Minggu, 17 Agustus 2008

Perlu Kebijakan Khusus pada Guru

Kita mengucapkan syukur alhamdulillah atas perhatian pemerintah terhadap esksistensi sebagai profesi yang sangat perlu diperhatikan. Hal ini dapat kita lihat dari sekian banyaknya guru yang pada tahun ini diangkat sebagai guru negeri (PNS). Banyak guru yang selama ini mengajar sebagai guru sekolah swasta berstatus guru bantu, dengan sistem data base telah secara otomatis diangkat sebagai guru PNS.
Perhatian pemerintah terjadap nasib para guru, memang sangat besar dan patut diacungi jempol. Begitulah seharusnya sebagai pemerintah yang mem-perhatikan warganya dan juga aspek pendidikan untuk warga negaranya. Apalagi dengan janji bahwa sampai tahun 2009 semua Guru Bantu (GB) sudah terangkat semua sebagai guru PNS. Sangat membahagiakan!
Tetapi, pada saat semua kebijakan tersebut diterapkan, selanjutnya ter-jadilah fenomena kekawatiran dari guru-guru yang selama ini mengajar di sekolah negeri. Mengapa? Ternyata kebijakan pemeritah dalam pengangkatan Guru Bantu (GB) adalah dengan menempatkan Guru PNS baru tersebut di sekolah-sekolah ngeri, yang sudah barang tentu di tempat tersebut sudah ada guru, walaupun masih berstatus GTT.
Tentunya, kebijakan pemerintah dengan menempatkan Guru PNS baru ke sekolah negeri menjadikan posisi GTT yang selama ini mengabdi pada sekolah bersangkutan benar-benar terancam. Artinya, jika Guru PNS baru masuk ke sekolah negeri, maka tugas mengajar yang selama ini dipercayakan kepada GTT akan beralih ke Guru PNS baru. Lantas bagaimana nasib GTT?
Memang hal ini merupakan hak pemerintah atas para pegawainya. Sebagai pihak yang memberikan kompensasi atas tugas, yaitu gaji dan sebagai-nya, maka pemerintah mempunyai hak untuk menempatkannya sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, apakah semua ituy sduah melalui perhitungan yang menyeluruh?

Kekawatiran GTT
GTT adalah tenaga honorer yang direkrut oleh sekolah pada saat sekolah membutuhkan tenaga pengajar sementara pemerintah belum memutuskan untik perekrutan tenaga baru. GTT dipekerjakan oleh sekolah sebab kebutuhan yan mendesak.
Sepanjang waktu, GTT melaksanakan tugas dan kewajibannya dengans ebaik-baiknya. Mereka bekerja secara professional dengan melakukan segala tugas yang diberikan kepala sekolah selama menjadi tenaga edukatif di sekolah tersebut.
Dan, ketika para guru mengikuti ujian untuk direkrut sebagai Guru Bantu (GB) dan diterima sebagai tenaga edukatif, maka mereka ditempatkan di sekolah amsing-masing sebagai pendukung peningkatan kualitas pendidikan, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Mereka yang diterima sebagai Guru Bantu langsung ditugaskan pada sekolah asal, yaitu saat mereka mendaftar sebagai Guru Bantu (GB).
Kebijakan ini tentunya bertujuan untuk ikut meringankan beban sekolah swasta pada aspek pembiayaan terkait pada honorarium guru. Pada sisi lainnya, kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas finansial guru swasta. Hal ini terkait kenyataan bahwa selama ini nasib guru swasta masih jauh dari kepantasan.
Tentunya, pada saat guru swasta mendaftar sebagai Guru Bantu, mereka telah tercatat sebagai guru tidak tetap (GTT) di sekolahnya. Dengan demikian, maka keberadaannya di sekolah bukanlah sesuatu yang baru. Tetapi, ketika para Guru Bantu diputuskan untuk diangkat sebagai guru PNS melalui proses data base, maka muncullah friksi di sekolah-sekolah, khususnya sekolah negeri.
Guru tidak tetap (GTT) yang selama ini telah mengabdikan diri di sekolah negeri merasakan adanya ancaman. Mengapa? Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa pada Guru Bantu diangkat sebagai guru PNS di sekolah negeri. Disinilah muncul permasalahan bagi guru tidak tetap yang mengabdikan diri di sekolah negeri.
Jika Guru Bantu di sekolah swasta diangkat menjadi guru PNS di sekolah negeri, maka kedatangan mereka tentunya dirasakan sebagai ancaman bagi GTT yang ada. Dengan kedatangan Guru Bantu sebagai guru PNS, maka posisi GTT dapat tergeser dan mengurangi kesempatan bagi mereka untuk diangkat sebagai guru PNS di sekolah tersebut.
GTT yang selama ini nyaman di sekolah negeri tiba-tiba gelisah saat GB diangkat sebagai Guru PNS di sekolah tempatnya mengajar, khususnya guru mata pelajaran yang sama. Dengan kedatangan guru PNS baru ini, maka kemungkinan tergantikannya oleh guru baru sangatlah besar. Jika demikian, maka itulah ancamannya. Itulah kekawatiran yang mendera hati para guru tidak tetap (GTT) di sekolah negeri.

Keresahan Sekolah Swasta

Kebijakan mengangkat guru Bantu ke sekolah negeri pada kenyataannya merupakan kegelisahan bagi sekolah swasta. Pengelola sekolah swasta merasa bangga atas diangkatnya guru Bantu yang mengabdi di sekolahnya, tetapi hal tersebut tidak lama saat mereka mengetahui bahwa para guru tersebut diangkat di sekolah negeri.
Ketika para guru diangkat sebagai Guru Bantu, beberapa sekolah swasta sangat terbantu dalam hal menutup kebutuhan finasial bagi guru tersebut. Dengan pengangkatan guru sebagai guru Bantu, setidaknya tertangani kondisi finansial guru yang selama ini jauh dari cukup.
Memang, kita perlu menyadari bahwa system pembayaran honorarium guru di sekolah swasta merupakan sesuatu yang unik. Keunikannya adalah honor untuk seminggu tetapi harus dikerjakan selama sebulan dan semua itu didasarkan pada jumlah jam mengajarnya dalam seminggu dikalikan besar HR setiap satu jam pelajarannya.
Pengangkatan guru swasta sebagai guru banu di sekolah sungguh sangat membantu pengelola sekolah sebab mendapatkan tenaga yang dibayar oleh pemerintah. Walau ternyata harapan tersebut seringkali meleset sebab eksistensi guru Bantu di sekolah swasta belum efektif. Masih cukup banyak guru Bantu yang ogah-ogahan dalam melaksanakan tugasnya.
Tetapi, bagaimanapun, keputusan pemerintah untuk mengangkat guru Bantu ke sekolah negeri merupakan sesuatu yangs angat menggelisahkan bagi sekolah swasta. Hal ini terkait pada kenyataan bahwa jika guru diangkat di sekolah negeri berarti sekolah swasta tersebut harus ditinggalkan sang guru.
Sekolah swasta akan kehilangan satu atau beberapa orang guru yang selama ini telah membantu dalam kelancaran proses pemelajaran di sekolah tersebut. Jika demikian, berarti staf pengajar berkurang dan itu artinya sekolah harus mencari tenaga baru untuk mengisi kekosongan tempat tersebut.
Pada saatsekarang ini mencari seorang guru, apalagi sesuai dengan tingkat kompetensi sebagaimana guru yang meninggalkan sekolah karena di-angkat sebagai guru negeri adalah sangat sulit. Ada banyak lulusan keguruan atau ilmu murni yang ingn menjadi guru, tetapi hal tersebut belum dapat menutup posisi guru yang diangkat. Apalagi jika berbicara mengenai loyalitas, dedikasi dan kredibilitas profesionalitasnya.
Dalam kondisi seperti ini, berarti sekolah harus mendidik ulang tenaga-tenaga baru tersebut hingga mampu berposisi sebagaimana yang diharapkan. Tentunya hal tersebut membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
Oleh karena itulah, maka kebijakan mengangkat guru Bantu di sekolah negeri merupakan hal yang sangat menggelisahkan pengelola sekolah swasta. Kegelisahan tersebut terkait dengan kehilangan tenaga-tenaga potensial yang selama ini telah ikut mengelola proses pemelajaran di sekolah.
Tentunya hal tersebut menjadikan pihak pengelola sekolah swasta ber-harap agar pemerintah ikut memikirkan kondisi tersebut. Jika saja di sekolah ada sepuluh tenaga pengajar dan diangkat lima, maka sudah barang tentu sekolah kalang kabut. Jika proses pemelajaran dilaksanakan pada siang hari, mungkin bukan permasalahan rumit. Tetapi jika proses pemelajaran dilaksanakan pada pagi hari dan sekolah negeri rata-rata menyelenggarakan proses pemelajaran di pagi hari, maka disitulah permasalahan muncul. Sementara sekolah negeri pada umumnya hanya memberi jatah waktu sehari saja bagi guru-gurunya untuk bergiat di sekoah sekolah, yaitu MGMP, Musyawarah Guru Mata Pelajaran. Terus kapan untuk sekolah swasta yang selama ini menjadi tempat mereka mengabdi? Tidak ada! Akhirnya, mereka pamitan kepada kepala sekolah untu tidak ikut mengajar pada tahun pelajaran berikutnya.
Inilah kegeisahan yang dialami oleh pengelola sekolah swasta dan mereka selalu berharap agar guru-guru yang selama ini telah mengabdi di sekolah mereka dapat diangkat dan ditempatkan di sekolah tetap. Dengan demikian, maka kondisi tenaga kerja di sekolah tidak mengalami perubahan dan tidak terjadi kehilangan tenaga pengajar yang dianggap potensial oleh sekolah.
Oleh karena itulah, maka setiap sekolah swasta selalu berharap agar guru Bantu yang diangkat sebagai guru PNS diperbantukan di sekolah masing-masing. Bagaimanapun sebenarnya mereka tidak mau kehilangan tenaga-tenaga potensial yang selama ini telah menjadi tenaga pendidik tetapi katerna aturan tidak seperti itu, maka mereka harus menerima kehilangan tersebut dan segera mengantisipasinya dengan merekrut tenaga pendidik baru

Perlu Kebijakan Khusus

Pengangkatan Guru Bantu menjadi guru PNS merupakan harapan semua guru. Hal ini sudah sangat lama ditunggu oleh setiap guru. Mereka sudah terlalu lama berharap agar dapat menjadi guru PNS. Setiap tahun mereka harus berjuang untuk dapat menjadi PNS dengan mengikuti ujian penerimaan guru atau PNS.
Permasalahannya adalah bahwa sebaiknya setiap solusi atau kebijakan yang diambil tidaklah mendatangkan permasalahan. Kita ingat motto atau visi sebuah BUMN, memecahkan masalah tanpa masalah. Kita memang harus menyelesaikan setiap permasalahan yang kita hadapi dalam kehidupan kita, tetapi di dalam hal ini bukan dengan membuat masalah baru.
Di dalam kehidupan kita, sering kali orang bilang, tutup lobang dengan menggali lubang. Ini sebuah fenomena yang seringkali kita hadapi dalam kehidupan, dimana seseorang menyelesaikan permasalahan, khususnya dalam hal keuangan. Ini sudahmenjadi sebuah fenomena umum.
Dalam hal pengangkatan guru Bantu menjadi guru PNS juga menimbul-kan permasalahan. Mungkin bagi pemerintah hal tersebut tidak masalah, tetapi bagi pengelola sekolah swasta ataupun GTT di sekolah negeri ternyata merupakan masalah yang sangat mengancam eksistensi mereka.
Bagi pengelola sekolah swasta pengangkatan guru Bantu menjadi guru PNS di sekolah negeri membuat mereka kehilangan tenaga-tenaga potensial yang selama ini menjadi tumpuan harapan peningkatan pemelajaran. Sedang-kan, bagi GTT di sekolah negeri merupakan ancaman bagi eksistensi mereka di sekolah tersebut.
Oleh karena itulah, maka seyogyanya ada kebijakan yang benar-benar bijaksana saat memutuskan kondisi tersebut. Dalam hal ini, sebaiknya menentu-kan mengangkatan juga mempertimbangkan hal-hal seperti itu. Dengan demikian, maka setiap guru merasa terakomodasi dan diperhatikan.
Jika memang tujuan kita meningkatkan kualitas pemelajaran atau pendidikan di negeri ini, apa salahnya jika pengangkatan guru negeri tersebut juga dialokasikan untuk sekolah swasta, yang selama ini diakui atau tidak telah menjadi partner bagi pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di negeri ini.
Sekolah swasta merupakan rekanan bagi pemerintah dalam peningkatan pelayanan pendidikan bagi masyarakat. Cukup banyak sekolah swasta yang telah melahirkan atau meluluskan orang-orang yang sekarang ini menempati posisi-posisi terbaik di negeri ini. Kita tidak dapat menutup mata atas segala hal yang sudah dilakukan oleh sekolah swasta selama ini.
Oleh karena itulah, perlu kebijakan dari pemerintah untuk ikut memper-hatikan kepentingan sekolah-sekolah swasta, khususnya pada aspek tenaga pendidik yang selama ini telah memberi kontribusi positif bagi sekolah bersang-kutan. Hal ini sangat penting, sebab dengan kebijakan tersebut, maka setidaknya kelangsungan pemelajaran di sekolah swasta dapat terjaga stabilitasnya.
Bagi sekolah , khususnya sekolah swasta, kualiats pendidik sangat me-nentukan tingkat atensi masyarakat terhadap eksistensi sekolah. Sekolah mem-butuhkan orang-orang yang berkualitas dalam proses pemelajarannya dan salah satu aspek penentu tingkat kualitas seseorang adalah pengalaman di bidangnya. Semakin berpengalaman seseorang, maka semakin berkualitas diri seseorang.
Apalah jadinya, dunia sekolah swasta jika ternyata guru-guru mereka yang berpengalaman ternyata harus hengkang dari sekolah hanya karena yang bersangkutan diangkat sebagai guru PNS. Dan, sekolah swasta harus mengkader lagi guru-guru baru agar berkualitas dan berpengalaman di sekolah tersebut. Tetapi, sekolah swasta harus siap-siap kehilangan saat yang bersangkutan mendaftar atau diterima sebagai guru PNS yang ditempatkan di sekolah negeri.
Maka, tidak heran jika kemudian fenomena yang terjadi adalah sekolah swasta belum dapat mneingkatkan kualitas hasil pemelajarannya. Selain karena anak didiknya adalah hasil sortiran sekolah negeri, ternyata guru-guru mereka juga sortiran dari guru-guru negeri. Sampai kapan sekolah swasta mendapatkan input dan tenaga pendidik sortiran begini?


Tetapi setidaknya ini merupakan wacana bagi pemerintah atau penentu kebijakan agar ikut juga memperhatikan nasib sekolah swasta yang selama ini telah menjadi mitra pengelolaan dan penyelenggaraan proses pendidikan anak bangsa. Selama ini sekolah swasta telah memberikan kontribusi yang tidak kecil pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia negeri ini. Jika ternyata guru yang selama ini dimiliki sekolah swasta diangkat dan hanya ditempatkan di sekolah negeri, tentunya sekolah swasta melompong.
Masalahnya sekarang adalah bagaimana tanggapan terhadap semua ini?

Tidak ada komentar: