Pendidikan manusia seutuhnya memungkinkan terciptanya manusia-manusia berimbang. Obor pendidikan berusaha menjembatani dan memberikan penerangan dan penghangatan dunia pendidikan
Kamis, 31 Juli 2008
PendIDikAn Perlu PerAn Aktif MAsYaraKat
Konsep Ini kita semua sudah memahami betul, apalagi mereka yang berkecimpung dalam bidang peNdidiKan. Wah, itu mah sego jangan! Sudah KebiaSaan!
teTapi baGaimaNa dengan anak-anak sekarang ini? Anaka-anak yang nantinnya menjadi pengharaPAan utaMa negeri InI?
Cukup BanyaK anAk yang kehiLangan semangAT belajar dan keHIlangan motiVasi untuk menggapai masa Depan yang InDah. Mereka leBih mengutamakan masa SekaRang!
Oleh karena itulah, dibutuhkan orang-orang yang benar-benar konsis dengan keinginan meningkatkan kualitas diri anak-anak dan buka sekedar sosok yang ditakuti di depan mata tetapi menjadi bahan guyonan di belakang tengkuk!
Guru yang baik, guru yang benar-benar penuh perhatian pada anak didik dan bukan sekedar melaksanakan tugas kedinasan semata, melainkan memang secara utuh terjun dalam kancah pendadaran generasi masa depan!
Marilah kita bersama-sama, tidak hanya guru, berapa banyak waktu yang dimiliki oleh guru untuk bersama-sama dengan anak didik? masyaraakt juga sangat diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya sebab di masyarakatlah kebanyakan waktu anak-anak dihabiskan!
Ayo, kita bergerak bersama, saling bantu, saling dukung dan tidak saling jegal atau saling tusuk dari belakang!
Ayo, kapan lagi??
Rabu, 30 Juli 2008
Guru harus bersiap
Seorang guru yang baik sealau mempersiapkan segalanya dengan sebaik-baiknya sebab baginya pelayanan terbaik dan tuntas serta pelayanan prima kepada anak didik adalah yang terbaik. Apalagi mengingat bahwa guru adalah fasilitator dalam proses pendidikan dan pemelajaran. Sudah pasti harus bersiap untuk segala hal!
Selasa, 29 Juli 2008
Jangan TiNGGalkan Anak DidiK TerlaLu LaMa
Akibatnya, anak-anak yang ada di kelas menjadi gelisah dan tidak teratur hatinya. Jika sduah demikian, yaitu ketika anak-anak lepas hatinya dan bertindak seenaknya, maka yang disalahkan ya anak-anak lagi. Bukan gurunya yang seenaknya neinggalkan ruangan kelas saat jam mengajarnya!
Kita tidak dapat hanya memandang satu permukaan atau sisi seaja. dalam hal ini kita tidak dapat hanya menyalahkan anak didik semata. Bagaimanapun yang dilakukan oelh anak didik adalah apa yang dilihat dati gurunya, bukankah Guru itu diGugu dan ditiRu. apa yang dilakukan dan dikatakan oleh guru adalah sesuatu yang patut digugu dan ditiru oleh anak didiknya.
Dan, Jika gurunya meninggalkan kelas sebelum saatnya dan anak didik mengikutinya di saat ekmudian, apakah anak didik salah?
Ayp, kita pikirkan bersama dan eveluasi diri apakah kita sudah menghindari hal sepertio itu?
Meninggalkan anak didik untuk keperluan pribadi yang sebenarnya tidak urgen hanya akan membuat masalah bagi proses pemelajaran yang kondusif...... Bagaimana dengan kita semua?
Jumat, 25 Juli 2008
Mendidik Anak Berinteraksi Sosial
Di dalam proses pemelajaran, banyak aspek yang perlu disampaikan, diajarkan kepada anak didik. Aspek-aspek tersebut menjadi tanggungjawab dan kewajiban bagi guru untuk memberikannya saat membimbing anak-anak di setiap saatnya.
Proses pemelajaran memberikan aspek-aspek tersebut bertujuan agar anak didik benar-benar menjadi orang-orang dengan kompetensi yang me-madai, sesuai dengan kebutuhan hidup di masya-rakat. Dan, aspek-aspek tersebut merupakan muatan yang wajib dan harus dimiliki oleh anak didik.
Terkait dengan hal tersebut, maka salah satu aspek yang harus diberikan kepada anak didik agar mempunyai kmpetensi dalam pola pergaulan kemasyarakatan adalah interaksi sosial. Aspek interaksi sosial harus diberikan kepada anak didik agar pada saat berada di lingungannya dapat menyesuaikan diri dengan sebaik-baik dan mempunyai kemampuan untuk memasuki dunia kehidupan sebagaimana mestinya.
Sementara proses pemelajaran di sekolah, dalam hal ini adalah bentuk miniatur dari proses interaksi sosial antar personal, antar individu adalah pergaulan antar teman di sekolah atau di kelasnya masing-masing. Disinilah peran seorang guru benar-benar dibutuh-kan sebagai fasilitator dalam proses inter-aksi sosial anak didiknya.
Guru harus dapat menjadi fasilitator yang baik pada proses interaksi sosial ini sehingga anak tidka mengalami kesulitan ketika harus bertemu dan berkomunikasi dengan anak yang lainnya. Selama ini yang menjadi kendala di dalam peningkatan kemampuan anak dalam proses interaksi sosial adalah fasilitasi yang kurang maksimal dari gurunya.
Diskusi kelas sebagai bentuk penerapan interaksi sosial anak didik.
Di dalam proses pemelajaran, guru mempunyai beberapa metode yang dipercaya dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap materi yang diajar-kannya.
Dengan metode yang dimiliki dan diterapkan dalam proses pemelajaran inilah, maka diharapkan agar kemudahan-kemudahaan yang didapatkan oleh anak didik sehingga proses pemahaman menjadi lebih mudah.
Kita harus mengakui bahwa dengan globalisasi yang dihadapi oleh semua bangsa, maka hal tersebut mendatangkan dampak yang positif dan negatif. Dampak positif tentunya tidak perlu dibahas sebab hal tersebut memberikan kesempatan seluas-luasnya pada setiap orang untuk meningkatkan kualitas dirinya. Tetapi, dampak negatif yang kemungkinan muncul dari globaliasi harus dihadapi, diantaisipasi sedemikian rupa sehingga kita mampu menghadapi secara baik dan tidak menghancurkan pola kehidupan yang sduah dibangun sejak para leluhur kita.
Salah satu aspek atau pola kehidupan yang seharusnya kita jaga eksis-tensinya adalah solidaritas dan rasa saling membutuhkan satu terhadap yang lainnya. Rasa ini terutama tumbuh dari kesadaran bahwa manusia itu makhluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup sendirian. Manusia membutuhkan orang lain untuk dapat hidup secara normal.
Dan, untuk dapat meningkatkan rasa tersebut, maka harus ada kesadaran untuk dapat berinteraksi secara baik antara manusia. Di dalam proses pemel-ajaran, untuk mengarahkan, membimbing anak didik agar mempunyai kemampuan di dalam interkasi social ini dilakukan dengan setiap saat membimbing anak didik dalam sebuah diskusi terbuka antar anak di kelas bersangkutan atau dengan kelas yang lain-nya.
Dilakukan kolaborasi antar kelas sedemikian rupa sehingga mereka dapat menjadi sebuah tim yang solid dalam peningkatan kemampuan interaksi sosial di antara anak didik. Dengan tim yang solid ini, maka proses interaksi antar personal dapat di-lakukan secara maksimal.
Diskusi memungkinkan setiap personal untuk memberikan gagasan atau sanggahan terhadap sebuah kondisi yang disampaikan oleh anak yang lain dan memberikan solusi atau masukan bagi semua yang mengikuti diskusi tentang berbagai hal terkait dengan aspek yang dibicarakan.
Bukankah di dalam diskusi memungkinan semua orang ikut menyampai-kan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain?bukankah di dalam sebuah arena diskusi kita harus dapat menerima penolakan atau ketidaksetujuan orang lai terhadap pendapat kita, pada sisi yang lainnya kita harus dapat menerima atau tidak menerima pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapat kita?!
Dengan diskusi, maka anak didik dikondisikan untuk berinteraksi secara langsung dengan anak yang lain dan menyampaikan pendapat secara lesan serta menerima pendapat orang lain dengan hati lapang.
Menjadikan Kelas Sebagai Komunitas Khusus
Kelas pemelajaran sebenarnya merupakan komunitas khusus yang diharapkan dapat memberikan sebuah kondisi yang kondusif untuk proses pemelajaran bagi anakdidik, yang dalam hal ini masih dalam tahap mencari jati diri.
Dan, kelas merupakan wahana yang sangat signifikan terhadap upaya peningkatan kualitas social anak didik. Tentunya guru harus mempunyai kemampuan untuk mengkondisikan kelasnya sebagai sebuah komunitas yang merupakan gambaran miniatur dari sebuah komunitas antar personal, layaknya sebuah masyarakat secara umum.
Dalam hal ini, kelas perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian yang mengarah pada kondisi masyarakat, misalnya adanya tata aturan yang mengatur pola kehidupan kelas, adanya perangkat kelas yang proporsional dan sebagai-nya. Dengan kondisi seperti itu, maka tercipta sebuah masyarakat khusus yang di dalamnya berlaku segala aturan standar.
Guru harus dapat membimbing anak didik untuk bersikap sebagaimana mestinya warga masyarakat bersikap. Guru membimbing setiap aparat kelas untk mengambil sikap dalam menghadapi setiap permasalahan yang muncul setiap harinya. Guru hanya memfasilitasi anak di dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi di kelasnya.
Dengan memposisikan kelas sebagai komunitas khusus, terkait dengan upaya membimbing anak agar mampu meningkatkan kemampuan interaksi sosialnya, maka guru-pun harus mempunyai pengalaman interaksi sosial yang benar-benar proporsional.
Kelas memang merupakan komunitas khusus. Kita semua menyadari hal tersebut. Tetapi dalam konteks ini yang kita maksudkan dengan komunitas khusus adalah sebuah komunitas yang secara sengaja diciptakan oleh guru untuk menunjang metode pemelajaran yang diterapkannya.
Mendidik anak agar mempunyai kemampuan interaksi sosial yang memang merupakan salah satu aspek yang perlu diajarkan oleh guru didalam proses pemelajarannya. Hal ini selanjutnya diharapkan dapat memberikan pengalaman berorganisasi yang baik bagi anak didik, selain meningkatkan ke-mampuannya dalam berinteraksi sosial sesamanya.
Dan, sekali lagi kemampuan berinteraksi yang dimiliki oleh anak didik merupakan bekal yang tidak terkira nilainya untuk kehidupannya di masya-rakat.
Pendidikan Budi Pekerti
Dan, sekolah telah menjadi satu-satunya institusi yang sangat diharapkan masyarakat untuk dapat memberikan materi atau proses pemelajaran sikap, budi pekerti pada anak-anak sehingga mampu menerapkan dalan kehidupan nyata. Oleh karena itulah, maka sekolah harus mampu memberikan jawaban yang signifikan dengan keinginan serta kebutuhan tersebut. Diakui atau tidak konsep pemelajaran budi pekerti di dalam hal ini bukanlah sekedar keinginan melainkan telah emjadi sebuah kebutuhan yang harus segera dipenuhi oleh sekolah dan juga para pemerhati pendidikan di negeri ini.
Di setiap saat kita melihat kenyataan bahwa anak-anak kita telah kehilangan jati dirinya sehingga di dalam proses pergaulannya mereka seakan bukan anak-anak kita lagi. Mereka telah menjadi pribadi yang sangat lain dengan pola kehidupan yang selama ini kita terima sebagai warisan nenek moyang, yang kita anggap sangat tepat bagi kita semua.
Tetapi, era globalisasi menjadikan semuanya berantakan. Pola kehidupan positif yang kita didikan pada anak sejak di lingkungan rumah , tak ada lagi di diri anak. Semua itu telah luntur dan terkelupas oleh kondisi kehidupan di masyarakat yang begitu berbeda dengan pola yang diterapkan di lingkungan keluarga.
Dalam hal ini, yang dibutuhkan oleh sekolah adalah komitmen dari masyarakat sedemikian rupa sehingga ikut mendukung langkah konkrit yang dilakukan oleh sekolah di dalam upaya meningkatkan ataupun melaksanakan proses pemelajaran budi pekerti pada anak didik. Hal ini sangat diperlukan oleh sekolah, khususnya oleh para guru agar pada saatnya nanti tidka terjadi kesalahpahaman antara skeolah, guru dengan orangtua anak didik.
Kita melihat, mendengar betapa banyak guru yang diperkarakan oleh orangatua dengan alasan guru telah melakukan tindakan kekerasan pada anak didik. Coba hal ini kita telaah lebih lanjut! Bagaimana enaknya seorang guru saat memberikan pemelajaran budi pekerti pada anak didik, eh ternyata tindakannya untuk mengarahkan anak didik dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia, pelanggaran kekerasan terhadap anak-anak!
Guru menjadi serba repot jika hal seperti ini terus saja dibiarkan. Jika seseorang memberikan kepercayaan pada sekolah, guru untuk melakukan proses pendidikan dan pemelajaran kepada anak-anaknya, maka seharusnya guru diberikan kesempatan untuk melakukan langkah-langkah konkrit untuk proses tersebut. Bagaimanapun, guru akan bersikap dan mengambil posisi sebagi orangatua anak di sekolah, maka tidak ada guru yang akan mencelakai anak didiknya. Tidak ada hariamu yang memakan anaknya, walaupun harimau termasuk makhluk buas! Apakah guru termasuk makhluk buas?!
Pendidikan Budi pekerti memang sangat perlu diberikan kepada anak didik, khususnya pada jaman seperti ini. Jaman sudah gonjang-ganjing dan membutuhkan orang-orang yang mengerti unggah-ungguh. Sementara unggah-ungguh tersebut hanya dapat diperoleh dari proses pemelajaran budi pekerti!
Selasa, 22 Juli 2008
Ayolah bersama
Rasanya sudah saatnya kita bersama canangkan tekad untuk perbaikan kondisi pendidikan di negeri ini!
Sabtu, 19 Juli 2008
Pendidikan untuk Anak Bangsa
Coba kita telaah secara teliti, maka setidaknya penentuan pilihan sekolah tempat belajar tidak lepas dari kualitas yang disajikan oleh sekolah bersangkutan. Semakin berkualitas, maka semakin banyak peminatnya. Ini merupakan hukum alam, banyak gula pasti banyak semut!
Yang menjadi permasalahan adalah jika ada sekolah yang ajimumpung! Karena banyak orangtua siswa. siswa yang kepingin berseklah di sekolah tersebut, maka mereka berlakukan sistem uang masuk yang 'berlebihan', di luar kewajaran. Tentunya jika hal tersebut terjadi, maka setitik nila dalam menyebabkan seluruh bagian tercemar!
Oleh karena itulah, maka perlu adanya sebuah sistem yang mengatur proses penerimaan siswa baru dan benar-benar dimonitor dengan sebaik-baiknya agar tidak terlalu banyak terjadi penyimpangan. kalau untuk sekolah saja harus mengeluarkan dana yang sangat besar, lantas bagaimana dengan mereka yang berdana pas-pasan atau bahkan sama sekali tipis?
Sebenarnya, pendidikan itu untuk siapa?
Pemerintah sudah mencanangkan wajar 12 tahun, tetapi masih banyak anak usia sekolah yang berceceran di perempatan jalan atau di temapt-tempat umum, justru pada saat jam-jam belajar dan jika ditanya, ternyata mereka sudah tidak bersekolah lantaran tidak berbiaya. Duh, untuk sekolah saja sulit!
Sekolah itu pada awalnya kan didirikan untuk menampung dan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi anak bangsa untuk menempuh proses pembelajaran sehingga meningkat kualitas dirinya agar dapat menjawab tantangan jaman yang serba global. tetapi jika kemudian yang berkesempatan hanya yang mempunyai dana besar, lantas yang tidak mampu apakah terus menjadi pecundang?
Jumat, 18 Juli 2008
Proses Pembelajaran Kita
P |
roses pembelajaran merupakan langkah-langkah konkrit yang tersusun dan merupakan integrasi dari teori dan keterampilan hidup. Langkah-langkah konkrit ini disusun sedemikian rupa sehingga jelas-jelas menggambarkan suatu aktivitas yang dapat ditentukan tingkat keberhasilannya. Sedangkan untuk menentukan atau mengetahui tingkat keberhasilan proses ini, maka pelaku pendidikan harus benar-benar konsisten dengan komitmen konsep pendidikan dan pembelajaran yang telah disusun sekolah secara umum. Hal ini sangat penting sebagai landasan untuk upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sementara kita mengetahui bahwa kualitas sumber daya manusia sangat menentukan kualitas kehidupan masya-rakat berbangsa. Tetapi, pada saat yang sama ternyata kualitas sumber daya manusia di negeri ini masih begitu rendahnya sehingga kurang mendukung upaya peningkatan kualitas kehidupan bermasyarakatnya. Oleh karena itulah, maka kesadaran untuk mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran sangatlah penting dan mendapatkan dukungan sebesar-besarnya sehingga tujuan pendidikan benar-benar dapat tercapai secara maksimal.
Pendidikan memang telah dijadikan sebagai menara api yang mampu memberikan kehangatan sekaligus penerangan bagi kehidupan bangsa besar ini. Oleh karena itulah, maka kesadaran untuk menyekolahkan anak sudah cukup tinggi. Kesadaran ini perlu mendapatkan respon positif sebagai bentuk kepeduli-an terhadap peranan masyarakat dalam dunia pendidikan. Pada saat sekarang ini, para orangtua lebih memikirkan bagaimana pendidikan anak-anaknya sehingga tidak hanya setingkat dengan pendidikannya, melainkan seharusnya lebih tinggi. Mereka berlomba-lomba menyekolahkan anak-anaknya d sekolah-sekolah favorit hingga di luar
Secara umum, semua orang menggantungkan perubahan kualitas dirinya dari proses pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Mereka berharap agar mendapatkan nilai plus dari sekolah sehingga dalam kehidupan-nya dapat menempati posisi terbaik. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting sebab kualitas kehidupan sosial di masyarakat sangat menentukan tingkat prestise seseorang. Tetapi, bagaimana jika ternyata proses pendidikan dan pembelajaran yang diselenggarakan atau diikuti seseorang mengalami kegagal-an? Apa yang terjadi seandainya proses pendidikan dan pembelajaran tidak memberikan hasil maksimal? Apakah karena hal tersebut lantas yang bersang-kutan tidak mampu berkiprah dalam kehidupannya? Apakah benar, proses pendidikan dan pembelajaran merupakan alat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik? Apakah tanpa pendidikan seseorang kehidupannya tidak baik? Mengapa kita harus bersekolah untuk menjadi pandai dan berkehidupan yang layak? Apakah alam tidak dapat menjadikan kita pandai dengan sendirinya? Tidak dapatkah kita belajar dari kondisi alam sekitar kita untuk menjadi lebih pandai dan mampu menghadapi kehidupan dengan lebih baik? Bukankah alam merupakan sekolah terbaik yang selama ini membawa kebaikan kepada umat manusia?
Pembelajaran dan pendidikan merupakan sebuah proses sehingga untuk hal tersebut sangat tergantung pada bagaimana seseorang mengikuti proses tersebut sedemikian rupa sehingga dirinya benar-benar memperoleh hasil dari proses tersebut. Seorang pedidik harus benar-benar mengikuti proses sehingga semua materi pembelajaran dan pendidikan benar-benar didapatkannya sebagai pengalaman diri yang tidak pernah hilang dari kehidupannya. Bagaimana-pun kita lebih terkesan pada segala sesuatu yang kita alami secara langsung daripada sekedar informasi. Oleh karena itulah, sangat penting bagi seluruh pedidik untuk berperan aktif dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Keberhasilan dan kegagalan sebuah proses pendidikan dan pembelajaran pada dasarnya tergantung pada pelaku pendidikan dan pembelajaran itu sendiri. Guru bukanlah penentu keberhasilan ataupun kegagalan proses, melainkan bagaimana seseorang mengikuti proses dan kemampuan menyerap dan me-nerapkan hasil pembelajaran dan pendidikannya. Pelaku pendidikan atau pedidiklah yang sebenarnya menjadi penentu keberhasilan proses pendidikan, jika pendidik sudah berusaha sekuat tenaga untuk memberikan materi pembelajaran kepada pedidik, tetapi pedidik sama sekali tidak mempunyai kesadaran untuk peningkatan kemampuan dirinya, maka semua usaha pendidikan hanyalah wacana kosong saja. Seharusnya terjadi interaksi positif antara guru dan anak didik sehingga saling mengisi kekosongan atau kekurang-annya, khususnya anak didik harus menyerap dan mengambil pengalaman dari berbagai informasi yang diberikan oleh guru.
Keberhasilan dan kegagalan di dalam sebuah proses merupakan hal yang wajar dan pasti dialami oleh setiap pedidik sehingga harus dapat diterima secara wajar pula. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap pedidik.
Keberhasilan di dalam mengikuti sebuah proses pendidikan dan pem-belajaran merupakan sebuah prestasi yang sangat membanggakan bagi pedidik sehingga mereka berjuang untuk dapat meraihnya. Perjuangan yang dilakukan ini merupakan kegiatan yang penuh dengan aral yang tidak jarang meruntuhkan semangat juang. Apalagi memperhatikan pola kehidupan yang sudah mengarah pada era globalisasi secara menyeluruh, berbagai motif terpajang di jalur ke-hidupan sehingga seringkali menjadikannya sebagai aral, khususnya bagi anak-anak yang masih labil pola pikirnya. Akibatnya, kita sering mendengar anak yang mengalami kegagalan dalam proses pendidikan dan pembelajarannya sebab terpengaruh oleh pola kehidupan di lingkungannya. Berbagai cobaan dan gangguan terpampang di hadapan mata sedemikian rupa sehingga seringkali yang terjadi adalah tergodanya hati dan menyimpangnya arah langkah kaki sehingga tidak lagi menuju kearah sekolahan, melainkan menuju tempat-tempat umum yang emnjanjikan kebahagiaan sesaat.
Pada prinsipnya, setiap pedidik berharap agar proses pendidikan dan pembelajaran yang diikutinya berhasil secara maksimal. Tetapi, kenyataan kadangkala tidak sejalan dengan teori atau idealisme/angan yang kita inginkan. Tidak jarang, anak harus menelan kepahitan sebab proses pendidikan dan pembelajarannya mengalami kegagalan. Setiap tahun kita mendapati bahwa masih cukup banyak anak - anak yang gagal saat mengikuti ujian nasional. Banyak anak yang tidak lulus sebab tidak mampu menyelesaikan soal sebagai-mana yang ditargetkan. Bahkan, anak-anak yang pandaipun mengalami kegagalan dalam mengikuti ujian nasional sehingga menimbulkan pro dan kontra terhadap pelaksanaan ujian nasional sebagai salah satu syarat kelulusan anak didik. Berbagai pihak mencela atas penerapan ujian nasional dengan ber-bagai bentuk protes. Padahal jika kita telaah, sebenarnya pelaksanaan ujian nasional sangat membantu dunia pendidikan untuk menstandarkan kualitas dunia pendidikan sendiri. Dengan ujian nasional, maka kita dapat mengetahui tingkat kualitas anak didk. Tetapi ketika ujian nasional dijadikan sebagai salah satu syarat kelulusan, sungguh hal ini sangat jauh dari bayangan. Hal ini karena, bagaimanapun kondisi daerah berbeda dengan daerah lainnya, sehingga jika dilakukan penyamaan tentunya hal tersebut sangat tidak sulit dilakukan sebab strata mereka memang tidak sama. Anak daerah, tentunya berbeda dengan daerah lainnya. Anak
Masalahnya adalah bagaimana sebuah proses pendidikan dan pembel-ajaran dapat mengalami kegagalan? Faktor apa yang menyebabkan kegagalan proses tersebut? Hal ini merupakan sesuatu yang seharusnya diperhatikan dan mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan masalah lainnya sebab tujuan utama proses adalah keberhasilan anak didik. Jika anak didik mengalami ke-gagalan, maka secepatnya pengelola pendidikan dan pembelajaran melakukan evaluasi terhadap segala hal berhubungan dengan proses. Hal ini merupakan tanggungjawab pengelola agar eksistensi institusi sekolah dapat bertahan di pandangan masyarakat. Evaluasi terhadap segala langkah yang telah dilaksana-kan merupakan upaya untuk introspeksi terhadap pelayanan untuk anak didik dan hal ini sangat penting sebagai bentuk keseriusan kita menangani kegiatan pendidikan dan pembelajaran. kita perlu menyadari dan tidak perlu menyalah-kan diri sendiri sebab proses pendidikan daan pembelajaran bukan hanya menjadi tanggungjawab kita sebagai guru, melainkan juga tanggung-jawab semua pihak.
Sebenarnya, keberhasilan ataupun kegagalan sebuah proses merupakan sebuah kondisi yang krusial, kondisi yang kompleks sehingga tidak dapat kita hanya menghakimi satu aspek semata. Proses pendidikan melibatkan beberapa unsur secara langsung maupun tidak langsung.. Setiap unsur mempunyai kewajiban, kewenangan dan hak masing-masing. Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan secara umum. Kewajiban, kewenangan dan hak tersebut terutama berkaitan dengan keberhasilan yang harus diraih oleh pelaku pendidikan. Oleh karena itulah, maka jika terjadi kegagalan di dalam proses pendidikan adalah sangat tidak adil jika hanya pihak sekolah dan guru saja yang dipersalahkan sebagai penyebab kegagalan tersebut. Seringkali kita mendapatkan kenyataan bahwa ketika anak didik mengalami kegagalan di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, maka yang dipersalahakan adalah pihak sekolah, terutama guru yang secara langsung menyelenggarakan proses pendidikan, sementara aspek yang lain sama sekali tidak tersentuh, bahkan ikut-ikutan menghujat pihak sekolah sehingga keterpurukan sekolah semakin terlihat jelas. Semua pihak mempersalahkan sekolah sebagai institusi penyelenggara pendidikan yang tidak becus mengelola proses. Tetapi, mereka sama sekali lupa bahwa proses pendidikan merupakan sebuah proses yang kompleks dengan permasalahan yang cukup krusial.
Proses pendidikan tidak seperti penyelenggaraan pabrik pembuatan barang-barang keperluan hidup. Jika terjadi kesalahan proses, maka barang produksi tersebut dapat dijual sebagai barang sortiran (BS) atau diolah balik untuk dijadikan produk yang berkualitas (KW). Proses pendidikan berhadapan dengan manusia yang memiliki konsep dasar diri yang berbeda, bahkan visi dan misi yang kadang berseberangan sehingga jelas-jelas menjadikan proses begitu alot berjalannya. Konsep dasar yang dimiliki oleh setiap pedidik dan juga pendidik-nya seringkali menjadi salah satu penyebab kegagalan ini. Perbedaan visi dan misi atau mungkin juga persepsi terhadap visi dan misi itu sendiri yang me-nyebabkan mereka berbeda dan menjadi penyebab kegagalan tersebut. Apalah jadinya sebuah perjalanan jika para pelaku perjalanan ternyata mempunyai visi dan misi yang berbeda? Oleh karena itulah, maka sangatlah perlu dan penting bagi guru dan anak didik untuk menyamakan langkah, visi dan misi pendidikan dan pembelajaran serta menentukan tujuan pendidikan dan pembelajaran yang dijalaninya secara jelas sehingga masing-masing dapat memberikan kontribusi sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Dengan menyamakan persepsi ini, maka upaya untuk menghadapi permasalahan, khususnya dalam hal ini kegagalan proses pendidikan dan pembelajaran dapat segera dilakukan bersama-sama.
Selama ini yang kita hadapi adalah upaya menghakimi atau menyalahkan satu pihak terhadap pihak lainnya pada saat proses pendidikan mengalami kegagalan. Mereka sama sekali tidak mau disalahkan atas kondisi buruk yang menimpa dunia pendidikan. Sekolah tidak mau disalahkan sebab merasa sudah melaksanakan tugas pembelajarannya secara maksimal, sehingga kalaupun ternyata hasilnya tidak memuaskan, maka hal tersebut bukanlah kesalahan mereka. Sekolah mengkondisikan suatu proses sehingga terjadi interaksi edukatif yang mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran. Bahkan, setiap langkah yang dilakukan oleh guru merupakan penerapan dari perencanaan teliti proses pembelajaran. Mereka tidak melangkah begitu saja melainkan mengikuti garis-garis besar pembelajaran yang sudah dijadikan sebagai arah utama proses pembelajaran. Begitu juga dengan segala materi pembelajaran yang mereka berikan kepada anak didik setiap waktunya adalah sudah disusun secara sistematis dan berurutan sebagaimana kemampuan analisa anak didik. Setiap guru memberikan hal yang sama kepada anak didiknya, walaupun sekolah mereka berbeda. Mereka bekerja berdasarkan kurikulum yang berlaku dimana saja, tidak hanya di sekolah negeri saja, tetapi di sekolah swasta juga. Setiap guru menerapkan proses pembelajaran dan pendidikan berdasarkan kerangka pem-belajaran yang terangkum dalam kurikulum yang berlaku. Permasalahan yang timbul adalah mengenai kemampuan persepsi masing-masing elemen terhadap isi kurikulum tersebut dan penentuan materi yang disesuaikan dengan kebutuh-an masyarakatnya.
Anak didik tidak mau disalahkan sebab setiap saat mereka sudah mengikuti proses pembelajaran dengan tekun. Setiap saat mereka hadir di ruang kelas mendengarkan semua penjelasan yang diberikan oleh guru. Setiap saat mengikuti ulangan yang diadakan oleh guru. Bahkan, beberapa anak didik bersikeras telah membuang banyak waktunya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan ekstra yang diadakan oleh sekolah. Jika kemudian mereka gagal menjalani proses pembelajaran dan pendidikan dengan perolehan nilai yang tidak mencukupi untuk kelulusan, tentunya mereka menolak jika dikatakan tidak belajar dengan sungguh-sungguh. Bukankah setiap hari mereka melak-sanakan kegiatan belajar, baik di sekolah maupun di rumah atau di dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah proses belajar itu dapat dilakukan dimana saja? Tidak harus belajar di sekolah, di ruangan yang dibatasi empat dinding dengan tebaran bangku dan meja untuk tempat duduk dan belajar. Belajar dapat dilakukan dimana saja, bahkan di sawah, saat berada di dapur, saat berada di atas pohon, saat berada di sungai, saat terlentang di atas hamparan rumput di lapangan yang luas. Dengan alasan itulah, maka anak didik tidak mau disalahkan jika mereka mengalami kegagalan dalam proses belajar, bahkan mereka menyalahkan, menuding para orangtua yang tidak becus membimbing mereka dalam belajar. Sungguh sebuah lingkaran setan yang tidak ketahuan ujung pangkalnya. Mereka mengatakan bahwa orangtua tidak mnedukung proses pembelajaran, hanya mendorong dalam artian mendesak anak untuk belajar sehingga terlihat jelas siapa sebenarnya yang ingin belajar. Sementara dukungan semangat dianggap sedemikian kecil sebab banyak orangatua yang sibuk dengan urusan kerja dan urusan pribadinya. Mereka beranggapan bahwa bersekolah bukanlah keinginannya murni, melainkan ada paksaan dari orangtua untuk bersekolah sehingga mereka menjalani tugas tidak dengan sepenuh hati. Mereka ogah-ogahan saat belajar ataupun melansakaan tugas dan kewajibannya.
Walaupun tidak sedikit anak didik yang tidak melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik, bahkan sangat tidak baik. Tetapi, mereka merasa tidak perlu dipersalahkan sebab yang mereka lakukan adalah akibat dari kondisi pola kehidupan masyarakat. Mereka menganggap bahwa yang mereka lakukan adalah hal-hal yang positif saja, sebab selama ini mereka tidak mendapatkan tentangan dari lingkungannya. Bahkan terkesan bahwa lingkungannya mem-berikan kesempatan seluas-luasnya pada mereka untuk mengaktualisasi segala keinginan tanpa batasan. Bagi mereka yang terpenting adalah hati bahagia. Bukankah kita hidup untuk mencapai kebahagaiaan hakiki. Kita hidup hanya sekali, untuk apa bersusah-susah jika dapat hidup santai! Begitulah konsep hidup para anak muda pada saat sekarang ini. Anak muda memang selalu ingin menang sendiri, selalu ingin kemauannya terpenuhi tanpa memperdulikan hal-hal lain. Persetan dengan segala bentuk kewajiban dan tugas kehidupan, termasuk belajar. Mereka tidak ingin diikat dan dikekang dalam lingkungan yang serba harus dan membatasi aktivitas hidupnya. Yang mereka inginkan adalah memenuhi segala keinginan hati tanpa harus dikata-katai atau dibatasi. Mereka tidak peduli bahwa sekolah adalah untuk masa depan hidup mereka sebab yang mereka tahu adalah mereka bersekolah adalah untuk memenuhi tuntutan orangtua.
Kegagalan proses pembelajaran di negeri ini memang idak lepas dari peran serta anak didik sebagai subyek pembelajaran. Diakui atau tidak telah terjadi penyimpangan atau pembiasan tingkah laku anak berkaitan dengan proses pembelajaran yang harus dijalaninya. Anak-anak lebih suka menuruti kemauan dirinya sendiri dan mengabaikan segala hal ideal yang telah dirancang oleh orangtua dan guru untuk mempersiapkan masa depan mereka. Bagi mereka, konsep tersesuai bagi kehidupannya adalah apa yang ada hari ini harus dinikmati secara maksimal. Mereka merasakan bahwa bersekolah berarti memenjara diri dalam sebuah ruangan yang terkondisikan sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk menyenangkan hati. Akibat pola pemikiran seperti inilah, maka tidak sedikit anak yang menganggap remeh proses pembelajaran yang dijalaninya dan lebih suka membombong diri dengan segala hal diluar kegiatan pembelajaran, misalnya dengan kongkow atau asyik berbincang pada saat guru menjelaskan materi pembelajaran. Mereka lebih suka sibuk dengan pemikiran sendiri dan mengabaikan kegiatan utamanya. Mereka tidak menyadari bahwa kegiatan tersebut sangat menentukan dalam keberhasil-an proses pembelajarannya.
Orangtua juga tidak mau disalahkan jika proses pembelajaran dan pendidikan anak-anaknya mengalami kegagalan proses. Mereka merasa telah melakukan segala kewajibannya sebagai orangtua anak didik sehingga bagai-mana mungkin melakukan kesalahan? Bagi orangtua, tanggungjawab dan ke-wajibannya adalah memfasilitasi segala kebutuhan anak-anaknya terhadap segala kegiatan pembelajaran. Orangtua memenuhi segala kebutuhan sarana prasarana pembelajaran dan pendidikan anak-anaknya setiap saat mereka membutuhkan. Bahkan, ketika sekolah membutuhkan bantuan orangtua untuk sebuah kegiatan pengembangan sekolah, maka orangtua tidak segan-segan memberikan bantuan, sehingga menurut mereka adalah sangat lucu jika ternyata pada saat anak-anak mengalami kegagalan dalam proses pembelajaran, ternyata mereka disalahkan! Menurut mereka yang paling bertanggungjawab terhadap keberhasilan dan kegagalan proses pembelajaran dan pendidikan adalah sekolah, dalam hal ini guru. Bukankah mereka sudah ‘membayar’ biaya uuntuk proses pembelajaran dan pendidikan anak-anak mereka?! Lantas apa saja yang dilakukan oleh para guru itu jika ternyata proses pembelajaran dan pendidikan yang mereka selenggarakan tidak berhasil mengangkat kualitas diri anak-anak mereka? Lantas, apa gunanya mereka bersekolah? Untuk apa para guru diberi gaji yang tinggi jika ternyata ‘tidak becus’ membimbing anak-anak sehingga berhasil dalam proses pembelajaran dan pendidikannya?
Orang tua sudah begitu mempercayakan proses pendidikan dan pembel-aaaran anak-anaknya kepada guru di sekolah, sementara di rumah mereka sama sekali tidak ikut cawe-cawe dalam proses pendidikan anak-anaknya. Mereka merasa cukup menikmati hasil pembelajaran dan pendidikan yang diberikan para guru untuk anak-anaknya tanpa harus merevisi ataupun mengevaluasi secara periodek ataupun secara temporary. Tentu saja hal ini sangatlah riskan sebab peran serta orang tua dalam proses pendidikan dan pembeljaaran tidak hanya pada proses pembelajaran, melainkan teruatama adalah monitoring dan evaluasi (monev) terhadap hasil proses pembelajaran. Orangtua harus me-monitoring keadaan anak-anaknya setelah mendapatkan atau mengikuti proses pembelajaran dan meyakinkan diri bahwa anak-anaknya memang menjalani proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memantau perkembangan ahsil pembelajaran sekaligus sebagai langkah antisipasi jika ternyata naka tidak menguasai konsep-konsep pembelajaran yang diberikan oleh gurunya. Dengan demikian, maka segera dapat diambil langkah-langkah konstruktif terhadap hal-hal negatif yang timbul dari hasil proses pembelajaran tersebut.
Sementara, masyarakat sama sekali tidak merasakan sebagai salah satu penyebab kegagalan anak didik dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Masyarakat benar-benar angkat tangan, tepatnya melepas tangan terhadap segala hal yang terjadi pada dunia pendidikan. Ketidakpedulian masyarakat terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh institusi sekolah dan semacamnya menjadikan anak-anak bertindak tanpa pengontrolan. Mereka dengan tenang duduk- duduk kongkow sebab tidak ada yang menegur kegiatan mereka. Di pinggir jalan, di tangkis sungai, atau di plasa-plasa dan mall mereka bereliaran dengan bebasnya tanpa ada yang menegur atau mengingatkan bahwa yang mereka lakukan merupakan kesalahan. Berbagai peluang atau sarana prasarana untuk melawan pembelajaran diciptakan, dibangun oleh amsyarakat dengan dalih perkembangan ekonomi. Bahwa masyarakat harus mengembang-kan diri dan kehidupannya agar tidak ketinggalan dibandingkan masyarakat lainnya. Sebuah komunitas akan merasa sangat malu dan tersudut jika ternyata pola kehidupannya tertinggal dibandingkan pola kehidupan masyarakat lainnya. Misalnya sebuah
Di setiap
Eksistensi bangunan megah di setiap
Tentu saja dalam hal ini kita tidak mencoba untuk melarang berdirinya bangunan-bangunan tersebut sebab hal itu menggambarkan peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Tetapi, setidaknya perlu adanya kesadara semua pihak untuk memberikan batasan-batasan tertentu pada mereka yang masih ber-seragam sekolah untuk ikut berkegiatan di dalam bangunan –bangunan tersebut. Kita perlu melakukan langkah antisipasi terhadap segala hal yang memungkin-kan terjadinya penyalahgunaan tempat-tempat tersebut sebagai tempat kegiatan malas-malas anak-anak sekolah. Masyarakat seharusnya lebih peka terhadap tingkah laku anak-anak yang menurut mereka menyimpang dari nilai-nilai positif yang seharusnya dijunjung tinggi oleh anak-anak sekolah sebab di sekolah sebenarnya anak-anak sudah mendapatkan bekal kehidupan berpola positif. Dan, masyarakat sebagai sekolah alam ataupun tempat praktek anak-anak atas segala konsep pengetahuan yang didapatkan di bangku sekolah se-harusnya mampu memberikan bimbingan dan pendampingan terhadap langkah -langkah anak.
Sedangkan bangunan sekolah yang megah sekarang ini tidak lebih dari bangunan makam, yang hanya ramai pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat menjelang lebaran, menjelang ujian nasional, saat ada orang-orang yang meninggal dan harus dimakamkan, pada saat anak-anak baru mendaftarkan diri untu dicatat sebagai anggota keluarga baru di sekolah tersebut. Setelah hal itu berlalu, maka semua tidak ada artinya lagi. Anak-anak yang sudah terdaftar sebagai siswa melaksanakan kegiatan seperti air yang mengalir di sungai. Seperti saat lebaran datang dan kita bermaafan atau seperti sepinya pemakaman saat semua pelayat tinggalkan tanah lahat yang masih basah, yang mengurung jasad tanpa roh di dalamnya. Bangunan sekolah sekarang ini tidak lagi menarik bagi anak didik, melainkan dianggap telah menjadi penjara yang mengkung-kung dan membatasi setiap kegiatan hidup anak-anak. Anak-anak tidak betah berada di dalam bangunan sekolah sebab s berlama-lama di sekolah, mereka semakin terjebak dalam kejenuhan dan menjadikan mereka sebagai sosok-sosok yang kaku.
Seperti itulah bangunan sekolah kita saat ini. Kondisi bangunannya memang semakin lama sekakin besar, semakin megah. Lampu-lampunya berbinar seperti kunang-kunang di dalam kegelapan yang pekat. Nampaknya begitu ramai dan meriah, tetapi pada kenyataannya semua itu hanyalah kamuflase yang tergambar pada sebuah cermin datar. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di dalam ruangan ataupun lingkungan sekolah seakan hanyalah kegiatan awu-awu tanpa makna sama sekali. Proses pembelajaran hanya dijadikan sebagai kegiatan buang-buang waktu, duduk-duduk men-dengarkan cerita guru yang ludahnya muncrat-muncrat karena bersemangat. Beberapa orang anak didik tertidur di bangku pojok belakang. Ruangan memang tidak terdengar ramai oleh suara-suara ribut sebab sebagian besar anak didik tertidur dibangku masing-masing. Lantas, jika kondisi seperti ini dibiarkan, kapan negeri ini mengalami peningkatan kualitas sumber daya manusianya?
Beberapa daerah sesuai dengan kebijakan pemerintah berusaha mewujud-kan keinginan untuk membangun sekolah baru dengan berbagai alas an, terutama memberikan pendidikan yang lebih baik terhadap anak bangsa atau memberi kesempatan sekolah murah pada anak bangsa. Sungguh hal tersebut sangat naïf sebab selama ini anak bangsa sudah mengikuti proses pembelajaran dan pendidikan dan mereka berhasil dengan gemilang, walaupun bersekolah di sekolah swasta. Bangunan sekolah yang baru tentunya menuntut berbagai konsekuensi yang tidak sedikit. Konsekunesi tersebut meliputi pembebasan tanah, pembangunan gedung yang representative untuk proses pembelajaran, penyelenggaraan sarana prasarana pendukung proses pembelajaran, dan sumber daya manusia yang sudah barang tentu harus mempunyai kualifikasi yang mumpuni jika menginginkan sekolah baru tersebut mampu berkembang sesuai tujuannya. Jika ternyata sekolah baru tidak berbeda dengan sekolah yang lama, untuk apa repot-repot mendirikan sekolah baru! Lebih baik membimbing sekolah yang sudah ada secara maksimal, baik itu sekolah negeri maupun sekolah swasta yang memang pantas untuk proses pembimbingan menuju peningkatan kualitas pembelajaran yang lebih baik. Kiranya kita mengetahui bahwa di negeri ini sudah cukup banyak sekolah, baik negeri maupun sekolah swasta yang cukup representative untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia jika digarap lebih baik dan penuh dengan kesamaan komitmen antara semua elemen yang menjalankan program. Selama semua elemen mempunyai visi dan misi yang sama, maka walaupun sekolah yang dibimbing adalah sekolah swasta, semua tidak tidak menjadi permasalahan. Hal ini secara teoritis dapat dijadikan sebagai langkah konkrit untuk menghindari terjadinya kegagal-an proses pembelajaran yang berkelanjutan. Selama ini memang sepertinya tidak ada kesamaan komitmen bersama untuk meningkatkan kualitas hasil pembel-ajaran. Hal ini dapat kita lihat dari kenyataan bahwa setiap akhir tahun pelajaran, dimana hasil ujian nasional diumumkan, maka hasilnya selalu saja sama. Banyak yang tidak lulus! Atau nilai yang didapatkan peserta ujian tidak seperti harapan bersama! Apalagi, patokan nilainya selalu saja mengalami kenaikan sehingga semakin lama semakin berat tugas belajar anak didik, yang selama ini sudah stress melihat kakak-kakak kelasnya yang mengalami kesulitan saat mengikuti proses ujian nasional. Anak-anak yang sekarang kelas dua sebenarnya sudah mengalami stress yang sedemikian besarnya sehingga hal tersebut menyebabkan anak-anak kelas dua sudah kalah set. Mereka sudah down sebelum bertanding!
Masalah kegagalan di dalam proses pembelajaran dan pendidikan pada dasarnya merupakan sebuah kondisi yang tercipta oleh adanya ketidaksamaan persepsi dari beberapa elemen yang bergerak atau berkait dengan proses tersebut. Ketidaksinkronan langkah menyebabkan setiap elemen ingin me-menangkan langkahnya sendiri-sendiri. Padahal seperti yang kita ketahui bersama permasalahan yang timbul dalam proses pendidikan adalah permasalahan bersama. Kalau hanya kesalahan satu persatu, mungkin tidak bakal menjadi sedemikian gawatnya sebab kesalahan tersebut masih dapat di’back up’ oleh yang lainnya. Tetapi, jika semua atau banyak elemen yang melakukan kesalahan, siapa yang bakal mem-’back up’-nya? Oleh karena itulah, maka kita seharusnya bergerak bersama-sama untuk mengantisipasi ataupun menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul sebagai sebuah kekhilafan kita bersama dan tidak perlu kita mengangkat bicara dengan mengatakan atau menuduhkan kesalahan pada yang lainnya. Kita adalah satu tim yang bergerak dalam dunia pendidikan sehingga jika ternyata ada kesalahan ataupun kekurangan, maka kesalahan dan kekurangan tersebut adalah tanggung jawab kita bersama. Sangatlah tidak etis jika ternyata kita mencuci tangan dan tidak ikut memecahkan serta mencarikan solusi terbaik agar permasalahan tidak menjadikan ‘malu’ secara terus menerus.
Kegagalan dalam pelaksanaan sebuah proses memang merupakan hal yang sangat memalukan, menyedihkan dan menyebabkan kita kehilangan kepercayaan yang diberikan kepada kita. Tetapi jika ternyata kegagalan tersebut merupakan kegagalan yang fenomental, artinya hampir di semua sekolah mengalami, maka kitanya kegagalan bukanlah nilai mati bagi kita. Kegagalan itu keberhasilan yang tertunda. Jika kita lebih tekun mengusahakannya, maka pada periode selanjutnya kegagalan tersebut dapat menjelma menjadi keberhasilan yang maksimal. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh para sivitas akademika yang bergerak di bidang pendidikan. Seharusnya kita bersama-sama bergerak dan bertindak untuk proses perbaikan kondisi sehingga tidak menjadikan semua kalang kabut saat menghadapi kegagalan proses pembelajaran. Dengan langkah yang kompak, maka segala permasalahan dapat secara cepat diselesaikan dan selanjutnya menentukan langkah-langkah positif untuk masa depan yang lebih baik. Sebenarnya jika kita menghadapi permasalahan, yang terpenting harus kita lakukan adalah bagaimana kita menghadapi dan menyelesaikan masalah tersebut sehingga tidak menimbulkan konflik yang tidak perlu. Konflik hanya menjadikan permasalahan semakin rumit dan sulit untuk diselesaikan sebab dengan timbulnya konflik, maka muncul permasalahan-permasalahan lainnya yang selama ini sebenarnya tidak kita permasalahkan
Kegagalan memang sudah seharusnya segera diselesaikan dan diperbaiki untuk masa yang akan datang. Kita perlu mewujudkan pepatah yang mengata-kan bahwa hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari sekarang. Jika kita dapat menerapkan pepatah tersebut, maka yakinlah bahwa semua yang kita lakukan berorientasi pada perbaikan kondisi di masa depan yang lebih baik. Hari ini memang harus lebih baik dari hari kemarin, sebab kita mempunyai pengalaman dari kondisi kemarin, dan esok bercermin pada hari ini dengan perbaikan yang maksimal.
Tetapi, bagaimanapun pendidikan selalu berusaha diarahkan untuk men-capai keberhasilan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga secara umum kehidupan masyarakat negeri ini mencapai kondisi terbaik. Sumber daya manusia yang terbaik hanya dapat diperoleh jika anak bangsa yang sedang menempuh proses pembelajaran mampu dan sadar mengikuti proses pembelajaran dan pendidikan sebagai sebuah tugas dan kewajiban hidupnya. Maka kegagalan yang terjadi haruslah dipakai sebagai cambuk pelecut semangat mencapai keberhasilan yang lebih baik.
Kamis, 17 Juli 2008
Hari-hari Pertama Sekolah
Penerimaan siswa baru dilakukan setelah proses penentuan kenaikan tingkat anak-anak. Proses ini dilakukan melalui ujian semester genap dengan segala konsekuensinya. Ujian semester ini merupakan penentu kelayakan anak didik menuju ke tingkat selanjutnya. Ini adalah upaya evaluasi atas segala hal terkait dengan proses pemelajaran yang sudah ditempuh anak didik selama setahun di tingkat bersangkutan. Dengan evaluasi ini, maka guru dapat menentukan kelayakan anak untuk melanjutkan ke jenjang atau tingkat selanjutnya.
Sekarang, setelah semua dilalui, anak-anak kelas tiga sudah lulus dan segala atribut bukti kelulusan diserahkan ke anak didik dan anak-anak kelas satu dan kelas dua sudah dinyatakan naik atau tidak naik ke jenjang tingkat selanjutnya, maka guru tidak pernah libur! Anak-anak mungkin setelah rap[ortan, mereka diberi kesempatan libur sambil menunggu saat daftar ulang sebagai peserta didik untuk jenjang tingkat berikutnya, maka guru tidak pernah libur!
Tetapi ini memang sudah konsekuensi dari tugas dan kewajiban, maka guru tidak pernah mengeluh capai dan sebagainya. Mereka tetap saja melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik, sesuai dengan ketentuannya.
Dan, hari-hari pertama sekolah merupakan hari yang istimewa sebab ada banyak wajah baru yang tampil, khususnya anak didik. guru-guru tingkat kelas bakal membimbing anak yang berbeda sehingga harus melakukan adaptasi terhadap aanak-anak tersebut.
Okey, selamat pada semua rekan guru dan semoga tugas dan kewajiban kita mengantarkan anak bangsa menuju pada peningkatan kualitas diri dapat tercapai secara maksimal.
Rabu, 16 Juli 2008
Catatan Pasca Pelulusan SMK
Pengumuman kelulusan kelas III tingkat satuan pendidikan SLTA, termasuk dalam hal ini SMK, sudah dilakukan tanggal 14 Juni 2008, kemarin. Dan, sebagaimana tahun-tahun yang lalu, hal tersebut tetap mneinggalkan permasalahan yang tidak dapat diselesaikan sebagaimana saat kita membalik telapak tangan.
Berbagai komentar seperti tangkis sungai yang bocor oleh gerusan aliran air. Pada awalnya hanya bocor kecil, tetapi semakin lama semakin besar dan banjir. Lagi-lagi yang dijadikan kambing hitam adalah eksistensi dan peranan Unas yang dirasakan sebagai algojo. Kejam!
Dari sekian berita yang sempat kita baca di pagi hari atau kita lihat di malam hari, maka kita menjadi semain terenyuh sebab untuk tahun ini telah terjadi peningkatan kegagalan pada tingkat satuan pendidikan SMA dan peningkatan keberhasilan pada SMK.
Sungguh hal ini sangat memprihatinkan bagi dunia pendidikan kita. Apalagi jika menguak kembali permasalahan sebelum atau pada saat Ujian nasional dilaksanakan. Duh, dunia pendidikan kita telah carut marut, terluka di
Dari aib akibat laku negatif oknum guru yang tidak ingin anak didiknya kesulitan dan terjebak pada kubangan ketidaklulusan, sehingga harus berlaku curang dengan memberi jawaban pada anak didiknya, hingga cukup banyak sekolah yang kegagalannya mencapai 100%. Kegagalan 100% justru terjadi pada sekolah yang jumlah siswanya minim, sehingga Koran lokal di Jawa Timur menulis, Sekolah Mini, kegagalan Maxi! Duh, sungguh sangat memperihatinkan kita!
Bagi siswa yang lulus, mungkin tidak menjadi permasalahan sebab mereka dapat melanjutkan program hidupnya sesuai dengan perencanaannya. Mereka dapat melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat lebih tinggi, misdalnya ke Universitas atau akademi-akademi harapan mereka. Atau mungkin memutus-kan untuk memasuki dunia kerja.
Anak-anak SMA dapat merencanakan untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi dengan program yang diimpikan. Begitu juga sebagian anak SMK yang didukung perekonomian keluarga yang cuikup untuk hal tersebut. Tetapi, bagi mereka yang tidak ada dukungan finasial keluarga, tentunya harus menerima kenyataan bahwa mereka harus bekerja.
Permasalahannya adalah bagi mereka yang dinyatakan tidak lulus. Tentunya hal ini merupakan pukulan telak yang membikin hati berantakan. Semua rencana yang disusun tak lagi berbentuk. Semua hancur. Perencanaan tinggal rencana kosong yang tidak lagi berisi.
Program Paket C
Untuk menghadapi dan menindaklanjuti kondisi yang dialami oleh siswa kelas III yang tidak lulus, sebenarnya ada dua opsi yang dapat mereka pilih salah satu, yaitu mengulang belajar di kelas III atau mengikuti program ujian kesetaraan yag disbeut Paket C.
Tentunya bagi programmer, hal tersebut tidak ada masalah. Dua opsi tersebut adalah pilihan yang tepat bagi mereka, anak-anak yang tidak lulus. Mau mengulang belajar ataukah mengikuti ujian persamaan. Tapi, bagi siswa dan orangtua kedua opsi tersebut belum memuaskan, tidak memuaskan sebab kenyataannya tidak sesuai dengan keinginan.
Jaika mereka memilih mengulang, tentunya mereka harus menyediakan dana yang cukup besar sebab kebutuhan buku, dan lain-lain dan kelancaran pembelajaran lainnya tidak lepas dari pendanaannya. Belum lagi masalah hilangnya waktu selama setahun. Begitu juga dengan mereka yang mengikuti program Paket C.
Program Paket C, sejauh yang penulis ketahui masih menangani mereka yang berbasis pada SMA, anak-anak yag dari kejuruan atau SMK masih belum tertangani sesuai dengan kebutuhan. Akibatnya anak-anak yang tidak lulus dari satuan pendidikan SMK harus mengikuti ujian kesetaraan yang sebenarnya diperuntukkan bagi anak-anak SMA.
Anak SMK harus mengerjakan soal-soal ujian yang sebenarnya tidak pernah didapatkan di bangku SMK. Anak-anak yang biasanya dihadapkan pada materi pelajaran yang banyak diorientasikan dan diaplikasikan pada materi pelajaran kejuruan ternyata harus mengerjakan soal ujian anak SMA.
Duh, tentunya hal tersebut sangat menyulitkan bagi anak-anak SMK. Dan, tanpa kita sadari hal tersebut telah menciptakan diskriminasi dan pemaksaan bagi siswa SMK.
Belum lagi kenyataan setelah mereka selesai mengikuti ujian kesetaraan, ternyata ijazah yang mereka peroleh sama sekali tidak mencantumkan program keahlian di sekolah kejuruan yang selama tiga tahun mereka jalani. Ijazah yang mereka dapat adalah ijazah SMA. Sungguh tragis!
Sesungguhnya kndisi ini sudah berlangsung selama tiga tahun, berarti seharusnya sudah ada lngkah pasti untuk mengkondisikan bahwa anak-anak yang tidak lulus dari tingkat SLTA harus atau diarahkan untuk mengikuti program Paket C, maka seharusnya pihak yang berkompeten mempersiapkan segalanya dengan baik untuk semua aspek.
Dalam hal ini, seharusnya ada pemilahan antara anak-anak dari SMA dengan anak-anak dari SMK dan ijazah yang didapatkan anak-anak seharusnya dapat mengakomodasikan program keahlian anak saat menempuh program belajar di tingkat satuan pendidikannya. Dengan demikian, maka tetap ada kekhasan dari lulusan.
Kebijakan sperti ini seharusnya dilakukan sebab ojazah yang diperoleh anak didik, khususnya yang berasal dari SMK adalah untuk mencaripekerjaan atau menjual kompetensi diri pada masyarakat. Jika ternyata ijazah yang mereka miliki sama sekali tidak menyebutkan kualifikasi mereka, tentunya hal tersebut semakin menyia-nyiakan waktu tiga tahun yang telah mreka tempuh.
Kita bayangkan saja, selama tiga tahun mereka belajar tentang berbagai teori kejuruan dan ditambah dengan belajar keterampilan sesuai dengan program keahlian, tetapi semua itu tdak ada satu pengakuan dari ijazah yang diperoleh dari program Paket C. sementara kita mengetahui bahwa untuk melamar pekerjaan, maka CV yang dibuat harus dilengkapi dengan jazah yang kualifikasinya sesuai dengan keterampilan yang dibutuhkan.
Tetapi, bagaimana lagi, mereka harus terima kondisi tersebut. Itulah tawaran solusi yang dianggap paling baik oleh pemerintah atau yang selama ini disiapkan oleh pemerintah. Kalau demikian halnya, berarti tidak ada usaha positif untuk menyesuaikan program dengan kondisi di lapangan. Artinya, anak SMK yang gagal seharusnya mengikuti program Paket C yang memang berisi tentang kejuruan dan pada akhirnya memberikan ijazah dengan kualifikasi kejuruan.
Bagaimana-pun ijazah masih tetaplah hal utama di negeri ini pada saat seseorang mencari pekerjaan atau melanjutkan pendidikan. Seseorang dapat saja terjegal atau gagal dalam suatu kegiatan jika ternyata tidak meiliki ijazah yang sesuai dengan kualifikasinya.
Dan, beratnya lagi, keterampilan yang dimiliki oleh seseorang belum dapat dijadikan sebagai jaminan untu dapat memperoleh pekerjaan selama tidak ada selembar ijazah yang menunjukkan latar belakang pendidikannya. Dan, anehnya orang boleh saja bekerja di bidang lain selain kualifikasinya selama dia dapat menunjukan selembar ijazah terakhir sesuai dengan aturannya. Oleh karena itulah, bukan sesuatu yang aneh jika lulusan berijazah SMA dapat menjadi teknisi dan lulusan SMK dapat emnjadi petugas pembukuan. Yang penting ada selembar ijazah!
Bagaimana dengan ijazah Paket C? kita tidak mengecilkan kondisi, tetapi kenyataannya banyak perusahaan yang tidak dapat menerima mereka sebagai tenaga kerja hanya berbekal ijazah Paket C. Mungkin mereka berpandangan bahwa mereka yang lulus Paket C adalah sortiran dari anak-anak berkualitas pada satuan pendidikan yang diikutinya! Mereka dianggap tidak berkualitas, apalagi jika ternyata pada lembar ijazahnya sama sekali tidak mencantumkan kualifikasi program keahliannya!
Oleh karena itulah, sebaiknya pengadaan program penyetaraan inipun melingkupi program kejuruan sehingga dapat menyeluruh untu anak-anak yang tidak lulus. Atau barangkali, lebih baik tanpa adanya kesempatan mengikuti ujian persamaan tetapi tetap harus mengulang belajar di kelas III. Tentu saja di dalam hal ini pemerintah, sekolah dan institusi terkait ikut memikirkan pendanaan bagi anak-anak yang mengulang, misalnya dengan bantuan khusus pengulangan pendidikan. Dengan demikian, maka institusi pendidikan benar-benar dikondisikan secara tepat dan dalam hal ini berarti jika anak memang gagal, maka harus mengulang belajar, tidak dikondisikan mengikuti program Paket C dan kemudian lulus dengan menyandang status sebagai lulusan PLS untuk kelompok SMA, padahal anak berasal dari satuan pendidikan kejuruan!
Rasanya, di setiap akhir tahun dunia pendidikan di negeri ini selalu saja menyisakan permasalahan. Dan, pada akhirnya semua hanya menjadi wacana, seperti kembang api yang begitu semarak pada saat meletus di udara malam, tetapi perlahan hilang dan akhirnya menyisakan kelamnya angit malam. Begitulah dunia pendidikan kita.
Lantas, kapan kita dapat membuat dunia kita terus terang benderang penuh kebahagiaan dan penuh dengan aroma segar? Wallahu Alam!
Sertifikasi Guru sebagai Peningkatan Kualitas Pendidikan
Pendahuluan
Tuntutan jaman atas sumber daya manusia yang benar-benar memiliki kompetensi terhadap bidang kerja semakin menggelora. Kita dituntut untuk meningkatkan kompetensi diri agar tidak tergilas oleh putaran roda ke-hidupan yang menggelinding tanpa dapat dihentikan lagi. Hal ini berkaitan dengan upaya untuk memperbaiki tingkat kehidupan ekonomi, tingkat kehidupan sosial ataupun tingkat kehidupan ilmiahnya sebab hal ini berkaitan dengan status bangsa di mata bangsa – bangsa di dunia.
Bangsa kita merupakan bagian dari komunitas bangsa di dunia dan tidak dapat melepaskan diri dari segala influence pada aspek epoleksosbud, bahkan hankam. Interaksi yang timbul diantara bangsa-bangsa di dunia yang heterogen memberikan konsekuensi yang tinggi terhadap perorangan se-bagai bagian dari sumber daya manusia di negeri ini. Oleh karena itulah, maka harus menyadari betapa pentingnya proses pendidikan bagi masing-masing pribadi.
Kita adalah bagian penting bagi perkembangan negeri ini, sehingga kualitas kita adalah cermin langsung dari kualitas bangsa ini. Jika kita berkualitas, tentunya kehidupan bangsa ini menjadi lebih baik dan hal tersebut berdampak pada pola pemikiran yang tentunya lebih positif se-hingga pola kehidupan juga positif. Dengan pola kehidupan positif ini, maka kualitas kehidupan bangsa di mata bangsa lain mengalami peningkatan sebab proses pembelajaran dan pendidikan anak bangsa mampu terangkat dan mengentas keterperosokan yang selama ini telah menjadi branding negative bagi dunia pendidikan negeri ini.
Pola kehidupan positif artinya bahwa di dalam proses olah kehidupan kita selalu berpikir dan berpijak pada nilai-nilai positif sehingga kita selalu berusaha untuk mengelola kehidupan pada perkembangan menuju kemajuan. Bahwa dengan pola pikir positif, maka setiap orang selalu berusaha untuk memperbaiki kondisi kehidupan pribadi dan berkembang pada pola kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Berkaitan dengan pola kehidupan positif ini, maka yang terpenting adalah pelaku kehidupan itu sendiri. Oleh karena itulah, maka peningkatan kualitas diri seseorang harus diperhatikan dan menjadi prioritas utama. Memang, peningkatan kualitas kehidupan seharusnya diawali dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa sumber daya manusia adalah tenaga atau power terbesar dan terpenting bagi setiap perubahan pola kehidupan. Perkembangan pola kehidupan masya-rakat tidak terlepas dari peran serta anggota masyarakat-nya.
Sementara itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak dapat mengabaikan eksistensi dan integralitas dari manusia dan proses pendidikan. Peningkatan sumber daya manusia hanya dapat dilakukan dan dicapai jika manusia secara sadar melakukan proses pembelajaran dan pendidikan untuk dirinya. Manusia sebagai pelaku proses pembelajaran dan pendidikan memegang peranan yang penting untuk meningkatkan kualitas pembelajar-annya. Oleh karena itulah, maka merupakan sebuah keharusan bagi setiap orang untuk mengikuti proses pembelajaran secara aktif dan efektif agar upaya peningkatan kualitas dirinya benar-benar tercapai. Dan, untuk meng-kondisikan hal tersebut, maka kita membutuhkan kehadiran guru sebagai pembimbing dan pendamping proses pembelajaran dan pendidikan. Guru diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan peserta pendidikan dan pembelajaran sehingga maksimalitas hasil dapat tercapai.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka sudah barang tentu, guru yang bertugas membimbing haruslah mempunyai tingkat kemampuan yang lebih sehingga benar-benar efektif. Kita perlu menyadari bahwa kehadiran seorang guru di dalam proses pembelajaran merupakan hal penting dan penentu keberhasilan kita. Pada setiap proses pembelajaran dan pendidikan guru bertugas untuk memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai sesuai program. Dan, hal tersebut memang mengharuskan guru memiliki kemampuan lebih, meliputi kemampuan pengetahuan, sikap, keterampilan atau kemampuan sosial, ekonomi, dan ilmiahnya. Hal ini berkaitan dengan pepatah bahwa guru adalah sosok yang dapat digugu dan ditiru. Setiap ucapan dan tingkah laku seorang guru adalah panutan bagi anak didik dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Semua yang dikatakan guru adalah selayaknya sabda bagi anak didiknya sehingga jika tidak dituruti, maka dapat menyebabkan kuwalat! Oleh karena itulah, maka peningkatan kualitas diri seorang guru merupakan sebuah ke-butuhan yang harus segera direalisasikan sehingga pepatah tersebut benar-benar dapat diwujudkan dalam kehidupan guru. Dan, sertifikasi merupakan salah satu cara untuk menentukan kelayakan seorang guru dalam menjalankan tugas pembelajarannya.
Sementara itu, untuk dapat memiliki kemampuan lebih, maka seorang guru haruslah melakukan proses belajar, baik secara formal maupun secara non formal. Proses belajar yang dilakukan oleh guru merupakan upaya penambahan kemampuan diri atau peningkatan kualitas pribadi sebagai bekal mengajar anak didiknya. Dengan bekal yang cukup, maka tentunya kualitas proses pembelajaran-pun dapat dipertanggungjawabkan. Dan, yang terpenting dalam hal ini adalah guru mampu memberikan proses pem-belajaran sesuai dengan tujuan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berarti dalam hal ini guru memegang posisi penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan anak bangsa. Guru harus selalu berusaha meningkatkan kualitas dirinya sehingga selalu siap menghadapi setiap kondisi proses pembelajarannya. Dan, untuk memberikan dorongan agar proses penambah-an kemampuan / kompetensi benar-benar dilaksanakan oleh guru, maka dicanangkanlah program nasional, yaitu sertifikasi guru. Sertifikasi harus benar-benar diterapkan secara proporsional agar semua guru terbangkitkan gairah belajarnya.
Sertifkasi merupakan sebuah program yang mengupayakan agar guru-guru yang memberikan materi pembelajaran mempunyai kelayakan dalam melaksanakan proses pembelajaran. Kelayakan ini didasarkan pada pertimbangan logika bahwa hanya orang-orang yang memiliki kemampuan lebih yang dapat memberikan pembelajaran kepada orang lain. Sebagaimana halnya dengan arus listrik yang dapat mengalir sebab adanya perbedaan muatannya. Sumber listrik haruslah kutub-kutubnya mempunyai kuantitas yang berbeda, yang satu lebih dibandingkan yang lainnya. Oleh karena itulah, maka kita mengenal ada kutub negatif dan kutub positif. Tentunya, yang berlebih berkewajiban dan pantas memberikan sebagian miliknya untuk mereka yang kekurangan. Guru adalah sosok yang memiliki kelebihan dalam beberapa hal, misalnya pengetahuan, pola sikap hidup, dan keteram-pilan dan hal tersebut sudah seharusnya ditularkan kepada mereka yang membutuhkan. Proses pembelajaran merupakan proses transfer pengetahu-an, keterampilan dan sikap dari mereka yang berpengetahuan, berketeram-pilan dan bersikap baik kepada yang tidak berpengetahuan, berketerampilan dan bersikap kurang.
Dan, sertifikasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui, apakah kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru benar-benar layak untuk mem-berikan proses pembelajaran ataukah tidak. Masalahnya adalah dari sisi manakah seharusnya proses sertifikasi tersebut dilakukan sehingga proses penentuan kelayakan benar-benar sesuai dengan program, transparan, dan compalible dengan materi yang diberikan kepada anak didiknya? Apakah kita menentukan sertifikasi tersebut berdasarkan tingkat pendidikan seorang guru ataukah dari tingkat kemampuan guru dalam proses pembelajaran? Apakah sertifikasi cukup didasarkan pada latar belakang pendidikan yang dibuktikan dalam bentuk ijasah dan mengabaikan efektifitas yang dijalankan oleh guru dalam proses pembelajaran? Sementara kita mengetahui bahwa di dalam proses pembelajaran, kualitas pembelajaran ditentukan oleh efektivitas proses yang dilakukan oleh guru. Jika langkah pembelajaran yang diterapkan oleh guru benar-benar efektif, maka tentunya hasil proses maksimal.
Pentingnya Sertifikasi Guru
Sertifikasi sebagaimana telah disampaikan adalah salah satu cara untuk mengetahui kelayakan guru dalam mengelola proses pembelajaran dan pendidikan sehingga hal tersebut seharusnya mendapatkan perhatian yang benar-benar intensif dari semuanya, khususnya yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Adalah sebuah kondisi yang ideal jika seorang guru mempunyai kemampuan lebih dibandingkan dengan anak didiknya. Dan, hal ini dapat dimiliki oleh seorang guru berdasarkan proses belajar yang dilakukannya atau dari pengalaman yang dimilikinya dari kehidupan. Dengan kelebihan yang dimilikinya, maka seorang guru dapat memberikan materi pembel-ajaran sesuai dengan program pembelajaran yang menjadi tugasnya.
Tentang sertifikasi ini kita dapat memperhatikan Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 10 ayat 1 yang dinyatakan bahwa kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan profesi. Dari materi yang ada di undang-undang ini jelas bagi kita bahwa setiap orang yang bekerja seharusnya disesuaikan dengan latar belakang pendidikannya. Hal ini berkaitan dengan kualitas hasil proses atau pekerjaannya. Kita dapat membayangkan seandainya seseorang bekerja pada bidang kerja yang ber-lainan dengan latar belakang pendidikannya, tentunya hal tersebut men-jadikannya tidak maksimal dalam bekerja.
Demikian halnya dengan seorang guru. Jika seorang guru yang mem-bimbing proses pembelajaran ternyata mempunyai latar belakang pen-didikan yang tidak sesuai, tidak layak, tentunya proses pembelajaran yang dipandunya tidak maksimal. Kelayakan yang kita maksudkan di dalam hal ini tidak Cuma dilihat dari tingkat latar belakang pendidikan, melainkan kesesuaian latar belakang pendidikan dengan materi pembelajaran yang dilaksanakan oleh sang guru. Di dalam proses pembelajaran, guru memegang peranan yang penting untuk meningkatkan kualitas anak didiknya, sehingga kesesuaian latar belakang pendidikan sangat menentukan hasl proses tersebut.
Guru adalah sebuah profesi sehingga hal tersebut menuntut kesesuaian latar belakang pendidikan para pelakunya. Bahwa kompetensi seorang guru harus didapatkan oleh guru melalui proses pendidikan profesi. Pendidikan profesi dapat diartikan sebagai institusi yang sesuai dengan jenis pekerjaannya atau institusi pendidikan yang memberikan proses pembelajaran, mengarah pada profesi yang spesifik. Institusi spesifik tersebut adalah LPTK atau Lembaga Penyelenggara Tenaga Kependidikan yang hal ini diwujudkan dalam bentuk institusi sekolah, yaitu SPG, SGO, PGA, SMOA, dan IKIP. Semua institusi ini merupakan institusi penyelenggara pendidikan yang mempersiapkan calon-calon tenaga kependidikan. Di institusi inilah anak didik dipersiapkan untuk menjadi tenaga-tenaga kependidikan yang benar-benar compalible dengan bidang kerjanya.
Masalah selanjutnya adalah kenyataan bahwa telah terjadi intervensi dari dunia luar pendidikan sehingga tidak sedikit orang-orang yang berlatar belakang bukan pendidikan tetapi terjun ke dalam dunia pendidikan, sebagai guru. Walau memang kita tidak menyepelekan kemampuan mereka,. Tetapi setidaknya latar belakang pendidikan menjadikan mereka tidak sesuai dengan undang-undang yang sudah ditetapkan sebagai bagian dari profesi-onalisme. Tidak sedikit mereka yang telah menempuh pembelajaran ilmu murni mengalihkan langkah ke dalam lingkungan pendidikan dengan menjadi guru mata pelajaran. Hal ini mungkin tidak menjadi permasalahan jika memang materi pembelajaran yang diberikan sesuai dengan bidang pelajaran yang ditempuhnya selama menuntut ilmu di perguruan tinggi. Tetapi, tidak sedikit guru yang berasal dari mereka yang menempuh pembelajaran berlainan dengan mata pelajaran yang dipandunya di sekolah. Demikian juga halnya dengan guru-guru yang berasal dari LPTK, tetapi pada saat mengajar tidak sama dengan bidang pelajaran yang ditempuhnya saat kuliah. Misalnya, ada guru yang berlatar belakang pendidikan matematika tetapi mengajar kimia, atau guru yang berlatar belakang pendidikan teknik tetapi mengajar ilmu sosial. Memang pada kenyataannya mereka dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, tetapi tentunya hal tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab maksimalitas tidak tercapai karena latar belakang pendidikan yang berbeda. Tentunya, mereka dapat saja mempelajari materi pelajaran sebaik-baiknya, tetapi hal tersbeut tidaklah sama dengan mereka yang benar-benar berlatar belakang pendidikan bersangkutan. Guru yang berlatar belakang pendidikan PPKn, tentunya sangat cocok untuk mengajar pelajaran PPKn. Guru yang berlatar belakang pendidikan matematika, tentunya sangat cocok untuk memberikan pem-belajaran matematika.
Selanjutnya, dengan mendasarkan pada profesionalisme ini, maka orang-orang yang menangani proses pembelajaran adalah orang-orang yang benar-benar berlatar belakang dunia pendidikan sehingga proses pembelajaran sesuai dengan ketentuannya. Artinya, seorang guru yang berlatar belakang pendidikan sudah barang tentu mempunyai bekal kependidikan yang cukup untuk sebuah proses pembelajaran. Guru yang berasal dari latar belakang kependidikan sudah mempunyai bekal untuk pengelelolaan kelas, penyu-sunan strategi pembelajaran, penggunaan media pendidikan, menerapkan system evaluasi pendidikan, dan kemampuan menerapkan dan menelaah kurikulum yang berlaku serta yang terpenting adalah bekal guru dalam hal pemahaman watak dan kejiwaan anak didik. Sementara orang-orang yang tidak berlatar belakang kependidikan sama sekali tidak tidak mendapatkan bekal ilmu kependidikan sehingga hal tersebut menjadikan ketidaksesuaian profesinya. Dan, jika memang mereka menginginkan terjun ke dalam dunia pendidikan, maka salah satu syarat yang harus mereka penuhi adalah menempuh proses pendidikan yang memberikannya kemampuan dalam bdiang kependidikan.
Oleh karena itulah, maka upaya sertifikasi seharusnya mendapatkan dukungan dan apresiasi positif dari semua pihak sebagai salah satu langkah untk perbaikan dan peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran dan pendidikan. Sertifikasi ini sangat penting agar kesadaran belajar pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran terbangkitkan dan selanjutnya menindaklanjutinya dengan langkah-langkah konkrit. Selanjutnya dengan penerapan program sertifikasi ini, maka kelayakan guru mengajar dapat dicapai dan menjadikan proses belajar maksimal sebab dipandu oleh mereka yang benar-benar mempunyai kelayakan untuk hal tersebut. Bagaimanapun kita tidak dapat melepaskan diri dari tuntutan untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dalam dunia pendidikan kita. Bahkan hal tersebut sudah menjadi tujuan masing-masing personil guru, tanpa harus dibangkitkan lagi melainkan sebagai bentuk kesadaran atas profesinya.
Dalam hal yang lain, sertifikasi guru merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial dan ekonomi para guru. Dengan program sertifikasi ini, maka para guru mempunyai kesempatan untuk mendapatkan kompensasi ekonomis sesuai dengan upaya menempuh pen-didikannya. Kompensasi inilah yang selanjutnya mampu menjadi motor penggerak menuju keberhasilan upaya peningkatan kualitas proses pem-belajaran. Masalahnya adalah apakah dalam hal ini sertifikasi hanya didasar-kan pada tingkat pendidikan ataukah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan profesi keguruannya? Apakah cukup kita hanya mem-perhitungkan tingkat latar belakang pendidikan seorang guru ataukan yang kita perhitungkan adalah kemampuan guru dalam menjalankan proses pembelajaran? Apakah kita hanya memperhitungkan tingkat pendidikan dan mengabaikan kemampuan atau efektifitas pelaksanaan pembelajaran oleh guru?
Kualitas Pribadi Guru
Sebenarnya guru adalah manusia biasa. Mereka tidak lebih dari manusia lainnya yang mempunyai kekurangan dan kelebihan. Oleh karena itulah, maka perlu kesadaran semua pihak untuk secara intensif memberikan dukungan agar guru dapat melaksanakan tugasnya secara baik. Dukungan ini merupakan sebuah power pendorong / booster agar guru berkeinginan kuat untuk mengikuti porses pembelajaran pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Sebagai manusia biasa, maka kekurangan dan kelebihan seharusnya dijadikan sebagai sebuah berkah terbaik bagi kehidupan guru. Kita tidak dapat menyombongkan diri sebab mempunyai kelebihan atau merasa tidak berguna sebab mempunyai kekurangan yang begitu banyak. Hal ini me-rupakan tantangan bagi guru untuk membuktikan bahwa mereka mem-punyai kemampuan dalam menjalankan proses pembelajaran.
Peningkatan kualitas hasil pembelajaran dan pendidikan memang tidak terlepas dari kemampuan yang dimiliki oleh guru. Semakin tinggi kemam-puan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran dan pendidikan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya, maka tentunya hal tersebut berakibat pada keharusan bagi guru untuk meningkatkan kualitas pribadi masing-masing. Sebagaimana seorang tentara, maka seorang guru harus mempersenjatai dirinya dengan bekal pengetahuan, nilai sikap, dan keterampilan yang memadai agar tidak kesulitan saat melaksanakan proses pembelajaran. Pengetahuan dan keterampilan dalam proses pembelajaran merupakan salah satu dari sekian banyak bekal yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam proses pembelajaran anak didiknya
Bahwa tingkat keberhasilan seorang guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran tergantung pada seberapa tinggi kualitas dirinya sehingga mampu melaksanakan proses pembelajaran. Tingkat kemampuan dan kualitas kemampuan seorang guru menggambarkan kemampuan guru dalam penguasaan kelas, penguasaan strategi pembelajaran, penguasaan materi pembelajaran, kemampuan mempergunakan media pendidikan sebagai pelancar proses pembelajaran. Dengan tingkat kualitas guru yang tinggi, maka sudah barang tentu tingkat ketercapaian program bukanlah masalah yang besar. Dengan kualitas diri yang tinggi, maka guru dapat membimbing dan mendampingi anak didik dalam proses pembelajaran sehingga anak didik dengan mudah mengikuti segala penjelasan dan pengarahan sang guru.
Guru yang professional adalah guru yang benar-benar mampu melak-sanakan tugasnya sesuai dengan tingkat kemampuan dirinya. Guru ber-kualitas pada umumnya adalah guru professional yang memahami betul posisinya dalam proses pembelajaran. tetapi keprofesionalan seorang guru tidak terlepas dari kondisi kemampuan yang ada di dalam dirinya. Jika seorang guru mempunyai kemampuan diri pribadi yang mumpuni, maka sudah barang tentu berakibat pada kemampuan guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran. dan, selanjutnya hal tersebut berakibat secara langsung pada upaya peningkatakan kemampuan hidup anak bangsa.
Kualitas diri pribadi yang dimiliki oleh seorang guru memposisikan guru sebagaimana seorang tukang atau ahli suatu pekerjaan. Sederhana saja, bahwa seorang guru tidak ubahnya dengan seorang koki yang meramu bumbu dan mengelolanya sehngga menjadi jenis makanan yang sangat lezat dan memikat semua orang untuk mencoba dan menjadikannya sebagai makanan favorinya. Semakin baik seorang koki meramu bahan masakan, maka hasil masakan tersebut semakin lezat dan memikat semua orang untuk menjadikannya makanan favorit mereka. Begitu juga halnya dengan seorang guru. Jika seorang guru mempunyai kemampuan yang dalam melaksanakan proses pembelajaran, maka sudah barang tentu hal tersebut memberikan kesempatan baginya untuk dikenal dan jadikan sebagai tokoh panutan yang terbaik dan menjadikan anak didik bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran.
Sekali lagi, kemampuan atau kualitas pribadi seorang guru sangatlah menentukan tingkat keberhasilan dalam penerapan proses pembelajaran. Hal ini berkait dengan wacana yang selama ini muncul mengambang dalam opini masyarakat bahwa kekurangan terbesar dan terfatal dari kegagalan proses pembelajaran adalah banyaknya guru yang belum layak atau tidak mem-punyai kelayakan dalam mengajar di sekolah. Setiap saat, ketika anak didik mengalami kesuitan atau bahkan kegagalan dalam proses pembelajaran, maka yang menjadi sorotan utama adalah guru. Guru merupakan titik acuan bagi tingkat keberhasilan proses pembelajaran, sehingga untuk hal tersebut perlu adalah kesadaran dari guru itu sendiri untuk meningkatkan kemam-puan yang dimilikinya.
Seperti pepatah mengatakan bahwa karena nila setitik, maka rusak susu sebelanga. Pepatah ini terjadi dalam dunia pendidikan, bahwa karena adanya guru yang tidak mempunyai kelayakan dalam melaksanakan proses pembelajaran, maka secara umum dikatakan bahwa guru tidak ber-kualitas. Memang hal ini kita rasakan tidak adil, sebab jika anak didik mendapatkan keberhasilan, seringkali peranan sekolah atau guru terabaikan bahkan dikatakan sebagai hasil pembelajaran di luar sekolah. Sungguh sebuah kondisi yang sangat ironis! Tetapi kita tidak pernah berpikiran sedangkal itu. Kita kaum intelek terbiasa berpikir panjang dan luas terhadap segala hal yang kita alami. Oleh karena itulah, maka upaya peningkatan kualitas diri masing-masing guru perlu segera dilakukan sehingga wacana guru sebagai penyebab kegagalan anak didik benar-benar dapat dihapus dari stigma pemikiran masyarakat. Bagaimanapun guru sudah berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kualitas anak didik, selanjutnya tergantung pada kemampuan anak didik itu sendiri. Guru tidak pernah dapat memberikan nilai untuk tingkat perubahan kemampuan anak didik, justru anak didiklah yang menentukan mereka ada pada tataran kemampuan yang keberapa!
Tetapi, peningkatan kualitas pribadi guru memang sudah menjadi bidang garapan yang harus direalisasikan sebagai pembekalan diri dalam meng-hadapi kondisi kehidupan yang dinamis. Bidang kerja guru merupakan sebuah kondisi yang serba dinamis, sehingga keterlambatan seorang guru dalam belajar dapat menyebabkan ketertinggalannya pada satu atau lebih aspek kehidupan yang seharusnya dijadikan materi pembelajaran untuk anak didiknya. Untuk hal tersebut, peningkatkan kualitas guru harus menjadi point khusus bagi setiap guru dan untuknya memang pantas diberikan kompensasi sebagai penghargaan terhadap kepeduliannya pada upaya peningkatan kualitas dunia pendidikan. Oleh karena itu, maka program pembelajaran lanjut bagi para guru harus dijadikan sebagai program wajib yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, selain untuk peningkatan kualitas diri guru, hal ini juga sebagai upaya peningkatan kualitas kehidupan ekonomi guru
Sementara peningkatan kualitas pribadi guru dapat dilakukan dengan menerapkan program sertifikasi secara jujur, transparan, proporsional, dan tidak tebang pilih. Proses sertifikasi seharusnya memberikan kesempatan kepada semua guru sehingga secara menyeluruh dapat melaksanakan proses sertifikasi tersebut. Dan, sertifikasi tidak boleh dilakukan secara tebang pilih, misalnya berdasarkan masa kerja atau usia sang guru. Artinya kita tidak boleh mengambil kebijakan dengan pertimbangan bahwa seorang guru sudah cukup lama mengabdikan diri dalam proses pendidikan atau sebagai guru. Kita juga tidak boleh memutuskan untuk melakukan sertifikasi hanya untuk para guru yang usianya sudah tua. Hal ini bukan merupakan langkah positif sebab sebenarnya semua guru mempunyai hak yang sama terhadap proses sertifikasi tersebut. Dengan langkah seperti ini, maka semua guru harus bersiap diri untuk menjalani proses sertifikasi agar tingkat keprofesi-onalitasannya benar-benar proporsional.
Kualitas Mengajar Guru
Permasalahan yang selama ini menjadi momok bagi dunia pendidikan kita adalah semakin terperosoknya kualitas hasil proses pendidikan. Kualitas hasil proses pendidikan di negeri ini semakin lama semakin menurun dan hal tersebut dapat kita lihat dari hasil ujian di setiap akhir tahun pelajaran kelas tiga. Cukup banyak anak didik yang tidak dapat berhasil melalui proses ujian nasional sehingga passing grade yang ditentukan sebagai ketentuan nilai minimal yang harus dicapai oleh anak didik dirasakan sangat berat dan tidak dapat dilewati dengan mulus.
Dan, jika hal tersebut kita runtut serta kita bersikap fair, maka kita harus mengakui bahwa salah satu aspek yang menjadi penyebab kegagalan anak didik dalam menjalani ujian nasional adalah guru. Kita tidak sedang melempar batu atau mencari kambing hitam agar dapat melepaskan diri dari tanggungjawab. Kita harus mengakui dengan hati lapang bahwa kita,para guru telah menjadi salah satu penyebab kegagalan anak didik dalam proses belajarnya. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kondisi anak adalah tergantung pada orang-orang yang membimbing di sekitarnya. Hitam putih-nya seorang anak adalah tergantung pada orang-orang dewasa yang ada di sekitarnya, dalam konteks ini adalah guru.
Coba kita ingat kembali pada saat anak-anak kecil kita mulai mengikuti aktivitas belajar di sekolah, maka yang menjadi cermin kehidupan mereka adalah guru. Apapun yang dikatakan oleh guru, maka mereka pasti meng-ikutinya.pada saat tersebut, guru adalah sumber segala nilai kehidupan bagi anak, bahkan tidak jarang anak tidak mengikuti apa yang dikatakan orangtuanya. Ketika seorang ibu melakukan kesalahan, maka si anak langsung menegur dengan mengatakan bahwa menurut bu guru, yang dilakukan ibu adalah kesalahan. Ketika kita membimbing mereka belajar dan ternyata cara yang kita terapkan tidak sesuai dengan cara yang diterapkan oleh gurunya, maka anak dapat saja ngambek dan tidak mau melanjutkan belajarnya. Hal ini menunjukkan pada kita, betapa pentingnya posisi guru di dalam proses pembelajaran anak didik.
Lantas, jika guru yang memberi pelajaran ternyata tidak layak atau tidak berkualitas, apa yang terjadi pada anak-anak kita? Kalau seandainya, guru yang membimbing anak-anak tidak memiliki kualifikasi yang memadai, bagaimana dengan kualitas anak-anak kita? Dapatkah kita mencapai pro-gram peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran dan pendidikan jika ternyata guru yang bertugas untuk mendidik, membimbing anak-anak sama sekali tidak berkualitas?
Guru itu sosok yang dapat digugu dan ditiru serta menjadi menara bagi anak-anak. Guru adalah sumber informasi bagi proses pembelajaran anak-anak, sehingga sangatlah riskan jika ternyata guru yang diharapkan dapat menjadi pendamping dan pembimbing proses belajar anak-anak ternyata sama sekali tidak dapat melaksanakan tugasnya secara maksimal sebab kualitas dirinya tidak cukup untuk melakukan hal tersebut. Guru yang tidak berkualitas tentunya tidak berkelayakan untuk melaksanakan tuga pem-belajaran sebab program pembelajaran kita adalah peningkatan kualitas hasil porses pembelajaran.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka kondisi pada saat guru melaksana-kan proses pembelajaran merupakan syarat agar proses dapat berlangsung maksimal. Dalam hal ini, seorang guru harus dapat memaksimalkan seluruh kemampuan yang dimilikinya sehingga anak didik yang ada di dalam pembimbingan dapat menerima materi pembelajaran secara maksimal juga. Bukankah yang kita ingin dapatkan dari sebuah proses pembelajaran adalah anak-anak yang berkomepeten? Anak-anak yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan pola sikap hidup yang positif?
Kualitas mengajar guru merupakan aspek penting dalam upaya mencapai tingkat kualitas hasil proses pembelajaran. Dengan memperhatikan kualitas penyelenggaraan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh seorang guru, maka kita dapat melihat dan memprediksi ketercapaian program pem-belajaran. Disinilah pentingnya upaya penyesuaian dan peningkatan kualifikasi guru terhadap bidang pembelajarannya. Peningkatan kualitas pembelajaran memang perlu dilakukan oleh guru agar hasilnya maksimal sebagaimana goal yang direncanakan.
Mengajar memang bukan sekedar proses transfer of knowledge, melainkan termasuk di dalamnya adalah transfer of attitudes, dan transfer of capablelity sehingga anak didik benar-benar tuntas dalam mengikuti proses pembel-ajarannya. Memang, tugas guru sangatlah berat sebab berhubungan dengan mempersiapkan anak bangsa menuju pada kehidupan berbangsa dan ber-negara diantara kehidupan bangsa-bangsa di dunia. Oleh karena itulah, maka guru harus benar-benar mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang berkualitas. Guru harus mampu meningkatkan kualitas mengajarnya sehingga anak didik tidak kesulitan dalam menerima dan mengikuti proses yang diselenggarakan guru.
Kualitas mengajar guru menyiratkan dalam hal ini adalah langkah-langkah efektif yang dilakukan oleh guru dalam memberikan materi pem-belajaran yang meliputi penyusunan program pembelajaran, pelaksanaan program pembelajaran, dan mengevaluasi program pembelajarannya. Sementara itu, di dalam proses pembelajaran tersebut seorang guru haruslah mempunyai kemampuan untuk mengelola kelas pembelajarannya sebaik-baiknya sehingga kondisi benar-benar kondusif untuk sebuah proses pembelajaran. Berarti dalam hal ini yang terpenting daripada peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah mengembangkan keterampilan mengajar sebaik-baiknya. Guru harus berusaha mempersiap-kan diri dengan sebaik-baiknya sehingga
Di dalam upaya peningkatan kualitas mengajar guru, program sertifikasi lebih diarahkan untuk persiapan untuk mengkondisikan guru selalu me-nyadari bahwa dirinya adalah pusat kendali untuk membimbing anak didik menjalani tugas pembelajarannya. Guru adalah fasilitator proses pembelajar-an sehingga setiap saat harus selalu siap membantu anak didik menjalani proses. Dengan program sertifikasi ini, maka diharapkan adanya kesetaraan dan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas pembelajarannya. Disamping itu, dengan sertifikasi ini, maka setidaknya guru merasa lebih diperhatikan kompetensinya setelah selama ini hanyalah dianggap sebagai profesi biasa saja. Selama ini profesi guru seakan-akan masuk dalam kelompok pekerjaan masyarakat lapis kedua, bahkan masyarakat lapis ketiga yang sama sekali tidak memegang kendali, padahal tugas dan kewajiban guru begitu berat. Tentunya kita tidak menginginkan hal seperti ini. Bagaimanapun guru tetaplah sosok yang membimbing anak didik dalam menjalani proses pembelajaran sehingga sudah barang tentu hal tersebut menuntut guru untuk sellau berada pada kondisi terbaik.
Guru yang mampu mengajar dengan sebaik-baiknya, berarti dipastikan mempunyai kemampuan untuk membawa anak didiknya menuju keber-hasilan dalam menjalani proses pembelajaran. Oleh karena itulah, maka seharusnya proses sertifikasi terhadap profesi guru didasarkan pada kegiatan guru secara menyeluruh, tidak hanya berdasarkan tingkat, pangkat, golongan, usia atau latar belakang pendidikan terakhir saja. Justru yang terutama menjadi pertimbangan untuk menentukan hasil sertifikasi adalah kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran atau kualitas guru pada saat mengajar di kelas. Apalah gunanya ijazah tinggi jika ternyata kemampuan mengajarnya sama sekali tidak berkualitas, apalagi efektif.
Signifikansi Program Sertifikasi Guru dalam peningkatan kualitas pendidik-an.
Bahwa peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran dan pendidikan memang sudah menjadi agenda yang harus diwujudkan untuk menjawab wacana yang selama ini menerpa dunia pendidikan. Hal ini untuk menunjuk-kan kepada semua pihak bahwa sebenarnya dunia pendidikan di negeri ini tidaklah begitu buruk untuk mempersiapkan anak bangsa menuju kondisi yang lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya.
Bahwa pembelajaran dan pendidikan merupakan sebuah proses yang berlangsung sepanjang hayat kita, sehingga setiap saat harus berhadapan dengan pola kehidupan yang dinamis. Setiap saat pendidikan dan pembelajaran harus melakukan proses adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan agar tidak dikatakan sebagai proses pembelajaran yang ketinggalan jaman. Walau untuk hal tersebut seringkali kita lakukan dengan mengadopsi system pembelajaran dari negeri-negeri yang kita anggap lebih maju dan berhasil dalam pengelolaan pendidikan dan pembelajarannya.
Pada awalnya, program sertifikasi guru merupakan program yang diarahkan untuk mengelola dunia pendidikan secara lebih professional dengan melakukan uji kelayakan bagi setiap personal yang ingin menjadi guru atau mereka yang sudah menjadi guru. Hal ini dilakukan sebagai konsekuensi dari program peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran. Setiap orang yang berkeinginan menjadi guru seharusnya melalui beberapa jalur terlebih dahulu sehingga padanya diberikan keterangan layak menjadi guru. Bahkan, mereka yang lulus dari lembaga pendidikan tenaga kependidikan-pun tidak boleh terlewatkan untuk dilakukan uji kelayakan atau sertifikasi sehingga mereka benar-benar sesuai dengan bidang kerjanya. Program ini sebenarnya bukanlah program yang baru sebab kenyataannya program ini telah dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan atau peemrintah pada saat menentukan pegawai atau tenaga baru dalam sebuah kebutuhan, yaitu proper and test. Dengan program ini, maka setidaknya kita dapat menemukan the right man at the right place, orang yang benar pada tempat yang benar! Dan, jika hal ini dapat dilakukan dengan perimbangan tinggi, maka proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara maksimal.
Kita memang harus menyesuaikan diri atau kita haruslah mampu menentukan orang-orang yang sesuai dengan bdiang kerjanya agar hasil pekerjaan dapat maksimal. Jika orang-orang bekerja di tempat yang tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, maka sudah barang tentu hal tersebut sangat riskan terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan program. Kita dapat membayangkan seandainya terjadi seseorang yang tidak mem-punyai keahlian pada sebuah bidang tertentu tetapi dipaksa untuk bekerja di bidang yang justru tidak dikuasai tersebut! Tentunya kondisi tersebut sangat mengkawatirkan bagi keberhasilan dalam pencapaian target program.
Program sertifikasi guru pada dasarnya adalah memberikan kesempatan kepada guru untuk menyesuaikan latar belakang pendidikannya dengan bidang pelajaran yang diampunya pada proses pembelajaran. Dengan sertifikasi ini, maka setidaknya guru merasa telah berada di habitatnya sendiri sehingga setiap aspek dan materi pelajaran yang diberikan kepada anak didik merupakan kompetensi yang sebenar-benarnya dimiliki selama proses belajarnya di perguruan tinggi. Jika hal seperti ini dapat dilakukan oleh guru secara maksimal, maka upaya peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran bukanlah sesuatu yang mustahil. Semua tujuan pasti dapat dicapai secara mudah sebab seluruh aspek yang terkait di dalam proses pembelajaran mempunyai visi dan misi yang sama terhadap program peningkatan kualitas pembelajaran dan pendidikan.
Signifikansi program sertifikasi dengan upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran adalah sudah sedemikian jelasnya sebab dengan sertifikasi, maka muncul kesadaran guru terhadap profesinya. Kesadaran ini selanjutnya menumbuhkan perasaan bela profesi secara maksimal. Disinilah power terbesar dari upaya peningkatan kualitas dapat dipicu sehingga mengobarkan semangat semua elemen kependidikan.
Jika guru merasakan betapa pentingnya sertifikasi terhadap kualifikasi profesinya, maka sudah barang tentu hal tersebut dapat menumbuhkan semangat untuk mengembangkan diri dan inilah yang diharapkan menjadi semacam gerakan bersama bagi guru-guru untuk kembali meningkatkan kemampuan dirinya dengan mengikuti program-program penambahan kemapuan, misalnya proyek-proyek pendidikan atau secara mandiri bersekolah lagi pada institusi kependidikan yang sesuai dengan latar belakang proses pendidikan yang diampunya.
Dengan adanya sertifikasi, maka setiap mata pelajaran yang seharusnya diberikan kepada anak didik pada proses pembelajaran benar-benar diberikan oleh orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya. Tentunya dapat kita bayangkan jika satu mata pelajaran diberikan oleh guru yang memang berlatar belakang pendidikan sebagaimana mata pelajaran tersebut. Proses pembelajaran pasti berlangsung secara maksimal sebab sang guru benar-benar menguasai materi pembelajaran yang harus diberikan kepada anak didiknya sehingga anak didik tidak mengalami kesulitan dalam meng-ikuti proses pembelajaran tersebut.
Jika guru sudah disertifikasi secara transparan, proporsional, dan kelayak-kan terhadap materi pembelajaran yang menjadi tugas mengajarnya, maka proses pembelajaran berlangsung dengan sebaik-baiknya. Jelas sekali signifikansinya antara sertifikasi dengan upaya peningkatan kualitas proses pendidikan di negeri ini. Oleh karena itulah, perlu adanya gerakan secara bersama-sama dari semua elemen kependidikan agar kualitas dunia pen-didikan meningkat dan tidak lagi menjadi bahan pergunjingan. Apalagi jika mengacu pada kenyataan bahwa Pemerintah menegaskan bahwa guru-guru yang telah mengalami sertifikat bakal menerima kompensasi berupa tunjangan profesi sebesar satu kali gaji, seperti yang tercantum pada UUGD pasa 16 ayat 1 dan 2.
Penutup
Perjuangan peningkatan kualitas pendidikan memang menuntut semua pihak untuk secara sadar menempatkan diri sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, khususnya mereka yang bergerak dalam bidang pendidikan. Dengan menempatkan diri secara proporsional, maka tentunya kita tidak lagi kelimpungan atau kebingungan harus melakukan kegiatan yang memang sudah menjadi tugas dan kewajiban serta fungsi kita.
Oleh karena itulah, maka perlu kesadaran dari seluruh pihak untuk ikut mendukung gerakan peningkatan kualitas pendidikan dengan meningkatkan kualitas diri masing-masing semaksimal mungkin sehingga mampu menjadi the power of change dalam dunia pendidikan dan sekaligus dapat mening-katkan taraf kehidupan sosial ekonomi dan kehidupan ilmiah yang selama ini menjadi keraguan dari masyarakat umum.
Guru perlu membuktikan kepada masyarakat bahwa mereka mempunyai kemampuan sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat dan bukan sekedaran saja. Mereka harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa dengan kemampuan yang mereka miliki, maka mereka dapat membawa anak didik pada perubahan kondisi pengetahuan, sikap, keterampilan dan pola pemikiran ilmiah dalam kehidupan yang lebih baik dan benar-benar mencerminkan sebagai manusia yang berbudaya.