Rabu, 16 Juli 2008

Mengapa Guru Harus di Sertifikasi

Latar Belakang

Guru adalah sosok yang secara langsung berinteraksi dengan subyek pembelajaran, yaitu anak didik. Dari gurulah anak didik dapat menjadi lebih pandai, terampil atau mungkin semakin tidak mengerti apa-apa. Semua me-rupakan hasil dari proses pembelajaran dibawah bimbingan seorang guru.

Apa sebuah konsep keseimbangan yang berlaku di dalam menentukan pencapaian keberhasilan anak didik di dalam proses pembelajaran, bahwa semakin pandai guru yang membimbing, maka semakin pandai anak didiknya. Panda dalam hal ini tidak hanya pada aspek penguasaan materi pelajaran melainkan juga pada aspek-aspek lain dari proses pembelajaran, misalnya penguasaan strategi pembelajaran, penguasaan kelas pembelajaran, penguasaan psikologis anak didik dan masih banyak hal lain yang sebenarnya merupakan prasyarat agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan sebaik-baiknya dan guru dikatakan pandai.

Tetapi, setidaknya secara umum kita dapat mengatakan bahwa semakin pandai seorang guru, maka semakin meningkatkan kualitas anak didik yang ada di dalam bimbingannya. Guru-guru yang pandai pada dasarnya mampu melaksnakan proses pembelajaran secara baik dan mampu memberikan atensi yang besar pada anak didik sehingga mengikuti proses dengan kesadaran diri.

Sementara di dunia pendidikan kita ada semacam virus yang setiap saat menggerogoti dinding bangunanya sehingga bangunan pendidikan semakin keropos. Setiap tahun selalu saja ada komentar miring tentang dunia pendidikan yang menghujat atas sistem dan SDM yang, dipandang masyarakat, kurang mendukung proses pengentasan keterpurukan yang terjadi. Bahkan setiap tahun terkesan semakin banyak tenaga yang, maaf kurang kompeten di bidang pen-didikan.

Pada saat sekarang menjadi seorang guru sangatlah mudah sebab sebenarnya setiap orang adalah guru, minimal guru untuk dirinya sendiri. Kemudahan ini dapat kita lihat dari kenyataan di lapangan, yaitu jarangnya, bahkan tidak adanya tes khusus berkaitan dengan kompetensi seseorang sebelum diterima sebagai guru. Selama ini yang ada hanyalah tes menyeluruh yang jika ditelaah tidak ada nilai kompetensinya apa-apa, khususnya berkait dengan tugas keguruan. Bahkan, sekarang ini, kesempatan menjadi guru, khususnya guru pegawai negeri tidak lagi berdasarkan pada kompetensi tetapi lebih difokuskan pada factor usia. Tidak sedikit mereka yang mengabdi sebagai guru, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta dan berstatus sebagai GTT, pada pendaftaran guru PNS yang dipertimbangkan adalah faktor usia yang kritis. Entah, apa yang dimaksudkan secara harfiah dari istilah usia kritis. Mereka yang berusia diatas empatpuluh rata-rata pada saat mendaftarkan diri sebagai guru PNS dapat diterima, sedangkan di bawah usia tersebut tidak diterima.

Dipercaya atau tidak, jika kita berbicara tentang profesionalisme, maka cara seperti ini sama sekali tidak mencerminkan profesionalisme, sebab seseorang yang telah berumur, diistilahkan usia kritis, jika mengikuti ujian, maka dia endapatkan kesempatan atau prioritas utama, sedangkan tenaga yangberkompeten tetapi usianya masih relative muda, ya harus menunggu antrian panjang. Dan, yang lebih lucu, maaf jika seseorang hendak atau ingin dapat menjadi guru PNS, maka yang bersangkutan harus dapat menunjukkan surat keterangan sukwan di sekolah negeri. Kejadian tahun kemarin terdapat banyak guru yang diterima sebagai guru PNS harus berlari kesana kemari untuk mendapatkan surat keterangan GTT di sekolah negeri. Tentu saja hal ini sangat lucu sebab guru GTT di sekolah negeri belum diangkat tetapi kepala sekolah harus mengeluarkan surat keterangan sukwan GTT orang lain hanya karena orang tersebut diangkat sebagai guru PNS tetapi selama ini mengajar di sekolah swasta, hanya karena usianya sudah kritis.

Ini sebuah lelucon yang sangat memprihatinkan. Dan, akibatnya dari pengalaman mereka yang dinyatakan masuk ke data base tetap dituntut untuk dapat memperoleh surat keterangan sukwan di sekolah negeri sehingga yang terjadi selanjutnya adalah upaya rekayasa data oleh kepala sekolah yang disambati oleh guru tersebut. Sementara yang bersangutan sudah lapuk meng-abdi sebagai guru tidak tetap (GTT) di sekolah swasta.

Oleh karena itulah, maka perlu kiranya kita menetapkan dasar yang dapat dijadikan sebagai rambu-rambu untuk proses penerimaan guru PNS agar upaya peningkatan kualitas pendidikan benar-benar dapat diwujudkan secara nyata. Tidak ada lagi istilah ‘ngantri’ menjadi guru PNS dengan basis usia kritis. Seseorang dapat menjadi guru PNS hanya karena faktor usia dan masa mengabdi sebagai GTT, khususnya GTT di sekolah negeri yang sudah terlalu lama dan pengangkatan dijadikan sebagai arena untuk proyek balas jasa seseorang.

Sungguh ironis sekali jika hal tersebut terjadi. Hal ini menggambarkan betapa para guru berangkat karena factor kekritisan usia untuk dapat menjadi pegawai negeri.lantas apa yang terjadi dengan dunia pendidikan kita jika orang-orang yang mengelola pendidikan ternyata dipilih berdasarkan faktor kekritisan usia tersebut?

Uji Kelayakan Guru

Dan, kondisi tersebut terjawab dengan dicanangkannya program serti-fikasi guru. Dengan program sertifikasi guru ini, maka diharapkan ada koreksi mendalam atas sumber daya manusia yang berprofesi sebagai guru. Sertifikasi guru diharapkan mampumejnadi semacam filter untuk kelayakan seseorang se-bagai guru.

Jika selama ini dengung peningkatan kualitas pendidikan telah dikuman-dangkan setiap saat, tapi belum memberikan hasil sebagaimana mestinya sebab setiap tahun tetap saja hasil ujian nasional jeblok, maka dengan program serti-fikasi ini diharapkan dapat menjadi jawaban konkrit program peningkatan kualitas guru.

Kita sangat menyadari bahwa dunia pendidikan selalu menjadi sorotan tajam dari semua pihak dan tidak henti-hentinya kita berusaha untuk menjawab hal tersebut, tetapi hasilnya memang masih belum nampak sebagaimana yang diinginkan.

Sertifikasi merupakan filter yang diharapkan dapat menyaring guru-guru pada kelayakannya mendidik dan mengajar yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap program peningkatan kualitas pen-didikan di negeri ini. Dengan program sertifikasi, maka diharapkan terjadi seleksi langsung terhadap orang-orang yang berprofesi sebagai guru dalam kaitannya dengan kualitas dan kelayakannya menjadi guru.

Memang setiap orang adalah guru di dalam proses kehidupannya. Setiap orang dapat memberikan bantuan atas orang lainnya yang membutuhkan penjelasan atau tambahan pengetahuan dan keterampilan. Tetapi, di dalam hal ini untuk dapat dikatakan sebagai seorang guru, maka di negeri ini ada tata aturannya sendiri. Setidaknya dalam hal ini guru formal untuk proses pembel-ajaran. dan, tidak semua orang memenuhi persyaratan sebagai guru.

Tetapi, kenyataan yang terjadi di dunia pendidikan kita adalah banyak-nya orang yang mengambil profesi guru sebagai jalan pintas untuk dapat men-jadi pegawai negeri. Bahkan tidak sedikit guru yang belum mempunyai latar belakang kependidikan dan baru mengambil program kependidikan (Akta 4) setelah menjadi guru dengan harapan dapat antri menjadi pegawai negeri me-lalui data base.

Di dalam proses sertifikasi guru diseleksi berdasarkan beberapa point, meliputi latar belakang pendidikan, masa pengabdian sebagai guru, usia, kompetensi pembelajaran dan aspek pengembangan profesi yang dilakukan selama melaksanakan pengabdian sebagai guru. Dari sekian banyak aspek yang dijadikan dasar penentuan sertifikasi, maka yang paling banyak terpenuhi/ dipenuhi adalah aspek usia dan latar belakang pendidikan. Tetapi untuk aspek masa bakti, pengabdian, kompetensi dan pengembangan profesi seringkali mnejadi hambatan utama.

Sebagai uji kelayakan profesi guru, maka sudah barang tentu proses yang dilaksanakan haruslah obyektif dan transparan sehingga seringan yang diterapkan benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya. Jika uji kelayakan ini tidak berlangsung secara obyektif, jujur dan professional, maka pada akhirnya program ini akan menjadi program formalitas dan program alokasi kasar semata. Program alokasi kasar diartikan sebagai program yang hanya sebagai upaya distribusi kenaikan pangkat yang tebang pilih yang disebabkan karena keterbatasan dana untuk kenaikan tunjangan professional.

Sungguh sangat disayangkan jika pada akhirnya program ideal ini ternyata di lapangan sama sekali tidak menggambarkan profesionalitas atau sertifikasi yang didasari kejujuran ilmiah. Sebagai insan intelek atau instiutusi yang memegang teguh nilai-nilai positif seharusnya semua langkah yang dilakukan adalah cermin dari kejujuran, keterbukaan, dan konsekuensi tinggi.

Nilai-nilai positif yang kita maksudkan di sini adalah upaya menghindari penyimpangan-penyimpangan dari segala ketentuan syarat secara concern dan komitmen tinggi jelas-jelas merupakan langkah mneuju penentuan kelayakan seseorang sebagai guru. Dan, memang itulah yang sangat kita perlukan agar tujuan serifikasi dapat dicaai.

Meningkatkan Kualitas SDM

Program peningkatan kualitas pendidikan di negeri ini tidak dapat mengabaikan peranan SDM yang menangani proses pendidikan. Memang benar bahwa pendidikan di negeri ini harus mendapatkan perhatian yagn ekstra sebab hasil dari evaluasi yang dilakukan setiaptahun ternyata masih jauh dari memuaskan!

Ada 2 (dua) aspek dasar yang dapat menjadi penentu keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran, yaitu sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam.(SDA). (1) Sumber daya manusia meliputi guru pendidik, anak didik, orangua, masyarakat, dan pemerintah. Komponen ini harus melangkah bersama-sama jika menginginkan adanya peningkatan kualitas pendidikan. Jika salah satu komponen menyimpang, maka secara keseluruhan proses tidak bakal berhasil mencapai tujuan yang diprogramkan. (2) Sumber daya alam meliputi sarana prasarana yang dibutuhkan untuuk pelaksanaan proses pendidikan yang berkualitas. Sarana prasarana harus mendukung proses sehingga setiap program dapat terakomodasi dengan sarana yagn diperlukan dan memungkinkan faktor keterlaksanaan program.

Sementara itu pada sisi SDM, hal utama yang berkait dengan kelancaran proses serta ketercapaian proses pendidikan dan pembelajaran adalah eksistensi guru. Guru adalah fasilitator pendidikan sehingga yang terpenting dalam hal ini adalah kualitas diri sang guru tersebut. Kualitas guru sangat menentukan tingkat keberhasilan proses pembelajaran. guru yang berkualitas diyakini dapat menyelenggarakan proses pembelajaran efektif yang benanr-benar berkualitas dan menggambarkan siswa belajar.

Untuk meningkatkan kualitas SDM, maka kesadaran tiap personal, khususnya guru untuk meningkatkan dirinya. Setidaknya, seperti yang kita ketahui, persyaratan sertifikasi adalah latar belakang pendidikan. Guru pada saat sekarang dituntut untuk berpendidikan minimal strata satu (S 1) atau D 4 yang tentu saja dilengkapi dengan Akta 4. Kondisi ini secara langsung meng-isyaratkan bahwa semua guru harus sarjana, yang tidak sarjana tidak mungkin dapat mengikuti proses sertifikasi. Atau secara kasar atau tegas dikatakan bahwa guru yang tidak S-1 tidak layak menjadi guru. Saklek benar jika memang seperti itu!

Dengan adanya program sertifikasi, maka secara langsung mneuntut setiap guru untuk mempersiapkan diri di dalam menghadapi kemungkinan datangnya kesempatan bagi dirinya untuk mengikuti proses sertifikasi tersebut. Mungkin saja orientasi seperti ini sah-sah saja, mempersiapkan diri untuk peningkatan kualitas diri demi sertifikasi dengan pengharapan tunjangan profesi yang lumayan besar. Hal ini semacam shock terapi bagi bagi guru sehingga bangkit dari keterlenaannya dan kemonotonannya selama ini. Dengan program sertifikasi, guru-guru menyadari bahwa sebenarnya mereka belum mempunyai tingkat kemapanan profesi yang professional.

Diharapkan setelah mengetahui adanya program sertifikasi, yang tentu-nya dikaitkan dengan besarnya nilai tunjangan yang bakal diterima sebagai kompensasi atas kompetensinya, maka guru-guru terbangkitkan rasa tanggung-jawab profesinya. Bahwa,mereka harus ikut bertanggungjawab atas kualitas hasil proses pembelajaran yang selama ini telah dianggap mengalami ‘kegagalan’ oleh sebagian besar orang. Padahal jika obyektif, maka kita dapat mengatakan bahwa kondisi dunia pendidikan kita masih stabil, tidak merosot tetapi belum mengalami peningkatan. Hal ini jika kita melihat dari persayaratan yang harus dihadapi oleh anak didik pada saat menjalani proses pembelajaran sekarang ini.

Dengan sertifikasi, maka tidak ada lagi guru yang acuh terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan sebab semua guru mempunyai perhatian ekstra terhadap proses pembelajaran yang menjadi tanggungajwabnya. Tidak ada lagi guru yagn membuang-buang waktu dengan meninggalkan kelas pembelajarannya hanya untuk ngobrol ngalor ngidul di kantor guru atau di kantin sekolah dan membiarkan anak didiknya bengong sebab tidak mengetahui apa yangs eharusnya dilakukan dengan proses pembelajaran yang seharusnya dibawah bimbingan guru. Memang benar bahwa anak didik di dalam rposes pembelajaran adalah subyek belajar, tetapi bukan berarti selanjutnya anak didik diberi catatan lalu ditinggalkan guru untuk ngobrol. Jika hal seperti ini terjadi berarti telah muncul fenomena lama berkaitan dengan pola pembelajaran yang pernah kita terapkan yaitu CBSA, yang seharusnya diuraikan sebagai Cara Belajar Siswa Atkif tetapi diterapkan sebagai Catat Buku Sampai Abis. Sungguh merupakan sebuah kondisi yang sangat tidak diinginkan. Oleh karena itulah, maka program sertifikasi yang dicanangkan seharusnya mendapatkan perhatian ekstra dari semua guru sebab hal ini secara langsung meningkatkan pamor dirinya dan tingkat ekonomi keluarganya.

Begitulah, sebenarnya alasan sehingga sangat perlu dilakukan sertifikasi ter-hadap eksistensi guru di negeri ini. Bagaimanapun kita tidak menginginkan kondisi dunia pendidikan terus menjadi sorotan miring dari semua orang dan menohok para pegiat pendidikan, khususnya guru sebagai orang-orang yang tidak konsisten dengan tugas dan kewajibannya.

Sertifikasi guru diharapkan dapat memberikan warna yang lebih baik bagi dunia pendidikan di negeri ini yang selalu dianggap tidak becus mengelola proses pendidikan, walaupun segala daya sudah dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Kita ingin menunjukkan kepada dunia bahwa kita serius menangani proses pendidikan di negeri ini dan hal tersebut kita wujudkan dalam bentuk upaya sertifikasi guru-guru yang sesuai dengan bidangnya dan kemampuan yang dimilikinya untuk dapat menyandang profesi sebagai seorang guru yang kompeten.

Setidaknya, kita sudah berusaha semaksimal mungkin, dan sekarang yang terpenting adalah bagaimana kontribusi elemen yang lainnya sebab proses pendidikan sebenarnya bukan hanya tugas dan kewajiban sekolah semata, melainkan kewajiban bersama, yaitu sekolah, orangtua, dan masyarakat. Maka, yang terbaik harus kita lakukan sekarang ini adalah menjalankan tugas dan kewajiban kita sebaik-baiknya dan jika ada satu kekurangan, maka segera kita bicarakan dengan sebaik-baiknya sehingga masalah tersebut terselesaikan secara baik. Semoga.

Tidak ada komentar: