Masalah hilangnya roh belajar anak didik pada saat proses pembelajaran terjadi tidak dapat dibiarkan begitu saja sebab jika hal tersebut kita lakukan, maka tidak lama kegiatan kita mengalami kehancuran. Proses pembelajaran dapat mengalami kehancuran jika ternyata pelaku utama proses pembelajaran sama sekali tidak memberikan respon positif terhadap kegiatannya sendiri.
Proses pembelaharan merupakan kegiatan yang sangat kompleks sehingga perlu mendapatkan pernanganan yang serius dan berkesinambungan. Setiap kali proses mengalami hambatan atau permasalahan, maka secepatnya harus segera diselesaikan agar tidak menjadi ganjalan dan menghambat proses selanjutnya. Oleh karena itulah, maka setiap permasalahan yang menyebabkan kehilangan roh belajar anak didik harus segera dicarikan solusi pemecahannya. Kita harus segera menyelesaikan setiap permasalahan secara tuntas dan selanjutnya menentukan langkah-langkah konkrit untuk kelanjutan aspek yang bermasalah tersebut.
Sebagai sebuah interaksi sosial yang bersifat edukasi, maka proses pembelajaran merupakan proses yang mengandung banyak permasalahan sebab setiap interaksi sosial memang memberikan dampak dan friksi antar personil yang terlibat di dalamnya. Jika kita tidak mampu menghadapi secara bijak, maka setiap saat kita pasti menghadapi permasalahn, bahkan tidak menutup kemung-kinan untuk berbenturan secara fisik. Oleh karena itulah, maka kita harus menghanguskan sumber permasalahan dan mencarikan jalan keluar yang sesuai agar kita dapat menggugah roh belajar anak didik sehingga kualitas pembel-ajaran dapat meningkat sesuai dengan yang kita harapkan bersama
Hal pertama yang harus kita hanguskan agar proses pembelajaran dapat berlangsung sebaik-baiknya, maksimal dan roh belajar anak didik ikut hadir dalam proses pembelajaran adalah menghanguskan perbedaan persepsi ter-hadap proses pembelajaran. Kita harus dapat menghanguskan perbedaan ter-sebut agar proses dapat berlangsung. Perbedaan persepsi ini perlu kita sadari sebab latar belakang dan pola hidup yang berbeda antara guru dan anak didik atau anta anak didik. Jika perbedaan ini dapat dihilangkan, maka setidaknya terjadi kebersamaan dan kesesuaian langkah menjadikan proses pencapaian tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal.
Langkah penghangusan perbedaan ini adalah dengan menyamakan pandangan terhadap perbedaan itu sendiri. Perbedaan tersebut seharusnya dapat dijadikan sebagai sumber kekayaan ide dan pendapat yang dapat me-majukan organisasi, sekolah dan mencegah perbedaan menjadi penghalang dan penghancur kegiatan yang dibangun oleh sekolah.
Dalam upaya meningkatkan kualitas diri anak didik, yang dalam hal ini terikat pada sebuah organsiasi sekolah dankelas pembelajaran, maka sudah menjadi suatu keharusan untuk memberikan pandangan, arahan kepada anak didik untuk menghapus perbedaan persepsi terhadap proses pembelajaran dan menjadikannya sebagai bahan untuk memerkaya atau referensi segala kegiatan dari program pembelajaran yang dijalani bersama.
Di samping itu kita juga harus mencegah terjadinya pembiasan visi dan misi dari masing-masing personil sehingga dasar berpijak langkah pembelajaran tetap sama dan bersama-sama mencapai tujuan belajar. Visi dan misi belajar memang harus tetap dipegang sebagai landasan setiap kebijakan dan keputusan yang diambil berkaitan dengan proses pembelajaran.
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, maka kita juga harus mampu menghapus sikap manja yang selama ini masih dimiliki oleh anak didik walaupun termasuk sudah besar. Selama ini kita masih seringkali mendapati kenyataan bahwa anak didik kita masih saja bersikap manja terhadap kodnsii kehidupan sehingga akibatnya pada proses pembelajaran-pun dia merasakan manja dan berharap mendapatkan perlakuan penuh kemanjaan, sebagaimana orangtua memperlakukan mereka.
Sikap manja seringkali menjadikan anak didik tidak dapat mengikuti atau menjalankan proses pembelajaran dengan tingkat konsentrasi yang tinggi sehingga langkah yang diambil oleh anak didik adalah membiarkan rohnya melayang-layang sekedar untuk membebaskan hati dari segala permasalahan yang timbul selama proses pembelajaran. Pola perlakuan orangtua terhadap anak didik seringkali menjadi pokok permasalahan sehingga anak bersikap seenaknya saat proses pembelajaran berlangsung.
Seringkali sikap manja menjadi penyebab terjadinya pembiasan laku dan tingkah sehingga kegiatan yang seharusnya dilakukan terbengkalai dan tidak berhasil sebagaimana yang diharapkan bersama. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kondisi di dalam diri dengan kondisi di luar diri. Kondisi ini tentunya sangat riskan sehingga harus dihapus dari proses pembelajaran. Untuk hal tersebut, maka dalam hal ini tentunya diharapkan peranan orangtua untuk berperan aktif dalam mempersiapkan kondisi hidup anak-anaknya sehingga sikap hidup yang penuh kemanjaan dapat dihilangkan agar saat mengikuti proses pembelajaran dapat secara utuh hadir di dalam ruangan belajar danbukan sekedar mengikutkan jasad kasarnya sedangkan rohnya melayang kemana-mana. Jika seorang anak mampu menghapus sikap manjanya, maka setidaknya dia dapat memposisikan dirinya sebaik-baiknya sesuai dengan tuntutan kondisi proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena anak didik adalah sentral dalam proses pembelajaran sehingga jika mereka dipenuhi kemanjaan, maka sudah barang tentu proses tidak dapat berjalan maksimal sebab terbebani oleh sikap anak yang tidak mau mengikuti aturan yang ada. Anak yang manja seringkali bersikap semaunya sehingga seringkali harus melawan tata aturan yang diterapkan di sekolah dan hal tersebut sudah barang tentu tidak benar, jika ditekan, maka umumnya mereka akan bersikap seenak hatinya, termasuk menghilagkan roh belajarnya pada saat proses pembelajaran. Anak-anak yang manja dapat begitu saja mengabaikan proses pembelajarannya, seakan tanpa perasaan dosa dan bersalah.
Hal lain yang harus kita hapuskan agar proses pembelajaran dapat berlangsung baik dan roh belajar anak didik dapat terkonsentrasi pada kegiatan proses pembelajaran adalah menghilangkan sikap menganggap enteng tugas dan kewajiban. Kita harus dapat menekankan pada hati aak didik bahwa di dalam kehidupan ini semua tugas dan kewajiban merupakan hal yang harus dilaksanakan tanpa dapat dihindari oleh siapapun. Jika anak didik dapat diposisikan seperti ini, maka anak didik akan berada pada kondisi terpusat dan tidak mempunyai kesempatan untuk melayangkan rohnya ke tempat-tempat lainnya.
Tugas dan kewajiban harus ditekankan kepada anak didik sebagai sesuatu yang harus dilakukan oleh anak didik dan darinya kita mendapatkan segala yang kita harapkan. Belajar itu adalah tanggungjawab dan kewajiban anak didik dan itu harus dipahami, disadari dan dimengerti oleh anak didik. Dan, untuk menciptakan kondisi tersebut, maka guru harus melakukan pendekatan personal dengan aak didik dan memberikan pengertian seluas-luasnya mengenai tanggungjawab bahwa apa yang dilakukan pada sat sekarang ini merupakan awal dari kehidupannya di amsa mendatang. Jika mereka melakukan kesalahan langkah di saat sekarang, maka dampaknya bakal dirasakan di masa mendatang. Dan, hal ini sekaligus menggambarkan bahwa seorang anak haruslah mempunyai konsep hidup yang jelas sehingga dapat diprediksi segala hal yang harus dilakukan dan yang akan dialami pada saat melaksanakan proses pencapaian tujuan hidupnya.
Sebagai kegiatan yang lebih mengedepankan tujuan untuk masa depan, maka sudah seharusnya anak didik mendapatkan pendampingan dan pembimbingan secara berkesinambungan dan terus menerus sehingga setiap kali terdapat indikasi kekeliruan, maka segera dapat diambil langkah-langkah penyelesaian masalah. Dan, hal tersebut adalah tugas dan kewajiban guru untuk melakukan pembimbingan dan pendampingan terhadap anak didik. Oleh karena itulah, maka konsep hidup anak didik haruslah dibuat secara jelas dan tingkat ketercapaiannya tinggi. Dalam hal ini harus dapat memprediksis egala kemungkin, memperkirakan segala yang mungkin menjadi ikutan dari setiap kegiatan yang dilakukan di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu agar kondisi tersebut dapat terlaksana, maka sudah barang tentu dibutuhkan kerjasama yang baik antar pihak terkait dalam dunia pendidikan ataupun mereka yang berpihak pada dunia pendidikan. Dan, menekankan pada anak didik bahwa apa yang dilakukan anak didik pada saat sekarang adalah untuk kebaikan hidupnya di saat mendatang. Semakin baik mereka menjalani kehidupan di saat sekarang, maka pada sat mendatang pola kehidupan mereka menjadi semakin baik. Keberhasilan di saat sekarang besr relevansinya dengan keberhasilan di saat mendatang.
Selanjutnya yang perlu kita putuskan adalah bagaimana caranya kita mampu menciptakan suatu kondisi sehingga roh belajar anak didik benar-benar ikut hadir di ruangan pembelajaran pada saat proses pembelajaran. Kita perlu mencanangkan berbagai bentuk kebijakan yang mengarah pada upaya untuk menggiring anak didik sehingga menyadari bahwa belajar merupakan tanggung jawab dan kewajiban utama mereka selama bersekolah. Wacana bahwa pada saatnya nanti bersekolah dapat dilakukan secara gratis merupakan sebuah wacana yang sangat menarik jika hal tersebut dapat diwujudkan dalam tindakan konkrit. Tetapi hal tersebut justru akan menjadikan anak semakin kehilangan roh belajarnya jika ternyata semua itu hanyalah sekedar wacana kosong untuk mengisi hati yang melompong. Kita harus dapat menciptakan lingkungan belajar yang benar-benar kondusif sehingga anak merasa bahwa sekolah dan belajar merupakan tanggungjawab dan kewajibannya selama masih dalam tanggungan orangtua atau bersekolah.
Secara umum, kehilangan roh belajar pada anak didik merupakan sebuah fenomena yang perlu mendapatkan perhatian ekstra dari seluruh pihak sehingga terjadi kesinergisan dari seluruh pihak dan menjadikan lahan garapan bersama-sama.
Semoga hal ini benar-benar dapat diwujudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini dan mengangkat derajat sumber daya manusia dalam tata pergaulan internasional.
Pendidikan manusia seutuhnya memungkinkan terciptanya manusia-manusia berimbang. Obor pendidikan berusaha menjembatani dan memberikan penerangan dan penghangatan dunia pendidikan
Rabu, 17 September 2008
. MEMBAWA ANAK BELAJAR PENUH KONSENTRASI
Salah satu faktor yang dipercaya dapat membawa keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan pembeljaarannya adalah knsentrasi yang baik. Dengan berkonsentrasi, maka segala hal dapat terekam sebaik-baiknya di dalam memori otak dan selanjutnya dengan mudah dapat dikeluarkan pada saat-saat dibutuhkan. Sebagian orang mengatakan bahwa konsentrasi merupakan sebagian dari keberhasilan yang kita dapatkan. Semakin sukses kita berkonsentrasi, maka semakin bagus hasil dari yang kita lakukan.
Untuk menbawa anak pada tingkat konsentrasi tinggi, maka antara guru dan anak didik harus ada kesepakatan bersama berkaitan dengan segala hal yang memungkinkan untuk pencapaian keberhasilan proses. Konsentrasi dapat diartikan sebagai pemusatan pikiran untuk secara utuh dan menyeluruh mengerjakan atau melakukan kegiatan tanpa membagi pikiran dengan aspek yang lain.
Dan, proses belajar adalah proses interaksi antara guru dan anak didik, sehingga untuk keperluan konsentrasi tinggi, maka komitmen atau kesepakatan yang dibuat haruslah mengandung aspek-aspek penting. Aspek-aspek tersebut misalnya visi dan misi yangs ama antara guru dananak didik. Harus ada kesamaan pendapat, langkah dan tujuan agar konsentrasi dapat dilakukan denga sukses. Upaya penyamaan visi dan misi ini dapat dibangun secara sadar dan merupakan kebutuhan bagi anak didik, bukan kebutuhan guru. Selanjutnya berdasarkan visi dan misi tersebut, maka guru bertindak sebagai fasilitator dan anak didik bertindak sebagai pelaku utama pembelajaran. Selama ini memang terjadi pembiasan visi dan misi pada diri guru dan anak didik. Pembiasan tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan arah dari kegiatan pembelajaran. Guru berpendapat bahwa tugasnya hanya mengajar, transfer of knowledge semata, sedangkan anak didik berpendapat bahwa yang terpenting adalah setor wajah pada setiap jam pelajaran guru, terutama guru-guru killer. Eksistensinya sebagai pelaku pembelajaran sama sekali tidak muncul dalam setiap kegiatan pembel-ajaran. Demikian juga eksistensi guru sebagai fasilitator pembelajaran sama sekali tidak tersalurkan sehingga kegiatan pembelajaran yang dibimbingnya hanyalah kegiatan formalitas semata.
Jika kita ingin membawa anak didik untuk dapat berkonsentrasi sebaik-baiknya, maka yang terutama harus disamakan persepsi mengenai visi dan misi pembelajaran sehingga masing-masing menyedari posisi, tugas, kewajiban dan fungsinya di dalam proses pembelajaran. Jika mereka semua mengetahui dan menyadari tupoksi dalam proses pembelajarannya, maka sudah barang tentu proses dapat berjalan secara utuh sebab masing-masing pihak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Perbedaan visi dan misi yang terjadi secara umum menjadikan kegiatan terhambat, bahkan sama sekali tidak dapat terlaksana, apalagi jika masing-masing bersikeras untuk bertahan pada visi dan misi masing-masing, persetan dengan visi dan misi orang lain!
Upaya mengembalikan roh belajar anak didik sebagai upaya membawa anak didik belajar penuh konsentrasi membutuhkan latar belakang atau pola pikir yang sama diantara para pelaku pembelajaran. Latar belakang atau pola pikir guru terhadap konsep dan proses pembelajaran harus sinkron dnegan pola piker anak-anak. Hal ini disebabkan karena guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi yang bersifat edukasi sehingga jika mereka tidak memiliki persepsi yang sama terhadap visi dan misi pembelajaran, tentunya hasilnya tidak dapat maksimal.
Langkah lain yang dapat diambil untuk dapat membawa anak didik dalam tingkat konsentrasi belajar menuju penggugahan roh belajar anak didik adalah dengan melibatkan secara aktif anak didik dalam setiap kegiatan yang ada di sekolah, baik yang bersifat intra kurikuler maupun yang bersifat ekstra kurikuler. Langkah ini sangat penting mengingat konsep dasar pembelajaran bahwa anak didik adalah pelaku utama proses pembelajaran sehingga sudah barang tentu seharusnya mereka terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung atau intra dan ekstra kurikuler. Anak didik harus terlibat untuk memperbanyak pengalaman belajarnya. Sedangkan guru hanyalah berposisi sebagai fasilitator kegiatan pembelajaran. Guru harus dapat memberikan kegiatan aktif kepada anak didik sesuai dengan materi pembelajaran yang seharusnya didapatkan anak didik.
Proses pembelajaran-pun seharusnya mendapatkan perhatian ekstra dari semua pihak sedemikian rupa sehingga anak-anak terangsang pikirannya untuk unjuk kemampuan dirinya. Anak didik harus diberi kesempatan untuk mengembangkan diri melalui kreativitas dirinya. Anak didik diberi kesempatan untuk berkreasi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dengan langkah ini, maka diharapkan anak didik menyadari bahwa sebenarnya mereka yang harus aktif melakukan proses pembelajaran dan guru hanyalah memfasilitasi kegiatan pembelajaran tersebut.
Kreativitas yang dimiliki anak didik secara langsung dapat menggambar-kan seberapa besar tingkat kemampuan dirinya dalam memahami materi pembelajaran. Hal ini sekaligus menggambarkan seberapa besar kualitas dirinya. Semakin kreatif seorang anak didik, maka semakin tinggi kualitas dirinya dan selanjutnya diharapkan dapat mengangkat nilai kualitas sumber daya manusia yang dimiliki bangsa ini. Demikian juga diharapkan guru memiliki kreativitas yang tinggi agar segala keperluan anak didiknya, khususnya dalam hal proses pembelajaran dapat terkontribusi secara baik dan maksimal. Dengan memiliki kreativitas yang tinggi, maka setidaknya guru selalu siap memberikan hal terbaik bagi anak didiknya. Setiap kali ada anak didik yang mengalami kesulitan belajar, maka guru secara langsung dapat memberikan langkah-langkah pe-mecahan permasalahan, bahkan secara gampang guru dapat berimprovisasi terhadap setiap permasalahan anak didik. Sudah barang tentu kondisi ini dapat menggambarkan bahwa proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan program pembelajaran dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Kegiatan pembelajaran sebenarnya merupakan implementasi dari kondisi kehidupan secara minimalis. Setiap aspek kegiatan yang terjadi di dalam proses pembelajaran merupakan gambaran minimalis dari kehidupan nyata. Ketika seoranag anak berinteraksi dengan temannaya, maka hal tersebut merupakan gambaran interaksi antar anggota masyarakat. Kondisi ini merupakan simbolisasi kehidupan nyata dan diimplementasikan dalam bentuk proses pem-belajaran.
Proses pembelajaran yang efektif adalah proses yang berpola untuk mengantisipasi kondisi kehidupan. Artinya segala hal yang dilakukan di dalam proses pembelajaran merupakan upaya untuk mempersiapkan anak didik agar mampu menghadapi kondisi kehidupan di masyarakatnya. Keterkaitan materi pembelajaran dan kondisi kehidupan di masyarakat menjadikan anak merasa tertarik sebab apa yang dihadapi di sekolah merupakan kiat-kiat praktis meng-hadapi kehidupan.
Proses membawa anak didik untuk belajar lebih konsentrasi adalah mengarahkan anak didik untuk lebih perhatian terhadap tugas dan kewajiban-nya sebagai pelajar, yaitu belajar. Anak didik dikondisikan sedemikian rupa sehingga mengetahui bahwa yang materi pelajaran yang diberikan di dalam proses pembelajaran adalah cukilan dari kondisi nyata dalam kehidupan. Kita berharap agar anak didik merasakan keterkaitan antara belajar di sekolah dengan kondisi yang bakal dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat sehingga hal tersebut dapat mendorong semangat, roh belajarnya untuk lebih baik lagi.
Ini semua merupakan langkah antisipatif untuk anak didik dalam menghadapi kehidupan yang serba gelap. Kita tidak pernah mengetahui bagaimana kondisi kehidupan kita sedetik mendatang atau sehari mendatang, apalagi di masa depan. Ini merupakan rahasia Tuhan yang tidak bakal dapat kita pecahkan, tetapi setidaknya kita dapat mengambil langkah antisipatif sehingga masa depan kita tidak terlalu buruk. Inilah sebenarnya tujuan dari proses pembelajaran, yaitu mempersiapkan anak didik untuk menghadapi kondisi masa depannya dan hal ini harus disadari betul oleh anak didik.
Bahkan tidak jarang disusun program untuk pembelajaran seutuhnya, yaitu memberikan bekal yang utuh bagi anak didik, misalnya anak SMA mendapatkan bekal keterampilan teknik, sedangkan anak SMK mendapatkan bekal teori, pengetahuan umum. Kurikulum yang dipergunakan juga merupakan aplikasi antara dunia pendidikan dengan dunia kehidupan, khusus-nya dunia usaha dan industri. Dengan cara seperti ini, maka diharapkan over lap yang selama ini terjadi antara lulusan SMA dengan lulusan SMK bukan merupakan sebuah keganjilan lagi. Selama ini kita mengetahui bahwa secara teknis anak-anak lulusan SMK yang seharusnya masuk ke dunia kerja, tetapi ternyata didominasi oleh anak-anak lulusan SMA. Hal ini sangat tidak relevan, maka dengan memberikan materi pelajaran yang relevan dengan kehidupan nyata, maka anak didik mendapatkan jatah pembelajaran yang benar-benar aplikatif bagi kehidupannya di masyarakat.
Jika hal ini dilakukan, maka setidaknya anak bakal merasa tertarik untuk mengikuti sebab mereka melihat secara langsung keuntungan yang didapatkan-nya saat mengikuti proses pembelajaran. Mereka melihat bahwa dengan mengikuti proses pembelajaran, maka setidaknya mereka dapat membayangkan masa depan yang bakal dihadapinya secara garis besarnya dan secara langsung dapat melihat kemampuannya menghadapi setiap kondisi dari kehidupannya tersebut.
Guru juga perlu memberikan materi pembelajaran yang mempunyai relevansi dengan keperluan hidup, berbasis keterampilan dan pengetahuan terapan. Kegiatan pembelajaran memang sudah seharusnya selalu dikaitkan dengan kehidupan sebab materi pembelajaran merupakan materi persiapan anak didik dalam menghadapi kondisi kehidupan. Setiap materi pembelajaran selalu merupakan langkah-langkah konkrit yang dekat dengan hal-hal nyata dalam kehidupan. Materi yang aplikatif ini jelas memberikan nilai tambah bagi hasil proses pembelajaran sebab mampu menjadi bekal kehidupan anak didik.
Sementara untuk dapat melaksanakan semua program tersebut, maka seorang guru harus dapat menerapkan teknik pembelajaran yang tepat. Walau-pun program yang disusun sedemikian bagusnya tetapi jika ternyata guru tidak mempunyai kemampuan untuk menerapkan secara tepat, maka tentu saja hal tersebut tidak bakal menjamin keberhasilan program dalam aplikasinya. Dengan teknik yang tepat, maka guru dapat mengakomodasikan, mengkontri-busikan, mendistribusikan segala materi pembelajaran yang dibutuhkan anak didik. Teknik yang tepat memberikan kepastian pencapaian hasil proses. Teknik ini dapat kita katakan sebagai cara yang dipergunakan dalam pelaksanaan program.
Seorang guru harus mempunyai kemampuan untuk menguasai berbagai teknik pembelajaran sehingga selain efektivitasnya lebih baik, juga untuk menghindari kebosanan anak didik di dalam proses pembelajaran. Jika guru dapat menerapkan teknik pembelajaran yang tepat dengan kondisi anak didik pada saat proses berlangsung, maka setidaknya anak didik merasa tergugah dan tertarik sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk memelayangkan rohnya ke tempat lainnya. Guru harus menguasai banyak teknik pembelajarans ebab pada kenyataannya setiap anak didik mempunyai kondisi yang berbeda, mempunyai kemampuan yang berbeda sehingga memerlukan penanganan yang berbeda pula.
Teknik pembelajaran yang baik dan tepat merupakan salah satu aspek penting dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran tuntas dan upaya peningkatan kualitas diri anak, maka kita/guru perlu menguasai beragam teknik yang ada.
Oleh karena itulah, maka guru harus benar-benar kreatif dan inovatif di dalam proses pembelajaran yang diampunya. Demikian juga perhatian terhadap anak didik harus ditingkatkan sehingga anak merasa mendapatkan suatu keistimewaan. Proses membimbing memang merupakan sebuah kegiatan yang harus dilakukan secara berkesinambungan sehingga dibutuhkan guru-guru dengan visi kedepan yang kuat dan misi pendidikan yang inovatif dan kreatif. Guru harus dapat membimbing anak sedemikian rupa sehingga anak merasa dekat dengan guru dan dengan demikian, maka anak merasa ada keterikatan dengan sang guru, personal approach. Pendekatan personal ini sangat perlu untuk menciptakan ikatan batin antara guru dan anak didik sehingga terjadilah keakraban dan kondisi ini menjadikan anak didik merasa dekat dengan guru-nya. Kedekatan inilah yang selanjutnya memnjadikan anak didik dan guru mudah melakukan interaksi, baik interaksi sosial maupun interaksi edukasi. Jika anak didik mengalami kesulitan belajar, maka dengan segera mereka dapat menanyakan kepada guru tanpa ada rasa takut dan sebagainya yang meng-halangi proses interaksi tersebut.
Guru sebagai fasilitator pembelajaran anak di saat proses pembelajaran pada posisi ini merupakan tempat bagi anak didik untuk mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya tentang materi pembelajaran. Anak-anak mencoba memahami dan mengerti semua materi pembelajaran tersebut, tetapi dalam hal ini mereka memerlukan orang-orang yang mampu membimbingnya secara personal dan tidak membuat batas yang terjang diantara mereka. Mereka memerlukan guru-guru yang mau mengerti kondisi mereka. Mereka me-merlukan guru-guru yang dapat membantu mereka dengan sikap manis dan penuh kasih sayang, bukan bentakan atau pandangan mata tajam. Dengan cara seperti ini, maka setidaknya kita dapat membawa anak didik sehingga anak didik dapat berkonsentrasi sebaik-baiknya untuk keberhasilan proses belajarnya.
Apalagi jika lokasi sekolah sedemikian rupa sehingga bayak gangguan yang menjadikan konsentrasi anak menjadi terganggu, misalnya sekolah yang dekat dengan tempat-tempat umum, dekat jalan raya, dan sebagainya, maka perlu diambil langkah-langkah yang efektif dan pendekatan-pendekatan yang tepat bagi pencapaian tujuan pembelajaranya dan menghindari kehilangan roh belajar sebab konsentrasi yang terganggu oleh kondisi lingkungan. Bagaimana-pun seorang guru harus dapat membimbing anak didiknya untuk belajar ber-konsentrasi menghadapi setiap permasalahan di setiap kondisi dan waktu. Hal ini berdasar pada konsep bahwa guru adalah fasilitator di dalam proses pembel-ajaran sehinga harus selalu siap membantu anak didik dalam menyelesaikan setiap permasalahan, baik masalah belajar maupun masalah yang lainnya.
Marilah kita secara sadar dan tersistem serta terstruktur memulai langkah untuk mengkondisikan anak didik sehingga mamiliki tingkat konsentrasi belajar yang tinggi sehingga dengan demikian, maka kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor anak didik dapat meningkat secara signifikan dengan kondisi kualitas dunia pendidikan di negeri ini. Dengan tingkat konsentrasi yang tinggi, maka kita telah memposisikan anak didik pada sebuah pintu yang dekat dengan keberhasilan proses pembelajaran. Tanpa diminta, maka guru memberikan langkah-langkah strategis bagi anak didik untuk meningkatkan kualitas dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki kelebihan pengalaman belajarnya
Untuk menbawa anak pada tingkat konsentrasi tinggi, maka antara guru dan anak didik harus ada kesepakatan bersama berkaitan dengan segala hal yang memungkinkan untuk pencapaian keberhasilan proses. Konsentrasi dapat diartikan sebagai pemusatan pikiran untuk secara utuh dan menyeluruh mengerjakan atau melakukan kegiatan tanpa membagi pikiran dengan aspek yang lain.
Dan, proses belajar adalah proses interaksi antara guru dan anak didik, sehingga untuk keperluan konsentrasi tinggi, maka komitmen atau kesepakatan yang dibuat haruslah mengandung aspek-aspek penting. Aspek-aspek tersebut misalnya visi dan misi yangs ama antara guru dananak didik. Harus ada kesamaan pendapat, langkah dan tujuan agar konsentrasi dapat dilakukan denga sukses. Upaya penyamaan visi dan misi ini dapat dibangun secara sadar dan merupakan kebutuhan bagi anak didik, bukan kebutuhan guru. Selanjutnya berdasarkan visi dan misi tersebut, maka guru bertindak sebagai fasilitator dan anak didik bertindak sebagai pelaku utama pembelajaran. Selama ini memang terjadi pembiasan visi dan misi pada diri guru dan anak didik. Pembiasan tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan arah dari kegiatan pembelajaran. Guru berpendapat bahwa tugasnya hanya mengajar, transfer of knowledge semata, sedangkan anak didik berpendapat bahwa yang terpenting adalah setor wajah pada setiap jam pelajaran guru, terutama guru-guru killer. Eksistensinya sebagai pelaku pembelajaran sama sekali tidak muncul dalam setiap kegiatan pembel-ajaran. Demikian juga eksistensi guru sebagai fasilitator pembelajaran sama sekali tidak tersalurkan sehingga kegiatan pembelajaran yang dibimbingnya hanyalah kegiatan formalitas semata.
Jika kita ingin membawa anak didik untuk dapat berkonsentrasi sebaik-baiknya, maka yang terutama harus disamakan persepsi mengenai visi dan misi pembelajaran sehingga masing-masing menyedari posisi, tugas, kewajiban dan fungsinya di dalam proses pembelajaran. Jika mereka semua mengetahui dan menyadari tupoksi dalam proses pembelajarannya, maka sudah barang tentu proses dapat berjalan secara utuh sebab masing-masing pihak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Perbedaan visi dan misi yang terjadi secara umum menjadikan kegiatan terhambat, bahkan sama sekali tidak dapat terlaksana, apalagi jika masing-masing bersikeras untuk bertahan pada visi dan misi masing-masing, persetan dengan visi dan misi orang lain!
Upaya mengembalikan roh belajar anak didik sebagai upaya membawa anak didik belajar penuh konsentrasi membutuhkan latar belakang atau pola pikir yang sama diantara para pelaku pembelajaran. Latar belakang atau pola pikir guru terhadap konsep dan proses pembelajaran harus sinkron dnegan pola piker anak-anak. Hal ini disebabkan karena guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi yang bersifat edukasi sehingga jika mereka tidak memiliki persepsi yang sama terhadap visi dan misi pembelajaran, tentunya hasilnya tidak dapat maksimal.
Langkah lain yang dapat diambil untuk dapat membawa anak didik dalam tingkat konsentrasi belajar menuju penggugahan roh belajar anak didik adalah dengan melibatkan secara aktif anak didik dalam setiap kegiatan yang ada di sekolah, baik yang bersifat intra kurikuler maupun yang bersifat ekstra kurikuler. Langkah ini sangat penting mengingat konsep dasar pembelajaran bahwa anak didik adalah pelaku utama proses pembelajaran sehingga sudah barang tentu seharusnya mereka terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung atau intra dan ekstra kurikuler. Anak didik harus terlibat untuk memperbanyak pengalaman belajarnya. Sedangkan guru hanyalah berposisi sebagai fasilitator kegiatan pembelajaran. Guru harus dapat memberikan kegiatan aktif kepada anak didik sesuai dengan materi pembelajaran yang seharusnya didapatkan anak didik.
Proses pembelajaran-pun seharusnya mendapatkan perhatian ekstra dari semua pihak sedemikian rupa sehingga anak-anak terangsang pikirannya untuk unjuk kemampuan dirinya. Anak didik harus diberi kesempatan untuk mengembangkan diri melalui kreativitas dirinya. Anak didik diberi kesempatan untuk berkreasi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dengan langkah ini, maka diharapkan anak didik menyadari bahwa sebenarnya mereka yang harus aktif melakukan proses pembelajaran dan guru hanyalah memfasilitasi kegiatan pembelajaran tersebut.
Kreativitas yang dimiliki anak didik secara langsung dapat menggambar-kan seberapa besar tingkat kemampuan dirinya dalam memahami materi pembelajaran. Hal ini sekaligus menggambarkan seberapa besar kualitas dirinya. Semakin kreatif seorang anak didik, maka semakin tinggi kualitas dirinya dan selanjutnya diharapkan dapat mengangkat nilai kualitas sumber daya manusia yang dimiliki bangsa ini. Demikian juga diharapkan guru memiliki kreativitas yang tinggi agar segala keperluan anak didiknya, khususnya dalam hal proses pembelajaran dapat terkontribusi secara baik dan maksimal. Dengan memiliki kreativitas yang tinggi, maka setidaknya guru selalu siap memberikan hal terbaik bagi anak didiknya. Setiap kali ada anak didik yang mengalami kesulitan belajar, maka guru secara langsung dapat memberikan langkah-langkah pe-mecahan permasalahan, bahkan secara gampang guru dapat berimprovisasi terhadap setiap permasalahan anak didik. Sudah barang tentu kondisi ini dapat menggambarkan bahwa proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan program pembelajaran dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Kegiatan pembelajaran sebenarnya merupakan implementasi dari kondisi kehidupan secara minimalis. Setiap aspek kegiatan yang terjadi di dalam proses pembelajaran merupakan gambaran minimalis dari kehidupan nyata. Ketika seoranag anak berinteraksi dengan temannaya, maka hal tersebut merupakan gambaran interaksi antar anggota masyarakat. Kondisi ini merupakan simbolisasi kehidupan nyata dan diimplementasikan dalam bentuk proses pem-belajaran.
Proses pembelajaran yang efektif adalah proses yang berpola untuk mengantisipasi kondisi kehidupan. Artinya segala hal yang dilakukan di dalam proses pembelajaran merupakan upaya untuk mempersiapkan anak didik agar mampu menghadapi kondisi kehidupan di masyarakatnya. Keterkaitan materi pembelajaran dan kondisi kehidupan di masyarakat menjadikan anak merasa tertarik sebab apa yang dihadapi di sekolah merupakan kiat-kiat praktis meng-hadapi kehidupan.
Proses membawa anak didik untuk belajar lebih konsentrasi adalah mengarahkan anak didik untuk lebih perhatian terhadap tugas dan kewajiban-nya sebagai pelajar, yaitu belajar. Anak didik dikondisikan sedemikian rupa sehingga mengetahui bahwa yang materi pelajaran yang diberikan di dalam proses pembelajaran adalah cukilan dari kondisi nyata dalam kehidupan. Kita berharap agar anak didik merasakan keterkaitan antara belajar di sekolah dengan kondisi yang bakal dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat sehingga hal tersebut dapat mendorong semangat, roh belajarnya untuk lebih baik lagi.
Ini semua merupakan langkah antisipatif untuk anak didik dalam menghadapi kehidupan yang serba gelap. Kita tidak pernah mengetahui bagaimana kondisi kehidupan kita sedetik mendatang atau sehari mendatang, apalagi di masa depan. Ini merupakan rahasia Tuhan yang tidak bakal dapat kita pecahkan, tetapi setidaknya kita dapat mengambil langkah antisipatif sehingga masa depan kita tidak terlalu buruk. Inilah sebenarnya tujuan dari proses pembelajaran, yaitu mempersiapkan anak didik untuk menghadapi kondisi masa depannya dan hal ini harus disadari betul oleh anak didik.
Bahkan tidak jarang disusun program untuk pembelajaran seutuhnya, yaitu memberikan bekal yang utuh bagi anak didik, misalnya anak SMA mendapatkan bekal keterampilan teknik, sedangkan anak SMK mendapatkan bekal teori, pengetahuan umum. Kurikulum yang dipergunakan juga merupakan aplikasi antara dunia pendidikan dengan dunia kehidupan, khusus-nya dunia usaha dan industri. Dengan cara seperti ini, maka diharapkan over lap yang selama ini terjadi antara lulusan SMA dengan lulusan SMK bukan merupakan sebuah keganjilan lagi. Selama ini kita mengetahui bahwa secara teknis anak-anak lulusan SMK yang seharusnya masuk ke dunia kerja, tetapi ternyata didominasi oleh anak-anak lulusan SMA. Hal ini sangat tidak relevan, maka dengan memberikan materi pelajaran yang relevan dengan kehidupan nyata, maka anak didik mendapatkan jatah pembelajaran yang benar-benar aplikatif bagi kehidupannya di masyarakat.
Jika hal ini dilakukan, maka setidaknya anak bakal merasa tertarik untuk mengikuti sebab mereka melihat secara langsung keuntungan yang didapatkan-nya saat mengikuti proses pembelajaran. Mereka melihat bahwa dengan mengikuti proses pembelajaran, maka setidaknya mereka dapat membayangkan masa depan yang bakal dihadapinya secara garis besarnya dan secara langsung dapat melihat kemampuannya menghadapi setiap kondisi dari kehidupannya tersebut.
Guru juga perlu memberikan materi pembelajaran yang mempunyai relevansi dengan keperluan hidup, berbasis keterampilan dan pengetahuan terapan. Kegiatan pembelajaran memang sudah seharusnya selalu dikaitkan dengan kehidupan sebab materi pembelajaran merupakan materi persiapan anak didik dalam menghadapi kondisi kehidupan. Setiap materi pembelajaran selalu merupakan langkah-langkah konkrit yang dekat dengan hal-hal nyata dalam kehidupan. Materi yang aplikatif ini jelas memberikan nilai tambah bagi hasil proses pembelajaran sebab mampu menjadi bekal kehidupan anak didik.
Sementara untuk dapat melaksanakan semua program tersebut, maka seorang guru harus dapat menerapkan teknik pembelajaran yang tepat. Walau-pun program yang disusun sedemikian bagusnya tetapi jika ternyata guru tidak mempunyai kemampuan untuk menerapkan secara tepat, maka tentu saja hal tersebut tidak bakal menjamin keberhasilan program dalam aplikasinya. Dengan teknik yang tepat, maka guru dapat mengakomodasikan, mengkontri-busikan, mendistribusikan segala materi pembelajaran yang dibutuhkan anak didik. Teknik yang tepat memberikan kepastian pencapaian hasil proses. Teknik ini dapat kita katakan sebagai cara yang dipergunakan dalam pelaksanaan program.
Seorang guru harus mempunyai kemampuan untuk menguasai berbagai teknik pembelajaran sehingga selain efektivitasnya lebih baik, juga untuk menghindari kebosanan anak didik di dalam proses pembelajaran. Jika guru dapat menerapkan teknik pembelajaran yang tepat dengan kondisi anak didik pada saat proses berlangsung, maka setidaknya anak didik merasa tergugah dan tertarik sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk memelayangkan rohnya ke tempat lainnya. Guru harus menguasai banyak teknik pembelajarans ebab pada kenyataannya setiap anak didik mempunyai kondisi yang berbeda, mempunyai kemampuan yang berbeda sehingga memerlukan penanganan yang berbeda pula.
Teknik pembelajaran yang baik dan tepat merupakan salah satu aspek penting dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran tuntas dan upaya peningkatan kualitas diri anak, maka kita/guru perlu menguasai beragam teknik yang ada.
Oleh karena itulah, maka guru harus benar-benar kreatif dan inovatif di dalam proses pembelajaran yang diampunya. Demikian juga perhatian terhadap anak didik harus ditingkatkan sehingga anak merasa mendapatkan suatu keistimewaan. Proses membimbing memang merupakan sebuah kegiatan yang harus dilakukan secara berkesinambungan sehingga dibutuhkan guru-guru dengan visi kedepan yang kuat dan misi pendidikan yang inovatif dan kreatif. Guru harus dapat membimbing anak sedemikian rupa sehingga anak merasa dekat dengan guru dan dengan demikian, maka anak merasa ada keterikatan dengan sang guru, personal approach. Pendekatan personal ini sangat perlu untuk menciptakan ikatan batin antara guru dan anak didik sehingga terjadilah keakraban dan kondisi ini menjadikan anak didik merasa dekat dengan guru-nya. Kedekatan inilah yang selanjutnya memnjadikan anak didik dan guru mudah melakukan interaksi, baik interaksi sosial maupun interaksi edukasi. Jika anak didik mengalami kesulitan belajar, maka dengan segera mereka dapat menanyakan kepada guru tanpa ada rasa takut dan sebagainya yang meng-halangi proses interaksi tersebut.
Guru sebagai fasilitator pembelajaran anak di saat proses pembelajaran pada posisi ini merupakan tempat bagi anak didik untuk mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya tentang materi pembelajaran. Anak-anak mencoba memahami dan mengerti semua materi pembelajaran tersebut, tetapi dalam hal ini mereka memerlukan orang-orang yang mampu membimbingnya secara personal dan tidak membuat batas yang terjang diantara mereka. Mereka memerlukan guru-guru yang mau mengerti kondisi mereka. Mereka me-merlukan guru-guru yang dapat membantu mereka dengan sikap manis dan penuh kasih sayang, bukan bentakan atau pandangan mata tajam. Dengan cara seperti ini, maka setidaknya kita dapat membawa anak didik sehingga anak didik dapat berkonsentrasi sebaik-baiknya untuk keberhasilan proses belajarnya.
Apalagi jika lokasi sekolah sedemikian rupa sehingga bayak gangguan yang menjadikan konsentrasi anak menjadi terganggu, misalnya sekolah yang dekat dengan tempat-tempat umum, dekat jalan raya, dan sebagainya, maka perlu diambil langkah-langkah yang efektif dan pendekatan-pendekatan yang tepat bagi pencapaian tujuan pembelajaranya dan menghindari kehilangan roh belajar sebab konsentrasi yang terganggu oleh kondisi lingkungan. Bagaimana-pun seorang guru harus dapat membimbing anak didiknya untuk belajar ber-konsentrasi menghadapi setiap permasalahan di setiap kondisi dan waktu. Hal ini berdasar pada konsep bahwa guru adalah fasilitator di dalam proses pembel-ajaran sehinga harus selalu siap membantu anak didik dalam menyelesaikan setiap permasalahan, baik masalah belajar maupun masalah yang lainnya.
Marilah kita secara sadar dan tersistem serta terstruktur memulai langkah untuk mengkondisikan anak didik sehingga mamiliki tingkat konsentrasi belajar yang tinggi sehingga dengan demikian, maka kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor anak didik dapat meningkat secara signifikan dengan kondisi kualitas dunia pendidikan di negeri ini. Dengan tingkat konsentrasi yang tinggi, maka kita telah memposisikan anak didik pada sebuah pintu yang dekat dengan keberhasilan proses pembelajaran. Tanpa diminta, maka guru memberikan langkah-langkah strategis bagi anak didik untuk meningkatkan kualitas dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki kelebihan pengalaman belajarnya
MENGGUGAH ROH BELAJAR ANAK DIDIK
Selama ini kita seringkali tidak mengetahui, sebab hal ini seringkali tidak diekspose oleh guru, sekolah secara terbuka untuk menghindari hal-hal negative, terutaa berkaitan dengan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru di kelas, bahwa sudah cukup lama anak-anak telah kehilangan roh belajarnya! Anak-anak yang mengikuti proses belajar tidak secara utuh meng-ikuti proses sebab yang hadir di dalam kelas pembelajaran hanyalah jasadnya semata. Yang hadir pada saat guru memberikan materi pelajaran di kelas pembelajaran hanyalah jasad tanpa roh sama sekali.
Coba kita analisa, bagaimana sebuah proses dapat berlangsungd an berhasil jika ternyata yang menjadi pelaku utama ternyata hanyalah seonggok jasad tanpa ada rohnya sama sekali?! Dapatkah sebuah proses berlangsung secara maksimal jika roh pelakunya sama sekali tidak ada di tempat?!
Hal ini terjadi di dalam setiap kelas pembelajaran, misalnya anak didik yang berbicara dengan temannya pada saat guru memberikan keterangan, pen-jelasan mengenai materi pelajaran di kelas. Ada juga anak didik yang menguap dan tidur atau melamun saja sepanjang waktu proses pembelajaran. Maka tidak heran jika di akhir pelajaran anak didik sama sekali tidak mendapatkan pengalaman belajar yang diharapkan dalam proses tersebut. Anak didik tidak memiliki pengetahuan ataupun keterampilan, apalagi nilai sikap yang diberikan guru di dalam proses pembelajaran. Anak sibuk dengan kegiatan atau pikiran-nya sendiri dan tidak menghiraukan penjelasan guru. Dan, guru hanya sibuk dengan penjelasannya dan tidak memperhatikan bahwa anak didiknya tidak memperhatikan segala penjelasannya.
Tentunya hal seperti ini berdampak pada kualitas sumber daya manusia yang kita miliki. Anak didik yang sebenarnya merupakan investasi masa depan bagi bangsa yang besar ini sama sekali tidak mengikuti proses pembelajaran secara maksimal sehingga kualitas dirinya sama sekali tidak mampu membawa nama baik bangsa dan negara ini. Bahkan mereka menjadi noda bagi bangsa dan negaranya.
Sementara kita mengetahui bahwa pola kehidupan masyarakat inter-nasional sudah pada era globalisasi, yaitu kondisi yang memungkinkan setiap bangsa untuk berinteraksi secara langsung dengan segala kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing personal. Tetapi hal tersebut sangat mengecewakan bagi bangsa yang besar ini sebab anak didik yang merupakan asset masa depan ternyata banyak yang tidak mamapu menjawab tantangan globalisasi. Mereka ternyata tidak berbeda dari anak-anak yang tidak mendapatkan proses pembelajaran dan pendidikan. Sama sekali tidak memiliki kompetensi hasil pembelajaran.
Kita perlu menetapkan gerakan nasional untuk menggugah roh belajar anak didik sebab pada kenyataannya anak-anak sekolah sekarang memiliki persepsi yang negatif terhadap proses pembelajaran. Anak-anak sekarang ini dihinggapi perasaan malas untuk belajar. Mereka kehilangan semangat untuk belajar dengan berbagai alasan yang kadangkala sangat tidak signifikan. Masalah kemalasan dalam belajar ini sebenarnya merupakan fenomena yang sudah terjadi disebabkan oleh persepsi yang berbeda terhadap proses pendidikan dan pembelajaran. Anak-anak sekarang menganggap bahwa sekolah atau belajar itu bukanlah satu-satunya cara untuk meningkatkan kualitas diri sebab mereka melihat banyak contoh anak-anak yang bersekolah tinggi tetapi tetap saja tidak bagus nasib ekonominya, artinya masih banyak anak-anak lulusan sekolah tinggi yang masih menganggur. Anak malas belajar sebab tidak merasakan pentingnya proses pembelajaran bagi kehidupannya. Hal ini di-sebabkan karena pola pendidikan rumah tangga yang lebih banyak memposisi-kan anak sebagai ‘raja’ kecil di dalam rumah. Selanjutnya hal ini menjadikan anak sebagai sosok yang manja dan mempunyai ketergantungan yang utuh pada orangtua. Mereka tidak dapat mandiri sehingga dalam proses pembelajaran-pun mereka merasa tergantung pada orangtua. Dan, hal inilah yang seringkali menjadikan anak kehilangan semangat belajar, kehilagan roh belajarnya sebab merasakan kemanjaan orangtua yang melebihi jatahnya.
Kita menyadari bahwa proses pembelajaran adalah proses yang ber-langsung secara berkesinambungan dan memerlukan waktu yang relatif lama sehingga untuk hal tersebut haruslah ada rutinitas pelaku pembelajaran dan tentu saja tingkat konsentrasi yang tinggi sehingga keterlibatannya dalam proses pembelajaran benar-benar efektif. Sekali saja tidak mengikuti proses pembel-ajaran, tentunya berdampak pada berkurangnya pengalaman belajar dan kuan-titas serta kualitas penguasaan materi pembelajaran. Kontinuitas kegiatan sangat berkaitan dengan tingkat kemampuan pemahaman dan pengertian anak didik terhadap materi pembelajaran sehingga jika anak didik malas dalam proses pembelajaran, maka sudah barang tentu berdampak pada berkurangnya pemahaman dan pengertian anak terhadap materi pembelajaran serta menurun-kan kualitas diri masing-masing.
Hal lain yang memaksa kita harus menggugah roh belajar anak didik adalah rasa tanggungjawab yang kurang pada diri anak didik. Mereka seakan tidak mempunyai tanggungjawab terhadap masa depannya sendiri yang diwu-judkan dalam kepeduliannya terhadap proses pembelajarannya. Hilangnya rasa tanggungjawab ini menjadikan anak menganggap bahwa proses belajar bukanlah sesuatu yang penting bagi kehidupannya. Sementara kita mengetahui bahwa jika seseorang telah kehilangan rasa tanggungjawabnya, maka itu berarti telah kehilangan visi dan misi untuk masa depan kehidupannya dan hal tersebut berarti menghilangkan kesempatan untuk peningkatan kualitas dirinya. Sedangkan belajar merupakan tanggungjawab dan kewajiban pokok bagi anak didik utnuk mempersiapkan amsa depan mereka sendiri, bukan untuk orang lainnya.
Kewajiban belajar seharusnya dijadikan suatu kesadaran hakiki bagi anak didik sebagai langkah antisipasi terhadap kondisi masa depan anak didik. Anak didik harusnya menyadari bahwa belajar itu merupakan kebutuhan bagi kehidupan masa depan mereka yang lebih baik. Dengan demikian, maka setidaknya secara tulus anak didik menjalani proses pembelajaran dan pada akhirnya memberikan hasil pembelajaran yang maksimal. Artinya pengalaman belajar anak didik benar-benar membrikan perubahan yang signifikan terhadap kondisi anak didik. Apalagi jika dikaitkan dengan pola kehidupan global yang menuntut setiap pribadi menampilkan diri secara maksimal sesuai dengan kemampuan diri masing-masing dalam menghadapi kehidupan pada jaman globalisasi ini. Jika mereka melupakan kewajiban belajar, tentunya sangat berdampak negative terhadap kondisi masa depan mereka. Kita harus mau mengakui kenyataan bahwa anak-anak jaman sekarangs angat berbeda dengan anak-anak jaman dahulu. Anak-anak jaman dahulu, walaupun tidak ada yang membimbing dalam belajar di rumah, mereka secara mandiri melakukan proses pembelajaran di rumah. Bahkan tanpa disuruh belajar-pun mereka merasakan bahwa belajar merupakan tanggungjawab untuk masa depan sehingga secara sadar mereka belajar.
Sementara hal lain yang ditengarai menjadi penyebab anak didik kehilangan roh belajar adalah pola pembelajaran yang kurang tepat bagi anak didik. Pola pembelajaran yang dimaksudkan dalam hal ini adalah berkaitan dengan teknik dan cara pembelajaran masing-masing anak didik. Pola pembel-ajaran ini dapat saja terjadi oleh guru dan anak didik. Guru yang tidak mampu memberikan pola pembelajaran yang memungkinkan anak didik belajar secara maksimal dan efektif. Pola pembelajaran yang baik menjadikan anak didik merasa kerasan di dalam ruangan dan terpikat oleh proses pembelajaran sehingga dengan penuh konsentrasi mengikuti proses secara utuh. Tetapi jika pola pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak tepat, tentunya anak didik menjadi malas dan berakibat pada menurunnya kualitas pemahaman materi sebab anak didik menjadi malas mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itulah, maka untuk menggugah roh belajar anak didik, maka dibutuhkan pola pembelajaran yang benar-benar tepat untuk setiap kondisi anak didik yang mengikuti proses pembelajaran. Pola pembelajaran yan dimaksudkan dalam hal ini adalah pola pembelajaran yang efektif, yaitu pola pembelajaran yang benar-benar mampu mengkontribusikan segala kebutuhan belajar anak didik dan memposisikan anak didik sebagai sosok yang berperan aktif untuk mendapatkan pengalaman belajar secara maksimal.
Upaya membangkitkan roh belajar anak didik memang merupakan salah satu teknik terefektif untuk upaya peningkatan kualitas pendidikan anak didik. Untuk hal tersebut diperlukan sebuah pola yang benar-benar dapat mengkontri-busi setiap kebutuhan belajar anak didik. Pola pembelajaran yang tidak efektif membuat anak didik gampang jenuh dan kehilangan konsentrasi sehingga roh belajarnya-pun segera melayang pergi begitu merasakan bosan di dalam ruangan belajar. Memang jasadnya tetap ada di ruangan tetapi rohnya mengem-bara ke segala penjuru negeri anta berantah.
Selanjutnya yang perlu kita perhatikan adalah materi pelajaran yang diberikan oleh guru pada saat proses pembelajaran. Jika kita berharap anak didik mempunyai kemampuan yang tinggi dalam artian menguasai materi pelajaran dan mampu menjadikannya sebagai bekal kehidupannya, maka isi materi tersebut haruslah benar-benar aktual dan proporsional dengan kondisi kehidupan saat sekarang. Jika isi materi tidak sesuai, maka sudah barang tentu kualitas hasil pembelajaran-pun tidak mampu menjadi bekal hidup anak-anak dalam kehidupan bermasyarakat. Guru tidak dapat hanya berprinsip sekedar menghabiskan jatah pembelajaran tanpa melakukan inovasi dan kreasi terhadap pola dan materi pembelajarannya. Dan, yang tidak kalah pentingnya adalah guru jangan terlalu dibebani dengan tugas-tugas administrasi yang sangat mengganggu tugas mengajar dan mendidiknya. Hal ini menjadikan guru lebih kreatif dan inovatif terhadap kondisi kehidupan sehingga materi pembelajaran yang diberikan kepada anak didik selalu sesuatu yang fresh dan up to date.
Materi pembelajaran yang baru memberikan pengalaman belajar yang benar-benar relevan dengan kondisi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Mereka tidak hanya mendapatkan materi pembelajaran yang usang, yang sejak dahulu secara turun temurun diberikan kepada setiap anak yang belajar, melainkan materi sudha mengalami penyesuaian dengan kodnisi kehidupan sekarang, disesuaikan dengan jamannya. Tentunya hal tersebut menjadikan anak didik secara langsung dapat menerapkan pengalaman belajarnya. Hal ini ditengarai menjadi salah satu penyebab anak didik kehilangan roh untuk belajar sebab anak didik merasakan bahwa materi pelajaran yang diterimanya sudah pernah diterima di jenjang pendidikan sebelumnya sungguh hal tersebut tidak menjadikan anak didik berkualitas. Dalam hal ini kita berasumsi bahwa jika materi pelajaran yang diberikan guru kepada anak didik adalah materi usang, tentunya hal tersebut sangat ketinggalan untuk menjawab tantangan kehidupan di jaman sekarang ini.dapat kita katakana bahwqa orang lai sudah naik pesawat terbang, kita masih saja berjalan kaki atau naik gerobak. Bahkan tidak sedikit yang mengatakan kita tetap saja berjalan di tempat. Orang sudah sampai di bulan, tetapi kita tetaps aja berkutet di bawah kehidupan yang statis, tradisional.
Hal yang lain lagi adalah tingkat konsentrasi anak didik yang tidak terpusat pada proses pembelajaran yang sedang terjadi. Kita perlu menggugah roh belajar anak didik adalah karena kita tidak ingin anak didik terpecah konsentrasinya karena kegiatan ‘terselubung’ yang dilakukan anak didik pada saat mengikuti proses pembelajaran. Bagaimana-pun kita tidak dapat men-deteksi kegiatan ‘terselubung’ anak didik sehingga langkah antisipasif sangat perlu dilakukan oleh guru, terutama dalam hal ini adalah dengan meningkatkan konsentrasi anak didik terhadap proses pembelajaran yang diikutinya. Pening-katan konsentrasi ini untuk memposisikan anak didik sebagai pelaku utama pembelajaran sehingga benar-benar mengikuti proses secara aktif dan berperan sebagaimana seharusnya. Setidaknya dengan tingkat konsentrasi yang tinggi, maka peningkatan kemampuan anak didik dapat merespon pembelajaran benar-benar maksimal. Dan, keterlibatan anak didik dalam kegiatan atau proses pembelajaran benar-benar menunjukkan bahwa anak didik adalah pelaku utama dalam proses pembelajaran. Tetapi meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa tingkat kemampuan untuk berkonsentrasi adalah sangat bervariasi dari sekian banyak anak yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Tingkat konsentrasi yang baik menjadikan anak didik mudah dalam proses penerimaan, pemahaman dan pengertian materi pelajaran yang diberikan oleh guru di dalam proses pembelajaran. Jika anak didik mempunyai tingkat konsentrasi yang tinggi, maka setiap kali guru memberikan penjelasan mengenai materi pembelajaran, maka dengan mudah anak didik mengikuti proses pembelajaran, bagaimanapun pola pembelajaran yang diterapkan oleh guru, tidak menjadi permasalahan yang pokok bagi anak didik. Dan, sudah barang tentu hal tersebut menjadikan pemahaman terhadap materi pembelajaran dapat maksimal dan keberhasilan adalah hasil yang didapatkan.
Tetapi meskipun demikian, pola hidup anak didik juga memegang peranan dalam upaya penggugahan roh belajar anak didik. Bahwa alas an menggugah roh belajar anak didik adalah karena anak didik mempunyai pola kehidupan yang indisipliner, tidak dalam pola kedisiplinan sesuai dengan tingkat kebutuhan. Hidup yang baik adalah hidup yang berpola teratur dan tersistem secara baik sebab hal ini merupakan salah satu indicator keberhasilan dalam kehidupan kita. apalagi dalam kenyataannya kehidupan kita berhadapan dengan kondisi yang sangat rawan sehingga anak didik sangat rentan untuk terbawa pada arus aliran kehidupan yang serba tidak menentu ini. Terutama jika anak didik tidak memiliki bekal pengetahuan, keterampilan ataupun sikap yang baik bagi pola kehidupannya.
Cara mengajar guru yang kurang menarik juga menjadi salah satu indicator akan hilangnya roh belajar anak didik saat proses pembelajaran berlangsung. Anak-anak yang mengikuti proses pembeljaaran dengan seorang guru yang cara mengajarnya kurang menarik sangat cepat menghadirkan kebosanan di dalam hati siswa. Mereka merasa berada pada suatu ruangan yang sangat asing sehingga tidak dapat mengikuti proses secara maksimal. Oleh karena itulah, maka seorang guru haruslah mempunyai kemampuan mengajar dengan berbagai macam kreasi, inovasi dan improviasasi yang bagus pada saat mengajar di hadapan anak didik. Setidaknya hal ini untuk membrikan kesan positif di hati anak didik bahwa pendidikan mereka merupakan orang-orang yang sudah berpengalaman di bidangnya, pendidikan. Jika seorang guru mampu menciptakan kreasi positif sehingga proses pembelajarannya tidak membosankan, maka setidaknya anak didik kerasan tinggal di sekolah dan ruang belajar dan mengikuti proses belajar secara tuntas hingga bel berdering.
Perlu kita sadari bahwa dalam kenyataannya, anak didik berharap bahwa pada proses pembelajaran di kelas dilaksanakan dalam kondisi yang refresh, artinya tidak kaku, tegang ataupun menakutkan bagi mereka. Artinya, walau-pun mata pelajaran yang sedang dipelajari termasuk mata pelajaran momok, tetapi cara penyampaian guru sedemikian rupa sehingga mereka merasa nyaman dan tenang saat mengikuti proses belajar. Mereka tidak membutuhkan guru yang ‘kereng’, guru yang ‘sangar’, tetapi mereka membutuhkan guru yang tegas dan mampu menciptakan kondisi proses yang selalu fresh. Dan, memang dalam kenyataannya kita perlu menyadari bahwa dalam kondisi yang nyaman, fresh, otak dapat berfungsi secara normal. Tetapi, pada saat kita mengalami stressing, maka pada saat itu segala pola pemikiran dapat hilang dan pola pikir tidak lagi teratur. Hal inilah yang dapat menjadikan anak kehilangan roh belajarnya. Anak merasa ketakutan saat mengikuti proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran tidak efektif. Oleh karena itulah, maka seorang guru harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif bagi kejiwaan anak didik, sebab pada saat kita memberikan proses pembelajaran, kita sedang mengelola aspek kejiwaan anak didik sedemikian rupa sehingga mampu menerima pengalaman belajar yang kita lakukan untuk mereka.
Demikianlah, ketika guru sedang memberikan penjelasan berkaitan dengan materi pelajaran yang harus diterima anak didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran, maka yang terpenting dalam kondisi ini adalah kepiawaian seorang guru dalam menggiring anak agar merasa tertarik, nyaman dengan segala inovasi dan kreativitasnya mengajarkan materi pembelajaran bagi anak didik. Guru yang menarik adalah guru yang dapat meramu berbagai teknik pembelajaran sedemikian rupa sehingga anak didik menrasa nyaman dan tenang serta mampu menerima materi pembelajaran dengan baik dan berhasil guna di akhir proses pembelajarannya. Sebab, jika guru dapat menyampaikan secara menarik, maka pengalaman belajar anak didik dapat maksimal dan sesulit apapun materi pelajaran, anak didik dapat mengikuti dengan tingkat konsentrasi tinggi.
Pada kondisi yang lainnya, kita perlu menggugah roh belajar anak didik sebab pada kenyataannya anak didik sekarang ini banyak yang telah mengalami ketidakjelasan visi dan misi belajarnya. Mereka mengikuti proses pembelajaran hanya sebagai sebuah proses yang memang harus dijalani, seakan sebuah laku spiritual atau sekedar formalitas untuk menjaga imej masyarakat. Mereka mengikuti proses pembelajaran sekedar untuk menghindari anggapan negative terhadap diri mereka yang tidak bersekolah. Daripada menganggur!
Kondisi ini sesungguhnya merupakan kondisi yang sangat menerenyuh-kan hati. Kondisi ini sangat riskan dan berdampak sangat luas dan kompleks sebab berkaitan dengan kondisi masa depan mereka dan bangsa yang besar ini. Apalah jadinya bangsa yang besar ini ika anak-anak mudanya yangsedang menempuh proses pembelajaran ternyata telah kehilangan visi dan misi dalam proses pembelajaran yang dijalaninya, padahal masa depan bangsa ini terletak pada kualitas diri mereka. Dan, kita mengetahui bahwa ketika seseorang kehilangan visi dan misi berarti telah kehilangan landasan langkah! Bagaimana kita dapat berjalan jika kita telah kehilangan landasan berpijak untuk melang-kah?
Maka, tidak heran jika kemudian kita mendapati banyak anak didik yang berkeliaran di jalan-jalan, di mall-mall, di plaza-plaza atau di tempat-tempat umum lainnya justru pada saat jam-jam pelajaran. Mereka meninggalkan bangku sekolah, ruangan belajar sebab merasa tidak berminat terhadap pelajaran. Mereka menganggap lebih asyik jalan-jalan, ‘ ngelimbung’ daripada duduk-duduk di kelas mendengarkan guru bercerita ngalor ngidul tentang sesuatu yang sama sekali tidak mereka pahami. Kehadiran mereka di kelas pembelajaran tidak lebih tiga hari dalam seminggu, itupun masih ogah-ogahan. Mereka di kelas dengan kondisi setengah hati dan roh yang melayang-layang ke negeri antah berantah, sama sekali tidak berkonsentrasi pada kegiatan pembelajaran yang dibimbing oleh sang guru.
Dan, yang parah dari hal ini adalah kenyataan bahwa merekapun tidak mau memperhatikan dan memperdulikan segala nasihat yang diberikan, walau-pun mereka sadar bahwa semua nasihat tersebut untuk masa depan mereka. Tentu saja hal ini memberikan penilaian negative masyarakat terhadap dunia pendidikan yang dianggap tidak dapat mengelola proses secara baik sehingga semakin memperjelek nilai dunia pendidikan di negeri sendiri.
Pemandangfan anak-anak berseragam sekolah yang asyik di tempat-tempat umum sudah bukan rahasia lagi. Seluruh lapisan masyarakat sepertinya tidak merespon kondisi tersebut sebagaimana seharusnya. Lapisan masyarakat, khususnya para pemiliki modal besar justru seakan-akan memberikan peluang tempat anak-anak melakukan atau mewujudkan tuntutan diri mengarah pada kesenangan semat untuk waktu sekarang. Mereka sama sekali tidak melakukan tindakan edukatif yang seharusnya menjadi salah satu perananya di dalam proses pembelajaran atau pendidikan anak. Jika masyarakat menyadari posisinya dalam proses pendidikan anak, maka seharusnya mereka segera mengambil tindakan konkrit untuk mengantisipasi atau emnghanguskan kondisi seperti ini. Setidaknya mereka pasti menciptakan sebuah sarana untuk dijadikan sebagai tempat pembelajaran secara umum, seharusnya ada tempat-tempat yang memang diperuntukkan bagi proses pembelajaran di luar sekolah. Masayarakat harus mengawasi proses pembelajaran anak didik sehingga anak-anak tidak bakalan kehilangan visi dan misi serta menghadapi proses pembelajaran sebagai sebuah kebutuhan hidup untuk masa depan mereka.
Visi dan misi anak didik seharusnya menjadi sebuah landasan dasar dalam menyusun dan melaksanakan setiap kegiatan pembelajaran yang diprogramkan oleh anak didik. Dengan demikian, maka sebagian besar tujuan pembelajaran sudah didapatkan oleh anak didik. Separoh keberhasilan sudah digenggaman tangan anak didik dan proses pembelajaran.
Coba kita analisa, bagaimana sebuah proses dapat berlangsungd an berhasil jika ternyata yang menjadi pelaku utama ternyata hanyalah seonggok jasad tanpa ada rohnya sama sekali?! Dapatkah sebuah proses berlangsung secara maksimal jika roh pelakunya sama sekali tidak ada di tempat?!
Hal ini terjadi di dalam setiap kelas pembelajaran, misalnya anak didik yang berbicara dengan temannya pada saat guru memberikan keterangan, pen-jelasan mengenai materi pelajaran di kelas. Ada juga anak didik yang menguap dan tidur atau melamun saja sepanjang waktu proses pembelajaran. Maka tidak heran jika di akhir pelajaran anak didik sama sekali tidak mendapatkan pengalaman belajar yang diharapkan dalam proses tersebut. Anak didik tidak memiliki pengetahuan ataupun keterampilan, apalagi nilai sikap yang diberikan guru di dalam proses pembelajaran. Anak sibuk dengan kegiatan atau pikiran-nya sendiri dan tidak menghiraukan penjelasan guru. Dan, guru hanya sibuk dengan penjelasannya dan tidak memperhatikan bahwa anak didiknya tidak memperhatikan segala penjelasannya.
Tentunya hal seperti ini berdampak pada kualitas sumber daya manusia yang kita miliki. Anak didik yang sebenarnya merupakan investasi masa depan bagi bangsa yang besar ini sama sekali tidak mengikuti proses pembelajaran secara maksimal sehingga kualitas dirinya sama sekali tidak mampu membawa nama baik bangsa dan negara ini. Bahkan mereka menjadi noda bagi bangsa dan negaranya.
Sementara kita mengetahui bahwa pola kehidupan masyarakat inter-nasional sudah pada era globalisasi, yaitu kondisi yang memungkinkan setiap bangsa untuk berinteraksi secara langsung dengan segala kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing personal. Tetapi hal tersebut sangat mengecewakan bagi bangsa yang besar ini sebab anak didik yang merupakan asset masa depan ternyata banyak yang tidak mamapu menjawab tantangan globalisasi. Mereka ternyata tidak berbeda dari anak-anak yang tidak mendapatkan proses pembelajaran dan pendidikan. Sama sekali tidak memiliki kompetensi hasil pembelajaran.
Kita perlu menetapkan gerakan nasional untuk menggugah roh belajar anak didik sebab pada kenyataannya anak-anak sekolah sekarang memiliki persepsi yang negatif terhadap proses pembelajaran. Anak-anak sekarang ini dihinggapi perasaan malas untuk belajar. Mereka kehilangan semangat untuk belajar dengan berbagai alasan yang kadangkala sangat tidak signifikan. Masalah kemalasan dalam belajar ini sebenarnya merupakan fenomena yang sudah terjadi disebabkan oleh persepsi yang berbeda terhadap proses pendidikan dan pembelajaran. Anak-anak sekarang menganggap bahwa sekolah atau belajar itu bukanlah satu-satunya cara untuk meningkatkan kualitas diri sebab mereka melihat banyak contoh anak-anak yang bersekolah tinggi tetapi tetap saja tidak bagus nasib ekonominya, artinya masih banyak anak-anak lulusan sekolah tinggi yang masih menganggur. Anak malas belajar sebab tidak merasakan pentingnya proses pembelajaran bagi kehidupannya. Hal ini di-sebabkan karena pola pendidikan rumah tangga yang lebih banyak memposisi-kan anak sebagai ‘raja’ kecil di dalam rumah. Selanjutnya hal ini menjadikan anak sebagai sosok yang manja dan mempunyai ketergantungan yang utuh pada orangtua. Mereka tidak dapat mandiri sehingga dalam proses pembelajaran-pun mereka merasa tergantung pada orangtua. Dan, hal inilah yang seringkali menjadikan anak kehilangan semangat belajar, kehilagan roh belajarnya sebab merasakan kemanjaan orangtua yang melebihi jatahnya.
Kita menyadari bahwa proses pembelajaran adalah proses yang ber-langsung secara berkesinambungan dan memerlukan waktu yang relatif lama sehingga untuk hal tersebut haruslah ada rutinitas pelaku pembelajaran dan tentu saja tingkat konsentrasi yang tinggi sehingga keterlibatannya dalam proses pembelajaran benar-benar efektif. Sekali saja tidak mengikuti proses pembel-ajaran, tentunya berdampak pada berkurangnya pengalaman belajar dan kuan-titas serta kualitas penguasaan materi pembelajaran. Kontinuitas kegiatan sangat berkaitan dengan tingkat kemampuan pemahaman dan pengertian anak didik terhadap materi pembelajaran sehingga jika anak didik malas dalam proses pembelajaran, maka sudah barang tentu berdampak pada berkurangnya pemahaman dan pengertian anak terhadap materi pembelajaran serta menurun-kan kualitas diri masing-masing.
Hal lain yang memaksa kita harus menggugah roh belajar anak didik adalah rasa tanggungjawab yang kurang pada diri anak didik. Mereka seakan tidak mempunyai tanggungjawab terhadap masa depannya sendiri yang diwu-judkan dalam kepeduliannya terhadap proses pembelajarannya. Hilangnya rasa tanggungjawab ini menjadikan anak menganggap bahwa proses belajar bukanlah sesuatu yang penting bagi kehidupannya. Sementara kita mengetahui bahwa jika seseorang telah kehilangan rasa tanggungjawabnya, maka itu berarti telah kehilangan visi dan misi untuk masa depan kehidupannya dan hal tersebut berarti menghilangkan kesempatan untuk peningkatan kualitas dirinya. Sedangkan belajar merupakan tanggungjawab dan kewajiban pokok bagi anak didik utnuk mempersiapkan amsa depan mereka sendiri, bukan untuk orang lainnya.
Kewajiban belajar seharusnya dijadikan suatu kesadaran hakiki bagi anak didik sebagai langkah antisipasi terhadap kondisi masa depan anak didik. Anak didik harusnya menyadari bahwa belajar itu merupakan kebutuhan bagi kehidupan masa depan mereka yang lebih baik. Dengan demikian, maka setidaknya secara tulus anak didik menjalani proses pembelajaran dan pada akhirnya memberikan hasil pembelajaran yang maksimal. Artinya pengalaman belajar anak didik benar-benar membrikan perubahan yang signifikan terhadap kondisi anak didik. Apalagi jika dikaitkan dengan pola kehidupan global yang menuntut setiap pribadi menampilkan diri secara maksimal sesuai dengan kemampuan diri masing-masing dalam menghadapi kehidupan pada jaman globalisasi ini. Jika mereka melupakan kewajiban belajar, tentunya sangat berdampak negative terhadap kondisi masa depan mereka. Kita harus mau mengakui kenyataan bahwa anak-anak jaman sekarangs angat berbeda dengan anak-anak jaman dahulu. Anak-anak jaman dahulu, walaupun tidak ada yang membimbing dalam belajar di rumah, mereka secara mandiri melakukan proses pembelajaran di rumah. Bahkan tanpa disuruh belajar-pun mereka merasakan bahwa belajar merupakan tanggungjawab untuk masa depan sehingga secara sadar mereka belajar.
Sementara hal lain yang ditengarai menjadi penyebab anak didik kehilangan roh belajar adalah pola pembelajaran yang kurang tepat bagi anak didik. Pola pembelajaran yang dimaksudkan dalam hal ini adalah berkaitan dengan teknik dan cara pembelajaran masing-masing anak didik. Pola pembel-ajaran ini dapat saja terjadi oleh guru dan anak didik. Guru yang tidak mampu memberikan pola pembelajaran yang memungkinkan anak didik belajar secara maksimal dan efektif. Pola pembelajaran yang baik menjadikan anak didik merasa kerasan di dalam ruangan dan terpikat oleh proses pembelajaran sehingga dengan penuh konsentrasi mengikuti proses secara utuh. Tetapi jika pola pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak tepat, tentunya anak didik menjadi malas dan berakibat pada menurunnya kualitas pemahaman materi sebab anak didik menjadi malas mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itulah, maka untuk menggugah roh belajar anak didik, maka dibutuhkan pola pembelajaran yang benar-benar tepat untuk setiap kondisi anak didik yang mengikuti proses pembelajaran. Pola pembelajaran yan dimaksudkan dalam hal ini adalah pola pembelajaran yang efektif, yaitu pola pembelajaran yang benar-benar mampu mengkontribusikan segala kebutuhan belajar anak didik dan memposisikan anak didik sebagai sosok yang berperan aktif untuk mendapatkan pengalaman belajar secara maksimal.
Upaya membangkitkan roh belajar anak didik memang merupakan salah satu teknik terefektif untuk upaya peningkatan kualitas pendidikan anak didik. Untuk hal tersebut diperlukan sebuah pola yang benar-benar dapat mengkontri-busi setiap kebutuhan belajar anak didik. Pola pembelajaran yang tidak efektif membuat anak didik gampang jenuh dan kehilangan konsentrasi sehingga roh belajarnya-pun segera melayang pergi begitu merasakan bosan di dalam ruangan belajar. Memang jasadnya tetap ada di ruangan tetapi rohnya mengem-bara ke segala penjuru negeri anta berantah.
Selanjutnya yang perlu kita perhatikan adalah materi pelajaran yang diberikan oleh guru pada saat proses pembelajaran. Jika kita berharap anak didik mempunyai kemampuan yang tinggi dalam artian menguasai materi pelajaran dan mampu menjadikannya sebagai bekal kehidupannya, maka isi materi tersebut haruslah benar-benar aktual dan proporsional dengan kondisi kehidupan saat sekarang. Jika isi materi tidak sesuai, maka sudah barang tentu kualitas hasil pembelajaran-pun tidak mampu menjadi bekal hidup anak-anak dalam kehidupan bermasyarakat. Guru tidak dapat hanya berprinsip sekedar menghabiskan jatah pembelajaran tanpa melakukan inovasi dan kreasi terhadap pola dan materi pembelajarannya. Dan, yang tidak kalah pentingnya adalah guru jangan terlalu dibebani dengan tugas-tugas administrasi yang sangat mengganggu tugas mengajar dan mendidiknya. Hal ini menjadikan guru lebih kreatif dan inovatif terhadap kondisi kehidupan sehingga materi pembelajaran yang diberikan kepada anak didik selalu sesuatu yang fresh dan up to date.
Materi pembelajaran yang baru memberikan pengalaman belajar yang benar-benar relevan dengan kondisi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Mereka tidak hanya mendapatkan materi pembelajaran yang usang, yang sejak dahulu secara turun temurun diberikan kepada setiap anak yang belajar, melainkan materi sudha mengalami penyesuaian dengan kodnisi kehidupan sekarang, disesuaikan dengan jamannya. Tentunya hal tersebut menjadikan anak didik secara langsung dapat menerapkan pengalaman belajarnya. Hal ini ditengarai menjadi salah satu penyebab anak didik kehilangan roh untuk belajar sebab anak didik merasakan bahwa materi pelajaran yang diterimanya sudah pernah diterima di jenjang pendidikan sebelumnya sungguh hal tersebut tidak menjadikan anak didik berkualitas. Dalam hal ini kita berasumsi bahwa jika materi pelajaran yang diberikan guru kepada anak didik adalah materi usang, tentunya hal tersebut sangat ketinggalan untuk menjawab tantangan kehidupan di jaman sekarang ini.dapat kita katakana bahwqa orang lai sudah naik pesawat terbang, kita masih saja berjalan kaki atau naik gerobak. Bahkan tidak sedikit yang mengatakan kita tetap saja berjalan di tempat. Orang sudah sampai di bulan, tetapi kita tetaps aja berkutet di bawah kehidupan yang statis, tradisional.
Hal yang lain lagi adalah tingkat konsentrasi anak didik yang tidak terpusat pada proses pembelajaran yang sedang terjadi. Kita perlu menggugah roh belajar anak didik adalah karena kita tidak ingin anak didik terpecah konsentrasinya karena kegiatan ‘terselubung’ yang dilakukan anak didik pada saat mengikuti proses pembelajaran. Bagaimana-pun kita tidak dapat men-deteksi kegiatan ‘terselubung’ anak didik sehingga langkah antisipasif sangat perlu dilakukan oleh guru, terutama dalam hal ini adalah dengan meningkatkan konsentrasi anak didik terhadap proses pembelajaran yang diikutinya. Pening-katan konsentrasi ini untuk memposisikan anak didik sebagai pelaku utama pembelajaran sehingga benar-benar mengikuti proses secara aktif dan berperan sebagaimana seharusnya. Setidaknya dengan tingkat konsentrasi yang tinggi, maka peningkatan kemampuan anak didik dapat merespon pembelajaran benar-benar maksimal. Dan, keterlibatan anak didik dalam kegiatan atau proses pembelajaran benar-benar menunjukkan bahwa anak didik adalah pelaku utama dalam proses pembelajaran. Tetapi meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa tingkat kemampuan untuk berkonsentrasi adalah sangat bervariasi dari sekian banyak anak yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Tingkat konsentrasi yang baik menjadikan anak didik mudah dalam proses penerimaan, pemahaman dan pengertian materi pelajaran yang diberikan oleh guru di dalam proses pembelajaran. Jika anak didik mempunyai tingkat konsentrasi yang tinggi, maka setiap kali guru memberikan penjelasan mengenai materi pembelajaran, maka dengan mudah anak didik mengikuti proses pembelajaran, bagaimanapun pola pembelajaran yang diterapkan oleh guru, tidak menjadi permasalahan yang pokok bagi anak didik. Dan, sudah barang tentu hal tersebut menjadikan pemahaman terhadap materi pembelajaran dapat maksimal dan keberhasilan adalah hasil yang didapatkan.
Tetapi meskipun demikian, pola hidup anak didik juga memegang peranan dalam upaya penggugahan roh belajar anak didik. Bahwa alas an menggugah roh belajar anak didik adalah karena anak didik mempunyai pola kehidupan yang indisipliner, tidak dalam pola kedisiplinan sesuai dengan tingkat kebutuhan. Hidup yang baik adalah hidup yang berpola teratur dan tersistem secara baik sebab hal ini merupakan salah satu indicator keberhasilan dalam kehidupan kita. apalagi dalam kenyataannya kehidupan kita berhadapan dengan kondisi yang sangat rawan sehingga anak didik sangat rentan untuk terbawa pada arus aliran kehidupan yang serba tidak menentu ini. Terutama jika anak didik tidak memiliki bekal pengetahuan, keterampilan ataupun sikap yang baik bagi pola kehidupannya.
Cara mengajar guru yang kurang menarik juga menjadi salah satu indicator akan hilangnya roh belajar anak didik saat proses pembelajaran berlangsung. Anak-anak yang mengikuti proses pembeljaaran dengan seorang guru yang cara mengajarnya kurang menarik sangat cepat menghadirkan kebosanan di dalam hati siswa. Mereka merasa berada pada suatu ruangan yang sangat asing sehingga tidak dapat mengikuti proses secara maksimal. Oleh karena itulah, maka seorang guru haruslah mempunyai kemampuan mengajar dengan berbagai macam kreasi, inovasi dan improviasasi yang bagus pada saat mengajar di hadapan anak didik. Setidaknya hal ini untuk membrikan kesan positif di hati anak didik bahwa pendidikan mereka merupakan orang-orang yang sudah berpengalaman di bidangnya, pendidikan. Jika seorang guru mampu menciptakan kreasi positif sehingga proses pembelajarannya tidak membosankan, maka setidaknya anak didik kerasan tinggal di sekolah dan ruang belajar dan mengikuti proses belajar secara tuntas hingga bel berdering.
Perlu kita sadari bahwa dalam kenyataannya, anak didik berharap bahwa pada proses pembelajaran di kelas dilaksanakan dalam kondisi yang refresh, artinya tidak kaku, tegang ataupun menakutkan bagi mereka. Artinya, walau-pun mata pelajaran yang sedang dipelajari termasuk mata pelajaran momok, tetapi cara penyampaian guru sedemikian rupa sehingga mereka merasa nyaman dan tenang saat mengikuti proses belajar. Mereka tidak membutuhkan guru yang ‘kereng’, guru yang ‘sangar’, tetapi mereka membutuhkan guru yang tegas dan mampu menciptakan kondisi proses yang selalu fresh. Dan, memang dalam kenyataannya kita perlu menyadari bahwa dalam kondisi yang nyaman, fresh, otak dapat berfungsi secara normal. Tetapi, pada saat kita mengalami stressing, maka pada saat itu segala pola pemikiran dapat hilang dan pola pikir tidak lagi teratur. Hal inilah yang dapat menjadikan anak kehilangan roh belajarnya. Anak merasa ketakutan saat mengikuti proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran tidak efektif. Oleh karena itulah, maka seorang guru harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif bagi kejiwaan anak didik, sebab pada saat kita memberikan proses pembelajaran, kita sedang mengelola aspek kejiwaan anak didik sedemikian rupa sehingga mampu menerima pengalaman belajar yang kita lakukan untuk mereka.
Demikianlah, ketika guru sedang memberikan penjelasan berkaitan dengan materi pelajaran yang harus diterima anak didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran, maka yang terpenting dalam kondisi ini adalah kepiawaian seorang guru dalam menggiring anak agar merasa tertarik, nyaman dengan segala inovasi dan kreativitasnya mengajarkan materi pembelajaran bagi anak didik. Guru yang menarik adalah guru yang dapat meramu berbagai teknik pembelajaran sedemikian rupa sehingga anak didik menrasa nyaman dan tenang serta mampu menerima materi pembelajaran dengan baik dan berhasil guna di akhir proses pembelajarannya. Sebab, jika guru dapat menyampaikan secara menarik, maka pengalaman belajar anak didik dapat maksimal dan sesulit apapun materi pelajaran, anak didik dapat mengikuti dengan tingkat konsentrasi tinggi.
Pada kondisi yang lainnya, kita perlu menggugah roh belajar anak didik sebab pada kenyataannya anak didik sekarang ini banyak yang telah mengalami ketidakjelasan visi dan misi belajarnya. Mereka mengikuti proses pembelajaran hanya sebagai sebuah proses yang memang harus dijalani, seakan sebuah laku spiritual atau sekedar formalitas untuk menjaga imej masyarakat. Mereka mengikuti proses pembelajaran sekedar untuk menghindari anggapan negative terhadap diri mereka yang tidak bersekolah. Daripada menganggur!
Kondisi ini sesungguhnya merupakan kondisi yang sangat menerenyuh-kan hati. Kondisi ini sangat riskan dan berdampak sangat luas dan kompleks sebab berkaitan dengan kondisi masa depan mereka dan bangsa yang besar ini. Apalah jadinya bangsa yang besar ini ika anak-anak mudanya yangsedang menempuh proses pembelajaran ternyata telah kehilangan visi dan misi dalam proses pembelajaran yang dijalaninya, padahal masa depan bangsa ini terletak pada kualitas diri mereka. Dan, kita mengetahui bahwa ketika seseorang kehilangan visi dan misi berarti telah kehilangan landasan langkah! Bagaimana kita dapat berjalan jika kita telah kehilangan landasan berpijak untuk melang-kah?
Maka, tidak heran jika kemudian kita mendapati banyak anak didik yang berkeliaran di jalan-jalan, di mall-mall, di plaza-plaza atau di tempat-tempat umum lainnya justru pada saat jam-jam pelajaran. Mereka meninggalkan bangku sekolah, ruangan belajar sebab merasa tidak berminat terhadap pelajaran. Mereka menganggap lebih asyik jalan-jalan, ‘ ngelimbung’ daripada duduk-duduk di kelas mendengarkan guru bercerita ngalor ngidul tentang sesuatu yang sama sekali tidak mereka pahami. Kehadiran mereka di kelas pembelajaran tidak lebih tiga hari dalam seminggu, itupun masih ogah-ogahan. Mereka di kelas dengan kondisi setengah hati dan roh yang melayang-layang ke negeri antah berantah, sama sekali tidak berkonsentrasi pada kegiatan pembelajaran yang dibimbing oleh sang guru.
Dan, yang parah dari hal ini adalah kenyataan bahwa merekapun tidak mau memperhatikan dan memperdulikan segala nasihat yang diberikan, walau-pun mereka sadar bahwa semua nasihat tersebut untuk masa depan mereka. Tentu saja hal ini memberikan penilaian negative masyarakat terhadap dunia pendidikan yang dianggap tidak dapat mengelola proses secara baik sehingga semakin memperjelek nilai dunia pendidikan di negeri sendiri.
Pemandangfan anak-anak berseragam sekolah yang asyik di tempat-tempat umum sudah bukan rahasia lagi. Seluruh lapisan masyarakat sepertinya tidak merespon kondisi tersebut sebagaimana seharusnya. Lapisan masyarakat, khususnya para pemiliki modal besar justru seakan-akan memberikan peluang tempat anak-anak melakukan atau mewujudkan tuntutan diri mengarah pada kesenangan semat untuk waktu sekarang. Mereka sama sekali tidak melakukan tindakan edukatif yang seharusnya menjadi salah satu perananya di dalam proses pembelajaran atau pendidikan anak. Jika masyarakat menyadari posisinya dalam proses pendidikan anak, maka seharusnya mereka segera mengambil tindakan konkrit untuk mengantisipasi atau emnghanguskan kondisi seperti ini. Setidaknya mereka pasti menciptakan sebuah sarana untuk dijadikan sebagai tempat pembelajaran secara umum, seharusnya ada tempat-tempat yang memang diperuntukkan bagi proses pembelajaran di luar sekolah. Masayarakat harus mengawasi proses pembelajaran anak didik sehingga anak-anak tidak bakalan kehilangan visi dan misi serta menghadapi proses pembelajaran sebagai sebuah kebutuhan hidup untuk masa depan mereka.
Visi dan misi anak didik seharusnya menjadi sebuah landasan dasar dalam menyusun dan melaksanakan setiap kegiatan pembelajaran yang diprogramkan oleh anak didik. Dengan demikian, maka sebagian besar tujuan pembelajaran sudah didapatkan oleh anak didik. Separoh keberhasilan sudah digenggaman tangan anak didik dan proses pembelajaran.
UNSUR PENTING DALAM PROSES BELAJAR
Membangkitkan atau menggugah roh belajar anak didik haruslah merupakan langkah konkrit untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini. Oleh karena itulah, maka kita perlu mengetahui bahwa di dalam hal ini, kita berhadapan dengan kenyataan bahwa proses pembelajaran memiliki beberapa unsur yang menjadi aspek menentu kelancaran kegiatan pembelajaran. Elemen pembelajaran ini merupakan elemen untuk efektivitas proses pembelajaran se-hingga kualitas pendidikan dapat dicapai.
Unsur-unsur yang ada didalam proses pendidikan atau belajar tidak lain adalah visi dan misi belajar yang menggambarkan tujuan dan komitmen apa yang dilakukan sehingga proses pembelajaran dapat mencapai tujuannya, yaitu mencerdaskan anak didik. Dengan visi dan misi ini, maka kita mempunyai dasar langkah kearah pencapaian tujuan pembelajaran. Selanjutnya semangat belajar juga merupakan elemen proses belajar yang penting sebab tanpa adanya semangat belajar, maka tingakt keberhasilan proses pembelajaran hanyalah isapan jempol belaka. Semangat belajar menandakan kesungguhan anak didik dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga dengan indikasi seperti ini, maka kita dapat melihat kemungkinan keberhasilan yang dicapai oleh anak didik. Tanpa adanya semangat menjadikan kualitas pelaksanaan kegiatan tidak maksimal, bahkan kecenderungan malas melaksanakan kegiatan, apalagi jika mengingat bahwa proses belajar merupakan proses yang panjang.
Disamping itu, anak didik seharusnya menyadari bahwa mereka adalah pelaku pembelajaran. Mereka adalah pedidik sehingga seharusnya berperan aktif dalam proses pembelajaran agar tingkat keberhasilan dapat meningkat lebih tinggi. Anak didik adalah sosok yang melaksanakan proses pembelajaran, maka sudah barang tentu dituntut kesadaran untuk belajar. Selama ini kita mendengar kenyataan bahwa banyak anak didik yan telah kehilangan kesadaran atas tugas dan kewajibannya dalam belajar. Mereka lebih suka berhura-hura atau bersenang-senang untuk sesaat dan mengabaikan kondisi masa depannya. Maka tidak heran jika kemudian banyak anak didik yang tidak berkualitas sebab memori otaknya sama sekali tidak terisi pengetahuan ataupun keterampilan pendukung keberhasilan proses pembelajaran. Anak didik seharusnya menya-dari bahwa tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran salahs atu aspek mendukungnya adalah kesadarannya dalam mengikuti proses pembelajar-an. Dengan demikian, maka timbul rasa bertanggungjawab anak terhadap tugas dan kewajiban hidupnya, terutama dalam upaya mempersiapkan masa depannya sendiri.
Elemen pembelajaran yang lainnya adalah peranan dan tanggungjawab guru terhadap proses pembelajaran. Guru juga perlu menyadari tugas dan kewajibannya dalam proses pembelajaran agar anak didik benar-benar mendapatkan jatah pembelajaran yang disusun untuk mereka. Dengan kesadar-an yang tinggi, maka guru dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya secara maksimal dan efektvitifas yang setinggi-tingginya.
Dalam hal ini, guru adalah fasilitator, yaitu sosok yang memberikan bantuan, bimbingan dan fasilitasi anak didik sehingga dapat mengikuti proses belajar secara maksimal. Guru harus memerankan tugas, kewajibannya dengan sebaik-baiknya sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dan berhasil guna. Disamping itu, guru tidak hanya memfasilitasi proses belajar tentang pengetahuan (transfer of knowledge) saja, melainkan dalam segala hal. Artinya guru harus bertindak menyeluruh (all out) terhadap apapun yang diinginkan ol;eh anak didik, termasuk dalam hal ini kesulitan-kesulitan yan dihadapi anak didik. Seorang guru harus dapat memberikan bantuan, bimbingan dan fasilitasi kebutuhan anak didik.
Guru diharapkan dapat memberikan jatah pembelajaran anak didik sesuai dengan standar kebutuhan, bahkan selalu siap membmerikan bantuan dalam segala hal. Bukan sekedar memberikan doktrinasi terhadap anak didik. Guru membimbing anak didik dalam mempelajari materi pembelajaran, selanjutnya memberi bantuan pemahaman terhadap materi pelajaran yang belum dimengerti anak didik. Guru tidak boleh hanya mendoktrinasi anak didik, melainkan membimbing dan memfasilitasi segala hal yang diperlukan anak didik. Dalam kondisi yang lainnya, seorang guru harus dapat membangkitkan semangat belajar anak didik dan tidak hanya menggiring anak didik dalam koridor yang diinginkan guru, apalagi pada koridor yang dikuasai guru semata-mata.
Guru yang mengajar, mendidik haruslah mempunyai tingkat kompetensi yang memadai untuk tiap tingkat satuan pendidikan yang dikelolanya. Guru harus menguasai setiap aspek pendidikan yang berkaitan dengan tingkat sauna pendidikan, dimana dia bertugas. Kondisi ini memungkinkan bagi anak idik untuk dapat memperoleh jatah belajarnya. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa guru adalah fasilitator, sehingga harus all out dalam penguasaan bidang ajarnya.
Sarana pembelajaran juga memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Sarana itu penunjang kelancaran kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan anak didik. Dengan sarana yang memadai, maka dimungkinkan untuk tingkat pencapaian program yang sesuai dengan perencanaan global dari pendidikan. Setiap kegiatan mendapatkan kontribusi kelengkapan sarana yang cukup.
Sarana pembelajaran dalam hal ini tidak hanya yang harus dipersiapkan oleh sekolah sebagai penyelenggara pendidikan/pembelajaran, tetapi juga segala hal/sarana yang harus disiapkan oleh orangtua untuk kelancaran pembelajaran anak didik. Orang tua harus memberikan perhatian lebih terhadap penyediaan sarana pembelajaran yang langsung harus dimiliki oleh anak-anaknya. Sarana yang dimaksdukan dalam hal ini adalah kelengkapan bersekolah, yaitu buku materi pelajaran. Buku pelajaran ini harus disediakan oleh orangtua dengan membelikannya sesuai dengan buku pegangan yang dipergunakan di dalam proses pembelajaran.
Selama ini telah terjadi polemik berkepanjangan tentang ketersediaan sarana belajar, baik oleh sekolah ataupun masyarakat, orangtua anak didik. Ada kecenderungan dan memang kenyataan bahwa buku pelajaran yang dimiliki oleh anak didik adalah barang habis, artinya sekali pakai lantas tidak berguna lagi. Buku yang sudah dipergunakan untuk satu tahun pelajaran, maka pada tahun pelajaran berikutnya sudah tidak berguna, artinya sudah tidak sesuai dengan buku yang dipergunakan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Dan, kondisi ini menjadikan kesulitan tersendiri bagi orangtua, apalagi jika bagi masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Bagi masyarakat kesulitan ini terjadi sebab buku yang sudah dipergunakan tidak dapat lagi dipergunakan untuk tahun pelajaran berikutnya. Kondisi ini sangat memberatkan, artinya setiap tahun mereka harus mengeluarkan dana khusus untuk pengadaan buku pelajaran, padahal sebenarnya jika dianalisa, buku yang dipakai pada tahun pelajaran baru tidak berbeda jauh dari buku tahun pelajaran tahun kemarinnya. Materi yang terdapat didalam buku baru sebenarnya tidak berbeda dengan buku baru, tetapi karena sesuatu hal, maka anak didik harus menyediakan buku yang terbaru.
Hal ini sangat memberatkan, tetapi harus ada sehingga bagaimanapun harus dipaksakan untuk ada. Ketiadaan buku menyebabkan proses belajar anak didik tidak dapat maksimal sebab anak didik hanya berkesempatan belajar di kelas, di sekolah saja, sedangkan di rumah anak tidak belajar sebab tidak ada buku yang dipelajari, sedangkan catatan yang dibuat hanyalah materi pelajaran yang telah dilewati. Bagaimana sebuah pendidikan dapat berlangsung maksimal jika ternyata materi yang dipelajari anak didik selalu terlambat? Seharusnya setelah anak didik mempelajari materi di sekolah, maka materi tersebut diulangpelajari di rumah dan ditambah mempelajari materi selanjutnya secara mandiri di rumah. Belum lagi masalah keharusan melunasi biaya pendidikan, walaupun dikatakan pendidikan gratis, tetapi kenyataannya tetap saja banyak keperluan dana yang harus dibayar oleh orangtua, apalagi dengan bersandar pada manajemen berbasis sekolah, dimana sekolah harus dapat mengelola organisasinya secara mandiri untuk dapat berkembang dan mencapai prestasi tertinggi. Sekolah harus dapat mengelola segala kebutuhannya, yang dalam hal ini sangat berkaitan dengan manajerial keuangan dan sebagainya. Sementara pemerintah memang mengalokasikan dana untuk mewujudkan wacana sekolah gratis dengan memberikan bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan minimal pendidikan yang jika kita analisa jumlah atau besarnya bantuan hanyalah cukup untuk menutup keperluan operasional umum pendidikan, tetapi untuk keperluan lainnya, sekolah harus menyediakan dana sendiri. Jika sekolah harus menyediakan dana sendiri, maka harus mengumpulkan orangtua anak didik dan lewat komite sekolah meminta bantuan untuk kelancaran proses pendidikan atau program tertentu yang disusun oleh sekolah. Hal ini juga merupakan kondisi yang menyulitkan bagi orangtua sehingga semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan sarana belajar, termasuk dalam hal ini buku pelajaran yang dibutuhkan anak-anaknya
Unsur-unsur yang ada didalam proses pendidikan atau belajar tidak lain adalah visi dan misi belajar yang menggambarkan tujuan dan komitmen apa yang dilakukan sehingga proses pembelajaran dapat mencapai tujuannya, yaitu mencerdaskan anak didik. Dengan visi dan misi ini, maka kita mempunyai dasar langkah kearah pencapaian tujuan pembelajaran. Selanjutnya semangat belajar juga merupakan elemen proses belajar yang penting sebab tanpa adanya semangat belajar, maka tingakt keberhasilan proses pembelajaran hanyalah isapan jempol belaka. Semangat belajar menandakan kesungguhan anak didik dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga dengan indikasi seperti ini, maka kita dapat melihat kemungkinan keberhasilan yang dicapai oleh anak didik. Tanpa adanya semangat menjadikan kualitas pelaksanaan kegiatan tidak maksimal, bahkan kecenderungan malas melaksanakan kegiatan, apalagi jika mengingat bahwa proses belajar merupakan proses yang panjang.
Disamping itu, anak didik seharusnya menyadari bahwa mereka adalah pelaku pembelajaran. Mereka adalah pedidik sehingga seharusnya berperan aktif dalam proses pembelajaran agar tingkat keberhasilan dapat meningkat lebih tinggi. Anak didik adalah sosok yang melaksanakan proses pembelajaran, maka sudah barang tentu dituntut kesadaran untuk belajar. Selama ini kita mendengar kenyataan bahwa banyak anak didik yan telah kehilangan kesadaran atas tugas dan kewajibannya dalam belajar. Mereka lebih suka berhura-hura atau bersenang-senang untuk sesaat dan mengabaikan kondisi masa depannya. Maka tidak heran jika kemudian banyak anak didik yang tidak berkualitas sebab memori otaknya sama sekali tidak terisi pengetahuan ataupun keterampilan pendukung keberhasilan proses pembelajaran. Anak didik seharusnya menya-dari bahwa tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran salahs atu aspek mendukungnya adalah kesadarannya dalam mengikuti proses pembelajar-an. Dengan demikian, maka timbul rasa bertanggungjawab anak terhadap tugas dan kewajiban hidupnya, terutama dalam upaya mempersiapkan masa depannya sendiri.
Elemen pembelajaran yang lainnya adalah peranan dan tanggungjawab guru terhadap proses pembelajaran. Guru juga perlu menyadari tugas dan kewajibannya dalam proses pembelajaran agar anak didik benar-benar mendapatkan jatah pembelajaran yang disusun untuk mereka. Dengan kesadar-an yang tinggi, maka guru dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya secara maksimal dan efektvitifas yang setinggi-tingginya.
Dalam hal ini, guru adalah fasilitator, yaitu sosok yang memberikan bantuan, bimbingan dan fasilitasi anak didik sehingga dapat mengikuti proses belajar secara maksimal. Guru harus memerankan tugas, kewajibannya dengan sebaik-baiknya sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dan berhasil guna. Disamping itu, guru tidak hanya memfasilitasi proses belajar tentang pengetahuan (transfer of knowledge) saja, melainkan dalam segala hal. Artinya guru harus bertindak menyeluruh (all out) terhadap apapun yang diinginkan ol;eh anak didik, termasuk dalam hal ini kesulitan-kesulitan yan dihadapi anak didik. Seorang guru harus dapat memberikan bantuan, bimbingan dan fasilitasi kebutuhan anak didik.
Guru diharapkan dapat memberikan jatah pembelajaran anak didik sesuai dengan standar kebutuhan, bahkan selalu siap membmerikan bantuan dalam segala hal. Bukan sekedar memberikan doktrinasi terhadap anak didik. Guru membimbing anak didik dalam mempelajari materi pembelajaran, selanjutnya memberi bantuan pemahaman terhadap materi pelajaran yang belum dimengerti anak didik. Guru tidak boleh hanya mendoktrinasi anak didik, melainkan membimbing dan memfasilitasi segala hal yang diperlukan anak didik. Dalam kondisi yang lainnya, seorang guru harus dapat membangkitkan semangat belajar anak didik dan tidak hanya menggiring anak didik dalam koridor yang diinginkan guru, apalagi pada koridor yang dikuasai guru semata-mata.
Guru yang mengajar, mendidik haruslah mempunyai tingkat kompetensi yang memadai untuk tiap tingkat satuan pendidikan yang dikelolanya. Guru harus menguasai setiap aspek pendidikan yang berkaitan dengan tingkat sauna pendidikan, dimana dia bertugas. Kondisi ini memungkinkan bagi anak idik untuk dapat memperoleh jatah belajarnya. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa guru adalah fasilitator, sehingga harus all out dalam penguasaan bidang ajarnya.
Sarana pembelajaran juga memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Sarana itu penunjang kelancaran kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan anak didik. Dengan sarana yang memadai, maka dimungkinkan untuk tingkat pencapaian program yang sesuai dengan perencanaan global dari pendidikan. Setiap kegiatan mendapatkan kontribusi kelengkapan sarana yang cukup.
Sarana pembelajaran dalam hal ini tidak hanya yang harus dipersiapkan oleh sekolah sebagai penyelenggara pendidikan/pembelajaran, tetapi juga segala hal/sarana yang harus disiapkan oleh orangtua untuk kelancaran pembelajaran anak didik. Orang tua harus memberikan perhatian lebih terhadap penyediaan sarana pembelajaran yang langsung harus dimiliki oleh anak-anaknya. Sarana yang dimaksdukan dalam hal ini adalah kelengkapan bersekolah, yaitu buku materi pelajaran. Buku pelajaran ini harus disediakan oleh orangtua dengan membelikannya sesuai dengan buku pegangan yang dipergunakan di dalam proses pembelajaran.
Selama ini telah terjadi polemik berkepanjangan tentang ketersediaan sarana belajar, baik oleh sekolah ataupun masyarakat, orangtua anak didik. Ada kecenderungan dan memang kenyataan bahwa buku pelajaran yang dimiliki oleh anak didik adalah barang habis, artinya sekali pakai lantas tidak berguna lagi. Buku yang sudah dipergunakan untuk satu tahun pelajaran, maka pada tahun pelajaran berikutnya sudah tidak berguna, artinya sudah tidak sesuai dengan buku yang dipergunakan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Dan, kondisi ini menjadikan kesulitan tersendiri bagi orangtua, apalagi jika bagi masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Bagi masyarakat kesulitan ini terjadi sebab buku yang sudah dipergunakan tidak dapat lagi dipergunakan untuk tahun pelajaran berikutnya. Kondisi ini sangat memberatkan, artinya setiap tahun mereka harus mengeluarkan dana khusus untuk pengadaan buku pelajaran, padahal sebenarnya jika dianalisa, buku yang dipakai pada tahun pelajaran baru tidak berbeda jauh dari buku tahun pelajaran tahun kemarinnya. Materi yang terdapat didalam buku baru sebenarnya tidak berbeda dengan buku baru, tetapi karena sesuatu hal, maka anak didik harus menyediakan buku yang terbaru.
Hal ini sangat memberatkan, tetapi harus ada sehingga bagaimanapun harus dipaksakan untuk ada. Ketiadaan buku menyebabkan proses belajar anak didik tidak dapat maksimal sebab anak didik hanya berkesempatan belajar di kelas, di sekolah saja, sedangkan di rumah anak tidak belajar sebab tidak ada buku yang dipelajari, sedangkan catatan yang dibuat hanyalah materi pelajaran yang telah dilewati. Bagaimana sebuah pendidikan dapat berlangsung maksimal jika ternyata materi yang dipelajari anak didik selalu terlambat? Seharusnya setelah anak didik mempelajari materi di sekolah, maka materi tersebut diulangpelajari di rumah dan ditambah mempelajari materi selanjutnya secara mandiri di rumah. Belum lagi masalah keharusan melunasi biaya pendidikan, walaupun dikatakan pendidikan gratis, tetapi kenyataannya tetap saja banyak keperluan dana yang harus dibayar oleh orangtua, apalagi dengan bersandar pada manajemen berbasis sekolah, dimana sekolah harus dapat mengelola organisasinya secara mandiri untuk dapat berkembang dan mencapai prestasi tertinggi. Sekolah harus dapat mengelola segala kebutuhannya, yang dalam hal ini sangat berkaitan dengan manajerial keuangan dan sebagainya. Sementara pemerintah memang mengalokasikan dana untuk mewujudkan wacana sekolah gratis dengan memberikan bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan minimal pendidikan yang jika kita analisa jumlah atau besarnya bantuan hanyalah cukup untuk menutup keperluan operasional umum pendidikan, tetapi untuk keperluan lainnya, sekolah harus menyediakan dana sendiri. Jika sekolah harus menyediakan dana sendiri, maka harus mengumpulkan orangtua anak didik dan lewat komite sekolah meminta bantuan untuk kelancaran proses pendidikan atau program tertentu yang disusun oleh sekolah. Hal ini juga merupakan kondisi yang menyulitkan bagi orangtua sehingga semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan sarana belajar, termasuk dalam hal ini buku pelajaran yang dibutuhkan anak-anaknya
HAKIKAT BELAJAR
Belajar itu sebuah proses panjang yang berlangsung selama kehidupan dijalani. Kalau kita berkeinginan untuk hidup secara baik dan bahagia, maka seharusnya semua konsep pendidikan diterapkan secara tepat. Hal ini berkaitan dengan kondisi kehidupan yang cenderung terpengaruh oleh era globalisasi yang deras menerjang kehidupan. Dan, kita tidak dapat menghindarkan diri dari kondisi ini sebab ini merupakan kondisi menyeluruh, yang dialami oleh semua orang. Ini merupakan konsekuensi kehidupan. Oleh karena itulah, maka kita harus dapat menyiasati kehidupan ini secara tepat untuk dapat menghadapi setiap permasalahan. Bagaimanapun, satu hal yang harus kita yakini, yaitu sedapt mungkin kita harus menunggangi masalah dan bukan ditunggangi masalah. Artinya kita harus dapat mengelola permasalahan sedemikian rupa sehingga tidak membuat kita kelimpungan melainkan mengendarai masalah untuk mencapai keinginan kita. Masalah yang kita hadapi justru harus dapat mengantar kita ke kondisi keberhasilan proses kita.
Sementara itu, proses pembelajaran yang dialami oleh anak didik se-benarnya merupakan proses penyimpanan materi ke dalam otak kita. Jika otak kita pergunakan secara rutin, maka syaraf-syaraf yang ada di dalam otak terlatih untuk menyelesaikan setiap permasalahan. Semakin sering syaraf tersebut menyelesaikan permasalahan, maka semakin encer, semakin pintar. Pada dasarnya proses pembelajaran itu adalah proses perulangan-perulangan kondisi sedemikian rupa sehingga materi tersimpan di dalam otak dan semakin sering materi tersebut dipergunakan, maka semakin tajam dan pandai.
Untuk hal tersebut, maka kita perlu memahami hakikat sesungguhnya dari proses pembelajaran atau belajar itu sendiri. Bahwa proses pembelajaran merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kemampuan diri sedemikian rupa sehingga mampu dijadikan sebagai bekal kehidupan. Dengan mengikuti proses pembelajaran, maka kita dapat meningkatkan kualitas diri. Selanjutnya kualitas diri inilah yang menjadikan seseorang mempunyai tingkat level kehidupan yang berbeda-beda. Pada hakikatnya proses pembelajaran merupa-kan salah aspek untuk meningkatkan kualitas kehidupan kita. Jika kita mampu menjadikan proses pembelajaran untuk peningkatan kualitas diri, maka sudah barang tentu kehidupan berbangsa dan bernegara ataupun bermasyarakat menjadikan kita sebagai sosok-sosok yang diperhatikan di masyarakatnya.
Dalam upaya peningkatan kualitas diri, yaitu saat kita harus mengikuti proses pembelajaran, mungkin saja karena kondisi, maka kita mengalami kejenuhan sehingga pada saat itulah terjadi penyimpangan dan menjadikan pembiasan pada tujuan mengikuti proses pembelajaran. Hal ini terutama terjadi pada kelompok yang pada saat mengikuti proses pembelajaran merupakan pemaksaan kondisi, diluar keinginan dirinya mengikuti proses pembelajaran. Pembiasan terjadi karena pada saat mengikuti pembelajaran tidak seutuhnya.
Dalam hal yang lain, kta juga perlu menyadari bahwa proses pembel-ajaran merupakan sebuah aktivitas untuk mengubah interpretasi diri terhadap kehidupan ini. Pada saat kita mengikuti proses pembelajaran, maka pada saat tersebut kita menyadari bahwa sebenarnya semakin kita belajar, maka semakin menyadari bahwa kita tidak mempunyai apa-apa yang dapat dibanggakan untuk kehidupan. Dengan demikian, maka kita tidak jadi sosok sombong yang membanggakan kepemilikan sedikit pengetahuan yang sangat tidak berimbang dengan kenyataan dalam hidup.
Dengan mengikuti proses pembelajaran, maka kita dapat melihat, meng-amati, menganalisa, dan menilai hal-hal di dalam kehidupan dan selanjutnya menyesuaikan dengan pola kehidupan di dalam diri kita. dengan mengikuti proses pembelajaran, maka kita segera dapat melakukan adaptasi terhadap setiap perubahan kondisi kehidupan. Ini merupakan salah satu aspek penting dalam porses pembelajaran, yaitu memudahkan kita beradaptasi dengan ling-kungan kehidupan. Dalam hal ini juga berarti bahwa dengan mengikuti porses pembelajaran, maka kita dengan mudah dapat menjawab setiap tantangan kehidupan yang kita hadapi. Ini merupakan kemampuan yang dimiliki oleh mereka yang telah mengikuti proses pembelajaran
Dalam hal ini kita dapat mengatakan bahwa proses pembelajaran atau mengikuti proses pembelajaran adalah proses mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menghadapi kondisi kehidupan yang serba tidak menentu. Dengan mengikuti proses pembelajaran, maka maka setidaknya mampu mem-persiapkan diri dalam menghadapi kehidupan ini. Dengan demikian, maka belajar juga merupakan salah satu syarat untuk dapat mencapai keberhasilan dalam kehidupan ini. Dengan belajar, maka kita mempersiapkan diri untuk dapat mencapai keberhasilan dalam hidup kita. belajar merupakan kunci kita dalam menggapai keberhasilan dalam hidup. Semakin tinggi tingkat pembelajaran yang kita ikuti, maka semakin besar kemampuan kita dalam menghadapi hidup dan mencapai keberhasilan dalam hidup. Banyak contoh keberhasilan yang didasari oleh proses pembelajaran dan belajar yang tidak kenal lelah dan intens.
Jika kita berhasil dalam menggapai keberhasilan hidup, maka setidaknya hal tersebut berakibat pada kemampuan kita dalam memenuhi kebutuhan hidup. logikanya, semakin tinggi tingkat pembelajaran, maka semakin mampu kita menggapai keberhasilan dan pemenuhan kebutuhan hidup. Hal ini merupa-kan implikasi kondisi pembelajaran. Setidaknya tingkat ekonomi seseorang dapat mengalami peningkatan jika mengikuti proses pembelajaran yang lebih tinggi. Oleh karena itulah, maka seidaknya kita harus dapat membangkitkan semangat, roh belajar anak didik sehingga mempunyai pengalaman belajar yang sesuai dengan tingkat pembelajaran yang diikutinya.
Proses pembelajaran-pun memberikan kita kesempatan seluasnya untuk berinteraksi dengan sosok lain. Dengan mengikuti proses pembelajaran, maka kita dapat berinteraksi dengan sesama sehingga sosialisasi diri terhadap masyarakat dapat dicapai dan memberikan kesempatan pada kita untuk dikenal dan mengenal. Hal ini merupakan salah satu hakikat belajar yang kita dapatkan dari proses pembelajaran yang kita ikuti
Sementara itu, proses pembelajaran yang dialami oleh anak didik se-benarnya merupakan proses penyimpanan materi ke dalam otak kita. Jika otak kita pergunakan secara rutin, maka syaraf-syaraf yang ada di dalam otak terlatih untuk menyelesaikan setiap permasalahan. Semakin sering syaraf tersebut menyelesaikan permasalahan, maka semakin encer, semakin pintar. Pada dasarnya proses pembelajaran itu adalah proses perulangan-perulangan kondisi sedemikian rupa sehingga materi tersimpan di dalam otak dan semakin sering materi tersebut dipergunakan, maka semakin tajam dan pandai.
Untuk hal tersebut, maka kita perlu memahami hakikat sesungguhnya dari proses pembelajaran atau belajar itu sendiri. Bahwa proses pembelajaran merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kemampuan diri sedemikian rupa sehingga mampu dijadikan sebagai bekal kehidupan. Dengan mengikuti proses pembelajaran, maka kita dapat meningkatkan kualitas diri. Selanjutnya kualitas diri inilah yang menjadikan seseorang mempunyai tingkat level kehidupan yang berbeda-beda. Pada hakikatnya proses pembelajaran merupa-kan salah aspek untuk meningkatkan kualitas kehidupan kita. Jika kita mampu menjadikan proses pembelajaran untuk peningkatan kualitas diri, maka sudah barang tentu kehidupan berbangsa dan bernegara ataupun bermasyarakat menjadikan kita sebagai sosok-sosok yang diperhatikan di masyarakatnya.
Dalam upaya peningkatan kualitas diri, yaitu saat kita harus mengikuti proses pembelajaran, mungkin saja karena kondisi, maka kita mengalami kejenuhan sehingga pada saat itulah terjadi penyimpangan dan menjadikan pembiasan pada tujuan mengikuti proses pembelajaran. Hal ini terutama terjadi pada kelompok yang pada saat mengikuti proses pembelajaran merupakan pemaksaan kondisi, diluar keinginan dirinya mengikuti proses pembelajaran. Pembiasan terjadi karena pada saat mengikuti pembelajaran tidak seutuhnya.
Dalam hal yang lain, kta juga perlu menyadari bahwa proses pembel-ajaran merupakan sebuah aktivitas untuk mengubah interpretasi diri terhadap kehidupan ini. Pada saat kita mengikuti proses pembelajaran, maka pada saat tersebut kita menyadari bahwa sebenarnya semakin kita belajar, maka semakin menyadari bahwa kita tidak mempunyai apa-apa yang dapat dibanggakan untuk kehidupan. Dengan demikian, maka kita tidak jadi sosok sombong yang membanggakan kepemilikan sedikit pengetahuan yang sangat tidak berimbang dengan kenyataan dalam hidup.
Dengan mengikuti proses pembelajaran, maka kita dapat melihat, meng-amati, menganalisa, dan menilai hal-hal di dalam kehidupan dan selanjutnya menyesuaikan dengan pola kehidupan di dalam diri kita. dengan mengikuti proses pembelajaran, maka kita segera dapat melakukan adaptasi terhadap setiap perubahan kondisi kehidupan. Ini merupakan salah satu aspek penting dalam porses pembelajaran, yaitu memudahkan kita beradaptasi dengan ling-kungan kehidupan. Dalam hal ini juga berarti bahwa dengan mengikuti porses pembelajaran, maka kita dengan mudah dapat menjawab setiap tantangan kehidupan yang kita hadapi. Ini merupakan kemampuan yang dimiliki oleh mereka yang telah mengikuti proses pembelajaran
Dalam hal ini kita dapat mengatakan bahwa proses pembelajaran atau mengikuti proses pembelajaran adalah proses mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menghadapi kondisi kehidupan yang serba tidak menentu. Dengan mengikuti proses pembelajaran, maka maka setidaknya mampu mem-persiapkan diri dalam menghadapi kehidupan ini. Dengan demikian, maka belajar juga merupakan salah satu syarat untuk dapat mencapai keberhasilan dalam kehidupan ini. Dengan belajar, maka kita mempersiapkan diri untuk dapat mencapai keberhasilan dalam hidup kita. belajar merupakan kunci kita dalam menggapai keberhasilan dalam hidup. Semakin tinggi tingkat pembelajaran yang kita ikuti, maka semakin besar kemampuan kita dalam menghadapi hidup dan mencapai keberhasilan dalam hidup. Banyak contoh keberhasilan yang didasari oleh proses pembelajaran dan belajar yang tidak kenal lelah dan intens.
Jika kita berhasil dalam menggapai keberhasilan hidup, maka setidaknya hal tersebut berakibat pada kemampuan kita dalam memenuhi kebutuhan hidup. logikanya, semakin tinggi tingkat pembelajaran, maka semakin mampu kita menggapai keberhasilan dan pemenuhan kebutuhan hidup. Hal ini merupa-kan implikasi kondisi pembelajaran. Setidaknya tingkat ekonomi seseorang dapat mengalami peningkatan jika mengikuti proses pembelajaran yang lebih tinggi. Oleh karena itulah, maka seidaknya kita harus dapat membangkitkan semangat, roh belajar anak didik sehingga mempunyai pengalaman belajar yang sesuai dengan tingkat pembelajaran yang diikutinya.
Proses pembelajaran-pun memberikan kita kesempatan seluasnya untuk berinteraksi dengan sosok lain. Dengan mengikuti proses pembelajaran, maka kita dapat berinteraksi dengan sesama sehingga sosialisasi diri terhadap masyarakat dapat dicapai dan memberikan kesempatan pada kita untuk dikenal dan mengenal. Hal ini merupakan salah satu hakikat belajar yang kita dapatkan dari proses pembelajaran yang kita ikuti
MENGGUGAH ROH BELAJAR ANAK DIDIK
Masalah kemerosotan kualitas pendidikan merupakan wacana yang setiap saat selalu bergulir dan digulirkan untuk mengoreksi kinerja pendidikan di negeri ini. Hal ini disebabkan karena dunia pendidikan merupakan harapan utama untuk peningkatan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika out put pendidikan berkualitas, maka pola kehidupan berbangsa dan bernegara-pun akan berkualitas.
Salah satu hal yang dianggap sangat signifikan terhadap kualitas out put dari proses pendidikan adalah semangat anak didik dalam mengikuti proses pembelajarannya. Semangat belajar yang dimiliki oleh anak didik diyakini dapat mengangkat pola belajar dan mampu meningkatkan hasil proses pembelajaran tersebut. Dengan berbekal semangat yang dimiliki oleh anak didik, maka proses pelaksanaan belajar dapat berlangsung efektif sebab anak didik secara aktif mewarnai proses tersebut.
Bahwa dalam hal ini, proses pembelajaran, yang sebenarnya sedang melakukan proses belajar adalah anak didik sehingga adalah sangat penting bagi anak didik untuk secara aktif berperan di dalam proses. Dengan berperan aktif dalam proses pembelajaran, maka pengalaman belajar dapat dijadikan sebagai bekal kehidupannya. Sebenarnya hal utama yang diharapkan oleh semua orang yang mengikuti proses pembelajaran adalah didapatkannya pengalaman hidup dan belajar merupakan salah satu bentuk pengalaman belajar tersebut.
Tetapi, pada saat sekarang ini kenyataan berbicara lain. Banyak anak didik yang telah kehilangan semangat belajarnya, roh belajarnya sehingga jika dinalar-nalar, maka hal ini dapat saja dianggap sebagai salah satu aspek penyebab keterpurukan kualitas pendidikan di negeri ini. Bagaimana tidak, jika anak didik telah kehilangan semangat, roh belajarnya, maka hal tersebut men-jadikannya sebagai sosok yang tidak utuh dalam mengikuti proses pembel-ajaran. Sementara kita mengetahui bahwa sebenarnya proses pembelajaran merupakan proses fisik dan psikis/roh, sehingga jika pada proses pembelajaran yang mengikuti hanya satu aspek, maka hal tersebut merupakan kondisi yang tidak utuh.
Ketidak utuhan dari kehadiran anak didik dalam proses pembelajaran menjadikan materi pembelajaran tidak dapat diterima anak didik secara utuh pula, artinya anak didik tidak bakal dapat memperoleh materi pembelajaran sebab roh yang seharusnya menerima tidak ada ditempat. Proses pembelajaran sebenarnya berkaitan dengan fisik pada saat materi pelajaran yang diberikan berupa materi psikomotor, tetapi jika materi pembelajarannya adalah afektif dan kognitif, maka tentunya yang menerimanya adalah jiwa atau roh anak didik yang sedang belajar.
Anak didik yang kehilangan roh belajarnya, maka pada saat mengikuti proses pembelajaran yang hadir ditempat pembelajaran hanyalah jasadnya saja. Mereka tidak dilengkapi dengan rohnya sehingga mereka tidak lebih daripada seonggok patung yang ikut dalam proses pembelajaran. Patung mengikuti proses pembelajaran, bagaimana mungkin?! Bagaimana dengan hasil proses pembelajarannya?! Tentunya kondisi ini berakibat terhadap pengalaman belajar anak didik. Anak didik yang mengikuti proses pembelajaran tanpa diikuti oleh roh belajarnya, tentunya sangat tidak efektif. Kondisi pengalaman belajarnya sedemikian rupa sehingga tidak menggambarkan bahwa anak didik sudah melewati dan mengikuti proses pembelajaran, pendidikan.
Hal inilah yang sebenarnya ditulis dalam konsep buku ini. Kita mencoba untuk menggugah roh balajar anak didik sedemikian rupa sehingga kesadaran belajarnya sangat rendah, bahkan sama sekali tidak ada. Tentu saja hal ini menjadi salah satu aspek penyebab keterpurukan kualitas pendidikan di negeri ini. Selama ini hal hilangnya kesadaran belajar anak didik atau hilanganya roh belajar anak didik begitu terabaikan sehingga yang menjadi tumpuan kesalahan hanya pada sekolahd an guru, sedangkan kondisi anak didik sama sekali tidak diperdulikan, bahkan terkesan anak didik tidak pernah salah dalam hal ini. Padahal knsep dalam pembelajaran mengatakan bahwa yang sesungguhnya sedang belajar di dalam proses pembelajaran adalah anak didik sehingga jika terjadi anak didik tidak mempunyai kompetensi sebagaimana seharusnya, maka kita perlu mempertanyakan bagaimana keaktifannya dalam proses pembel-ajaran. Kita tidak dapat begitu saja menyalahkan guru atau sekolah.
Kita mencoba untuk mengangkat kenyataan bahwa peranan anak didik dalam menciptakan suatu kondisi keterpurukan dunia pendidikan adalah sangat kontributif dan signifikan terhadap kondisi kehidupan secara umum. Anak didik yang belajar tanpa menyertakan rohnya, sungguh merupakan sebuah fenomena yang perlu diperhatikan sehingga secara langsung guru dapat mengambil langkah-langkah preventif maupun kuratif dalam menghadapi kondisi tersebut. Dengan menghilangnya roh belajar, maka sudah barang tentu hal tersebut berkaitan dengan tingkat konsentrasi anak didik dalam proses pembel-ajaran. Konsentrasi anak didik sangat berkurang, bahkan tidak ada sama sekali.
Untuk hal tersebut, maka kita harus dapat ‘menidurkan’ beberapa aspek yang selama ini menjadikan roh anak didik ‘tertidur’. Aspek tersebut harus ditidurkan, jika perlu dihilangkan dari kehidupan anak didik sehingga didalam diri anak didik hanya terdapat kesadaran bahwa tugasnya sebagai pelajar adalah belajar dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas dirinya.
Salah satu hal yang dianggap sangat signifikan terhadap kualitas out put dari proses pendidikan adalah semangat anak didik dalam mengikuti proses pembelajarannya. Semangat belajar yang dimiliki oleh anak didik diyakini dapat mengangkat pola belajar dan mampu meningkatkan hasil proses pembelajaran tersebut. Dengan berbekal semangat yang dimiliki oleh anak didik, maka proses pelaksanaan belajar dapat berlangsung efektif sebab anak didik secara aktif mewarnai proses tersebut.
Bahwa dalam hal ini, proses pembelajaran, yang sebenarnya sedang melakukan proses belajar adalah anak didik sehingga adalah sangat penting bagi anak didik untuk secara aktif berperan di dalam proses. Dengan berperan aktif dalam proses pembelajaran, maka pengalaman belajar dapat dijadikan sebagai bekal kehidupannya. Sebenarnya hal utama yang diharapkan oleh semua orang yang mengikuti proses pembelajaran adalah didapatkannya pengalaman hidup dan belajar merupakan salah satu bentuk pengalaman belajar tersebut.
Tetapi, pada saat sekarang ini kenyataan berbicara lain. Banyak anak didik yang telah kehilangan semangat belajarnya, roh belajarnya sehingga jika dinalar-nalar, maka hal ini dapat saja dianggap sebagai salah satu aspek penyebab keterpurukan kualitas pendidikan di negeri ini. Bagaimana tidak, jika anak didik telah kehilangan semangat, roh belajarnya, maka hal tersebut men-jadikannya sebagai sosok yang tidak utuh dalam mengikuti proses pembel-ajaran. Sementara kita mengetahui bahwa sebenarnya proses pembelajaran merupakan proses fisik dan psikis/roh, sehingga jika pada proses pembelajaran yang mengikuti hanya satu aspek, maka hal tersebut merupakan kondisi yang tidak utuh.
Ketidak utuhan dari kehadiran anak didik dalam proses pembelajaran menjadikan materi pembelajaran tidak dapat diterima anak didik secara utuh pula, artinya anak didik tidak bakal dapat memperoleh materi pembelajaran sebab roh yang seharusnya menerima tidak ada ditempat. Proses pembelajaran sebenarnya berkaitan dengan fisik pada saat materi pelajaran yang diberikan berupa materi psikomotor, tetapi jika materi pembelajarannya adalah afektif dan kognitif, maka tentunya yang menerimanya adalah jiwa atau roh anak didik yang sedang belajar.
Anak didik yang kehilangan roh belajarnya, maka pada saat mengikuti proses pembelajaran yang hadir ditempat pembelajaran hanyalah jasadnya saja. Mereka tidak dilengkapi dengan rohnya sehingga mereka tidak lebih daripada seonggok patung yang ikut dalam proses pembelajaran. Patung mengikuti proses pembelajaran, bagaimana mungkin?! Bagaimana dengan hasil proses pembelajarannya?! Tentunya kondisi ini berakibat terhadap pengalaman belajar anak didik. Anak didik yang mengikuti proses pembelajaran tanpa diikuti oleh roh belajarnya, tentunya sangat tidak efektif. Kondisi pengalaman belajarnya sedemikian rupa sehingga tidak menggambarkan bahwa anak didik sudah melewati dan mengikuti proses pembelajaran, pendidikan.
Hal inilah yang sebenarnya ditulis dalam konsep buku ini. Kita mencoba untuk menggugah roh balajar anak didik sedemikian rupa sehingga kesadaran belajarnya sangat rendah, bahkan sama sekali tidak ada. Tentu saja hal ini menjadi salah satu aspek penyebab keterpurukan kualitas pendidikan di negeri ini. Selama ini hal hilangnya kesadaran belajar anak didik atau hilanganya roh belajar anak didik begitu terabaikan sehingga yang menjadi tumpuan kesalahan hanya pada sekolahd an guru, sedangkan kondisi anak didik sama sekali tidak diperdulikan, bahkan terkesan anak didik tidak pernah salah dalam hal ini. Padahal knsep dalam pembelajaran mengatakan bahwa yang sesungguhnya sedang belajar di dalam proses pembelajaran adalah anak didik sehingga jika terjadi anak didik tidak mempunyai kompetensi sebagaimana seharusnya, maka kita perlu mempertanyakan bagaimana keaktifannya dalam proses pembel-ajaran. Kita tidak dapat begitu saja menyalahkan guru atau sekolah.
Kita mencoba untuk mengangkat kenyataan bahwa peranan anak didik dalam menciptakan suatu kondisi keterpurukan dunia pendidikan adalah sangat kontributif dan signifikan terhadap kondisi kehidupan secara umum. Anak didik yang belajar tanpa menyertakan rohnya, sungguh merupakan sebuah fenomena yang perlu diperhatikan sehingga secara langsung guru dapat mengambil langkah-langkah preventif maupun kuratif dalam menghadapi kondisi tersebut. Dengan menghilangnya roh belajar, maka sudah barang tentu hal tersebut berkaitan dengan tingkat konsentrasi anak didik dalam proses pembel-ajaran. Konsentrasi anak didik sangat berkurang, bahkan tidak ada sama sekali.
Untuk hal tersebut, maka kita harus dapat ‘menidurkan’ beberapa aspek yang selama ini menjadikan roh anak didik ‘tertidur’. Aspek tersebut harus ditidurkan, jika perlu dihilangkan dari kehidupan anak didik sehingga didalam diri anak didik hanya terdapat kesadaran bahwa tugasnya sebagai pelajar adalah belajar dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas dirinya.
Sabtu, 13 September 2008
Tunjangan Fungsional Guru, Air Hujan di Saat Kemarau!
Duh, senang sekali rasanya saat mendengar kabar bahwa guru bakal dapat tunjangan fungsional yang nilainya 250 rb setiap bulannya. Wah, bagus juga peerhatian pemerintah untuk para guru yang dahulu disebut-sebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, artinya tanpa penghargaan finasial yang layak.
Sekarang, guru boleh berbangga sebab pemerintah begitu perhatian pada guru,
Duh, rasanya dengan tunjangan fungsional ini, maka guru dapat bernafas 'agak' lega sebab ada tambahan penghasilan untuk menutup lubang hutang yang tidak juga tertutup walaupun setiap bulan sudah ditutup dengan potongan HR. Kapan berhentinya?
Dan, beberapa hari yang lalu, kita para guru, terutama yang NUPTK-nya sudah terbit diminta ke kantor Dinas untuk melakukan tanda tangan SPJ Rampung selama 8 bulan. Duh...indahnya dunia terasa!
Tetapi yang sangat membingngkan adalah bahwa sekarang sudah satu minggu berlalu, eh ternyata belum juga tersalurkan via rekening bank yang sudah kami kirimkan Datanya. lantas kemana gerangan tunjangan fungsional tersangkut?!
Jika hal ini kita telaah, maka rasanya kita sedang menunggu setitik air hujan di saat kemarau menerkam jaman! Repot banget!!
Sekarang, guru boleh berbangga sebab pemerintah begitu perhatian pada guru,
Duh, rasanya dengan tunjangan fungsional ini, maka guru dapat bernafas 'agak' lega sebab ada tambahan penghasilan untuk menutup lubang hutang yang tidak juga tertutup walaupun setiap bulan sudah ditutup dengan potongan HR. Kapan berhentinya?
Dan, beberapa hari yang lalu, kita para guru, terutama yang NUPTK-nya sudah terbit diminta ke kantor Dinas untuk melakukan tanda tangan SPJ Rampung selama 8 bulan. Duh...indahnya dunia terasa!
Tetapi yang sangat membingngkan adalah bahwa sekarang sudah satu minggu berlalu, eh ternyata belum juga tersalurkan via rekening bank yang sudah kami kirimkan Datanya. lantas kemana gerangan tunjangan fungsional tersangkut?!
Jika hal ini kita telaah, maka rasanya kita sedang menunggu setitik air hujan di saat kemarau menerkam jaman! Repot banget!!
Kamis, 11 September 2008
Langkah SMART Merumuskan Tujuan Belajar
Di dalam proses pembelajaran, seorang guru ber-pegang teguh pada program kerja yang disusun secara sistematis dan terencana dengan baik. Program ini merupa-kan garis-garis besar yang menuntun kita menuju kondisi yang kita harapkan. Program kerja ini disusun oleh guru maupun oleh sekolah untuk dilaksanakan dalam proses pembelajaran, baik yang sesuai dengan isi kurikulum maupun sebagai muatan lokal dari pembelajarannya.
Seorang guru harus benar-benar mampu dan mau melakukan berbagai hal sehingga kondisi ideal yang diharapkan dapat tercapai sesuai dengan program kerjanya. Setiap guru harus berpedoman pada program yang telah disusun sehingga setiap langkahnya merupakan pengejahwantaan dari pro-gramnya.
Untuk hal tersebut, maka setidaknya seorang guru harus memahami benar program yang telah disusunnya, baik program pribadi maupun program sekolah secara menyeluruh. pemahaman atas program pribadi memungkinkan seorang guru dapat merealisasi segala programnya sebagaimana yang diharap-kan. Sementara pemahaman terhadap program sekolah diharapkan dapat menjadi pendorong semangat bagi setiap guru untuk selalu berupaya meng-kondisikan prosesnyas sebaik-baiknya.
Beberapa ahli mengutarakan bahwa sebenarnya agar sebuah program dapat mencapai kondisi ideal yang diharapkan, maka program tersebut harus mempunyai gambaran tujuan, sarana, pendanaan dan sebagainya secara baik dan jelas. Dengan demikian, maka proses pelaksanaan program dapat sesuai dengan keinginan.
Untuk kondisi tersebut, maka setidaknya tujuan dari program yang disusun haruslah SMART, sehingga memudahkan langkah pencapaian program. Smart yang kita maksudkan dalam hal ini, sesuai dengan pernyataan An Ubaedya dalam How to Manage Your Life (2005:64) adalah:
1. Specific
Artinya tujuan yang hendak dicapai haruslah jelas, utuh dan merupakan rangkuman dari sekian kondisi. Program yang kita susun haruslah mempunyai kekhususan sehingga setiap elemen yang terkait melihatnya sebagai sesuatu yang paling istimewa. Dengan demikian, maka tingkat kepedulian elemen terhadap program sangat tinggi dan hal tersebut berdampak pada tingkat pencapaian program secara maksimal.
Jika kita ibaratkan bermain sepak bola, maka tujuan kita bermain sangatlah jelas, yaitu memasukkan bola ke gawang lawan. Tidak ada tujuan yang lainnya. Kondisi inilah yang seharunya mejadi acuan saat seorang pimpinan merumuskan tujuan, khususnya dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran kita. Apalah jadinya proses pembelajaran jika ternyata tujuan yang hendak dicapai saja masih rancu dan tidak jelas atau tidak spesifik?
2. Measurable
Tujuan dari program yang kita susun haruslah memiliki ukuran yang jelas terhadap hasil atau pencapaiannya. Hal ini terkait dengan upaya untuk mengetahui secara pasti tentang segala upaya yang telah kita lakukan. Kita memang harus mengetahui secara pasti segala upaya kita berkaitan dengan pencapaian program kerja atau tujuan dari program agar tidak mengalami pembiasan saat pelaksanaan program.
Segala upaya untuk mencapai tujuan harus diukur secara proporsional sehingga kita dapat mengetahui tingkat keseriusan kita dalam mewujudkan tujuan atau program kerja, khususnya program pembelajaran.
3. Attainable
Di dalam proses penyusunan tujuan program, hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah kelayakan rasional dari tujuannya. Kelayakan rasional ini berkaitan dengan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan atau program.
Dalam hal ini kita berpegang pada konsep bahwa segala kegiatan yang kita lakukan seharusnya dapat diterima logika atau nalar kita. Jika memang tidak dapat diterima rasio, maka sejak awal kita sudah dapat memprediksi keter-capaian dari tujuan yang kita susun. Jika sudah dalam kondisi tersebut, maka sebaiknya kita tidak melaksanakan sebab percuma.
Rasionalitas menjadi landasan untuk memberikan gambaran awal pada kita atas prosentase keterlaksanaan tujuan yang kita susun. Dengan dasar rasio-nalitas inilah, maka kita dapat menyusun langkah-langkah konkrit dalam pencapaiannya. Artinya, jika kita melakukan sesuatu, maka sudah selayak-nya dimulai dari langkah pertama. Kita tidak dapat langsung pada langkah kedua! Ibarat kita berjalan pada sebuah tangga menuju tujuan kita, maka langkah pertama adalah anak tangga pertama, bukan anak tangga ke empat! inilah kelayakan rasional yang kita maksudkan sebagai upaya menyusun tujuan pembelajaran.
4. Relevan
Bahwa, pada saat kita menyusun sebuah program, maka tujuan yang telah kita patok tidak akan menyimpang dari keadaan diri kita. Relevansi atau kesesuaian inilah selanjutnya diharapkan dapat menjadi motivator bagi kebangkitan kita untuk mencapai tujuan.
Tujuan yang kita susun merupakan pengejahwantaan dari arah kegiatan yang kita lakukan, sehingga untuk hal tersebut harus ada kesesuaian dengan kondisi yang kita butuhkan. jika tujuan yang kita susun ternyata tidak mampu mewadahi kebutuhan kita, tentunya hal tersebut tidak sesuai dengan keinginan kita. Ibaratnya, kita membutuhkan beras, tetapi kita menanam pohon jati, tentunya hal tersebut tidak relevan!
5. Time Scale
Time Scale atau dapat kita katakan sebagai jenjang waktu dalam pencapaian tujuan yang kita susun. Ya, program yang kita susun harus mempunyai jenjang waktu/tahapan di dalam proses pencapaiannya. Tujuan harus ada skala prioritas di dalam pencapaiannya.
Program yang baik adalah program yang jelas tentang waktu yang dibutuh-kan, dijatahkan untuk dapat mencapai tujuan atau program. Dengan kejelas-an waktu tersebut, maka kita dapat menyusun tahapan-tahapan langkah yang sesuai dengan program dan kebutuhannya.
Time scale sangat diperlukan sebagai patokan untuk waktu ketercapaian atau pencapaian tujuan sehingga tidak terjadi program yang terbengkalai atau tidak sesuai dengan waktu yang ada. Jika lebih cepat mungkin tidak banyak masalah, tetapi jika terlambat?! Tentunya hal tersebut menjadikan program yang lain juga terlambat.
Sebenarnya, di dalam proses pembelajaran, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah tujuannya. Tujuan pembelajaran menjadi titik acuan dari proses, sasaran tembaknya. Dengan demikian, maka setiap kegiatan yang di-lakukan adalah sudah terpetakan secara jelas.
Proses pembelajaran adalah kegiatan yang jelas, sehingga untuk mencapai keberhasilannya, maka kita harus menentukan tujuannya secara jelas pula. hal ini terkait dari konsekuensi akhir dari kegiatan pembelajaran adalah tingkat keberhasilannya, maka perlu ada pertanggungjawaban yang nyata untuk hal tersebut.
Dengan menerapkan SMART (specific, measurable, attainable, relevan, dan time scale), maka tujuan pembelajaran yang menjadi kewajiban guru menjadi semakin jelas dan terarah. Dan, para guru tentunya semakin mantap melaksana-kan tugas-tugasnya sebab ada sesuatu yang harus mereka capai pada pem-belajaran.
Semoga saja, sedikit tulisan ini dapat menjadi motivasi dan penyadaran atas tugas dan kewajiban kita untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di negeri ini. selanjutnya negeri ini tidak lagi menjadi ‘pecundang’ dalam dunia pendidikan.
Seorang guru harus benar-benar mampu dan mau melakukan berbagai hal sehingga kondisi ideal yang diharapkan dapat tercapai sesuai dengan program kerjanya. Setiap guru harus berpedoman pada program yang telah disusun sehingga setiap langkahnya merupakan pengejahwantaan dari pro-gramnya.
Untuk hal tersebut, maka setidaknya seorang guru harus memahami benar program yang telah disusunnya, baik program pribadi maupun program sekolah secara menyeluruh. pemahaman atas program pribadi memungkinkan seorang guru dapat merealisasi segala programnya sebagaimana yang diharap-kan. Sementara pemahaman terhadap program sekolah diharapkan dapat menjadi pendorong semangat bagi setiap guru untuk selalu berupaya meng-kondisikan prosesnyas sebaik-baiknya.
Beberapa ahli mengutarakan bahwa sebenarnya agar sebuah program dapat mencapai kondisi ideal yang diharapkan, maka program tersebut harus mempunyai gambaran tujuan, sarana, pendanaan dan sebagainya secara baik dan jelas. Dengan demikian, maka proses pelaksanaan program dapat sesuai dengan keinginan.
Untuk kondisi tersebut, maka setidaknya tujuan dari program yang disusun haruslah SMART, sehingga memudahkan langkah pencapaian program. Smart yang kita maksudkan dalam hal ini, sesuai dengan pernyataan An Ubaedya dalam How to Manage Your Life (2005:64) adalah:
1. Specific
Artinya tujuan yang hendak dicapai haruslah jelas, utuh dan merupakan rangkuman dari sekian kondisi. Program yang kita susun haruslah mempunyai kekhususan sehingga setiap elemen yang terkait melihatnya sebagai sesuatu yang paling istimewa. Dengan demikian, maka tingkat kepedulian elemen terhadap program sangat tinggi dan hal tersebut berdampak pada tingkat pencapaian program secara maksimal.
Jika kita ibaratkan bermain sepak bola, maka tujuan kita bermain sangatlah jelas, yaitu memasukkan bola ke gawang lawan. Tidak ada tujuan yang lainnya. Kondisi inilah yang seharunya mejadi acuan saat seorang pimpinan merumuskan tujuan, khususnya dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran kita. Apalah jadinya proses pembelajaran jika ternyata tujuan yang hendak dicapai saja masih rancu dan tidak jelas atau tidak spesifik?
2. Measurable
Tujuan dari program yang kita susun haruslah memiliki ukuran yang jelas terhadap hasil atau pencapaiannya. Hal ini terkait dengan upaya untuk mengetahui secara pasti tentang segala upaya yang telah kita lakukan. Kita memang harus mengetahui secara pasti segala upaya kita berkaitan dengan pencapaian program kerja atau tujuan dari program agar tidak mengalami pembiasan saat pelaksanaan program.
Segala upaya untuk mencapai tujuan harus diukur secara proporsional sehingga kita dapat mengetahui tingkat keseriusan kita dalam mewujudkan tujuan atau program kerja, khususnya program pembelajaran.
3. Attainable
Di dalam proses penyusunan tujuan program, hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah kelayakan rasional dari tujuannya. Kelayakan rasional ini berkaitan dengan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan atau program.
Dalam hal ini kita berpegang pada konsep bahwa segala kegiatan yang kita lakukan seharusnya dapat diterima logika atau nalar kita. Jika memang tidak dapat diterima rasio, maka sejak awal kita sudah dapat memprediksi keter-capaian dari tujuan yang kita susun. Jika sudah dalam kondisi tersebut, maka sebaiknya kita tidak melaksanakan sebab percuma.
Rasionalitas menjadi landasan untuk memberikan gambaran awal pada kita atas prosentase keterlaksanaan tujuan yang kita susun. Dengan dasar rasio-nalitas inilah, maka kita dapat menyusun langkah-langkah konkrit dalam pencapaiannya. Artinya, jika kita melakukan sesuatu, maka sudah selayak-nya dimulai dari langkah pertama. Kita tidak dapat langsung pada langkah kedua! Ibarat kita berjalan pada sebuah tangga menuju tujuan kita, maka langkah pertama adalah anak tangga pertama, bukan anak tangga ke empat! inilah kelayakan rasional yang kita maksudkan sebagai upaya menyusun tujuan pembelajaran.
4. Relevan
Bahwa, pada saat kita menyusun sebuah program, maka tujuan yang telah kita patok tidak akan menyimpang dari keadaan diri kita. Relevansi atau kesesuaian inilah selanjutnya diharapkan dapat menjadi motivator bagi kebangkitan kita untuk mencapai tujuan.
Tujuan yang kita susun merupakan pengejahwantaan dari arah kegiatan yang kita lakukan, sehingga untuk hal tersebut harus ada kesesuaian dengan kondisi yang kita butuhkan. jika tujuan yang kita susun ternyata tidak mampu mewadahi kebutuhan kita, tentunya hal tersebut tidak sesuai dengan keinginan kita. Ibaratnya, kita membutuhkan beras, tetapi kita menanam pohon jati, tentunya hal tersebut tidak relevan!
5. Time Scale
Time Scale atau dapat kita katakan sebagai jenjang waktu dalam pencapaian tujuan yang kita susun. Ya, program yang kita susun harus mempunyai jenjang waktu/tahapan di dalam proses pencapaiannya. Tujuan harus ada skala prioritas di dalam pencapaiannya.
Program yang baik adalah program yang jelas tentang waktu yang dibutuh-kan, dijatahkan untuk dapat mencapai tujuan atau program. Dengan kejelas-an waktu tersebut, maka kita dapat menyusun tahapan-tahapan langkah yang sesuai dengan program dan kebutuhannya.
Time scale sangat diperlukan sebagai patokan untuk waktu ketercapaian atau pencapaian tujuan sehingga tidak terjadi program yang terbengkalai atau tidak sesuai dengan waktu yang ada. Jika lebih cepat mungkin tidak banyak masalah, tetapi jika terlambat?! Tentunya hal tersebut menjadikan program yang lain juga terlambat.
Sebenarnya, di dalam proses pembelajaran, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah tujuannya. Tujuan pembelajaran menjadi titik acuan dari proses, sasaran tembaknya. Dengan demikian, maka setiap kegiatan yang di-lakukan adalah sudah terpetakan secara jelas.
Proses pembelajaran adalah kegiatan yang jelas, sehingga untuk mencapai keberhasilannya, maka kita harus menentukan tujuannya secara jelas pula. hal ini terkait dari konsekuensi akhir dari kegiatan pembelajaran adalah tingkat keberhasilannya, maka perlu ada pertanggungjawaban yang nyata untuk hal tersebut.
Dengan menerapkan SMART (specific, measurable, attainable, relevan, dan time scale), maka tujuan pembelajaran yang menjadi kewajiban guru menjadi semakin jelas dan terarah. Dan, para guru tentunya semakin mantap melaksana-kan tugas-tugasnya sebab ada sesuatu yang harus mereka capai pada pem-belajaran.
Semoga saja, sedikit tulisan ini dapat menjadi motivasi dan penyadaran atas tugas dan kewajiban kita untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di negeri ini. selanjutnya negeri ini tidak lagi menjadi ‘pecundang’ dalam dunia pendidikan.
Belajar Efektif dengan SMART
Setiap orang mempunyai keinginan untuk melaku-kan perubahan pada dirinya. Perubahan ini merupakan wujud dinamisasi dari kehidupannya. Perubahan menun-jukkan adanya perkembangan pada seseorang. tanpa perubahan, maka sese-orang hidupnya statis.
Untuk melakukan perubahan tersebut, maka seseorang terus belajar dan mempelajari segala hal dalam kehidupan ini. Proses belajar menjadikan setiap orang menyadari bahwa dirinya dituntut untuk selalui siap menghadapi kondisi kehidupan. Itulah hal utama yang diinginkan oleh manusia.
Sementara agar proses belajar dapat lancar, maka berbagai cara di-tempuh. Belajar di sekolah secara formal, belajar pada alam, kehidupan sebagai proses autodidak. Dan sebagainya.
Tetapi, dari sekian banyak hal yang dilakukan untuk keberhasilan proses belajar, maka perlu diterapkan beberapa langkah atau kondisi khusus. Kondisi khusus, sebab setiap orang berbeda dalam langkah-langkah belajarnya.
Dalam hal ini, kita perlu mengetahui 5 (lima) hal penting agar proses belajar berhasil, yaitu SMART. Secara harfiah SMART dapat diartikan sebagai pintar, gemilang atau cerdas. Sesuatu yang membuat hati senang dan bahagia. Sedangkan pada konteks kita kali ini, SMART itu tidak lain adalah Senang, Mandiri, Asyik, Rajin, dan Teratur. Jika kelima hal tersebut kita terapkan, maka tingkat keberhasilan belajar kita pasti maksimal.
Untuk lebih jelasnya, maka SMART tersebut adalah sebagai berikut:
1. Senang
Bahwa proses belajar harus didasari oleh rasa senang di hati siswa. Dengan rasa ini, maka proses belajar dapat terlaksana dengan baik. Siswa akan mengikuti proses dengan hati lapang sebab kegiatan dilandasi oleh rasa senang.
Proses belajar itu kegiatan yang membutuhkan komitmen tinggi. Setiap orang yang melakukannya harus mempunyai kesepakatan dengan diri dalamnya (inert) dengan diri luarnya, lingkungannya. Komitmen ini tujuan-nya untuk membangun sebuah konstruksi belajar yang kokoh dan sistematis sehingga mampu memberikan ruang pada keberhasilan proses.
Untuk membina sebuah komitmen, maka kedisiplinan merupakan landasan yang harus dikembangkan terlebih dahulu. Dengan kedisplinan, maka proses belajar akan mengalami pengembangan konsep, yaitu bukan lagi sebagai kewajiban semata, melainkan sebagai kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.
JIka kedisiplinan tercipta, maka selanjutnya berkembang rasa senang terhadap apa yang kita kerjakan. Kita tidak akan merasa terbebani oleh sebuah tanggungjawab atau kewajiban belajar melainkan selalu mencoba untuk merealisasi kebutuhan belajar. Siapa yang tidak senang saat kebutuhan belajar, hidupnya direalisasi?
Begitulah, kita harus menumbuhkan rasa senang dalam hati siswa agar mengikuti proses belajar secara efektif dan berhasil. Belajar yang didasari oleh rasa senang berimplikasi pada tingkat kepedulian, konsentrasi dan keseriusan tinggi pada setiap orang, termasuk siswa yang sedang belajar.
Kita memang harus menumbuhkan rasa senang jika kita ingin berhasil dalam segala hal. Rasa senang memberi semangat bagi kita untuk berjuang.
2. Mandiri
Sesuai dengan konsep pembelajaran yang sekarang ini diluruskan dengan menempatkan siswa sebagai pusat kegiatan (student centered), maka keman-dirian siswa adalah sebuah keniscayaan. Proses pembelajaran menuntut siswa untuk aktif mengembangkan diri agar dapat mencapai keberhasilan belajar. Keberhasilan dari proses sebenarnya tergantung pada peranserta siswa dalam proses tersebut. Guru hanyalah fasilitator pembelajaran, yaitu orang yang membantu siswa dalam proses belajar. Guru tidak dapat menentukan keberhasilan siswa jika siswa tidak aktif berperan.
Agar proses belajar yang dilaksanakan benar-benar SMART, maka siswa harus dapat mandiri. Hal ini bertujuan agar obyek pembelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan siswa paa masing-masing pelajaran.
Kita menyadari bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang beragam, baik tingkatannya maupun obyek kemampuannya. Ada siswa yang sangat mampu dalam bidang eksak, tetapi lemah dalam sosial atau kebalikannya. Bahkan tidak jarang yang tidak mampu keduanya. Dengan kemandiriannya, maka siswa dapat secara pasti menentukan materi yang harus ditambah dan sebagainya.
Sebagai subyek belajar, maka peran aktif siswa di dalam mengkondisikan dirinya agar mampu menerima, memahami dan selanjutnya memiliki segala hal yang dipelajari. Siswa harus mengkondisikan dirinya sehingga secara mandiri dapat melaksanakan tugas, kewajiban belajarnya. Kemandirian sangat diperlukan sebab perkembangan dan pengembangan drii pada dasarnya tergantung pada seberapa besar usaha yang telah dilakukan oleh seseorang untuk berkembang.
3. Asyik
Asyik itu adalah akibat dari sesuatu yang menyenangkan hati. Belajar harus dilakukan dengan tingkat keasyikan yang tinggi sehingga tanpa disadari seseorang telah melakukan proses belajar maksimal. Keasyikan ini terkait erat dengan tingkat konsentrasi sehingga mereka yang asyik belajar seakan-akan melupakan segala diluar kegiatan belajar. Tingkat konsentrasi-nya tinggi.
Oleh karena itulah, maka proses belajar haruslah dikondisikan sebagai kegiatan yang menyenangkan hati, misalnya bermain atau belajar dengan melakukan (learning by doing). Jika seseorang belajar dengan tingkat keasyikan tinggi, maka mereka begitu totalitas pada kegiatan belajarnya.
Proses pembelajaran yang selama ini kita kenal dan laksanakan di kelas, sekolah pada umumnya berpusat pada guru sehingga siswa hanya menjadi pendengar setia dari segala penjelasan guru. Siswa pasif dalam proses sehingga tidak terukur secara jelas tingkat perubahan/hasil belajar siswa.
Tetapi dengan mengubah kondisi pembelajaran yang asyik, tentunya dapat secara langsung dilihat perubahan-perubahan pada siswa. Bahwa proses belajar meliputi banyak aspek, tidak hanya pengetahuan (knowledge), tetapi juga sikap (attitude) dan keterampilan (skill).
Apalagi jika kita dasarkan pada pola pemikiran dan pola hidup siswa yang cenderung suka pada bermain, maka keasyikan bermain kita modifiasi dan diterapkan dalam proses belajar. Siswa akan merasakan bahwa sebenarnya belajar itu sesuatu yang menyenangkan dan asyik. bahwa jika kita sudah menyukai belajar, maka kita pasti masuk ke dalam kegiatan belajar dan ‘keasyikan’ hingga melupakan apapun yang ada disekitarnya.
4. Rajin
Sejak kecil kita sudah dikenalkan dengan pepatah, “Rajin pangkal pandai!” Ya. Dalam konteks ini kita dihadapkan pada sebuah kondisi yang-saling mengkait, sebab akibat. Ini adalah hukum alam yang tidak dapat diabaikan atau dihilangkan oleh siapapun.
Hidup ini adalah implementasi dari hukum sebab akibat, kausalik itu sendiri. Setiap yang kita dapatkan adalah hasil dari apa yang kita lakukan. Inilah hakikat dari hukum alam.
Jadi, jelas bahwa jika kita ingin proses belajar kita berhasil, maka kita harus melakukan sesuatu yang berkesinambungan dan terus menerus serta sistematis. Kegiatan berkesinambungan ini tidak lain merupakan implement-tasi dari sikap rajin yang terprogram.
Rajin. Satu kata yang pada kenyataannya mampu memberikan dampak cukup besar bagi perkembangan dan pengembangan diri kita. Dengan rajin, maka perubahan yang signifikans kita dapatkan sebagai hasil maksimal.
Di dalam proses belajar, tingkat kerajinan seorang siswa memberikan konsekuensi logis yang berkaitan dengan hasil belajarnya. Hal ini terkait dengan konsep bahwa belajar itu adalah proses, sehingga harus dilakukan secara intens, terus menerus dan itu artinya harus rajin.
Siswa harus rajin belajar agar hal-hal yang diinginkan dapat dicapai. Rajin belajar berarti selalu aktif mengikuti segala materi terkait proses belajarnya sehingga menjadi bagian yang integral dengan dirinya.
Integralistik ini terjadi sebab proses belajar yang dilakukan secara rutin tanpa mengenal lelah, setiap saat. Siswa selalu konsekuen dengan komitmen yang dibuat saat memutuskan belajar. Mereka tetap mengikuti jalur yang harus dilewatinya dan tidak melakukan penyimpangan.
5. Teratur
Sebagai sebuah proses, maka belajar dituntut adanya keteraturan dalam segala hal terkait dengan belajar. Seperti kita ketahui, belajar itu kegiatan yang sistematis, kegiatan yang teratur atau dapat dikatakan sebagai sesuatu yang ‘ajeg’.
Keteraturan yang diterapkan dalam proses belajar bertujuan untuk memberikan materi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan atau pemahaman siswa. Disamping itu, untuk memberikan kemudahan bagi guru dan siswa untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam pembelajaran.
Dalam sebuah proses belajar, jika dilakukan secara teratur, maka tingkat pemahaman siswa dan guru terhadap materi akan tertata. Bukankah, jika sesuatu kita tata secara teratur, maka segalanya akan mudah?
Belajar itu adalah proses memasukkan data ke dalam memori otak kita. Setiap saat kita selalu memasukkan data baru ke dalam memori otak kita. JIka hal tersebut tidak dilakukan secara teratur, maka tentunya berdampak pada saat kita ingin memanggilnya, membutuhkannya kembali. Oleh karena itulah, maka kita mengenal proses defragment pada komputer, yaitu program menata ulang file yang tersimpan di dalam hard disk.
Otak kita merupakan sumber inspirasi bagi kita sehingga terciptanya komponen komputer yang sedemikian rupa. Komputer dapat berfungsi secara baik sebab adanya keteraturan kerja dari komponen-komponennya. Dengan keteraturan tersebut, maka kinerja komputer dapat maksimal. Begitu juga halnya dengan belajar, jika dilakukan secara teratur, maka hasilnya dapat maksimal.
Kita memang harus selalu berusaha agar proses pembelajaran yang kita laksanakan berhasil maksimal. Hal ini merupakan tujuan pembelajaran yang kita lakukan. Maka, salah satu langkah yang harus kita lakukan adalah mengkondisi-kan belajar kita secara efektif. Dan. langkah untuk efektivitas tersebut tidak lain adalah dengan menerapkan konsep SMART.
Proses belajar seharusnya menerapkan konsep SMART jika ingin berhasil. Semoga konsep ini dapat kita terapkan bersama-sama sehingga upaya pening-katan kualitas hasi pembelajaran di negeri ini dapat kita wujudkan bersama.
Untuk melakukan perubahan tersebut, maka seseorang terus belajar dan mempelajari segala hal dalam kehidupan ini. Proses belajar menjadikan setiap orang menyadari bahwa dirinya dituntut untuk selalui siap menghadapi kondisi kehidupan. Itulah hal utama yang diinginkan oleh manusia.
Sementara agar proses belajar dapat lancar, maka berbagai cara di-tempuh. Belajar di sekolah secara formal, belajar pada alam, kehidupan sebagai proses autodidak. Dan sebagainya.
Tetapi, dari sekian banyak hal yang dilakukan untuk keberhasilan proses belajar, maka perlu diterapkan beberapa langkah atau kondisi khusus. Kondisi khusus, sebab setiap orang berbeda dalam langkah-langkah belajarnya.
Dalam hal ini, kita perlu mengetahui 5 (lima) hal penting agar proses belajar berhasil, yaitu SMART. Secara harfiah SMART dapat diartikan sebagai pintar, gemilang atau cerdas. Sesuatu yang membuat hati senang dan bahagia. Sedangkan pada konteks kita kali ini, SMART itu tidak lain adalah Senang, Mandiri, Asyik, Rajin, dan Teratur. Jika kelima hal tersebut kita terapkan, maka tingkat keberhasilan belajar kita pasti maksimal.
Untuk lebih jelasnya, maka SMART tersebut adalah sebagai berikut:
1. Senang
Bahwa proses belajar harus didasari oleh rasa senang di hati siswa. Dengan rasa ini, maka proses belajar dapat terlaksana dengan baik. Siswa akan mengikuti proses dengan hati lapang sebab kegiatan dilandasi oleh rasa senang.
Proses belajar itu kegiatan yang membutuhkan komitmen tinggi. Setiap orang yang melakukannya harus mempunyai kesepakatan dengan diri dalamnya (inert) dengan diri luarnya, lingkungannya. Komitmen ini tujuan-nya untuk membangun sebuah konstruksi belajar yang kokoh dan sistematis sehingga mampu memberikan ruang pada keberhasilan proses.
Untuk membina sebuah komitmen, maka kedisiplinan merupakan landasan yang harus dikembangkan terlebih dahulu. Dengan kedisplinan, maka proses belajar akan mengalami pengembangan konsep, yaitu bukan lagi sebagai kewajiban semata, melainkan sebagai kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.
JIka kedisiplinan tercipta, maka selanjutnya berkembang rasa senang terhadap apa yang kita kerjakan. Kita tidak akan merasa terbebani oleh sebuah tanggungjawab atau kewajiban belajar melainkan selalu mencoba untuk merealisasi kebutuhan belajar. Siapa yang tidak senang saat kebutuhan belajar, hidupnya direalisasi?
Begitulah, kita harus menumbuhkan rasa senang dalam hati siswa agar mengikuti proses belajar secara efektif dan berhasil. Belajar yang didasari oleh rasa senang berimplikasi pada tingkat kepedulian, konsentrasi dan keseriusan tinggi pada setiap orang, termasuk siswa yang sedang belajar.
Kita memang harus menumbuhkan rasa senang jika kita ingin berhasil dalam segala hal. Rasa senang memberi semangat bagi kita untuk berjuang.
2. Mandiri
Sesuai dengan konsep pembelajaran yang sekarang ini diluruskan dengan menempatkan siswa sebagai pusat kegiatan (student centered), maka keman-dirian siswa adalah sebuah keniscayaan. Proses pembelajaran menuntut siswa untuk aktif mengembangkan diri agar dapat mencapai keberhasilan belajar. Keberhasilan dari proses sebenarnya tergantung pada peranserta siswa dalam proses tersebut. Guru hanyalah fasilitator pembelajaran, yaitu orang yang membantu siswa dalam proses belajar. Guru tidak dapat menentukan keberhasilan siswa jika siswa tidak aktif berperan.
Agar proses belajar yang dilaksanakan benar-benar SMART, maka siswa harus dapat mandiri. Hal ini bertujuan agar obyek pembelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan siswa paa masing-masing pelajaran.
Kita menyadari bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang beragam, baik tingkatannya maupun obyek kemampuannya. Ada siswa yang sangat mampu dalam bidang eksak, tetapi lemah dalam sosial atau kebalikannya. Bahkan tidak jarang yang tidak mampu keduanya. Dengan kemandiriannya, maka siswa dapat secara pasti menentukan materi yang harus ditambah dan sebagainya.
Sebagai subyek belajar, maka peran aktif siswa di dalam mengkondisikan dirinya agar mampu menerima, memahami dan selanjutnya memiliki segala hal yang dipelajari. Siswa harus mengkondisikan dirinya sehingga secara mandiri dapat melaksanakan tugas, kewajiban belajarnya. Kemandirian sangat diperlukan sebab perkembangan dan pengembangan drii pada dasarnya tergantung pada seberapa besar usaha yang telah dilakukan oleh seseorang untuk berkembang.
3. Asyik
Asyik itu adalah akibat dari sesuatu yang menyenangkan hati. Belajar harus dilakukan dengan tingkat keasyikan yang tinggi sehingga tanpa disadari seseorang telah melakukan proses belajar maksimal. Keasyikan ini terkait erat dengan tingkat konsentrasi sehingga mereka yang asyik belajar seakan-akan melupakan segala diluar kegiatan belajar. Tingkat konsentrasi-nya tinggi.
Oleh karena itulah, maka proses belajar haruslah dikondisikan sebagai kegiatan yang menyenangkan hati, misalnya bermain atau belajar dengan melakukan (learning by doing). Jika seseorang belajar dengan tingkat keasyikan tinggi, maka mereka begitu totalitas pada kegiatan belajarnya.
Proses pembelajaran yang selama ini kita kenal dan laksanakan di kelas, sekolah pada umumnya berpusat pada guru sehingga siswa hanya menjadi pendengar setia dari segala penjelasan guru. Siswa pasif dalam proses sehingga tidak terukur secara jelas tingkat perubahan/hasil belajar siswa.
Tetapi dengan mengubah kondisi pembelajaran yang asyik, tentunya dapat secara langsung dilihat perubahan-perubahan pada siswa. Bahwa proses belajar meliputi banyak aspek, tidak hanya pengetahuan (knowledge), tetapi juga sikap (attitude) dan keterampilan (skill).
Apalagi jika kita dasarkan pada pola pemikiran dan pola hidup siswa yang cenderung suka pada bermain, maka keasyikan bermain kita modifiasi dan diterapkan dalam proses belajar. Siswa akan merasakan bahwa sebenarnya belajar itu sesuatu yang menyenangkan dan asyik. bahwa jika kita sudah menyukai belajar, maka kita pasti masuk ke dalam kegiatan belajar dan ‘keasyikan’ hingga melupakan apapun yang ada disekitarnya.
4. Rajin
Sejak kecil kita sudah dikenalkan dengan pepatah, “Rajin pangkal pandai!” Ya. Dalam konteks ini kita dihadapkan pada sebuah kondisi yang-saling mengkait, sebab akibat. Ini adalah hukum alam yang tidak dapat diabaikan atau dihilangkan oleh siapapun.
Hidup ini adalah implementasi dari hukum sebab akibat, kausalik itu sendiri. Setiap yang kita dapatkan adalah hasil dari apa yang kita lakukan. Inilah hakikat dari hukum alam.
Jadi, jelas bahwa jika kita ingin proses belajar kita berhasil, maka kita harus melakukan sesuatu yang berkesinambungan dan terus menerus serta sistematis. Kegiatan berkesinambungan ini tidak lain merupakan implement-tasi dari sikap rajin yang terprogram.
Rajin. Satu kata yang pada kenyataannya mampu memberikan dampak cukup besar bagi perkembangan dan pengembangan diri kita. Dengan rajin, maka perubahan yang signifikans kita dapatkan sebagai hasil maksimal.
Di dalam proses belajar, tingkat kerajinan seorang siswa memberikan konsekuensi logis yang berkaitan dengan hasil belajarnya. Hal ini terkait dengan konsep bahwa belajar itu adalah proses, sehingga harus dilakukan secara intens, terus menerus dan itu artinya harus rajin.
Siswa harus rajin belajar agar hal-hal yang diinginkan dapat dicapai. Rajin belajar berarti selalu aktif mengikuti segala materi terkait proses belajarnya sehingga menjadi bagian yang integral dengan dirinya.
Integralistik ini terjadi sebab proses belajar yang dilakukan secara rutin tanpa mengenal lelah, setiap saat. Siswa selalu konsekuen dengan komitmen yang dibuat saat memutuskan belajar. Mereka tetap mengikuti jalur yang harus dilewatinya dan tidak melakukan penyimpangan.
5. Teratur
Sebagai sebuah proses, maka belajar dituntut adanya keteraturan dalam segala hal terkait dengan belajar. Seperti kita ketahui, belajar itu kegiatan yang sistematis, kegiatan yang teratur atau dapat dikatakan sebagai sesuatu yang ‘ajeg’.
Keteraturan yang diterapkan dalam proses belajar bertujuan untuk memberikan materi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan atau pemahaman siswa. Disamping itu, untuk memberikan kemudahan bagi guru dan siswa untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam pembelajaran.
Dalam sebuah proses belajar, jika dilakukan secara teratur, maka tingkat pemahaman siswa dan guru terhadap materi akan tertata. Bukankah, jika sesuatu kita tata secara teratur, maka segalanya akan mudah?
Belajar itu adalah proses memasukkan data ke dalam memori otak kita. Setiap saat kita selalu memasukkan data baru ke dalam memori otak kita. JIka hal tersebut tidak dilakukan secara teratur, maka tentunya berdampak pada saat kita ingin memanggilnya, membutuhkannya kembali. Oleh karena itulah, maka kita mengenal proses defragment pada komputer, yaitu program menata ulang file yang tersimpan di dalam hard disk.
Otak kita merupakan sumber inspirasi bagi kita sehingga terciptanya komponen komputer yang sedemikian rupa. Komputer dapat berfungsi secara baik sebab adanya keteraturan kerja dari komponen-komponennya. Dengan keteraturan tersebut, maka kinerja komputer dapat maksimal. Begitu juga halnya dengan belajar, jika dilakukan secara teratur, maka hasilnya dapat maksimal.
Kita memang harus selalu berusaha agar proses pembelajaran yang kita laksanakan berhasil maksimal. Hal ini merupakan tujuan pembelajaran yang kita lakukan. Maka, salah satu langkah yang harus kita lakukan adalah mengkondisi-kan belajar kita secara efektif. Dan. langkah untuk efektivitas tersebut tidak lain adalah dengan menerapkan konsep SMART.
Proses belajar seharusnya menerapkan konsep SMART jika ingin berhasil. Semoga konsep ini dapat kita terapkan bersama-sama sehingga upaya pening-katan kualitas hasi pembelajaran di negeri ini dapat kita wujudkan bersama.
Jumat, 05 September 2008
Belajar Efektif di Bulan Ramadhan
Ramadhan telah datang. Bulan penuh berkah kembali melingkupi kita dan kitapun berupaya sekuat tenaga untuk dapat memperoleh berkah dari Tuhan sebanyak-banyaknya dengan melakukan berbagai kegiatan keagamaan.
Salah satu kegiatan yang mampu memberikan berkah sebanyak-banyaknya adalah melaksanakan tugas kewajiban dengan sebaik-baiknya dan meningkatkan efektivitas maksimal sehingga mampu memberikan hasil maksimal.
Puasa bukan berati harus diam tepekur di kamar menunggu magrib!
Puasa adalah kegiatan aktif di dalam kediaman, artinya kita aktif melakukan kegiatan dengan menutup banyak pintu yang menyebabkan kita terlalu banyak mengobral kata atau laku tak berarti, bahkan cenderung negatif.
Di dalam pendidkan, kita tetap harus melakukan kegiatan aktif meskipun selama belajar kita banyak kehilangan tenaga untuk dapat menerima atau memberikan materi pelajaran sebaik-baiknya. Tetapi, di dalam hal ini kita tidak dapat begitu saja melakukan permakluman atas kondisi sebab jika hal tersebut kita lakukan, maka tidak bedanya dengan pemanjaan dan menjadikan kita sebagai orang-orang malas dengan kedok topeng 'berpuasa'.
Maka, lakukanlah kegiatan dengan sebaik-baiknya agar kita mendapatkan hasil semaksimalnya. Pendidikan harus maksimal dan jangan minimal!
Salah satu kegiatan yang mampu memberikan berkah sebanyak-banyaknya adalah melaksanakan tugas kewajiban dengan sebaik-baiknya dan meningkatkan efektivitas maksimal sehingga mampu memberikan hasil maksimal.
Puasa bukan berati harus diam tepekur di kamar menunggu magrib!
Puasa adalah kegiatan aktif di dalam kediaman, artinya kita aktif melakukan kegiatan dengan menutup banyak pintu yang menyebabkan kita terlalu banyak mengobral kata atau laku tak berarti, bahkan cenderung negatif.
Di dalam pendidkan, kita tetap harus melakukan kegiatan aktif meskipun selama belajar kita banyak kehilangan tenaga untuk dapat menerima atau memberikan materi pelajaran sebaik-baiknya. Tetapi, di dalam hal ini kita tidak dapat begitu saja melakukan permakluman atas kondisi sebab jika hal tersebut kita lakukan, maka tidak bedanya dengan pemanjaan dan menjadikan kita sebagai orang-orang malas dengan kedok topeng 'berpuasa'.
Maka, lakukanlah kegiatan dengan sebaik-baiknya agar kita mendapatkan hasil semaksimalnya. Pendidikan harus maksimal dan jangan minimal!
Langganan:
Postingan (Atom)