Jumat, 18 Juli 2008

Proses Pembelajaran Kita

P

roses pembelajaran merupakan langkah-langkah konkrit yang tersusun dan merupakan integrasi dari teori dan keterampilan hidup. Langkah-langkah konkrit ini disusun sedemikian rupa sehingga jelas-jelas menggambarkan suatu aktivitas yang dapat ditentukan tingkat keberhasilannya. Sedangkan untuk menentukan atau mengetahui tingkat keberhasilan proses ini, maka pelaku pendidikan harus benar-benar konsisten dengan komitmen konsep pendidikan dan pembelajaran yang telah disusun sekolah secara umum. Hal ini sangat penting sebagai landasan untuk upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sementara kita mengetahui bahwa kualitas sumber daya manusia sangat menentukan kualitas kehidupan masya-rakat berbangsa. Tetapi, pada saat yang sama ternyata kualitas sumber daya manusia di negeri ini masih begitu rendahnya sehingga kurang mendukung upaya peningkatan kualitas kehidupan bermasyarakatnya. Oleh karena itulah, maka kesadaran untuk mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran sangatlah penting dan mendapatkan dukungan sebesar-besarnya sehingga tujuan pendidikan benar-benar dapat tercapai secara maksimal.

Pendidikan memang telah dijadikan sebagai menara api yang mampu memberikan kehangatan sekaligus penerangan bagi kehidupan bangsa besar ini. Oleh karena itulah, maka kesadaran untuk menyekolahkan anak sudah cukup tinggi. Kesadaran ini perlu mendapatkan respon positif sebagai bentuk kepeduli-an terhadap peranan masyarakat dalam dunia pendidikan. Pada saat sekarang ini, para orangtua lebih memikirkan bagaimana pendidikan anak-anaknya sehingga tidak hanya setingkat dengan pendidikannya, melainkan seharusnya lebih tinggi. Mereka berlomba-lomba menyekolahkan anak-anaknya d sekolah-sekolah favorit hingga di luar kota. Tidak sedikit sekolah yang membuka program pembelajaran yang berstandar internasional menjadi rebutan banyak orangtua sebagai pilihan untuk menyekolahkan anak-anaknya. Para orangtua sekarang ini saling berebut untuk memposisikan anak-anaknya pada sekolah-sekolah bermutu sehingga anak-anaknya mendapatkan proses pembelajaran yang benar-benar mampu mengangkat pola kehidupannya di masa mendatang. Para orangtua berebut mendapatkan kursi bagi anaknya bersekolah pada sekolah-sekolah bertaraf internasional sebab didalam proses pembelajarannya menjanjikan untuk perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan masa depan. Hal ini mencerminkan bahwa telah tumbuh kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya proses pendidikan dan pembelajaran bermutu bagi anak-anak untuk mempersiapkan amsa depan yang lebih baik.

Secara umum, semua orang menggantungkan perubahan kualitas dirinya dari proses pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Mereka berharap agar mendapatkan nilai plus dari sekolah sehingga dalam kehidupan-nya dapat menempati posisi terbaik. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting sebab kualitas kehidupan sosial di masyarakat sangat menentukan tingkat prestise seseorang. Tetapi, bagaimana jika ternyata proses pendidikan dan pembelajaran yang diselenggarakan atau diikuti seseorang mengalami kegagal-an? Apa yang terjadi seandainya proses pendidikan dan pembelajaran tidak memberikan hasil maksimal? Apakah karena hal tersebut lantas yang bersang-kutan tidak mampu berkiprah dalam kehidupannya? Apakah benar, proses pendidikan dan pembelajaran merupakan alat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik? Apakah tanpa pendidikan seseorang kehidupannya tidak baik? Mengapa kita harus bersekolah untuk menjadi pandai dan berkehidupan yang layak? Apakah alam tidak dapat menjadikan kita pandai dengan sendirinya? Tidak dapatkah kita belajar dari kondisi alam sekitar kita untuk menjadi lebih pandai dan mampu menghadapi kehidupan dengan lebih baik? Bukankah alam merupakan sekolah terbaik yang selama ini membawa kebaikan kepada umat manusia?

Pembelajaran dan pendidikan merupakan sebuah proses sehingga untuk hal tersebut sangat tergantung pada bagaimana seseorang mengikuti proses tersebut sedemikian rupa sehingga dirinya benar-benar memperoleh hasil dari proses tersebut. Seorang pedidik harus benar-benar mengikuti proses sehingga semua materi pembelajaran dan pendidikan benar-benar didapatkannya sebagai pengalaman diri yang tidak pernah hilang dari kehidupannya. Bagaimana-pun kita lebih terkesan pada segala sesuatu yang kita alami secara langsung daripada sekedar informasi. Oleh karena itulah, sangat penting bagi seluruh pedidik untuk berperan aktif dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Keberhasilan dan kegagalan sebuah proses pendidikan dan pembelajaran pada dasarnya tergantung pada pelaku pendidikan dan pembelajaran itu sendiri. Guru bukanlah penentu keberhasilan ataupun kegagalan proses, melainkan bagaimana seseorang mengikuti proses dan kemampuan menyerap dan me-nerapkan hasil pembelajaran dan pendidikannya. Pelaku pendidikan atau pedidiklah yang sebenarnya menjadi penentu keberhasilan proses pendidikan, jika pendidik sudah berusaha sekuat tenaga untuk memberikan materi pembelajaran kepada pedidik, tetapi pedidik sama sekali tidak mempunyai kesadaran untuk peningkatan kemampuan dirinya, maka semua usaha pendidikan hanyalah wacana kosong saja. Seharusnya terjadi interaksi positif antara guru dan anak didik sehingga saling mengisi kekosongan atau kekurang-annya, khususnya anak didik harus menyerap dan mengambil pengalaman dari berbagai informasi yang diberikan oleh guru.

Keberhasilan dan kegagalan di dalam sebuah proses merupakan hal yang wajar dan pasti dialami oleh setiap pedidik sehingga harus dapat diterima secara wajar pula. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap pedidik. Ada pedidik yang sedemikian mudahnya menerima dan me-mahami konsep-konsep pendidikan dan pembelajaran sehingga setiap saat selalu berperan aktif dalam proses, bahkan dapat menyamai sang guru. Tetapi tidak sedikit pedidik yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk menerima, menyerap apalagi menerapkan konsep-konsep pendidikan dan pembelajaran yang diberikan oleh sang guru. Mereka nampak begitu sulit untuk mengikuti proses sehingga walaupun sang guru sudah berusaha sekuat tenaga memberikan penjelasan ternyata sama sekali tidak memberikan hasil terhadap perubahan yang ada di dalam diri sang pedidik. Sedangkan, tujuan utama dari proses pendidikan dan pembelajaran adalah melakukan perubahan mendasar atas sikap (afeksi), pengetahuan (kognisi), dan keterampilan (psikomotoris) yang dimiliki oleh pedidik. Dengan mengikuti proses pendidikan, sebenarnya diharapkan adanya perubahan positif terhadap diri pedidik secara utuh. Perubahan positif ini merupakan upaya untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan global yang semakin ketat persaingannya. Jika kita tidak memper-siapkan diri dengan sebaik-baiknya, maka pada saatnya nanti kita tidak dapat berbuat apa-apa, bahkan untuk kehidupan kita sendiri. Apalagi harus mmikir-kan kehidupan orang lain.

Keberhasilan di dalam mengikuti sebuah proses pendidikan dan pem-belajaran merupakan sebuah prestasi yang sangat membanggakan bagi pedidik sehingga mereka berjuang untuk dapat meraihnya. Perjuangan yang dilakukan ini merupakan kegiatan yang penuh dengan aral yang tidak jarang meruntuhkan semangat juang. Apalagi memperhatikan pola kehidupan yang sudah mengarah pada era globalisasi secara menyeluruh, berbagai motif terpajang di jalur ke-hidupan sehingga seringkali menjadikannya sebagai aral, khususnya bagi anak-anak yang masih labil pola pikirnya. Akibatnya, kita sering mendengar anak yang mengalami kegagalan dalam proses pendidikan dan pembelajarannya sebab terpengaruh oleh pola kehidupan di lingkungannya. Berbagai cobaan dan gangguan terpampang di hadapan mata sedemikian rupa sehingga seringkali yang terjadi adalah tergodanya hati dan menyimpangnya arah langkah kaki sehingga tidak lagi menuju kearah sekolahan, melainkan menuju tempat-tempat umum yang emnjanjikan kebahagiaan sesaat.

Pada prinsipnya, setiap pedidik berharap agar proses pendidikan dan pembelajaran yang diikutinya berhasil secara maksimal. Tetapi, kenyataan kadangkala tidak sejalan dengan teori atau idealisme/angan yang kita inginkan. Tidak jarang, anak harus menelan kepahitan sebab proses pendidikan dan pembelajarannya mengalami kegagalan. Setiap tahun kita mendapati bahwa masih cukup banyak anak - anak yang gagal saat mengikuti ujian nasional. Banyak anak yang tidak lulus sebab tidak mampu menyelesaikan soal sebagai-mana yang ditargetkan. Bahkan, anak-anak yang pandaipun mengalami kegagalan dalam mengikuti ujian nasional sehingga menimbulkan pro dan kontra terhadap pelaksanaan ujian nasional sebagai salah satu syarat kelulusan anak didik. Berbagai pihak mencela atas penerapan ujian nasional dengan ber-bagai bentuk protes. Padahal jika kita telaah, sebenarnya pelaksanaan ujian nasional sangat membantu dunia pendidikan untuk menstandarkan kualitas dunia pendidikan sendiri. Dengan ujian nasional, maka kita dapat mengetahui tingkat kualitas anak didk. Tetapi ketika ujian nasional dijadikan sebagai salah satu syarat kelulusan, sungguh hal ini sangat jauh dari bayangan. Hal ini karena, bagaimanapun kondisi daerah berbeda dengan daerah lainnya, sehingga jika dilakukan penyamaan tentunya hal tersebut sangat tidak sulit dilakukan sebab strata mereka memang tidak sama. Anak daerah, tentunya berbeda dengan daerah lainnya. Anak kota berbeda dengan anak desa sebab anak kota mendapatkan fasilitas pembelajaran yang lebih banyak daripada anak desa. Anak kota lebih terpelihara kebutuhan belajarnya sebab para orangtuanya berusaha untuk mengikutkan mereka pada bimbingan belajar (bimbel) untuk mendongkrak kemampuan mereka. Tetapi, bagaimana dengan anak-anak yang ada di desa?

Masalahnya adalah bagaimana sebuah proses pendidikan dan pembel-ajaran dapat mengalami kegagalan? Faktor apa yang menyebabkan kegagalan proses tersebut? Hal ini merupakan sesuatu yang seharusnya diperhatikan dan mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan masalah lainnya sebab tujuan utama proses adalah keberhasilan anak didik. Jika anak didik mengalami ke-gagalan, maka secepatnya pengelola pendidikan dan pembelajaran melakukan evaluasi terhadap segala hal berhubungan dengan proses. Hal ini merupakan tanggungjawab pengelola agar eksistensi institusi sekolah dapat bertahan di pandangan masyarakat. Evaluasi terhadap segala langkah yang telah dilaksana-kan merupakan upaya untuk introspeksi terhadap pelayanan untuk anak didik dan hal ini sangat penting sebagai bentuk keseriusan kita menangani kegiatan pendidikan dan pembelajaran. kita perlu menyadari dan tidak perlu menyalah-kan diri sendiri sebab proses pendidikan daan pembelajaran bukan hanya menjadi tanggungjawab kita sebagai guru, melainkan juga tanggung-jawab semua pihak.

Sebenarnya, keberhasilan ataupun kegagalan sebuah proses merupakan sebuah kondisi yang krusial, kondisi yang kompleks sehingga tidak dapat kita hanya menghakimi satu aspek semata. Proses pendidikan melibatkan beberapa unsur secara langsung maupun tidak langsung.. Setiap unsur mempunyai kewajiban, kewenangan dan hak masing-masing. Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan secara umum. Kewajiban, kewenangan dan hak tersebut terutama berkaitan dengan keberhasilan yang harus diraih oleh pelaku pendidikan. Oleh karena itulah, maka jika terjadi kegagalan di dalam proses pendidikan adalah sangat tidak adil jika hanya pihak sekolah dan guru saja yang dipersalahkan sebagai penyebab kegagalan tersebut. Seringkali kita mendapatkan kenyataan bahwa ketika anak didik mengalami kegagalan di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, maka yang dipersalahakan adalah pihak sekolah, terutama guru yang secara langsung menyelenggarakan proses pendidikan, sementara aspek yang lain sama sekali tidak tersentuh, bahkan ikut-ikutan menghujat pihak sekolah sehingga keterpurukan sekolah semakin terlihat jelas. Semua pihak mempersalahkan sekolah sebagai institusi penyelenggara pendidikan yang tidak becus mengelola proses. Tetapi, mereka sama sekali lupa bahwa proses pendidikan merupakan sebuah proses yang kompleks dengan permasalahan yang cukup krusial.

Proses pendidikan tidak seperti penyelenggaraan pabrik pembuatan barang-barang keperluan hidup. Jika terjadi kesalahan proses, maka barang produksi tersebut dapat dijual sebagai barang sortiran (BS) atau diolah balik untuk dijadikan produk yang berkualitas (KW). Proses pendidikan berhadapan dengan manusia yang memiliki konsep dasar diri yang berbeda, bahkan visi dan misi yang kadang berseberangan sehingga jelas-jelas menjadikan proses begitu alot berjalannya. Konsep dasar yang dimiliki oleh setiap pedidik dan juga pendidik-nya seringkali menjadi salah satu penyebab kegagalan ini. Perbedaan visi dan misi atau mungkin juga persepsi terhadap visi dan misi itu sendiri yang me-nyebabkan mereka berbeda dan menjadi penyebab kegagalan tersebut. Apalah jadinya sebuah perjalanan jika para pelaku perjalanan ternyata mempunyai visi dan misi yang berbeda? Oleh karena itulah, maka sangatlah perlu dan penting bagi guru dan anak didik untuk menyamakan langkah, visi dan misi pendidikan dan pembelajaran serta menentukan tujuan pendidikan dan pembelajaran yang dijalaninya secara jelas sehingga masing-masing dapat memberikan kontribusi sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Dengan menyamakan persepsi ini, maka upaya untuk menghadapi permasalahan, khususnya dalam hal ini kegagalan proses pendidikan dan pembelajaran dapat segera dilakukan bersama-sama.

Selama ini yang kita hadapi adalah upaya menghakimi atau menyalahkan satu pihak terhadap pihak lainnya pada saat proses pendidikan mengalami kegagalan. Mereka sama sekali tidak mau disalahkan atas kondisi buruk yang menimpa dunia pendidikan. Sekolah tidak mau disalahkan sebab merasa sudah melaksanakan tugas pembelajarannya secara maksimal, sehingga kalaupun ternyata hasilnya tidak memuaskan, maka hal tersebut bukanlah kesalahan mereka. Sekolah mengkondisikan suatu proses sehingga terjadi interaksi edukatif yang mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran. Bahkan, setiap langkah yang dilakukan oleh guru merupakan penerapan dari perencanaan teliti proses pembelajaran. Mereka tidak melangkah begitu saja melainkan mengikuti garis-garis besar pembelajaran yang sudah dijadikan sebagai arah utama proses pembelajaran. Begitu juga dengan segala materi pembelajaran yang mereka berikan kepada anak didik setiap waktunya adalah sudah disusun secara sistematis dan berurutan sebagaimana kemampuan analisa anak didik. Setiap guru memberikan hal yang sama kepada anak didiknya, walaupun sekolah mereka berbeda. Mereka bekerja berdasarkan kurikulum yang berlaku dimana saja, tidak hanya di sekolah negeri saja, tetapi di sekolah swasta juga. Setiap guru menerapkan proses pembelajaran dan pendidikan berdasarkan kerangka pem-belajaran yang terangkum dalam kurikulum yang berlaku. Permasalahan yang timbul adalah mengenai kemampuan persepsi masing-masing elemen terhadap isi kurikulum tersebut dan penentuan materi yang disesuaikan dengan kebutuh-an masyarakatnya.

Anak didik tidak mau disalahkan sebab setiap saat mereka sudah mengikuti proses pembelajaran dengan tekun. Setiap saat mereka hadir di ruang kelas mendengarkan semua penjelasan yang diberikan oleh guru. Setiap saat mengikuti ulangan yang diadakan oleh guru. Bahkan, beberapa anak didik bersikeras telah membuang banyak waktunya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan ekstra yang diadakan oleh sekolah. Jika kemudian mereka gagal menjalani proses pembelajaran dan pendidikan dengan perolehan nilai yang tidak mencukupi untuk kelulusan, tentunya mereka menolak jika dikatakan tidak belajar dengan sungguh-sungguh. Bukankah setiap hari mereka melak-sanakan kegiatan belajar, baik di sekolah maupun di rumah atau di dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah proses belajar itu dapat dilakukan dimana saja? Tidak harus belajar di sekolah, di ruangan yang dibatasi empat dinding dengan tebaran bangku dan meja untuk tempat duduk dan belajar. Belajar dapat dilakukan dimana saja, bahkan di sawah, saat berada di dapur, saat berada di atas pohon, saat berada di sungai, saat terlentang di atas hamparan rumput di lapangan yang luas. Dengan alasan itulah, maka anak didik tidak mau disalahkan jika mereka mengalami kegagalan dalam proses belajar, bahkan mereka menyalahkan, menuding para orangtua yang tidak becus membimbing mereka dalam belajar. Sungguh sebuah lingkaran setan yang tidak ketahuan ujung pangkalnya. Mereka mengatakan bahwa orangtua tidak mnedukung proses pembelajaran, hanya mendorong dalam artian mendesak anak untuk belajar sehingga terlihat jelas siapa sebenarnya yang ingin belajar. Sementara dukungan semangat dianggap sedemikian kecil sebab banyak orangatua yang sibuk dengan urusan kerja dan urusan pribadinya. Mereka beranggapan bahwa bersekolah bukanlah keinginannya murni, melainkan ada paksaan dari orangtua untuk bersekolah sehingga mereka menjalani tugas tidak dengan sepenuh hati. Mereka ogah-ogahan saat belajar ataupun melansakaan tugas dan kewajibannya.

Walaupun tidak sedikit anak didik yang tidak melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik, bahkan sangat tidak baik. Tetapi, mereka merasa tidak perlu dipersalahkan sebab yang mereka lakukan adalah akibat dari kondisi pola kehidupan masyarakat. Mereka menganggap bahwa yang mereka lakukan adalah hal-hal yang positif saja, sebab selama ini mereka tidak mendapatkan tentangan dari lingkungannya. Bahkan terkesan bahwa lingkungannya mem-berikan kesempatan seluas-luasnya pada mereka untuk mengaktualisasi segala keinginan tanpa batasan. Bagi mereka yang terpenting adalah hati bahagia. Bukankah kita hidup untuk mencapai kebahagaiaan hakiki. Kita hidup hanya sekali, untuk apa bersusah-susah jika dapat hidup santai! Begitulah konsep hidup para anak muda pada saat sekarang ini. Anak muda memang selalu ingin menang sendiri, selalu ingin kemauannya terpenuhi tanpa memperdulikan hal-hal lain. Persetan dengan segala bentuk kewajiban dan tugas kehidupan, termasuk belajar. Mereka tidak ingin diikat dan dikekang dalam lingkungan yang serba harus dan membatasi aktivitas hidupnya. Yang mereka inginkan adalah memenuhi segala keinginan hati tanpa harus dikata-katai atau dibatasi. Mereka tidak peduli bahwa sekolah adalah untuk masa depan hidup mereka sebab yang mereka tahu adalah mereka bersekolah adalah untuk memenuhi tuntutan orangtua.

Kegagalan proses pembelajaran di negeri ini memang idak lepas dari peran serta anak didik sebagai subyek pembelajaran. Diakui atau tidak telah terjadi penyimpangan atau pembiasan tingkah laku anak berkaitan dengan proses pembelajaran yang harus dijalaninya. Anak-anak lebih suka menuruti kemauan dirinya sendiri dan mengabaikan segala hal ideal yang telah dirancang oleh orangtua dan guru untuk mempersiapkan masa depan mereka. Bagi mereka, konsep tersesuai bagi kehidupannya adalah apa yang ada hari ini harus dinikmati secara maksimal. Mereka merasakan bahwa bersekolah berarti memenjara diri dalam sebuah ruangan yang terkondisikan sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk menyenangkan hati. Akibat pola pemikiran seperti inilah, maka tidak sedikit anak yang menganggap remeh proses pembelajaran yang dijalaninya dan lebih suka membombong diri dengan segala hal diluar kegiatan pembelajaran, misalnya dengan kongkow atau asyik berbincang pada saat guru menjelaskan materi pembelajaran. Mereka lebih suka sibuk dengan pemikiran sendiri dan mengabaikan kegiatan utamanya. Mereka tidak menyadari bahwa kegiatan tersebut sangat menentukan dalam keberhasil-an proses pembelajarannya.

Orangtua juga tidak mau disalahkan jika proses pembelajaran dan pendidikan anak-anaknya mengalami kegagalan proses. Mereka merasa telah melakukan segala kewajibannya sebagai orangtua anak didik sehingga bagai-mana mungkin melakukan kesalahan? Bagi orangtua, tanggungjawab dan ke-wajibannya adalah memfasilitasi segala kebutuhan anak-anaknya terhadap segala kegiatan pembelajaran. Orangtua memenuhi segala kebutuhan sarana prasarana pembelajaran dan pendidikan anak-anaknya setiap saat mereka membutuhkan. Bahkan, ketika sekolah membutuhkan bantuan orangtua untuk sebuah kegiatan pengembangan sekolah, maka orangtua tidak segan-segan memberikan bantuan, sehingga menurut mereka adalah sangat lucu jika ternyata pada saat anak-anak mengalami kegagalan dalam proses pembelajaran, ternyata mereka disalahkan! Menurut mereka yang paling bertanggungjawab terhadap keberhasilan dan kegagalan proses pembelajaran dan pendidikan adalah sekolah, dalam hal ini guru. Bukankah mereka sudah ‘membayar’ biaya uuntuk proses pembelajaran dan pendidikan anak-anak mereka?! Lantas apa saja yang dilakukan oleh para guru itu jika ternyata proses pembelajaran dan pendidikan yang mereka selenggarakan tidak berhasil mengangkat kualitas diri anak-anak mereka? Lantas, apa gunanya mereka bersekolah? Untuk apa para guru diberi gaji yang tinggi jika ternyata ‘tidak becus’ membimbing anak-anak sehingga berhasil dalam proses pembelajaran dan pendidikannya?

Orang tua sudah begitu mempercayakan proses pendidikan dan pembel-aaaran anak-anaknya kepada guru di sekolah, sementara di rumah mereka sama sekali tidak ikut cawe-cawe dalam proses pendidikan anak-anaknya. Mereka merasa cukup menikmati hasil pembelajaran dan pendidikan yang diberikan para guru untuk anak-anaknya tanpa harus merevisi ataupun mengevaluasi secara periodek ataupun secara temporary. Tentu saja hal ini sangatlah riskan sebab peran serta orang tua dalam proses pendidikan dan pembeljaaran tidak hanya pada proses pembelajaran, melainkan teruatama adalah monitoring dan evaluasi (monev) terhadap hasil proses pembelajaran. Orangtua harus me-monitoring keadaan anak-anaknya setelah mendapatkan atau mengikuti proses pembelajaran dan meyakinkan diri bahwa anak-anaknya memang menjalani proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memantau perkembangan ahsil pembelajaran sekaligus sebagai langkah antisipasi jika ternyata naka tidak menguasai konsep-konsep pembelajaran yang diberikan oleh gurunya. Dengan demikian, maka segera dapat diambil langkah-langkah konstruktif terhadap hal-hal negatif yang timbul dari hasil proses pembelajaran tersebut.

Sementara, masyarakat sama sekali tidak merasakan sebagai salah satu penyebab kegagalan anak didik dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Masyarakat benar-benar angkat tangan, tepatnya melepas tangan terhadap segala hal yang terjadi pada dunia pendidikan. Ketidakpedulian masyarakat terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh institusi sekolah dan semacamnya menjadikan anak-anak bertindak tanpa pengontrolan. Mereka dengan tenang duduk- duduk kongkow sebab tidak ada yang menegur kegiatan mereka. Di pinggir jalan, di tangkis sungai, atau di plasa-plasa dan mall mereka bereliaran dengan bebasnya tanpa ada yang menegur atau mengingatkan bahwa yang mereka lakukan merupakan kesalahan. Berbagai peluang atau sarana prasarana untuk melawan pembelajaran diciptakan, dibangun oleh amsyarakat dengan dalih perkembangan ekonomi. Bahwa masyarakat harus mengembang-kan diri dan kehidupannya agar tidak ketinggalan dibandingkan masyarakat lainnya. Sebuah komunitas akan merasa sangat malu dan tersudut jika ternyata pola kehidupannya tertinggal dibandingkan pola kehidupan masyarakat lainnya. Misalnya sebuah kota sudah mempunyai plasa, maka kota lainnya berusaha untuk mengimbangi dengan membangun plasa yang sama atau lebih megah sehingga masyarakat merasa bangga dengan bangunan tersebut. Tanpa mereka sadari bahwa bangunan tersebut merupakan bangunan pembantaian anak-anak mereka sendiri!

Di setiap kota di negeri ini terus saja tumbuh bangunan-bangunan yang mampu memberikan kesan menarik kepada semua orang, termasuk anak-anak sekolah untuk mendatanginya setiap saat. Bangunan-bangunan tersebut me-mancarkan pesona dengan berbagai kemudahan dan kegiatan menarik yang memikat anak-anak. Anak-anak bagaikan laron yang melihat cahaya terang. Berbondong-bondong mereka mendatangi bangunan-bangunan megah tersebut dan sibuk mengikuti kegatan yang ada di dalam bangunan tersebut, misalnya permainan game atau play stations (PS) yang memang begitu asyik dan menarik. Anak -anak menghabiskan waktu-waktunya di tempat-tempat umum tersebut sebagaimana orang-orang yang tidak mempunyai kewajiban hidup. praktis, anak-anak hanya menjalani proses pembelajaran pada saat mereke mengikuti proses di ruangan kelasnya, sedangkan di luar kelas, mereka sama sekali tidak pernah menjamah buku pelajaran melainkan asyik bermain-main di tempat-tempat umum tersebut.

Eksistensi bangunan megah di setiap kota telah menjadi menara terang yang mampu menarik para laron sehingga beterbangan mendekat dan tenggelam di dalamnya, lalu kehilangan sayap-sayapnya. Merayap di lantai dalam telanjang diri. Beberapa mati terinjak oleh telapak-telapak kaki tanpa mata yang terus terayun seakan ingin menguasai semua sudut kehidupan. Masyarakat telah menciptakan kuburan bagi anak-anaknya sendiri. Masyarakat telah membuat kubangan lumpur bagi anak-anaknya. Dengan bangunan yang megah dan menarik hati itu, maka masyarakat telah membuka pintu kahancuran bagi generasi penerusnya.

Tentu saja dalam hal ini kita tidak mencoba untuk melarang berdirinya bangunan-bangunan tersebut sebab hal itu menggambarkan peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Tetapi, setidaknya perlu adanya kesadara semua pihak untuk memberikan batasan-batasan tertentu pada mereka yang masih ber-seragam sekolah untuk ikut berkegiatan di dalam bangunan –bangunan tersebut. Kita perlu melakukan langkah antisipasi terhadap segala hal yang memungkin-kan terjadinya penyalahgunaan tempat-tempat tersebut sebagai tempat kegiatan malas-malas anak-anak sekolah. Masyarakat seharusnya lebih peka terhadap tingkah laku anak-anak yang menurut mereka menyimpang dari nilai-nilai positif yang seharusnya dijunjung tinggi oleh anak-anak sekolah sebab di sekolah sebenarnya anak-anak sudah mendapatkan bekal kehidupan berpola positif. Dan, masyarakat sebagai sekolah alam ataupun tempat praktek anak-anak atas segala konsep pengetahuan yang didapatkan di bangku sekolah se-harusnya mampu memberikan bimbingan dan pendampingan terhadap langkah -langkah anak.

Sedangkan bangunan sekolah yang megah sekarang ini tidak lebih dari bangunan makam, yang hanya ramai pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat menjelang lebaran, menjelang ujian nasional, saat ada orang-orang yang meninggal dan harus dimakamkan, pada saat anak-anak baru mendaftarkan diri untu dicatat sebagai anggota keluarga baru di sekolah tersebut. Setelah hal itu berlalu, maka semua tidak ada artinya lagi. Anak-anak yang sudah terdaftar sebagai siswa melaksanakan kegiatan seperti air yang mengalir di sungai. Seperti saat lebaran datang dan kita bermaafan atau seperti sepinya pemakaman saat semua pelayat tinggalkan tanah lahat yang masih basah, yang mengurung jasad tanpa roh di dalamnya. Bangunan sekolah sekarang ini tidak lagi menarik bagi anak didik, melainkan dianggap telah menjadi penjara yang mengkung-kung dan membatasi setiap kegiatan hidup anak-anak. Anak-anak tidak betah berada di dalam bangunan sekolah sebab s berlama-lama di sekolah, mereka semakin terjebak dalam kejenuhan dan menjadikan mereka sebagai sosok-sosok yang kaku.

Seperti itulah bangunan sekolah kita saat ini. Kondisi bangunannya memang semakin lama sekakin besar, semakin megah. Lampu-lampunya berbinar seperti kunang-kunang di dalam kegelapan yang pekat. Nampaknya begitu ramai dan meriah, tetapi pada kenyataannya semua itu hanyalah kamuflase yang tergambar pada sebuah cermin datar. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di dalam ruangan ataupun lingkungan sekolah seakan hanyalah kegiatan awu-awu tanpa makna sama sekali. Proses pembelajaran hanya dijadikan sebagai kegiatan buang-buang waktu, duduk-duduk men-dengarkan cerita guru yang ludahnya muncrat-muncrat karena bersemangat. Beberapa orang anak didik tertidur di bangku pojok belakang. Ruangan memang tidak terdengar ramai oleh suara-suara ribut sebab sebagian besar anak didik tertidur dibangku masing-masing. Lantas, jika kondisi seperti ini dibiarkan, kapan negeri ini mengalami peningkatan kualitas sumber daya manusianya?

Beberapa daerah sesuai dengan kebijakan pemerintah berusaha mewujud-kan keinginan untuk membangun sekolah baru dengan berbagai alas an, terutama memberikan pendidikan yang lebih baik terhadap anak bangsa atau memberi kesempatan sekolah murah pada anak bangsa. Sungguh hal tersebut sangat naïf sebab selama ini anak bangsa sudah mengikuti proses pembelajaran dan pendidikan dan mereka berhasil dengan gemilang, walaupun bersekolah di sekolah swasta. Bangunan sekolah yang baru tentunya menuntut berbagai konsekuensi yang tidak sedikit. Konsekunesi tersebut meliputi pembebasan tanah, pembangunan gedung yang representative untuk proses pembelajaran, penyelenggaraan sarana prasarana pendukung proses pembelajaran, dan sumber daya manusia yang sudah barang tentu harus mempunyai kualifikasi yang mumpuni jika menginginkan sekolah baru tersebut mampu berkembang sesuai tujuannya. Jika ternyata sekolah baru tidak berbeda dengan sekolah yang lama, untuk apa repot-repot mendirikan sekolah baru! Lebih baik membimbing sekolah yang sudah ada secara maksimal, baik itu sekolah negeri maupun sekolah swasta yang memang pantas untuk proses pembimbingan menuju peningkatan kualitas pembelajaran yang lebih baik. Kiranya kita mengetahui bahwa di negeri ini sudah cukup banyak sekolah, baik negeri maupun sekolah swasta yang cukup representative untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia jika digarap lebih baik dan penuh dengan kesamaan komitmen antara semua elemen yang menjalankan program. Selama semua elemen mempunyai visi dan misi yang sama, maka walaupun sekolah yang dibimbing adalah sekolah swasta, semua tidak tidak menjadi permasalahan. Hal ini secara teoritis dapat dijadikan sebagai langkah konkrit untuk menghindari terjadinya kegagal-an proses pembelajaran yang berkelanjutan. Selama ini memang sepertinya tidak ada kesamaan komitmen bersama untuk meningkatkan kualitas hasil pembel-ajaran. Hal ini dapat kita lihat dari kenyataan bahwa setiap akhir tahun pelajaran, dimana hasil ujian nasional diumumkan, maka hasilnya selalu saja sama. Banyak yang tidak lulus! Atau nilai yang didapatkan peserta ujian tidak seperti harapan bersama! Apalagi, patokan nilainya selalu saja mengalami kenaikan sehingga semakin lama semakin berat tugas belajar anak didik, yang selama ini sudah stress melihat kakak-kakak kelasnya yang mengalami kesulitan saat mengikuti proses ujian nasional. Anak-anak yang sekarang kelas dua sebenarnya sudah mengalami stress yang sedemikian besarnya sehingga hal tersebut menyebabkan anak-anak kelas dua sudah kalah set. Mereka sudah down sebelum bertanding!

Masalah kegagalan di dalam proses pembelajaran dan pendidikan pada dasarnya merupakan sebuah kondisi yang tercipta oleh adanya ketidaksamaan persepsi dari beberapa elemen yang bergerak atau berkait dengan proses tersebut. Ketidaksinkronan langkah menyebabkan setiap elemen ingin me-menangkan langkahnya sendiri-sendiri. Padahal seperti yang kita ketahui bersama permasalahan yang timbul dalam proses pendidikan adalah permasalahan bersama. Kalau hanya kesalahan satu persatu, mungkin tidak bakal menjadi sedemikian gawatnya sebab kesalahan tersebut masih dapat di’back up’ oleh yang lainnya. Tetapi, jika semua atau banyak elemen yang melakukan kesalahan, siapa yang bakal mem-’back up’-nya? Oleh karena itulah, maka kita seharusnya bergerak bersama-sama untuk mengantisipasi ataupun menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul sebagai sebuah kekhilafan kita bersama dan tidak perlu kita mengangkat bicara dengan mengatakan atau menuduhkan kesalahan pada yang lainnya. Kita adalah satu tim yang bergerak dalam dunia pendidikan sehingga jika ternyata ada kesalahan ataupun kekurangan, maka kesalahan dan kekurangan tersebut adalah tanggung jawab kita bersama. Sangatlah tidak etis jika ternyata kita mencuci tangan dan tidak ikut memecahkan serta mencarikan solusi terbaik agar permasalahan tidak menjadikan ‘malu’ secara terus menerus.

Kegagalan dalam pelaksanaan sebuah proses memang merupakan hal yang sangat memalukan, menyedihkan dan menyebabkan kita kehilangan kepercayaan yang diberikan kepada kita. Tetapi jika ternyata kegagalan tersebut merupakan kegagalan yang fenomental, artinya hampir di semua sekolah mengalami, maka kitanya kegagalan bukanlah nilai mati bagi kita. Kegagalan itu keberhasilan yang tertunda. Jika kita lebih tekun mengusahakannya, maka pada periode selanjutnya kegagalan tersebut dapat menjelma menjadi keberhasilan yang maksimal. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh para sivitas akademika yang bergerak di bidang pendidikan. Seharusnya kita bersama-sama bergerak dan bertindak untuk proses perbaikan kondisi sehingga tidak menjadikan semua kalang kabut saat menghadapi kegagalan proses pembelajaran. Dengan langkah yang kompak, maka segala permasalahan dapat secara cepat diselesaikan dan selanjutnya menentukan langkah-langkah positif untuk masa depan yang lebih baik. Sebenarnya jika kita menghadapi permasalahan, yang terpenting harus kita lakukan adalah bagaimana kita menghadapi dan menyelesaikan masalah tersebut sehingga tidak menimbulkan konflik yang tidak perlu. Konflik hanya menjadikan permasalahan semakin rumit dan sulit untuk diselesaikan sebab dengan timbulnya konflik, maka muncul permasalahan-permasalahan lainnya yang selama ini sebenarnya tidak kita permasalahkan

Kegagalan memang sudah seharusnya segera diselesaikan dan diperbaiki untuk masa yang akan datang. Kita perlu mewujudkan pepatah yang mengata-kan bahwa hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari sekarang. Jika kita dapat menerapkan pepatah tersebut, maka yakinlah bahwa semua yang kita lakukan berorientasi pada perbaikan kondisi di masa depan yang lebih baik. Hari ini memang harus lebih baik dari hari kemarin, sebab kita mempunyai pengalaman dari kondisi kemarin, dan esok bercermin pada hari ini dengan perbaikan yang maksimal.

Tetapi, bagaimanapun pendidikan selalu berusaha diarahkan untuk men-capai keberhasilan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga secara umum kehidupan masyarakat negeri ini mencapai kondisi terbaik. Sumber daya manusia yang terbaik hanya dapat diperoleh jika anak bangsa yang sedang menempuh proses pembelajaran mampu dan sadar mengikuti proses pembelajaran dan pendidikan sebagai sebuah tugas dan kewajiban hidupnya. Maka kegagalan yang terjadi haruslah dipakai sebagai cambuk pelecut semangat mencapai keberhasilan yang lebih baik.

Tidak ada komentar: