Rabu, 17 September 2008

MENGGUGAH ROH BELAJAR ANAK DIDIK

Masalah kemerosotan kualitas pendidikan merupakan wacana yang setiap saat selalu bergulir dan digulirkan untuk mengoreksi kinerja pendidikan di negeri ini. Hal ini disebabkan karena dunia pendidikan merupakan harapan utama untuk peningkatan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika out put pendidikan berkualitas, maka pola kehidupan berbangsa dan bernegara-pun akan berkualitas.
Salah satu hal yang dianggap sangat signifikan terhadap kualitas out put dari proses pendidikan adalah semangat anak didik dalam mengikuti proses pembelajarannya. Semangat belajar yang dimiliki oleh anak didik diyakini dapat mengangkat pola belajar dan mampu meningkatkan hasil proses pembelajaran tersebut. Dengan berbekal semangat yang dimiliki oleh anak didik, maka proses pelaksanaan belajar dapat berlangsung efektif sebab anak didik secara aktif mewarnai proses tersebut.
Bahwa dalam hal ini, proses pembelajaran, yang sebenarnya sedang melakukan proses belajar adalah anak didik sehingga adalah sangat penting bagi anak didik untuk secara aktif berperan di dalam proses. Dengan berperan aktif dalam proses pembelajaran, maka pengalaman belajar dapat dijadikan sebagai bekal kehidupannya. Sebenarnya hal utama yang diharapkan oleh semua orang yang mengikuti proses pembelajaran adalah didapatkannya pengalaman hidup dan belajar merupakan salah satu bentuk pengalaman belajar tersebut.
Tetapi, pada saat sekarang ini kenyataan berbicara lain. Banyak anak didik yang telah kehilangan semangat belajarnya, roh belajarnya sehingga jika dinalar-nalar, maka hal ini dapat saja dianggap sebagai salah satu aspek penyebab keterpurukan kualitas pendidikan di negeri ini. Bagaimana tidak, jika anak didik telah kehilangan semangat, roh belajarnya, maka hal tersebut men-jadikannya sebagai sosok yang tidak utuh dalam mengikuti proses pembel-ajaran. Sementara kita mengetahui bahwa sebenarnya proses pembelajaran merupakan proses fisik dan psikis/roh, sehingga jika pada proses pembelajaran yang mengikuti hanya satu aspek, maka hal tersebut merupakan kondisi yang tidak utuh.
Ketidak utuhan dari kehadiran anak didik dalam proses pembelajaran menjadikan materi pembelajaran tidak dapat diterima anak didik secara utuh pula, artinya anak didik tidak bakal dapat memperoleh materi pembelajaran sebab roh yang seharusnya menerima tidak ada ditempat. Proses pembelajaran sebenarnya berkaitan dengan fisik pada saat materi pelajaran yang diberikan berupa materi psikomotor, tetapi jika materi pembelajarannya adalah afektif dan kognitif, maka tentunya yang menerimanya adalah jiwa atau roh anak didik yang sedang belajar.
Anak didik yang kehilangan roh belajarnya, maka pada saat mengikuti proses pembelajaran yang hadir ditempat pembelajaran hanyalah jasadnya saja. Mereka tidak dilengkapi dengan rohnya sehingga mereka tidak lebih daripada seonggok patung yang ikut dalam proses pembelajaran. Patung mengikuti proses pembelajaran, bagaimana mungkin?! Bagaimana dengan hasil proses pembelajarannya?! Tentunya kondisi ini berakibat terhadap pengalaman belajar anak didik. Anak didik yang mengikuti proses pembelajaran tanpa diikuti oleh roh belajarnya, tentunya sangat tidak efektif. Kondisi pengalaman belajarnya sedemikian rupa sehingga tidak menggambarkan bahwa anak didik sudah melewati dan mengikuti proses pembelajaran, pendidikan.
Hal inilah yang sebenarnya ditulis dalam konsep buku ini. Kita mencoba untuk menggugah roh balajar anak didik sedemikian rupa sehingga kesadaran belajarnya sangat rendah, bahkan sama sekali tidak ada. Tentu saja hal ini menjadi salah satu aspek penyebab keterpurukan kualitas pendidikan di negeri ini. Selama ini hal hilangnya kesadaran belajar anak didik atau hilanganya roh belajar anak didik begitu terabaikan sehingga yang menjadi tumpuan kesalahan hanya pada sekolahd an guru, sedangkan kondisi anak didik sama sekali tidak diperdulikan, bahkan terkesan anak didik tidak pernah salah dalam hal ini. Padahal knsep dalam pembelajaran mengatakan bahwa yang sesungguhnya sedang belajar di dalam proses pembelajaran adalah anak didik sehingga jika terjadi anak didik tidak mempunyai kompetensi sebagaimana seharusnya, maka kita perlu mempertanyakan bagaimana keaktifannya dalam proses pembel-ajaran. Kita tidak dapat begitu saja menyalahkan guru atau sekolah.
Kita mencoba untuk mengangkat kenyataan bahwa peranan anak didik dalam menciptakan suatu kondisi keterpurukan dunia pendidikan adalah sangat kontributif dan signifikan terhadap kondisi kehidupan secara umum. Anak didik yang belajar tanpa menyertakan rohnya, sungguh merupakan sebuah fenomena yang perlu diperhatikan sehingga secara langsung guru dapat mengambil langkah-langkah preventif maupun kuratif dalam menghadapi kondisi tersebut. Dengan menghilangnya roh belajar, maka sudah barang tentu hal tersebut berkaitan dengan tingkat konsentrasi anak didik dalam proses pembel-ajaran. Konsentrasi anak didik sangat berkurang, bahkan tidak ada sama sekali.
Untuk hal tersebut, maka kita harus dapat ‘menidurkan’ beberapa aspek yang selama ini menjadikan roh anak didik ‘tertidur’. Aspek tersebut harus ditidurkan, jika perlu dihilangkan dari kehidupan anak didik sehingga didalam diri anak didik hanya terdapat kesadaran bahwa tugasnya sebagai pelajar adalah belajar dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas dirinya.

Tidak ada komentar: