Kamis, 13 Oktober 2022

MENDIDIK DAHULU, LANTAS MENGAJAR, ATAU SEBALIKNYA??

Berdasar apakah kita menilai diri seseorang? Pertanyaan ini merupakan upaya untuk mengetahui secara pasti eksistensi seseorang. Eksistensi seseorang dalam kehidupan sangat bergantung pada peran sertanya dalam kegiatan hidupnya. Semakin banyak perannya, maka semakin eksis dalam kehidupan. Tetapi, apakah cukup berdasarkan hal tersebut?

Peranan seseorang dalam kehidupan sangat terkait dengan kemampuan dirinya. Hal ini karena setiap peran membutuhkan kemampuan masing-masing. Meskipun seringkali kita dituntut untuk memerankan diri tidak sesuai dengan kemampuan yang ada. Lintas kompetensi sering menyebabkan seseorang harus secara cepat beradaptasi.

Ada 3 (tiga) hal pokok yang harus diketahui untuk dapat mengefektifkan peran kita dalam kehidupan. Tiga hal ini melekat dalam diri seseorang sebagai hasil dari proses pendidikan. Semakin lengkap kemampuan seseorang, maka semakin efektif peran sertanya dalam kehidupan. Tiga hal tersebut adalah pengetahuan, keterampilan, dan karakternya. Memang tidak mudah bagi seseorang untuk mampu menguasai atau memiliki ketiga aspek tersebut. Hal tersebut terkait dengan pribadi setiap orang. Adalah kesempurnaan jika seseorang menguasai 3 (tiga) kemampuan tersebut. 

Berdasarkan pemahaman penulis, maka 3 (tiga) aspek dasar tersebut merupakan hasil dari 3 (tiga) proses, yaitu pembelajaran, pendidikan, dan pelatihan. Ketiga proses tersebut dapat dilakukan dalam satu paket atau satu-satu. Kita sering menyebut 3 (tiga) aspek tersebut sebagai aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. 

Aspek kognitif

Adalah aspek pendidikan yang dilakukan untuk melakukan perubahan anak didik terkait ilmu pengetahuannya. Pada aspek ini, para guru mempunyai kewajiban untuk membimbing anak didik sehingga tingkat pengetahuannya bertambah. Perubahan tingkatan tersebut dapat berupa ketidaktahuan menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dan sebagainya.

Pada aspek ini, seorang guru berperan sebagai pendamping belajar, pembimbing belajar, dan sumber materi pelajaran. Peran guru memang sedemikian rupa sehingga anak didik secara aktif berposisi sebagai subyek belajar, bukan obyek belajar. Dan, sebagai subyek belajar, maka sudah seharusnya anak didik secara aktif menjalani prosesnya. Anak didik harus proaktif untuk mempelajari bahasan materi pelajaran yang diberikan oleh guru. 

Aspek kognitif diatur oleh pemerintah dalam bentuk mata pelajaran, jumlah jamnya, dan tingkatan penyampaiannya. Dengan regulasi seperti ini, maka perkembangan pengetahuan anak didik terjadi secara terstruktur dan berkesinambungan. Informasi pengetahuan diberikan dan diterima anak didik sesuai dengan tingkat kejiwaannya. Misalnya, anak kelas satu tidak mungkin diberikan materi matematika  yang rumit. Begitu juga dengan materi membaca dan menulis adalah materi yang sederhana dengan level rendah.

Dengan aspek kognitif ini.maka anak didik dapat mengetahui berbagai hal dalam kehidupannya dan yang ada di sekitarnya, baik yang dekat maupun yang jauh. Kita belum pernah mengetahui Jakarta, tetapi kita sudah diberikan informasi dasar mengenai Jakarta sehingga kita menjadi tahu Jakarta. Begitulah aspek kognitif memerankan diri dalam kehidupan kita. 
Dan, guru mendampingi, membimbing, dan melatih serta memberi banyak informasi kepada anak didik. Hasil dari upaya guru tersebut adalah anak didik menjadi tahu bahwa Jakarta adalah ibukota negeri, anak didik menjadi tahu bahwa di Jakarta ada monumen yang besar bernama Monas. Dan, semakin banyak informasi yang di dapat dari guru. 

Aspek afektif

Aspek afektif berkaitan dengan psikologi anak didik yang di dalamnya, terutama adalah karakter anak didik. Seorang guru mempunyai kewajiban secara profesional sebagai psikolog bagi anak didik. Guru memberikan pembimbingan, pendampingan, dan berbagai informasi terkait karakter. Karakter itu adalah warna dasar setiap orang, anak didik. Dalam hal ini kita hanya dapat memberi saran, arahan, dan bimbingan tentang bagaimana mengelola warna dasar tersebut sehingga menjadi warna yang istimewa, berbeda dengan warna orang lain dan menjadi daya tarik bagi orang lain.

Peran guru dalam kaitan dengan aspek afektif adalah sebagai orangtua bagi anak didik. Aspek afektif inilah yang sesungguhnya intisari dari proses pendidikan. Dan, sesungguhnya yang berperan sebagai pembentukan karakter adalah orangtua. Orangtua, ayah dan ibu adalah guru pertama bagi anak didik. Ayah dan ibu yang berkewajiban nggulo wentah anak sehingga mempunyai karakter baik untuk kehidupan. Tetapi, dengan berbagai kondisi kehidupan, orangtua mendeledasikan tugas dan kewajiban tersebut kepada guru. 

Dengan demikian, posisi guru dalam aspek afektif adalah sebagai orangtua bagi anak didik. Para guru.yang membimbing, mendampingi, dan memberikan banyak informasi terkait pembentukan karakter. Oleh karena itu, sejatinya, anak didik mengikuti segala arahan, bimbingan, dan pendamping yang diberikan guru. Dengan kata lain, anak didik harus nurut dengan para gurunya. Anak didik harus hormat, sopan, santun, dan berbakti pada gurunya.

Satu hal yang perlu ditekankan dalam hal ini, perlu diberikan hak prerogatif pada guru untuk melakukan pendidikan pada anak didik. Guru harusnya diberi keluasan untuk melakukan hal-hal yang bersifat pendidikan kepada anak didik. Salah satunya adalah adanya reward dan punnishment untuk anak didik. Akhir-akhir ini yang terjadi adalah banyaknya tuntutan agar guru lebih banyak memberikan reward kepada anak didik dan mengurangi atau sebisanya meniadakan punnishment untuk anak didik. Artinya, bagaimanapun kondisinya, maka anak didik harus diberi reward, baik positif maupun negatif. Guru tidak boleh memberikan punnishment, bahkan jika tetap dilakukan, maka diancam dengan pelanggaran HAM ataupun pembullyan anak, kekerasan pada anak, dan sebagainya. 

Dan, guru tidak berkutik. Guru tidak mampu lagi melakukan punnishment kepada anak didiknya walaupun sang anak telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan intisari proses pendidikan.  Guru hanya berhak memberi nasehat semata, dipakai atau tidak, bukan lagi masalah bagi guru. Jika nasehat guru dipakai, maka karakter anak menjadi baik. Jika tidak dipakai, karakter anak tentunya tidak sesuai harapan. 

Guru telah kehilangan hak prerogatif ya untuk ikut membentuk karakter anak didik. Guru kehilangan haknya untuk mendidik anak-anak sebab telah terjadi pemangkasan terhadap kreasi edukatif para guru. Guru diharapkan pada sejuta larangan hal yang dilakukan kepada anak didik. Akhirnya, guru hanya mampu memberi saran, pendidikan secara verbal. Dan, materi yang disampaikan secara verbal seringkali gampang terlupakan. Akhirnya, semua kembali pada peran tangan takdir Tuhan terhadap kehidupan anak dan guru hanya mengambil kewajiban mengajarnya.

Aspek psikomotor

Aspek psikomotor adalah aspek yang terkait dengan keterampilan anak didik. Aspek ini merupakan materi dasar yang harus dikuasai oleh anak didik agar proses pendidikan dan pembelajarannya utuh, holistik. Apalah artinya pengetahuan jika tidak didukung keterampilan aplikatif yang terkait kemampuan kognitif yang dimilikinya. 

Keterampilan pada awalnya berposisi sebagai pelengkap kemampuan kognitif anak didik. Anak-anak diarahkan untuk membekali diri dengan keterampilan. Keterampilan inilah yang selanjutnya menjadi ujung tombak saat mencari pekerjaan. Ada tuntutan agar anak tidak sekedar mempunyai kemampuan kognitif saja. Kemampuan ini mempunyai kecenderungan untuk berada pada ambang teori semata. 

Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek kompetensi yang terkait dengan kemampuan melakukan sesuatu. Aspek ini berkaitan olah raga, yaitu bagaimana fisik melakukan kegiatan untuk dapat menciptakan, olah karya, setelah melakukan olah rasa. Dan, aspek ini didapat dari proses pelatihan yang terstruktur, berulang dan berkelanjutan.

Aspek psikomotor didapatkan dari proses belajar in action, artinya anak didik harus dikondisikan untuk belajar sambil melakukan kegiatan-kegiatan teknis. Berbagai kegiatan teknis dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan teknis. Untuk kegiatan ini, dapat dilakukan di dalam lingkungan sekolah atau di masyarakat. Anak didik dapat berlatih di lingkungan sekolah atau memanfaatkan fasilitas yang disediakan masyarakat.

Lantas, mendidik atau mengajar yang lebih dahulu?

Beragam jawaban akan terlontar untuk pertanyaan tersebut. Dan, semua jawaban dapat kita jadikan sebagai acuan untuk melakukan proses secara optimal. Jawaban-jawaban yang diberikan dapat menjadi acuan pengambil dan pengambilan kebijaksanaan pendidikan dan pembelajaran. 

Di negeri kita yang kita temukan adalah departemen pendidikan dan bukan departemen pembelajaran. Apakah ini isyarat bahwa.yang perlu dilakukan peningkatan terlebih dahulu adalah pendidikan, sedangkan pembelajaran merupakan konsekuensi logis dari pendidikan tersebut. 

Apakah kita harus mendidik terlebih dahulu, lantas dilakukan pembelajaran? Ataukah kita ajar dulu.lantas kita didik? Apakah kita mempersiapkan mentalnya terlebih dahulu ataukah meningkatkan pengetahuannya? Apakah karakter dapat mengembangkan pengetahuan ataukah pengetahuan akan membentuk karakter seseorang?

Sementara di dalam salah satu bait, syair lagu kebangsaan dituliskan.....bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya.

Selamat memikirkan dan mengambil keputusan untuk menerapkannya secara nyata!!


Mohammad Saroni
Penulis buku: Orang Miskin Harus Sekolah, dll

Gembongan, 15 Oktober 2022

Tidak ada komentar: