Rabu, 17 September 2008

MENGGUGAH ROH BELAJAR ANAK DIDIK

Selama ini kita seringkali tidak mengetahui, sebab hal ini seringkali tidak diekspose oleh guru, sekolah secara terbuka untuk menghindari hal-hal negative, terutaa berkaitan dengan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru di kelas, bahwa sudah cukup lama anak-anak telah kehilangan roh belajarnya! Anak-anak yang mengikuti proses belajar tidak secara utuh meng-ikuti proses sebab yang hadir di dalam kelas pembelajaran hanyalah jasadnya semata. Yang hadir pada saat guru memberikan materi pelajaran di kelas pembelajaran hanyalah jasad tanpa roh sama sekali.
Coba kita analisa, bagaimana sebuah proses dapat berlangsungd an berhasil jika ternyata yang menjadi pelaku utama ternyata hanyalah seonggok jasad tanpa ada rohnya sama sekali?! Dapatkah sebuah proses berlangsung secara maksimal jika roh pelakunya sama sekali tidak ada di tempat?!
Hal ini terjadi di dalam setiap kelas pembelajaran, misalnya anak didik yang berbicara dengan temannya pada saat guru memberikan keterangan, pen-jelasan mengenai materi pelajaran di kelas. Ada juga anak didik yang menguap dan tidur atau melamun saja sepanjang waktu proses pembelajaran. Maka tidak heran jika di akhir pelajaran anak didik sama sekali tidak mendapatkan pengalaman belajar yang diharapkan dalam proses tersebut. Anak didik tidak memiliki pengetahuan ataupun keterampilan, apalagi nilai sikap yang diberikan guru di dalam proses pembelajaran. Anak sibuk dengan kegiatan atau pikiran-nya sendiri dan tidak menghiraukan penjelasan guru. Dan, guru hanya sibuk dengan penjelasannya dan tidak memperhatikan bahwa anak didiknya tidak memperhatikan segala penjelasannya.
Tentunya hal seperti ini berdampak pada kualitas sumber daya manusia yang kita miliki. Anak didik yang sebenarnya merupakan investasi masa depan bagi bangsa yang besar ini sama sekali tidak mengikuti proses pembelajaran secara maksimal sehingga kualitas dirinya sama sekali tidak mampu membawa nama baik bangsa dan negara ini. Bahkan mereka menjadi noda bagi bangsa dan negaranya.
Sementara kita mengetahui bahwa pola kehidupan masyarakat inter-nasional sudah pada era globalisasi, yaitu kondisi yang memungkinkan setiap bangsa untuk berinteraksi secara langsung dengan segala kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing personal. Tetapi hal tersebut sangat mengecewakan bagi bangsa yang besar ini sebab anak didik yang merupakan asset masa depan ternyata banyak yang tidak mamapu menjawab tantangan globalisasi. Mereka ternyata tidak berbeda dari anak-anak yang tidak mendapatkan proses pembelajaran dan pendidikan. Sama sekali tidak memiliki kompetensi hasil pembelajaran.
Kita perlu menetapkan gerakan nasional untuk menggugah roh belajar anak didik sebab pada kenyataannya anak-anak sekolah sekarang memiliki persepsi yang negatif terhadap proses pembelajaran. Anak-anak sekarang ini dihinggapi perasaan malas untuk belajar. Mereka kehilangan semangat untuk belajar dengan berbagai alasan yang kadangkala sangat tidak signifikan. Masalah kemalasan dalam belajar ini sebenarnya merupakan fenomena yang sudah terjadi disebabkan oleh persepsi yang berbeda terhadap proses pendidikan dan pembelajaran. Anak-anak sekarang menganggap bahwa sekolah atau belajar itu bukanlah satu-satunya cara untuk meningkatkan kualitas diri sebab mereka melihat banyak contoh anak-anak yang bersekolah tinggi tetapi tetap saja tidak bagus nasib ekonominya, artinya masih banyak anak-anak lulusan sekolah tinggi yang masih menganggur. Anak malas belajar sebab tidak merasakan pentingnya proses pembelajaran bagi kehidupannya. Hal ini di-sebabkan karena pola pendidikan rumah tangga yang lebih banyak memposisi-kan anak sebagai ‘raja’ kecil di dalam rumah. Selanjutnya hal ini menjadikan anak sebagai sosok yang manja dan mempunyai ketergantungan yang utuh pada orangtua. Mereka tidak dapat mandiri sehingga dalam proses pembelajaran-pun mereka merasa tergantung pada orangtua. Dan, hal inilah yang seringkali menjadikan anak kehilangan semangat belajar, kehilagan roh belajarnya sebab merasakan kemanjaan orangtua yang melebihi jatahnya.
Kita menyadari bahwa proses pembelajaran adalah proses yang ber-langsung secara berkesinambungan dan memerlukan waktu yang relatif lama sehingga untuk hal tersebut haruslah ada rutinitas pelaku pembelajaran dan tentu saja tingkat konsentrasi yang tinggi sehingga keterlibatannya dalam proses pembelajaran benar-benar efektif. Sekali saja tidak mengikuti proses pembel-ajaran, tentunya berdampak pada berkurangnya pengalaman belajar dan kuan-titas serta kualitas penguasaan materi pembelajaran. Kontinuitas kegiatan sangat berkaitan dengan tingkat kemampuan pemahaman dan pengertian anak didik terhadap materi pembelajaran sehingga jika anak didik malas dalam proses pembelajaran, maka sudah barang tentu berdampak pada berkurangnya pemahaman dan pengertian anak terhadap materi pembelajaran serta menurun-kan kualitas diri masing-masing.
Hal lain yang memaksa kita harus menggugah roh belajar anak didik adalah rasa tanggungjawab yang kurang pada diri anak didik. Mereka seakan tidak mempunyai tanggungjawab terhadap masa depannya sendiri yang diwu-judkan dalam kepeduliannya terhadap proses pembelajarannya. Hilangnya rasa tanggungjawab ini menjadikan anak menganggap bahwa proses belajar bukanlah sesuatu yang penting bagi kehidupannya. Sementara kita mengetahui bahwa jika seseorang telah kehilangan rasa tanggungjawabnya, maka itu berarti telah kehilangan visi dan misi untuk masa depan kehidupannya dan hal tersebut berarti menghilangkan kesempatan untuk peningkatan kualitas dirinya. Sedangkan belajar merupakan tanggungjawab dan kewajiban pokok bagi anak didik utnuk mempersiapkan amsa depan mereka sendiri, bukan untuk orang lainnya.
Kewajiban belajar seharusnya dijadikan suatu kesadaran hakiki bagi anak didik sebagai langkah antisipasi terhadap kondisi masa depan anak didik. Anak didik harusnya menyadari bahwa belajar itu merupakan kebutuhan bagi kehidupan masa depan mereka yang lebih baik. Dengan demikian, maka setidaknya secara tulus anak didik menjalani proses pembelajaran dan pada akhirnya memberikan hasil pembelajaran yang maksimal. Artinya pengalaman belajar anak didik benar-benar membrikan perubahan yang signifikan terhadap kondisi anak didik. Apalagi jika dikaitkan dengan pola kehidupan global yang menuntut setiap pribadi menampilkan diri secara maksimal sesuai dengan kemampuan diri masing-masing dalam menghadapi kehidupan pada jaman globalisasi ini. Jika mereka melupakan kewajiban belajar, tentunya sangat berdampak negative terhadap kondisi masa depan mereka. Kita harus mau mengakui kenyataan bahwa anak-anak jaman sekarangs angat berbeda dengan anak-anak jaman dahulu. Anak-anak jaman dahulu, walaupun tidak ada yang membimbing dalam belajar di rumah, mereka secara mandiri melakukan proses pembelajaran di rumah. Bahkan tanpa disuruh belajar-pun mereka merasakan bahwa belajar merupakan tanggungjawab untuk masa depan sehingga secara sadar mereka belajar.
Sementara hal lain yang ditengarai menjadi penyebab anak didik kehilangan roh belajar adalah pola pembelajaran yang kurang tepat bagi anak didik. Pola pembelajaran yang dimaksudkan dalam hal ini adalah berkaitan dengan teknik dan cara pembelajaran masing-masing anak didik. Pola pembel-ajaran ini dapat saja terjadi oleh guru dan anak didik. Guru yang tidak mampu memberikan pola pembelajaran yang memungkinkan anak didik belajar secara maksimal dan efektif. Pola pembelajaran yang baik menjadikan anak didik merasa kerasan di dalam ruangan dan terpikat oleh proses pembelajaran sehingga dengan penuh konsentrasi mengikuti proses secara utuh. Tetapi jika pola pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak tepat, tentunya anak didik menjadi malas dan berakibat pada menurunnya kualitas pemahaman materi sebab anak didik menjadi malas mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itulah, maka untuk menggugah roh belajar anak didik, maka dibutuhkan pola pembelajaran yang benar-benar tepat untuk setiap kondisi anak didik yang mengikuti proses pembelajaran. Pola pembelajaran yan dimaksudkan dalam hal ini adalah pola pembelajaran yang efektif, yaitu pola pembelajaran yang benar-benar mampu mengkontribusikan segala kebutuhan belajar anak didik dan memposisikan anak didik sebagai sosok yang berperan aktif untuk mendapatkan pengalaman belajar secara maksimal.
Upaya membangkitkan roh belajar anak didik memang merupakan salah satu teknik terefektif untuk upaya peningkatan kualitas pendidikan anak didik. Untuk hal tersebut diperlukan sebuah pola yang benar-benar dapat mengkontri-busi setiap kebutuhan belajar anak didik. Pola pembelajaran yang tidak efektif membuat anak didik gampang jenuh dan kehilangan konsentrasi sehingga roh belajarnya-pun segera melayang pergi begitu merasakan bosan di dalam ruangan belajar. Memang jasadnya tetap ada di ruangan tetapi rohnya mengem-bara ke segala penjuru negeri anta berantah.
Selanjutnya yang perlu kita perhatikan adalah materi pelajaran yang diberikan oleh guru pada saat proses pembelajaran. Jika kita berharap anak didik mempunyai kemampuan yang tinggi dalam artian menguasai materi pelajaran dan mampu menjadikannya sebagai bekal kehidupannya, maka isi materi tersebut haruslah benar-benar aktual dan proporsional dengan kondisi kehidupan saat sekarang. Jika isi materi tidak sesuai, maka sudah barang tentu kualitas hasil pembelajaran-pun tidak mampu menjadi bekal hidup anak-anak dalam kehidupan bermasyarakat. Guru tidak dapat hanya berprinsip sekedar menghabiskan jatah pembelajaran tanpa melakukan inovasi dan kreasi terhadap pola dan materi pembelajarannya. Dan, yang tidak kalah pentingnya adalah guru jangan terlalu dibebani dengan tugas-tugas administrasi yang sangat mengganggu tugas mengajar dan mendidiknya. Hal ini menjadikan guru lebih kreatif dan inovatif terhadap kondisi kehidupan sehingga materi pembelajaran yang diberikan kepada anak didik selalu sesuatu yang fresh dan up to date.
Materi pembelajaran yang baru memberikan pengalaman belajar yang benar-benar relevan dengan kondisi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Mereka tidak hanya mendapatkan materi pembelajaran yang usang, yang sejak dahulu secara turun temurun diberikan kepada setiap anak yang belajar, melainkan materi sudha mengalami penyesuaian dengan kodnisi kehidupan sekarang, disesuaikan dengan jamannya. Tentunya hal tersebut menjadikan anak didik secara langsung dapat menerapkan pengalaman belajarnya. Hal ini ditengarai menjadi salah satu penyebab anak didik kehilangan roh untuk belajar sebab anak didik merasakan bahwa materi pelajaran yang diterimanya sudah pernah diterima di jenjang pendidikan sebelumnya sungguh hal tersebut tidak menjadikan anak didik berkualitas. Dalam hal ini kita berasumsi bahwa jika materi pelajaran yang diberikan guru kepada anak didik adalah materi usang, tentunya hal tersebut sangat ketinggalan untuk menjawab tantangan kehidupan di jaman sekarang ini.dapat kita katakana bahwqa orang lai sudah naik pesawat terbang, kita masih saja berjalan kaki atau naik gerobak. Bahkan tidak sedikit yang mengatakan kita tetap saja berjalan di tempat. Orang sudah sampai di bulan, tetapi kita tetaps aja berkutet di bawah kehidupan yang statis, tradisional.
Hal yang lain lagi adalah tingkat konsentrasi anak didik yang tidak terpusat pada proses pembelajaran yang sedang terjadi. Kita perlu menggugah roh belajar anak didik adalah karena kita tidak ingin anak didik terpecah konsentrasinya karena kegiatan ‘terselubung’ yang dilakukan anak didik pada saat mengikuti proses pembelajaran. Bagaimana-pun kita tidak dapat men-deteksi kegiatan ‘terselubung’ anak didik sehingga langkah antisipasif sangat perlu dilakukan oleh guru, terutama dalam hal ini adalah dengan meningkatkan konsentrasi anak didik terhadap proses pembelajaran yang diikutinya. Pening-katan konsentrasi ini untuk memposisikan anak didik sebagai pelaku utama pembelajaran sehingga benar-benar mengikuti proses secara aktif dan berperan sebagaimana seharusnya. Setidaknya dengan tingkat konsentrasi yang tinggi, maka peningkatan kemampuan anak didik dapat merespon pembelajaran benar-benar maksimal. Dan, keterlibatan anak didik dalam kegiatan atau proses pembelajaran benar-benar menunjukkan bahwa anak didik adalah pelaku utama dalam proses pembelajaran. Tetapi meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa tingkat kemampuan untuk berkonsentrasi adalah sangat bervariasi dari sekian banyak anak yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Tingkat konsentrasi yang baik menjadikan anak didik mudah dalam proses penerimaan, pemahaman dan pengertian materi pelajaran yang diberikan oleh guru di dalam proses pembelajaran. Jika anak didik mempunyai tingkat konsentrasi yang tinggi, maka setiap kali guru memberikan penjelasan mengenai materi pembelajaran, maka dengan mudah anak didik mengikuti proses pembelajaran, bagaimanapun pola pembelajaran yang diterapkan oleh guru, tidak menjadi permasalahan yang pokok bagi anak didik. Dan, sudah barang tentu hal tersebut menjadikan pemahaman terhadap materi pembelajaran dapat maksimal dan keberhasilan adalah hasil yang didapatkan.
Tetapi meskipun demikian, pola hidup anak didik juga memegang peranan dalam upaya penggugahan roh belajar anak didik. Bahwa alas an menggugah roh belajar anak didik adalah karena anak didik mempunyai pola kehidupan yang indisipliner, tidak dalam pola kedisiplinan sesuai dengan tingkat kebutuhan. Hidup yang baik adalah hidup yang berpola teratur dan tersistem secara baik sebab hal ini merupakan salah satu indicator keberhasilan dalam kehidupan kita. apalagi dalam kenyataannya kehidupan kita berhadapan dengan kondisi yang sangat rawan sehingga anak didik sangat rentan untuk terbawa pada arus aliran kehidupan yang serba tidak menentu ini. Terutama jika anak didik tidak memiliki bekal pengetahuan, keterampilan ataupun sikap yang baik bagi pola kehidupannya.
Cara mengajar guru yang kurang menarik juga menjadi salah satu indicator akan hilangnya roh belajar anak didik saat proses pembelajaran berlangsung. Anak-anak yang mengikuti proses pembeljaaran dengan seorang guru yang cara mengajarnya kurang menarik sangat cepat menghadirkan kebosanan di dalam hati siswa. Mereka merasa berada pada suatu ruangan yang sangat asing sehingga tidak dapat mengikuti proses secara maksimal. Oleh karena itulah, maka seorang guru haruslah mempunyai kemampuan mengajar dengan berbagai macam kreasi, inovasi dan improviasasi yang bagus pada saat mengajar di hadapan anak didik. Setidaknya hal ini untuk membrikan kesan positif di hati anak didik bahwa pendidikan mereka merupakan orang-orang yang sudah berpengalaman di bidangnya, pendidikan. Jika seorang guru mampu menciptakan kreasi positif sehingga proses pembelajarannya tidak membosankan, maka setidaknya anak didik kerasan tinggal di sekolah dan ruang belajar dan mengikuti proses belajar secara tuntas hingga bel berdering.
Perlu kita sadari bahwa dalam kenyataannya, anak didik berharap bahwa pada proses pembelajaran di kelas dilaksanakan dalam kondisi yang refresh, artinya tidak kaku, tegang ataupun menakutkan bagi mereka. Artinya, walau-pun mata pelajaran yang sedang dipelajari termasuk mata pelajaran momok, tetapi cara penyampaian guru sedemikian rupa sehingga mereka merasa nyaman dan tenang saat mengikuti proses belajar. Mereka tidak membutuhkan guru yang ‘kereng’, guru yang ‘sangar’, tetapi mereka membutuhkan guru yang tegas dan mampu menciptakan kondisi proses yang selalu fresh. Dan, memang dalam kenyataannya kita perlu menyadari bahwa dalam kondisi yang nyaman, fresh, otak dapat berfungsi secara normal. Tetapi, pada saat kita mengalami stressing, maka pada saat itu segala pola pemikiran dapat hilang dan pola pikir tidak lagi teratur. Hal inilah yang dapat menjadikan anak kehilangan roh belajarnya. Anak merasa ketakutan saat mengikuti proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran tidak efektif. Oleh karena itulah, maka seorang guru harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif bagi kejiwaan anak didik, sebab pada saat kita memberikan proses pembelajaran, kita sedang mengelola aspek kejiwaan anak didik sedemikian rupa sehingga mampu menerima pengalaman belajar yang kita lakukan untuk mereka.
Demikianlah, ketika guru sedang memberikan penjelasan berkaitan dengan materi pelajaran yang harus diterima anak didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran, maka yang terpenting dalam kondisi ini adalah kepiawaian seorang guru dalam menggiring anak agar merasa tertarik, nyaman dengan segala inovasi dan kreativitasnya mengajarkan materi pembelajaran bagi anak didik. Guru yang menarik adalah guru yang dapat meramu berbagai teknik pembelajaran sedemikian rupa sehingga anak didik menrasa nyaman dan tenang serta mampu menerima materi pembelajaran dengan baik dan berhasil guna di akhir proses pembelajarannya. Sebab, jika guru dapat menyampaikan secara menarik, maka pengalaman belajar anak didik dapat maksimal dan sesulit apapun materi pelajaran, anak didik dapat mengikuti dengan tingkat konsentrasi tinggi.
Pada kondisi yang lainnya, kita perlu menggugah roh belajar anak didik sebab pada kenyataannya anak didik sekarang ini banyak yang telah mengalami ketidakjelasan visi dan misi belajarnya. Mereka mengikuti proses pembelajaran hanya sebagai sebuah proses yang memang harus dijalani, seakan sebuah laku spiritual atau sekedar formalitas untuk menjaga imej masyarakat. Mereka mengikuti proses pembelajaran sekedar untuk menghindari anggapan negative terhadap diri mereka yang tidak bersekolah. Daripada menganggur!
Kondisi ini sesungguhnya merupakan kondisi yang sangat menerenyuh-kan hati. Kondisi ini sangat riskan dan berdampak sangat luas dan kompleks sebab berkaitan dengan kondisi masa depan mereka dan bangsa yang besar ini. Apalah jadinya bangsa yang besar ini ika anak-anak mudanya yangsedang menempuh proses pembelajaran ternyata telah kehilangan visi dan misi dalam proses pembelajaran yang dijalaninya, padahal masa depan bangsa ini terletak pada kualitas diri mereka. Dan, kita mengetahui bahwa ketika seseorang kehilangan visi dan misi berarti telah kehilangan landasan langkah! Bagaimana kita dapat berjalan jika kita telah kehilangan landasan berpijak untuk melang-kah?
Maka, tidak heran jika kemudian kita mendapati banyak anak didik yang berkeliaran di jalan-jalan, di mall-mall, di plaza-plaza atau di tempat-tempat umum lainnya justru pada saat jam-jam pelajaran. Mereka meninggalkan bangku sekolah, ruangan belajar sebab merasa tidak berminat terhadap pelajaran. Mereka menganggap lebih asyik jalan-jalan, ‘ ngelimbung’ daripada duduk-duduk di kelas mendengarkan guru bercerita ngalor ngidul tentang sesuatu yang sama sekali tidak mereka pahami. Kehadiran mereka di kelas pembelajaran tidak lebih tiga hari dalam seminggu, itupun masih ogah-ogahan. Mereka di kelas dengan kondisi setengah hati dan roh yang melayang-layang ke negeri antah berantah, sama sekali tidak berkonsentrasi pada kegiatan pembelajaran yang dibimbing oleh sang guru.
Dan, yang parah dari hal ini adalah kenyataan bahwa merekapun tidak mau memperhatikan dan memperdulikan segala nasihat yang diberikan, walau-pun mereka sadar bahwa semua nasihat tersebut untuk masa depan mereka. Tentu saja hal ini memberikan penilaian negative masyarakat terhadap dunia pendidikan yang dianggap tidak dapat mengelola proses secara baik sehingga semakin memperjelek nilai dunia pendidikan di negeri sendiri.
Pemandangfan anak-anak berseragam sekolah yang asyik di tempat-tempat umum sudah bukan rahasia lagi. Seluruh lapisan masyarakat sepertinya tidak merespon kondisi tersebut sebagaimana seharusnya. Lapisan masyarakat, khususnya para pemiliki modal besar justru seakan-akan memberikan peluang tempat anak-anak melakukan atau mewujudkan tuntutan diri mengarah pada kesenangan semat untuk waktu sekarang. Mereka sama sekali tidak melakukan tindakan edukatif yang seharusnya menjadi salah satu perananya di dalam proses pembelajaran atau pendidikan anak. Jika masyarakat menyadari posisinya dalam proses pendidikan anak, maka seharusnya mereka segera mengambil tindakan konkrit untuk mengantisipasi atau emnghanguskan kondisi seperti ini. Setidaknya mereka pasti menciptakan sebuah sarana untuk dijadikan sebagai tempat pembelajaran secara umum, seharusnya ada tempat-tempat yang memang diperuntukkan bagi proses pembelajaran di luar sekolah. Masayarakat harus mengawasi proses pembelajaran anak didik sehingga anak-anak tidak bakalan kehilangan visi dan misi serta menghadapi proses pembelajaran sebagai sebuah kebutuhan hidup untuk masa depan mereka.
Visi dan misi anak didik seharusnya menjadi sebuah landasan dasar dalam menyusun dan melaksanakan setiap kegiatan pembelajaran yang diprogramkan oleh anak didik. Dengan demikian, maka sebagian besar tujuan pembelajaran sudah didapatkan oleh anak didik. Separoh keberhasilan sudah digenggaman tangan anak didik dan proses pembelajaran.

Tidak ada komentar: