapatkan bagian dari imbalan kerja tersebut. Anak didik diberi bagian adalah sebagai pemicu dan pemacu semangat kerja sehingga dengan demikian, secara langsung mereka menerapkan segala teori dan materi praktiknya di pekerjaan nyata. Dengan bagian imbalan dana, maka anak didik akan terpacu untuk lebih serius dalam mengerjakan peker-jaan. Mereka akan berusaha memperbaiki kinerja dan hasil kerjanya.
b. Kemitraan Kerja; Kemitraan Renggang
Kemitraan kerja adalah bentuk kerja sama antara sekolah dengan DU/DI yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan tertentu yang diberikan oleh DU/DI kepada sekolah. Dalam hal ini DU/DI hanya memberikan pekerjaan pada sekolah sedangkan material atau bahan untuk membuat benda kerja di-sediakan oleh pihak sekolah.
Kemitraan ini dapat dikatakan kemitraan renggang sebab pihak DU/DI tidak ikut bertanggungjawab jika terjadi kesalahan pada hasil kerja. Bagi pihak DU/DI, begitu pekerjaan disepakati, maka segala urusan terkait dengan proses kerja merupakan tanggungjawab sekolah. Pihak DU/DI hanya mengetahui bahwa pekerjaan selesai sesuai dengan target waktu dan kualitasnya. Jika ada barang rusak, maka mejadi tanggungan sekolah.
Kondisi seperti ini merupakan sebuah kesempatan bagi sekolah, dalam hal ini guru pendamping kegiatan untuk mengkondisikan anak didiknya sebagai pelaku kerja professional. Artinya sekolah dalam memposisikan anak sebagaimana seseorang yang sedang bekerja. Hal ini menjadi sangat penting sebab dengan demikian, maka terbuka kesempatan bagi anakdidik untuk mendapatkan pengalaman kerja produk untuk masyarakat.
Dengan menerapkan kondisi sebagaimana sebuah pabrik atau dunia usaha sedang melaksanakan tugasnya, maka setidaknya anak didik akan terbiasa untuk terus dalam kondisi standar untuk bekerja. Pengalaman inilah yang sebenarnya sedang kita buru saat kita menerima kerjasama dengan DU/DI. Kita ingin memberikan pengalaman bekerja pada anak didik se-hingga pada saatnya mereka tidak kaget jika harus bekerja.
Pada kemitraan kerja seperti ini, hal utama yang hendak kita capai adalah bertambahnya pengalaman anak didik serta kesadaran anak didik terhadap kondisi kerja dan menumbuhkan rasa bertanggungjawab atas pekerjaan yang harus diselesaikan. Hal ini sangat penting sebab dengan cara seperti ini, maka dapat menumbuhkan pola kerja sistematis serta efektivitas kerja yang maksimal dari anak didik dan menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaannya sepanjang hidup.
Untuk dapat melakukan kerja sama atau kemitraan kerja ini, maka pihak sekolah seharusnya berperan aktif untuk melakukan pendekatan kepada DU/DI. Pendekatan ini bertujuan untuk dapat memperoleh kepercayaan dari DU/DI dalam hal mengerjakan atau menangani satu atau beberapa pekerjaan di sekolah. Sekolah harus aktif menghubungi DU/DI dan meyakinkannya bahwa pihak sekolah, melalui kegiatan kerja di bengkel sekolah atau pada proses kegiatan pembelajaran praktik di bengkel sekolah mampu mengerja-kan pekerjaan-pekerjaan dengan standar industri atau standar produksi layak jual bagi kebutuhan masyarakat. Begitulah, sekolah melakukan kemitraan dengan DU/DI sebagai bentuk tanggungjawab pada pembelajaran anak didik, yaitu mempersiapkan anak didik sebagai tenaga terampil, siap kerja.
c. Kemitraan Umum; Kemitraan Lepas
Kemitraan ini merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan murni atas inisiatif sekolah. Artinya sekolah membuat program kerja produksi barang dan selanjutnya barang produk tersebut ditawarkan ke DU/DI. Seluruh hal terkait dengan pembiayaan, ditanggung oleh sekolah.
Untuk melakukan kemitraan ini, maka di sekolah harus dibentuk tim khusus yang bertugas untuk melakukan analisa kebutuhan masyarakat atas barang-barang kebutuhan hidup. Tim inilah yang harus menumbuhkan pola kreativitas anak didik ataupun para guru untuk selalu menemukan materi atau jenis barang yang sedang booming di masyarakat.
Selanjutnya sekolah melalui kegiatan pembelajaran praktik harus mem-buat barang-barang tersebut sebagai contoh. Pada awalnya sekolah harus membuat beberapa saja dan selanjutnya barang hasil kerja anak didik tersebut ditawarkan kepada DU/DI untuk dibuatkan nota kesepakatan atau nota kesepahaman untuk melaksanakan proses pembuatan barang tersebut.
Dalam bentuk kemitraan lepas ini, sekolah menjadi sumber inspirasi bagi proyek kerja yang hendak dilaksanakan. Bentuk dan macam barang yang diproduksi direncanakan oleh pihak sekolah yang didasarkan pada tingkat kebutuhan di masyarakat. Atau merupakan hasil perekayasaan atas barang yang sudah ada di masyarakat dengan perbaikan fungsi dan kondisi se-hingga mempunyai tingkat kebaikan yang lebih dari barang yang sudah ada.
Dengan kemitraan jenis ini, maka posisi sekolah dengan DU/DI adalah setara sehingga sekolah dapat membuat kebijakan khusus pada isi ke-sepakatan atau kesepahaman. Artinya pihak sekolah mempunyai hak yang sama dengan pihak DU/DI.
Tetapi, untuk jenis kemitraan seperti ini memang sangatlah berat bagi sekolah sebab untuk membangkitkan kreativitas guru atau anak didik se-hingga dapat memikirkan atau menemukan rancangan barang yang dibutuh-kan masyarakat merupakan hal yang sulit.
Pada dasarnya, konsep kemitraan lepas merupakan konsep kerjasama dengan memaksimalkan kerja Pokja UPJ, Unit Produksi dan Jasa yang ada di sekolah. Dengan konsep kemitraan ini, maka peranan UPJ menjadi sedemiki-an rupa sehingga dapat menjadi embrio perusahaan yang berbasis sekolah.
Sebenarnya, SMK mempunyai kesempatan untuk menjadi sebuah per-usahaan sesuai dengan bidang studi dan program keahlian yang dikelola di sekolah. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa SMK mengelola, menyiap-kan dan mengarahkan anak didik menjadi tenaga kerja yang siap bekerja. Jika hal ini dapat diwujudkan, maka cost pendidikan yang harus dibayar oleh orangtua dapat lebih ringan sebab anak didik mendpaatkan tambahan dana dari pekerjaan yang dilakukan di bengkel sekolah.
Pada konsep ini, setidaknya ada 2 (dua) hal yang didapatkan oleh sekolah dan anak didik, yaitu pengalaman menangani pekerjaan dan income bagi kelancaran proses pembelajaran. Dua hal ini merupakan kondisi penting yang diharapkan dapat menjadi motivasi bagi sekolah dan anak didik untuk dapat melatih disiplin kerja sejak awal. Jika kondisi ini dapat diciptakan, maka untuk selanjutnya, masyarakat tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk pendidikan anak-anaknya.
Konsep kemitraan lepas memang merupakan konsep yang mengarah pada persiapan sekolah sebagai basis usaha produktif sekolah. Ini merupa-kan bentuk kegiatan produktif yang dilakukan oleh sekolah dengan meng-efektifkan pembelajaran praktik sebagai kegiatan yang dapat memproduksi barang layak paki bagi masyarakat. Barang-barang yang dihasilkan dalam proses pembelajaran praktik inilah jika dipasarkan ke masyarakat, maka selanjutnya dapat dijadikan sebagai dana sharing bagi pendidikan anak didik.
Pada kenyataannya, kita memang sangat membutuhkan eksistensi konsep kemitraan sebagai bentuk kerjasama antara sekolah dengan DU/DI sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas branding dari sekolah di masyarakat. Kita harus memperbaiki kondisi yang selama ini dikatakan tidak efektif. Dimana, anak-anak lulusan sekolah kejuruan ternyata belum siap menghadapi kenyataan hidup. Pada saat mereka bekerja, ternyata belum mempunyai kemampuan sebagaimana yang diharapkan dari pekerjaan mereka.
Kondisi ini jelas sangat menguntungkan bagi sekolah sebab mampu menjadi sarana untuk memperbaiki citra sekolah. Jika sekolah mampu mem-berikan kegiatan produktif bagi anak didiknya dan selanjutnya berdasarkan hasil kegiatan produktif tersebut dapat dijadikan sebagai sharing dana pen-didikan bagi anak didik, tentunya orangtua, masyarakat memberikan respon positif pada sekolah. Kita membutuhkan respon positif dari masyarakat agar upaya peningkatan dan pengembangan sekolah sebagai ajang pembekalan keterampilan anak didik benar-benar maksimal.
Selama ini yang terjadi di dalam proses kegiatan pendidikan dan pembel-ajaran di sekolah kejuruan dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang se-sungguhnya. Anak didik yang mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran ternyata masih belum mampu menerapkan bekal keterampilannya di dalam kehidupan bermasyarakat. Bekal keterampilan yang diberikan di sekolah di-anggap sebagai latihan semata dan bukan sebagai pembekalan bagi dirinya.
Oleh karena itulah, maka dengan melaksanakan program kemitraan antara sekolah dengan DU/DI ini, maka diharapkan tumbuh dan berkembang kesadaran di hati anak didik bahwa kegiatan praktik yang mereka lakukan di sekolah adalah sebuah kegiatan produktif dan dapat memberikan masukan bagi mereka. Dengan program ini, maka diharapkan anak didik menyadari untuk mereka adalah tenaga professional bagi keahlian yang mereka pelajari sejak awal sekolah. Oleh karena itulah perlu kesadaran semua pihak agar program ini dapat berjalan maksimal dan benar-benar efektif bagi dunia pendidikan di SMK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar